Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun Hana beruntung karena Aisyah dan suaminya masih mau mengantarnya pulang. Adam harus tahu yang dilakukan Alya tadi di taman bersama dengan Romi. "Assalamualaikum! Mas! Mas Adam! Buka pintunya, Mas!" seru Hana sambil mengetuk pintu. Berulang kali Hana mengetuk pintu agar segera dibukakan oleh sang suami. Tapi kenyataannya sudah hampir satu jam dia di sana, pintu tak kunjung terbuka. "Kenapa Mas Adam gak bukakan aku pintu? Apa mereka gak dengar dari tadi aku ketuk-ketuk pintu?" gumam Hana. Rasanya tak mungkin jika ada orang di rumah tapi tak mendengar suara ketukannya. Apalagi ada Keenan yang terkadang bangun tengah malam. Apa mereka sengaja? Itulah yang dipikirkan oleh Hana. Malam semakin larut. Hana pun memutuskan untuk menunggu di luar meskipun udara sangat dingin malam itu. Ingin rasanya tidak terlelap, tapi mata Hana sangatlah mengantuk hingga tanpa sadar dia tertidur pulas dalam kondisi duduk bersandar di teras. "Allahuakbar
Kepergian Hana membuat Alya merasa di atas angin. Dia menang atas pertempurannya dengan istri pertama suaminya. Kini dia bisa leluasa menguasai rumah serta semua milik Adam. "Mas, aku ingin dinikahi secara resmi dan hanya aku satu-satunya istrimu," ucap Alya pada suatu ketika. Saat itu Adam tengah bermain bersama dengan Keenan. Rasa sayangnya pada Keenan sudah mendarah daging. Sehingga Adam tak ingin kehilangan Keenan apapun yang terjadi. Mata Adam beralih ke Alya dan dia bertanya, "Maksud kamu apa, Al?""Masa Mas Adam gak tahu maksudku, sih? Ya Mas Adam segera ceraikan Mbak Hana dan menikahi aku secara resmi!" jawab Alya tegas. "Apa? Bagaimana bisa?" jawab Adam ragu. Adam memang sudah mengusir Hana beberapa bulan yang lalu tapi terkadang hatinya masih terpaut kepada Hana. Ingin rasanya mengatakan tidak tapi mulutnya seakan terkunci seolah-olah ada yang mengendalikan dirinya. "Kok gitu, sih, jawabannya? Apa itu artinya Mas Adam siap kehilangan Keenan? Aku pokoknya maunya jadi is
Hana kembali memikirkan untuk berpisah dengan Adam. Awalnya dia memang ingin bertahan apalagi abahnya juga menginginkan hal itu. Dia tahu jika Keenan bukan anak dari Adam. Tapi sikap Adam yang sampai tega mengusirnya membuatnya hilang respect. "Hana harus apa, Bah? Jika Hana mengambil keputusan untuk bercerai apakah Abah tidak akan marah di atas sana? Jujur saja Hana tak sanggup dengan status yang menggantung ini. Lebih baik Hana sendiri saja daripada seperti ini terus," keluh Hana sambil memandangi foto almarhum abahnya. Selalu itu yang dipikirkan oleh Hana selama dia tinggal di kampung halamannya. Ingin melangkah tapi dia takut dan masih ragu. Hingga akhirnya hari itu tiba. Tanpa ada hujan dan angin Adam datang bersama dengan Alya. "Akhirnya Allah menjawab doaku," ucap Hana setelah membaca isi amplop cokelat yang diberikan Alya. Alya mengernyitkan dahi. "Kok kamu biasa aja, sih, Mbak?" "Memangnya apa yang harus aku lakukan, Al? Syok atau sedih begitu maksudmu?" jawab Hana denga
Hati Habibi sangat senang sekali karena wanita yang dulu disukainya telah kembali. Walaupun dia tahu jika wanita itu telah menikah tapi tak bisa menghalangi rasa senangnya. Habibi merupakan teman sekolah Hana sejak SD. Diam-diam dia menyukai Hana sejak dulu tapi tidak berani mengungkapkan karena sadar diri akan perbedaan dirinya dan Hana. Habibi selalu bekerja keras dan giat menabung agar suatu saat bisa memantaskan diri untuk menjadi pendamping Hana. Tapi semuanya itu sirna ketika Habibi mendengar kabar pernikahan Hana dengan Adam. Sejak saat itulah Habibi menutup diri dari semua perempuan yang berusaha mendekatinya. Tak mudah menggeser Hana dari hati Habibi bahkan hingga kini. "Oalah, Le, mbok ya cari yang lain saja. Dari dulu kok gur ngarep wong siji," celetuk Ibu dari Habibi yang bernama Ratmi. "Apaan, sih, Bu? Selalu itu saja yang dibicarakan. Ibu tenang saja kalau soal itu. Habibi tak akan lupa status Hana, Bu. Sudah ah, Bu, Habibi mau berangkat dulu. Assalamu'alaikum!" uca
"Tapi tadi beneran, kan, Hana menyebut calon mantan suami? Itu artinya mereka tengah dalam proses perceraian. Ah, kenapa aku jadi begini, sih?" gumam Habibi seorang diri. "Maaf lama menunggu, Bib," ucap Hana yang keluar dengan karung berisi beberapa bungkusan paket yang siap dikirim. Habibi terkejut karena memang dia tengah berada dalam pikirannya sendiri. Sontak saja Habibi berdiri dengan wajah yang terlihat gugup. "Kamu kenapa, Bib? Kok gugup gitu?" ucap Hana dengan dahi mengernyit. "Oh enggak ada apa-apa kok. Sudah cuma ini saja?" tanya Habibi mencoba mencari topik pembicaraan lain. "Iya hari ini hanya ini. Maaf, ya, kalau merepotkan," jawab Hana. "Ya gak apa-apa, ini sudah tugasku sebagai kurir. Aku input dulu, ya!" kata Habibi.Habibi mengeluarkan peralatannya dan menginput paket milik Hana yang berjumlah dua puluh paket. Sembari menunggu semuanya selesai, Hana mengambilkan air minum serta sedikit camilan untuk Habibi. "Bib, teman-teman kita yang lain sekarang pada kemana,
Adam pergi dengan amarah yang memuncak di kepalanya. Dia tak terima jika Hana ada tamu seorang laki-laki. Seolah-olah Adam lupa jika dia lebih parah kelakuannya dari Hana. Alya yang sejak tadi bicara saja tidak didengarkan oleh Adam. Istri kedua Adam itu protes karena Adam terlihat cemburu pada Hana. Bukankah itu artinya Adam sudah ingat lagi dengan Hana?Alya sudah mengirim pesan kepada Romi soal tingkah Adam tadi. Tapi pesannya belum dibalas. Mungkin karena Romi tengah sibuk dengan Keenan karena memang dia sudah lama ingin menghabiskan waktu bersama sang anak. "Kamu gak dengerin aku bicara, Mas? Kamu itu kenapa, sih, Mas? Sejak dari rumah Hana, sikap kamu jadi aneh," tegur Alya karena kesal. Tak ada respon apapun dari Adam hingga membuat Alya semakin marah. Saking kesalnya, Alya sambil memukul lengan Adam agak keras hingga dia menjerit kesakitan. "Kamu kenapa, sih, Al? Bukankah sudah aku turuti keinginan kamu? Jadi tolong jangan ganggu aku sedang mengangguku yang sedang mengemud
"Fitnahan macam apa ini, Pak? Saya di sini itu kerja bukan aneh-aneh, Pak! Lihat itu di motorku banyak paket yang harus dikirimkan. Saya kemari untuk mengambil paket milik Hana," ucap Habibi membela diri. Dia tampak emosional karena tuduhan tak berdasar itu. "Mana ada maling mengaku? Paling itu cuma buat kamuflase saja!" lirih Adam tapi masih terdengar oleh Habibi dan yang lainnya. "Apa maksud Anda bicara seperti itu? Anda menuduh saya?" tanya Habibi dengan nada yang tinggi. "Astaghfirullah hal adzim! Sebegitu kejinya kamu memfitnahku, Mas? Kenapa kamu tidak introspeksi lebih dulu? Tak perlu aku bicarakan masalah kita di sini, kan?" kata Hana membuka Adam terdiam. Pak RT dan yang lain diam saja. Mereka tak berhak ikut campur dalam masalah rumah tangga warganya. Pak RT di sana hanya untuk melegakan hati Adam yang sejak tadi memaksanya. "Mohon maaf Mbak Hana jika memang semua ini kesalahpahaman. Kami bukan menuduh Mbak Hana dan Mas ini. Kami ke sini hanya ingin mengkonfirmasi saja.
"Sudahlah lupakan itu. Sekarang hatimu sudah senang, kan?" kata Romi kemudian. Alya menganggukkan kepalanya. Terlihat tangan Romi mengambil sesuatu dari dalam tas yang dibawanya. Sebuah map tipis keluar dari sana. Lalu map itu diserahkan kepada Alya. Dahi Alya mengernyit. "Apa ini?" tanyanya pada Romi. "Sudah saatnya kamu keluar dari rumah itu. Kamu masih mau bersamaku, kan? Kita akan bersama-sama membesarkan Keenan. Bukan begitu?" ujar Romi. "Aku sudah menyiapkan semuanya untukmu. Rumah, mobil dan semua yang kamu inginkan akan aku kabulkan," lanjut Romi yang membuat mata Alya berbinar. Perempuan mana yang tak tersipu diperlakukan bak ratu oleh laki-laki. Semua fasilitas mewah siap diberikan oleh Romi kepadanya. Tentu saja Alya mau dan tak rela jika semuanya itu jatuh ke tangan perempuan lain. "Aku harus apa sekarang?" tanya Alya dengan mata berbinar. Alya sudah membayangkan hidupnya terjamin dan mewah. Dia sudah capek ikut dengan Adam karena kadang jika Alya ingin sesuatu tida