Hati William masih saja berbunga-bunga setiap kali mengingat spontanitas kekasihnya tadi, padahal ini sudah lewat beberapa jam. Lelaki itu tersenyum-senyum sendiri sambil menerawang ke arah langit-langit kamar dengan Bora berada dalam pelukannya.
William senang kekasihnya berinisiatif untuk menunjukkan perasaannya tanpa harus diminta. Jarang-jarang wanita itu memberikan ciuman terlebih dahulu meski hanya di pipi. William yang kegirangan langsung membalas perlakuan manis dari sang kekasih meski lebih ganas.
Lelaki itu menciumi hampir setiap bagian dari wajah bulat telur milik kekasihnya hingga beberapa kali mulai dari kening, kedua mata, hidung, dan kedua pipi. Meski Debby sempat protes dengan menggerutu dan memukul ringan, William tak peduli. Ia justru semakin senang melihat mimik lucu kekasihnya yang memberengut. Saat Debby akhirnya terdiam karena lelaki itu terus menatapnya, William l
Debby yang sejatinya masih belum bisa memaafkan lelaki itu merasa terselamatkan dengan kedatangan pramusaji yang mengantar minuman mereka. Debby masih menata hati sembari menatap gerak-gerik wanita berseragam serba hitam dengan apron merah marun terikat di pinggang.“Ayo, diminum dulu, Tasya! Dulu, kau suka banget pesan itu, ‘kan?”Lagi-lagi kening Debby muncul kerutan halus saat mendengar nama panggilan yang sudah belasan tahun ini tak pernah didengarnya lagi. Dalam hati, ia menggeram sebal. Sejak tadi, Debby berusaha untuk tidak terusik dengan nama panggilan itu, tetapi sulit. Nama itu terus mengingatkannya pada peristiwa empat belas tahun yang lalu.Indra pendengarannya sekali lagi menangkap nama panggilan itu ketika ia terus bergeming dan hanya menatap gelas tinggi berembun berisi cairan merah muda pekat di depannya. Debby tak tahan lagi!
William tengah mengecek surel dari ponselnya ketika indra pendengarannya menangkap suara yang sudah sangat dikenalnya. Bibirnya langsung menyunggingkan senyum meski suara yang sampai ke gendang telinganya jauh dari kata ramah.‘Ah! Koko jadi ingat masa-masa awal pertemuan kita dulu nih.’Senyum yang makin lebar itu terus bertahan hingga ia kembali memeriksa surel-surel yang lain. Namun, kuping dan hati William mulai panas setelah pesanan minuman pasangan yang duduk di meja di belakangnya datang.Awalnya ia hanya mendengarkan sambil lalu. Namun, lama-kelamaan pembicaraan mereka mengusik hatinya hingga sekonyong-konyong bayangan masa lalu saat kekasihnya masih bersama pria lain menari-nari di dalam batok kepalanya.“Sial!” geram William dalam hati. Ia berusaha mengusir bayangan itu dan menetralkan denyut jantungnya yang sempat menggila. “Jangan be
Debby tertawa semakin keras sambil menggeleng kepala. “Bukan apa-apa sih, Ko, cuma lagi menertawakan situasiku sekarang.”“Maksudmu?”“Yah, apa Koko tahu, sampai tadi aku sudah duduk berhadap-hadapan dan bahkan omong-omong sama orang itu, aku sebetulnya masih nggak rela buat memaafkan?”“Ya, ya, Koko sempat dengar itu tadi. Koko kaget, tahu. Koko kira kamu sudah memaafkan orang itu waktu kemarin kamu kasih tahu Koko. Ternyata belum?”“Ya, sebetulnya masih nggak rela. Tapi biar dia nggak ganggu terus, aku pikir bilang aja kalau aku sudah maafin dia. Toh itu yang dia mau selama ini, ‘kan? Tapi sekarang aku benar-benar sudah ikhlas, Ko,” ucap Debby sambil menatap kekasihnya dari samping.William ikut menoleh. Senyum Debby menular beberapa detik kemudian. “B
Jantung William rasanya seperti mau copot! Ia bahkan tak bisa menahan kesiap tajam yang langsung meluncur begitu saja dari bibirnya tatkala Debby membalik tangannya dan mencium telapak tangannya. Netranya semakin membola saat wanita itu kemudian melingkarkan kedua lengan putihnya pada lengan berototnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. William juga kehilangan kata-kata ketika Debby menempelkan pipinya pada lengan atasnya.Setelah pulih dari kekagetannya barulah William tertawa geli melihat semua tingkah kekasihnya. ‘Ya ampun, Baby! Kamu menggemaskan banget kalau seperti ini. Tapi Koko senang akhirnya kamu bisa mulai bermanja-manja sama Koko seperti ini. Koko harap, bukan cuma hari ini aja kamu seperti ini.’“Ada apa, Baby?” tanya William. Namun, ia harus menunggu sejenak sebelum mendapatkan jawaban.“Aku pengin peluk sam
“Apa?! Barusan kamu bilang apa, Princess?!”“Ck! Nggak usah sampai mendelik gitu, Ko Hen. Kasihan mata Koko nanti,” gurau Debby. Seulas senyum kecil terbit di wajah.“Hei, Koko serius, tahu! Bisa-bisanya kamu malah bercanda gitu! Coba ulang lagi kata-katamu tadi!” titah Hendy. Lelaki bertato burung foniks itu bahkan sampai mengorek salah satu lubang telinga dengan jari kelingkingnya. “Kamu juga tadi sebutnya apa? Ko Yuyun? Bukannya setelah kejadian itu kamu nggak pernah mau sebut nama orang itu?” Kerutan pada kening Hendy semakin dalam.“Iya. Ko Hendy nggak salah dengar kok. Ko Yuyun minta balikan lagi,” sahut Debby dengan enteng.Ya, sekarang ia benar-benar sudah mengikhlaskan masalah yang terjadi empat belas tahun lalu itu. Hatinya sekarang benar-benar ringan. S
“Gimana situasimu sekarang, Say?” tanya Fanny dari seberang telepon.“Masih biasa. Masih sibuk sama kerjaan,” sahut Debby seraya keluar dari kamar. Langkah kakinya membawanya ke sofa di ruang duduk.“Bukan itu maksudku, Say. Huff!”Mendengar desahan itu, Debby langsung membayangkan ekspresi sahabatnya yang pasti tengah menggelembungkan pipi. Wanita itu tersenyum kecil. “Ya, ya, aku paham. Sudah nggak ada drama lagi kok kalau itu yang kamu khawatirkan. Tenang aja.”“Sori, ya, gara-gara Ko Niel kamu jadi berurusan lagi sama orang itu.”“Ya, mau gimana lagi? Tapi kamu jangan merasa bersalah gitu,” ucap Debby menenangkan. “Aku sudah nggak apa-apa kok. Lagian ada sisi positifnya juga. Kalau nggak gitu, sampai sekarang aku mungkin masih marah dan sakit h
“Wah, ada angin apa Koko ke sini? Sendirian aja, Ko? Mana Fanny?” Debby tampak mencari-cari ke arah pintu pagar yang masih terbuka.Untuk sesaat, hati William kembali merasa terusik gara-gara sambutan hangat yang diberikan kekasihnya pada tamu tak diundang itu, apalagi melihat senyum manis yang menyertainya. William harus berjuang keras untuk meredam perasaan cemburu yang lagi-lagi menyeruak ke permukaan.“Astaga, Will! Kamu kenapa sih? Kenapa akhir-akhir ini kamu jadi sensitif gini? Ayo, kendalikan dirimu!” tegur William dalam hati.“Fanny enggak ikut,” sahut Niel. “Koko baru mau ke tempat Fanny nanti, setelah dari sini.”“Oh.”“Tamunya disuruh masuk dulu, Baby,” ucap William setelah berhasil mengendalikan perasaannya. Satu tangan
Warning!!! Mengandung adegan kekerasan! Mohon bijak dalam menyikapi!*****Urat kendali diri William benar-benar sudah super tegang. Rasanya hanya butuh sentuhan ringan saja untuk memutus tali tak kasatmata itu. Ia bisa meledak kapan saja. William sampai ketakutan dengan dirinya sendiri. Ia seperti tak mengenali lagi sosoknya sendiri.Sebelum mengenal Debby, ia tak pernah lepas kendali. Namun, sekarang ini rasa-rasanya ia sanggup dan bersedia menghancurkan seseorang demi orang yang dikasihinya. Ia siap bertarung habis-habisan dengan siapa pun tanpa peduli risikonya!William benar-benar tak terima kekasihnya hendak diserobot dengan terang-terangan di bawah hidungnya!“Lebih baik diselesaikan sekarang aja, Ko, biar nggak berlarut-larut. Aku juga nggak mau terus-terusan kayak gini. Tolong percaya sama aku, Ko,&rd
Yeay!!! 🎉🎉Cerita “Wanita Incaran CEO Arogan” akhirnya sampai di penghujung juga. Ini merupakan cerita pertama saya dalam bentuk novel. Gak nyangka bakal bisa sepanjang ini, bahkan sampai dua season. Biasanya pendek-pendek. 😄Perjalanan yang panjang dan gak selalu mulus, tapi menyenangkan 😄. Sudah sama aja kayak lika-liku kisah cintanya William dan Debby yang gak selalu mulus tapi happy ending ... eaakkk ....Saya pribadi sangat menikmati proses penulisan kisah cinta William dan Debby ini. Meskipun sudah dibuat outline-nya, beberapa kali muncul ide secara tiba-tiba di tengah-tengah saya tengah mengetik yang belum terpikirkan sebelumnya saat membuat outline. Adegan-adegan tersebut memang diperlukan, tapi waktu bikin outline masih belum ada bayangan nanti adegannya bakal seperti apa. Ups, buka kartu deh! 🤭😁Tak lupa saya ucapkan terima kasih buat para pembaca yang baik hati, yang sudah bersedia mampir ke lapak saya, dan terutama yang sudah memberikan gem buat William dan Debby. Ter
“Sssh! Jangan nangis, Sayang.” William buru-buru menenangkan si sulung. Ini bukan kali pertama si sulung merengek minta adik bayi di perut maminya perempuan. “Laki-laki apa perempuan sama aja, Sayang. Di mata Papi sama Mami, kalian semua anak-anak kesayangan Papi sama Mami. Gak ada yang dibeda-bedain.” William juga meminta anak lelakinya untuk mendekat.“Cici juga harus sayang sama dedek bayi yang masih ada di perut Mami, sama seperti Cici sayang sama Dedek Ello. Cici sayang ‘kan sama Dedek Ello?”“Sayang, Pi.”“Nah, kalau gitu, jangan bilang kayak tadi lagi, ya. Kalau gak, Dedek bayinya nanti sedih, lo. Apa Cici senang kalau Shelin bilang gak suka atau gak mau temanan lagi sama Cici di sekolah?”“Nggak senang. Tapi kalau dedek bayinya kayak Dedek Ello, nanti aku nggak punya teman di rumah, Pi,” rengek Grace lagi dengan bibir mungilnya maju beberapa senti.
Warning!!! Episode ini mengandung adegan dewasa yang mungkin tidak cocok atau membuat tidak nyaman bagi sebagian pembaca.Harap kebijakannya dalam membaca episode ini.*****Bukannya berhenti, sang istri justru berpindah ke titik sensitif lainnya.“Baby, please,” desis William lagi dengan gelisah.Tangannya kini mencengkeram pergelangan sang istri. “Koko gak mau sampai lepas kendali.”“Ssst! Kalau gitu, jangan ditahan-tahan, Ko. Aku sengaja kok mau kasih kompensasi buat Koko,” terang Debby sambil tangannya memainkan salah satu kepik tak bersayap milik William. “Jadi, Koko rileks aja. Serahkan semuanya sama aku. Aku bakal kasih servis yang memuaskan malam ini.”“Tunggu, tunggu! Kompensasi buat apa?” tanya William di antara giginya yang kembali bera
William menunggu sejenak hingga anak perempuannya memusatkan perhatian padanya.“Ya, Pi,” sahut Grace.“Cici bantuin Papi sama Mami jagain Dedek Ello sementara waktu, ya.”“Siap, Pi,” sahut Grace dengan antusias. Kepalanya manggut-manggut dengan cepat.“Anak pintar,” puji William sambil mengacungkan ibu jari. “Ya sudah, kalian bobo sekarang. Papi sama Mami sayang kalian. Peluk cium buat kalian berdua. Selamat bobo dan mimpi indah, malaikat-malaikat kecil kesayangannya Papi sama Mami.”“Oh, Tuhan! Aku sudah kangen sama anak-anak, Ko,” ucap Debby begitu panggilan video terputus.“Bukan cuma kamu aja, Baby,” timpal William. Sesaat, ia jadi teringat ketika siang tadi, ia dan sang istri mengantar anak-anak ke rumah ka
“Happy wedding anniversary, Baby!” ucap William dengan sangat mesra. Lelaki itu mencium punggung tangan sang istri dengan sangat lembut.Mereka baru saja selesai makan malam romantis yang sengaja disiapkan oleh William. Sayangnya, kebahagiaan William bercampur dengan rasa jengkel setiap kali ada pria yang memandang istrinya hingga dua kali. Tak ingin membagi pesona sang istri dengan orang lain, William pun buru-buru mengajak wanita itu untuk kembali ke kamar suite yang khusus dipesan untuk momen istimewa ini.William tak bosan-bosannya memandangi sang istri. Hingga detik ini, ia masih dan selalu saja terpukau dengan sosok sang istri yang tak banyak berubah selain bertambah cantik sejak ia menikahinya, apalagi malam ini. Berbalut busana malam warna merah menyala dengan bahu terbuka dan belahan gaun setinggi setengah paha yang menampilkan lekuk tubuh di tempat-tempat yang tep
“Koko kenapa? Masuk angin?” tanya Debby dengan panik. Wanita itu tahu-tahu sudah ada di sampingnya. Satu tangan memijat-mijat tengkuknya sementara tangan yang lain meraba keningnya.Perutnya kembali bergolak. Namun, William mencoba mengabaikannya. Tak berani membuka mulut, lelaki itu hanya bisa menggeleng sembari menghentikan apa pun niat Debby saat ini dengan isyarat tangan.Ketika Debby menyingkir, William sedikit merasa lega. Ia menghirup napas dalam-dalam sambil bertumpu pada dinding. William mengerutkan kening dengan perasaan tak enak.Setelah perutnya berhenti bergolak, William melangkah ke wastafel. Ia menatap sekilas pantulan dirinya di cermin, lalu membasuh wajahnya. Saat menegakkan tubuh, sang istri kembali muncul di sisinya dengan membawa botol minyak kayu putih.“Gak perlu, Baby. Koko gak apa-apa kok,&rdquo
“I love you too, Baby. My Love. My Wife. Now and forever,” sahut William dengan senyum mesra terpampang di wajah. Lelaki itu pun balas mencium Debby di beberapa titik di wajah.Setelah mendapatkan ciuman di kening, kedua pipi, dan bibir, Debby lantas menghirup napas dalam-dalam sambil memejamkan mata sejenak. Saat membuka mata, ada kebulatan tekad dan keberanian yang bersemayam di hati.“Aku percaya sama Koko. Kalau sikap Koko kayak gitu, mana mungkin aku tega membuat Koko berharap lama-lama. Aku nggak bakal minta Koko buat nunda kehamilan. Kalau Tuhan kasih kepercayaan itu sama kita sekarang, aku bakal menerima dan menjalaninya.”“Oh, Baby! Kamu serius? Kamu benar gak apa-apa?”Debby mengiyakan dengan mantap. Kepalanya ikut mengangguk untuk meyakinkan suaminya.&ldqu
Seringai jahil sang suami semakin lebar saja. Lelaki itu kemudian bertanya, “Apa kamu sadar, Baby, kalau nanti ada yang kebakaran lagi seperti dulu, sekarang sudah gak perlu bingung-bingung lagi buat cari pemadamnya?”“Ish! Koko ini, lo!” pekik Debby. Tangannya pun langsung mencubit daging terdekat.William sontak mengaduh kesakitan dan menggosok-gosok dada kirinya. “Astaga, Baby! Jarimu pedas juga, ya.”“Hmm! Siapa suruh godain terus?” rajuk Debby. Namun, sesaat kemudian Debby kembali berujar, “Tapi sori, ya, Ko, aku baru bisa kasih semalam.”“Hush! Kamu ini omong apaan sih! Setelah pemberkatan di gereja dan resepsi dengan segitu banyak tamu, kita kan sama-sama kecapaian, Baby. Kamu jangan omong gitu, ah. Meskipun Koko pengin, Koko juga gak mau ma
Warning!!! Episode ini mengandung adegan dewasa yang mungkin tidak cocok atau membuat tidak nyaman bagi sebagian pembaca.Harap kebijakannya dalam membaca episode ini.*****Selagi Debby menerka-nerka siapa sosok yang dengan lancang berani memanggil-manggil nama suaminya, tiba-tiba suara William yang terdengar parau menembus gendang telinga Debby. “Lepaskan, Baby. Lepaskan.”“Ko Billy!” jerit Debby putus asa. ‘Ah! Kenapa suara yang keluar sama dengan yang tadi? Apa tadi itu suaraku sendiri?’“Ya, Baby, ya. Ayo, jangan ditahan lagi. Koko pengin lihat kamu, Baby,” ucap William terus menyemangati.Tak ingin mengecewakan lelaki itu, Debby berusaha menuruti kata-katanya. Dengan sedikit takut, dorongan yang semula ia tahan-tahan kini ia biarkan lepas mengalir begitu sa