Debby sontak menghentikan apa pun yang hendak dikatakannya pada sang papi ketika tiba-tiba sang mami langsung memeluknya begitu papinya menegakkan tubuh.
“Maafkan Mami, Sayang. Mami benar-benar gak menyangka kalau anak itu ternyata bisa berbuat seperti ini. Maafkan Mami,” ucap Liliana berulang-ulang. Wanita paruh baya itu juga menciumi wajah Debby berkali-kali.
Debby masih terpaku, hanya kelopak mata tanpa lipatannya saja yang membuka dan menutup dengan irama konstan. Untuk sesaat, benaknya kosong dan lidahnya kelu.
“Ah! Apa mimpiku masih berlanjut? Apa ini benar-benar mamiku?” batin Debby, mencerna situasi yang tengah berlangsung. ‘Ko Billy? Bisakah Koko mencubitku?’
“Ugh!” Debby langsung mengernyit saat merasakan sengatan kuat di pipi setelah kembali dicium Liliana. ‘Sakit! Ah ... ternyata
“Mi!” seru Debby dengan netra membola. “Kenapa tanya ...?”Tangan Debby langsung diremas William. Lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan. “Gak apa-apa, Baby. Wajar kalau Tante tanya seperti itu.”William lalu mengalihkan pandangannya pada Liliana. “Tentu saja menikahi Debby adalah keinginan terbesar saya, Tante, asalkan Debby bersedia dan Tante merestui,” jawab William dengan sepenuh hati.Liliana hanya bergumam sembari mengangguk datar. Wanita itu lantas menatap satu per satu wajah-wajah yang ada di sekelilingnya. Setelah menghela napas panjang, Liliana kembali meminta maaf pada semuanya, terutama pada Debby. Wanita paruh baya itu pun meremas tangan Debby.“Kejadian kemarin benar-benar sudah menampar Mami. Menyadarkan Mami kalau selama ini Mami sudah sangat egois. Selama ini, Mami
“Kenapa kamu senyum-senyum terus, Baby?” tanya William.“Huu, Koko ini! Sok-sokan pakai tanya segala, padahal diri sendiri juga senyum terus dari tadi,” gerundel Debby pada sosok di dalam layar ponsel.Suara gelak tawa langsung menyembur dari speaker ponsel. “Jangan manyun gitu. Cantiknya hilang nanti,” goda William.Debby hanya mendengkus. Namun, detik berikutnya, senyum lebar kembali muncul di wajah. Lagi-lagi William tergelak di dalam layar.“Apa yang paling membuatmu bahagia, Baby?”“Hmm, sudah pasti karena Mami, lah. Aku benar-benar nggak nyangka kalau momen ini terjadi juga. Aku pikir, seumur hidup nggak bakal baikan sama Mami.”“Hei! Tapi kenyataannya gak seperti itu, ‘kan? Itu sudah berlalu, Bab
“Baby, ada apa? Pesan dari siapa itu?” tanya William lagi seraya memutar bahu wanita itu agar menghadap ke arahnya. Kening William langsung berkerut saat telapak tangannya merasakan bahu kekasihnya sedikit bergetar.Hati William langsung kebat-kebit melihat tatapan kosong yang terpancar dari netra kekasihnya. Lelaki itu lantas melihat ke arah ponsel kekasihnya yang juga sedikit bergetar.“Baby, boleh Koko lihat?” tanya William sambil menyentuh ponsel kekasihnya.Debby masih bergeming. Namun, saat William hendak menarik benda pipih tersebut dari genggaman Debby barulah wanita itu bergerak. Dengkusan kesal meluncur dari bibir kekasihnya.“Kenapa, Baby? Apa Ferdinand kembali mengusikmu?”“Nggak. Bukan orang itu,” timpal Debby dengan suara lemah. Wanita i
Hati William masih saja berbunga-bunga setiap kali mengingat spontanitas kekasihnya tadi, padahal ini sudah lewat beberapa jam. Lelaki itu tersenyum-senyum sendiri sambil menerawang ke arah langit-langit kamar dengan Bora berada dalam pelukannya.William senang kekasihnya berinisiatif untuk menunjukkan perasaannya tanpa harus diminta. Jarang-jarang wanita itu memberikan ciuman terlebih dahulu meski hanya di pipi. William yang kegirangan langsung membalas perlakuan manis dari sang kekasih meski lebih ganas.Lelaki itu menciumi hampir setiap bagian dari wajah bulat telur milik kekasihnya hingga beberapa kali mulai dari kening, kedua mata, hidung, dan kedua pipi. Meski Debby sempat protes dengan menggerutu dan memukul ringan, William tak peduli. Ia justru semakin senang melihat mimik lucu kekasihnya yang memberengut. Saat Debby akhirnya terdiam karena lelaki itu terus menatapnya, William l
Debby yang sejatinya masih belum bisa memaafkan lelaki itu merasa terselamatkan dengan kedatangan pramusaji yang mengantar minuman mereka. Debby masih menata hati sembari menatap gerak-gerik wanita berseragam serba hitam dengan apron merah marun terikat di pinggang.“Ayo, diminum dulu, Tasya! Dulu, kau suka banget pesan itu, ‘kan?”Lagi-lagi kening Debby muncul kerutan halus saat mendengar nama panggilan yang sudah belasan tahun ini tak pernah didengarnya lagi. Dalam hati, ia menggeram sebal. Sejak tadi, Debby berusaha untuk tidak terusik dengan nama panggilan itu, tetapi sulit. Nama itu terus mengingatkannya pada peristiwa empat belas tahun yang lalu.Indra pendengarannya sekali lagi menangkap nama panggilan itu ketika ia terus bergeming dan hanya menatap gelas tinggi berembun berisi cairan merah muda pekat di depannya. Debby tak tahan lagi!
William tengah mengecek surel dari ponselnya ketika indra pendengarannya menangkap suara yang sudah sangat dikenalnya. Bibirnya langsung menyunggingkan senyum meski suara yang sampai ke gendang telinganya jauh dari kata ramah.‘Ah! Koko jadi ingat masa-masa awal pertemuan kita dulu nih.’Senyum yang makin lebar itu terus bertahan hingga ia kembali memeriksa surel-surel yang lain. Namun, kuping dan hati William mulai panas setelah pesanan minuman pasangan yang duduk di meja di belakangnya datang.Awalnya ia hanya mendengarkan sambil lalu. Namun, lama-kelamaan pembicaraan mereka mengusik hatinya hingga sekonyong-konyong bayangan masa lalu saat kekasihnya masih bersama pria lain menari-nari di dalam batok kepalanya.“Sial!” geram William dalam hati. Ia berusaha mengusir bayangan itu dan menetralkan denyut jantungnya yang sempat menggila. “Jangan be
Debby tertawa semakin keras sambil menggeleng kepala. “Bukan apa-apa sih, Ko, cuma lagi menertawakan situasiku sekarang.”“Maksudmu?”“Yah, apa Koko tahu, sampai tadi aku sudah duduk berhadap-hadapan dan bahkan omong-omong sama orang itu, aku sebetulnya masih nggak rela buat memaafkan?”“Ya, ya, Koko sempat dengar itu tadi. Koko kaget, tahu. Koko kira kamu sudah memaafkan orang itu waktu kemarin kamu kasih tahu Koko. Ternyata belum?”“Ya, sebetulnya masih nggak rela. Tapi biar dia nggak ganggu terus, aku pikir bilang aja kalau aku sudah maafin dia. Toh itu yang dia mau selama ini, ‘kan? Tapi sekarang aku benar-benar sudah ikhlas, Ko,” ucap Debby sambil menatap kekasihnya dari samping.William ikut menoleh. Senyum Debby menular beberapa detik kemudian. “B
Jantung William rasanya seperti mau copot! Ia bahkan tak bisa menahan kesiap tajam yang langsung meluncur begitu saja dari bibirnya tatkala Debby membalik tangannya dan mencium telapak tangannya. Netranya semakin membola saat wanita itu kemudian melingkarkan kedua lengan putihnya pada lengan berototnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. William juga kehilangan kata-kata ketika Debby menempelkan pipinya pada lengan atasnya.Setelah pulih dari kekagetannya barulah William tertawa geli melihat semua tingkah kekasihnya. ‘Ya ampun, Baby! Kamu menggemaskan banget kalau seperti ini. Tapi Koko senang akhirnya kamu bisa mulai bermanja-manja sama Koko seperti ini. Koko harap, bukan cuma hari ini aja kamu seperti ini.’“Ada apa, Baby?” tanya William. Namun, ia harus menunggu sejenak sebelum mendapatkan jawaban.“Aku pengin peluk sam
William sangat terkejut mendengar penuturan Debby. Ia sama sekali tak mengira jika kekasihnya memiliki ketakutan sampai seperti itu. William mengulurkan tangan hendak menenangkan sang kekasih yang kembali berderai air mata. Ia terenyuh melihat wanita itu bahkan bernapas dengan tersengal-sengal.Namun, belum sempat merengkuh sang kekasih, William kembali dikejutkan dengan suara jeritan histeris yang terdengar tiba-tiba. William dan Debby yang masih menangis sontak menoleh berbarengan ke sumber suara.“Jangan lagi, ya, Tuhan! Jangan lagi!” desis seseorang yang baru saja tiba hingga berkali-kali.Dalam sekejap, suara tangis di sisi William pun lenyap, berganti dengan kesiap tajam. Lelaki itu pun tak kalah terperanjat saat menatap kedua sosok yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu. Satu orang memapah yang lainnya yang tampak tak baik-baik saja. Buru-buru William ban
“Apa maksudmu, Baby?!” tuntut William yang kaget setengah mati.Jantungnya langsung menggila mendengar keputusan sepihak yang meluncur dari bibir mungil sang kekasih. Hati William menolak keras untuk mencerna maksud yang terkandung di dalamnya. Namun, otaknya jelas-jelas menerima pesan tersebut dengan sangat gamblang. Seketika, otaknya dipenuhi dengan kata-kata keramat yang sangat dihindari oleh lelaki itu.William pun langsung menyambar tangan Debby yang keburu membelakanginya. Namun, sebelum tubuh kekasihnya berbalik sepenuhnya, William masih sempat melihat kekasihnya menutup mulut dan mendengar suara isakan lirih. William langsung mengernyit. Hatinya sedikit terusik dengan sikap dan omongan Debby yang lagi-lagi saling bertolak belakang di saat bersamaan.“Baby?” panggil William dengan lebih lembut saat wanita itu tetap me
William berusaha keras untuk tidak menyentuh wanita yang duduk di sampingnya—meski tak sedekat biasanya, apalagi saat wanita itu mengangguk tak mantap sambil menggigit bibir bawahnya.“Kurang lebih,” jawab Debby. “Aku sadar kalau aku selalu menghindar tiap kali Koko memintaku buat melangkah ke jenjang yang lebih serius. Kupikir aku bisa kayak gitu dulu buat sementara waktu. Tapi ternyata yang terakhir kemarin itu ....”Debby mengangkat bahu sambil tersenyum sendu sementara William agak terusik dengan sesuatu yang diucapkan kekasihnya. Ia pun menautkan kedua alisnya meski berusaha untuk tak menyela.“Aku nggak tahu apa yang terakhir itu yang paling parah,” lanjut Debby, “atau justru saking banyaknya Koko nimbun kekesalan jadi bikin Koko jaga jarak sama aku. Tapi apa pun itu, yang jelas aku mau minta maaf sama Koko soal ini. Bolak-balik aku selalu mengecewakan Koko. M
“Wow!” seru Debby yang masih takjub dengan kabar bahagia yang dibawa oleh sahabatnya. Ujung-ujung bibir Debby sudah terangkat sejak tadi.“Jadi, benar ini dari Ko Niel?” tanya Debby lagi sembari mencermati sebentuk cincin bermata berlian tunggal yang tersemat pada jari manis tangan Fanny.Wanita berambut sebahu itu sekarang sudah duduk di hadapannya. Namun, Debby belum melepas genggaman tangannya sejak dirinya melihat kilau sebuah cincin baru yang ia tahu belum pernah dikenakan oleh Fanny sebelumnya.Debby ikut berbahagia untuk Fanny yang senyumnya juga tak pernah lekang dari wajah perseginya sejak muncul di hadapan Debby. “Aku benar-benar ikut senang, Fan. Ya ampun. Selamat, ya, Say. Selamat. Omong-omong, kapan Ko Niel melamar?”“Uhm ... baru hari Sabtu kemarin sih,” ucap Fanny dengan pipi merona.
Di hadapan William, kini tersaji semangkuk bubur ayam tanpa kuah bumbu. Hanya ada bubur nasi yang sudah bercampur dengan potongan daging ayam dengan pugasan kulit pangsit goreng, irisan seledri, tongcai, dan cakwe. Kekasihnya bahkan juga menyediakan kecap asin di mangkuk terpisah yang ukurannya jauh lebih kecil.William kembali termangu sambil menatap sajian itu. Hatinya benar-benar terbelah dua. Ia merasa sangat bahagia sekaligus frustrasi. Baru kali ini, ia dilayani untuk sarapan sampai sedemikian rupa, apalagi oleh wanita yang sangat dicintai dan diinginkannya. Selain sosok sang mami tentu saja.“Kenapa cuma dilihat aja, Ko? Oh, astaga! Apa Koko nggak suka bubur ayam?”Suara merdu sang kekasih menyentak angan William. Ia gelagapan sesaat sebelum menimpali, “Oh, gak apa-apa kok, Baby. Siapa bilang Koko gak suka bubur ayam? Koko cuma lagi
William memang memutuskan untuk bersikap biasa saja sebelum mengetahui dengan pasti apa keinginan kekasihnya dari hubungan mereka ini. Namun, tetap saja lelaki itu tak bisa menahan ujung-ujung bibirnya yang mulai terangkat setelah mendengar pesan suara dari Debby. Ia pun melempar tubuhnya ke matras sambil terkekeh kecil.“Ya, Tuhan. Seperti ini nih yang bikin Koko gak bisa berpaling dari kamu, Baby. Bagaimana kelak Koko bisa hidup tanpamu?”Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi. Ada satu lagi pesan suara yang masuk dari kekasihnya.“Ko Billy? Koko baik-baik aja? Kenapa nggak ada respons, Ko? Aku tahu Koko sudah buka pesan suaraku. Jangan nakut-nakutin aku, Ko. Aku mencemaskan Koko. Kalau Koko butuh aku, bilang aja. Aku bakal menemani Koko. Aku sayang sama Koko.”Lagi-lagi William tak bisa menahan senyum. Namun, se
William terjun ke dalam air dan langsung menghilang di bawah permukaan air yang seketika bergolak seakan baru saja terjadi gempa bumi. Setelah satu-dua menit, tiba-tiba William kembali muncul ke permukaan dengan gerakan yang kembali mengentak keras. Permukaan air pun kembali berguncang sementara air memercik ke mana-mana saat kepala William menengadah ke langit malam dengan gerakan cepat.Bibir William langsung terbuka lebar dengan suara tarikan napas yang terdengar sangat jelas. Sejurus kemudian, dadanya bergerak naik turun dengan sangat cepat. Ia sengaja menahan napas selama berada di dalam air. Egonya tengah tertantang untuk menguji batas kemampuan dirinya.Tanpa mengambil jeda untuk menetralkan debar jantungnya yang masih menggila, William kembali masuk ke dalam air setelah menghirup napas dalam-dalam. Kali ini, ia meluncur dengan cepat seperti ikan di bawah permukaan air yang langs
Debby menatap sosok laki-laki yang pada suatu waktu dahulu sangat dikaguminya, tetapi juga sekaligus sosok yang menorehkan luka yang dalam di hatinya. Debby menghela napas sambil menautkan tangan pada jari jemari William.“Ko Yuyun,” panggil Debby dengan penuh kesabaran, “aku benar-benar sudah memaafkan Koko. Tapi tolong jangan buat aku menyesali keputusanku ini. Berhentilah meminta sesuatu yang sudah nggak bisa kuberikan lagi. Aku berusaha buat menghormati Koko lagi sekarang.“Tapi kalau Koko terus-terusan memaksa, jangan salahkan aku kalau aku akhirnya benar-benar kehilangan respek sama Koko. Hal yang bisa kuberi saat ini cuma maaf buat Koko, nggak lebih. Jadi, tolong mengertilah, Ko. Aku nggak mungkin balik lagi sama Koko.”Untuk sesaat, Yunan hanya menatap Debby lurus-lurus dengan bibir membentuk garis lurus. Lelaki berambut gondrong itu diam seribu bahasa, hany
Warning!!! Mengandung adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Urat kendali diri William benar-benar sudah super tegang. Rasanya hanya butuh sentuhan ringan saja untuk memutus tali tak kasatmata itu. Ia bisa meledak kapan saja. William sampai ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia seperti tak mengenali lagi sosoknya sendiri.Sebelum mengenal Debby, ia tak pernah lepas kendali. Namun, sekarang ini rasa-rasanya ia sanggup dan bersedia menghancurkan seseorang demi orang yang dikasihinya. Ia siap bertarung habis-habisan dengan siapa pun tanpa peduli risikonya!William benar-benar tak terima kekasihnya hendak diserobot dengan terang-terangan di bawah hidungnya!“Lebih baik diselesaikan sekarang aja, Ko, biar nggak berlarut-larut. Aku juga nggak mau terus-terusan kayak gini. Tolong percaya sama aku, Ko,&rd