Beranda / Rumah Tangga / Wanita Dambaan Tuan Otoriter / Bab 25 : Satu Mobil dengan Dia

Share

Bab 25 : Satu Mobil dengan Dia

Penulis: Adny Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-28 07:15:04

"Ya," jawab Bang Hanan singkat.

"A–bang kenapa kok, di sini?" tanyaku penasaran. Sebenarnya aku mau tahu alasan Tuan Steven ada di kota. Aku ... juga tidak tahu mengapa aku penasaran.

"Biasa. Tuan Arnold mesti berkala ke sini untuk memantau kantornya," ujar Bang Hanan menjelaskan.

"Ooh." Aku manggut-manggut. "Di mana?" tanyaku lagi. Mengapa aku jadi sangat penasaran begini?

"Di seberang sana!" tunjuk Bang Hanan ke arah barat. Di arah sana terlihat sebuah gedung bertingkat yang mewah.

"Di gedung tinggi itu?" Gedung yang ditunjukkan Bang Hanan tampak paling megah dibandingkan dengan gedung lain di sekitarnya.

"Iya," jawab Bang Hanan singkat sembari melihat ke arah jam tangannya.

"Oh."

"Sudah dulu. Tuan Arnold sudah menunggu saya," pamit pria yang dikenal kaku itu.

Aku mengangguk pelan.

Bang Hanan langsung saja melangkah ke arah mini market yang posisinya berada di sebelah apotek tempatku menebus
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 26 : Dilema Hati

    "Nay!" Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telinga. Ya, itu Mas Wahyu."Eh, Mas Wahyu. Kapan datang?" tanyaku basa-basi. Hampir setiap akhir pekan Mas Wahyu selalu ke mari. Ia tak henti memberikan support kepadaku dan kedua sepupuku."Tadi, jam sepuluh. Hmmm ... kenapa ke sini?" Mas Wahyu melihat ke arah petugas rumah sakit yang sedang sibuk menulis entah apa di buku catatannya."Eng ... nggak, Mas! Cuma nanya perkembangan Bi Eli aja," jawabku menutupi apa yang terjadi.Aku tidak mau Mas Wahyu kembali ikut pusing dengan memikirkan biaya Bi Eli. Ia sudah terlalu banyak mengeluarkan uang membantuku selama ini. Bahkan aku belum mampu untuk membayar semua utangku padanya."Oh," sahut Mas Wahyu singkat."Mbak, aku permisi dulu ya. Terima kasih banyak!" ucapku pada petugas di balik meja tinggi itu."Sama-sama, Mbak," jawabnya ramah.Aku lalu berjalan kembali menuju ke arah ruang Bi Eli. Mas Wahyu j

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 27 : Persyaratan

    Debaran segumpal daging di dalam dada ini benar-benar tak bisa diajak kompromi. Ya Allah ... aku gugup sekali. Kuremas jemariku satu sama lain. Terasa dingin sekali.Tampak Tuan Steven duduk di sana, di kursi kebesarannya. Matanya memindaiku seakan-akan ingin melahapku bulat-bulat.Hening ...."Ada apa kamu ke mari?" Sorot netra biru itu menatapku tajam.Sungguh, jika tidak terpaksa, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di hadapan pria blasteran ini lagi. Ya Allah, jantungku seakan-akan mau pecah akibat denyutnya yang keras berdentam. "Mari duduk sini!" suruhnya sembari bangkit dari kursi kebesarannya, lalu berjalan anggun mengarahkanku untuk duduk di sofa mewah di dalam kantornya ini.Kaki yang tiba-tiba terasa melemah ini pun melangkah pelan mengikuti arahan darinya. Lantas aku pun mendaratkan bokong ke sofa berwarna putih gading berpadu dengan abu-abu tersebut. Kugigit bibir dengan perasaan yang campur aduk."Silakan bicara. Apa kamu hanya ing

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 28 : Perpindahan Ruangan Bi Eli

    Lelaki itu pun menatap lekat ke arahku. Matanya memindai seolah menelisik keyakinan atas ucapan yang baru saja aku lontarkan."Aku tidak memaksamu," tuturnya dengan wajah datar."I–iya. Aku bersedia menjadi istri Anda," sahutku.Kembali ia menatapku lebih lekat. Tatapan itu membuatku ... jengah.Lelaki tampan itu mencebikkan bibirnya sekejap. "Oke, kamu boleh pulang. Urusan biaya perawatan bibimu akan aku urus." Aku menautkan alis. Benarkah? Besok aku sudah harus melunasi biaya perawatan Bi Eli ...."Aku ... aku butuh uangnya segera, Tuan." Harga diriku benar-benar sudah hilang di hadapannya."Aku akan mengurus semuanya." Lelaki berkuasa itu berisyarat meyakinkan kalau apa yang barusan aku pinta bukanlah suatu masalah baginya.Dengan ragu aku pun berbalik dan ... dengan hati gamang aku melangkah menuju pintu keluar. ***Baru saja aku sampai di depan pintu kamar rawat Bi Eli, Manda terlihat me

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 29 : Hendak Bernegosiasi

    Gila! Aku hampir lupa kalau aku sedang berhadapan dengan manusia paling tidak waras di muka bumi saat ini. Ya, Tuan Steven memang benar-benar tidak waras!Apa dia tidak berpikir kalau semua ini butuh waktu barang sejenak? Mengapa lelaki blasteran itu kebelet banget ingin cepat menikah denganku?"Apa tidak bisa diundur beberapa waktu lagi, Bang?" tanyaku berusaha bernegosiasi kepada Bang Hanan, "soalnya aku harus mengurus Bi Eli. Beliau operasi besok!" lanjutku kesal.Sebenarnya hal itu hanya satu dari banyak alasan. Yang paling pasti itu karena aku ... aku belum siap untuk menjadi istri dari seorang pria yang bernama Steven Arnold."Kamu tidak perlu khawatir masalah itu, Nay. Semua akan di-handle oleh orang-orang saya. Kamu ikuti saja rencana dari Tuan Arnold. Semua akan beres," sahut Bang Hanan datar.Beres, beres. Enak aja Bang Hanan bilang beres. Masak mesti secepat ini aku nikah sama si Tuan Otoriter?"Coba Abang hu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 30 : Make up Artis

    Lagi pula momennya tidak tepat seperti ini. Huufftt ...."Manda! Kamu dengan Nanda tunggu saja di rumah sakit. Kalau ada apa-apa, telepon aja Kakak. Oke?"Gadis itu mengangguk.Hari masih sangat pagi, masih pukul 05.35 WIB. Sengaja aku menyuruh mereka pergi pagi-pagi sekali. Jangan sampai mereka bertemu Bang Hanan di sini nanti."Tapi apa nggak kepagian ini, Kak?" tanya Manda yang baru saja mandi dan memakai pakaiannya."Ya, mesti pagi-pagi perginya. Ke kota saja memakan waktu empat puluhan menit, 'kan? Paling tidak, kalau ada sesuatu yang mesti diurus sebelum operasi, kalian sudah stay di tempat!" cerocosku.Mereka diam tidak menjawab sambil terus menyiapkan diri. Mudah-mudahan saja mereka tidak curiga. Aarrgh! Mumet sekali rasanya. Ini gara-gara si Tuan Otoriter kebelet kawin! Keseeeel!Akhirnya Manda dan Nanda pun siap berangkat ke rumah sakit. Mereka lalu mencium punggung tanganku dan pamit, "Kami pergi dulu, Kak!"***Matahari merangkak naik dengan perlahan. Benda langit terbesar

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 31 : Akad Nikah

    Setelah sekitar setengah jam perjalanan kami pun sampai di halaman Kantor Urusan Agama di desaku, Desa Binar. Selama perjalanan degup jantungku berdebar tak menentu. Aku kembali menepuk-nepuk tisyu ke beberapa bagian wajah, sebab keringat yang sentiasa muncul. Mobil kami diparkir di bawah sebatang pohon. Bang Hanan lalu keluar, kemudian pria itu membukakan pintu mobil untukku. Dengan perlahan aku menjejakkan kaki. Ya Allah ... kakiku rasanya lemas. Hampir saja aku jatuh, jika tidak segera memegang badan mobil tadi. Bang Hanan sampai kaget karena aku terhuyung. Padahal sepatu ini tidak begitu tinggi, tapi mau bagaimana? Lutut ini tiba-tiba saja seakan tidak terasa."Kamu tidak apa-apa, Nay?" tanya Bang Hanan tampak khawatir."I–iya, Bang. Aku nggak pa-pa," jawabku.Bang Hanan dan supir mobil tadi mengiringku menuju sebuah ruangan. Di sana tidak begitu ramai. Aku tidak mengenal siapa saja yang berada di sana.Ketika sampai di muka pintu, aku menghentikan langkah sejenak, memindai ruan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 32 : Pergi ke Hotel

    Ya Allah, benarkah apa yang terjadi hari ini? Rasanya aku tidak percaya jika aku baru saja menikah. Bahkan dengan orang yang ... sangat aku benci. Kualihkan pandangan ke arah jendela mobil di samping. Entah mengapa dada ini terasa begitu sempit. Kutarik napas dalam-dalam demi meredakan sesaknya walau sedikit.Drrrt ...! Drrrt ...!Terdengar suara ponsel yang bergetar. Hmm ... itu ponsel miliknya. Kebiasaan kami ternyata sama, tidak suka menyalakan ringtone."Hallo, Sayang ...."Aku menajamkan telinga tanpa menoleh sedikit pun ke arah Tuan Steven yang tengah menerima panggilan telepon tersebut. Siapa yang ia panggil dengan sebutan sayang? Hatiku bertanya-tanya."Iya. Kenapa kok, gak mau kenal dengan Mama baru?"Oh, itu anak perempuan Tuan Steven sepertinya. Tuan Steven memang mempunyai seorang putri dari pernikahannya yang pertama. Aku sudah lama sekali belum pernah melihat anak itu lagi. Seingatku, dulu pernah melihat anak itu ketika ia masih berusia dua atau tiga tahun. Entah di ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-02
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 33 : Dilayani Olehnya

    "Mmm ... mungkin Tuan Steven memang baik, Man. Kita aja yang belum tahu." Omongan macam apa itu? Aaah, yang penting ada jawaban untuk Manda sementara ini. Aku pusing mau jawab apa."Hmm, gitu ya?" Manda terdengar ragu.Aku menggaruk kepalaku yang tertutup hijab putih bermahkota ini. "Kakak nggak ke sini?" tanya Manda lagi."Emm ... nanti deh, kakak kasih kabar lagi ke kamu, Man. Kakak masih ada urusan ini. Kamu dengan Nanda jagain ibu dulu," ujarku. "Hmm, iya, Kak," sahut Manda lirih.Aku tidak tahu apakah aku bisa ke rumah sakit hari ini. Nanti saja aku minta izin dengan Tuan ... eh, dengan Steven. "Udah dulu, Man. Assalamualaikum!" Buru-buru aku tutup telepon genggamku. Khawatir Manda semakin banyak tanya.Bagaimana ini? Apa aku harus menginap di hotel ini bersama Steven? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak mau. Aku sama sekali belum siap jika lelaki itu menyentuhku lebih jauh. Ya Allah ... aku harus bagaimana?Seusai menelepon Manda, aku langsung meraih handuk berwarna ungu tua yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03

Bab terbaru

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   EKSTRA PART

    Aku memutuskan untuk menerima rujuk yang ditawarkan oleh Steven hari itu. Jujur, saat ini hatiku merasa sangat ... lengkap. Ya, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kami sekarang.Sudah dua bulanan aku kembali ke rumah besar ini—rumah keluarga Arnold. Mommy dan Tasya juga terlihat sangat bahagia di hari akad aku dengan Steven untuk kedua kalinya. Ya, karena masa iddah telah lewat, makanya kami perlu mengulang kembali akad. Hendi awalnya ragu untuk mendukung. Namun, pada akhirnya setelah ia melihat semua orang—terutama Bibi dan juga kedua sepupuku mensupport, ia pun ikut mendukung aku kembali bersama pria yang memang namanya masih setia terukir di dalam hati ini. Yakni dia yang merupakan ayah dari putra kesayanganku ... Zack."Steve, apa-apaan kamu ikut masuk, ih!" Aku berusaha mendorong tubuh liat itu agar mau keluar dari kamar mandi."Aku lihat kamu tadi sudah shalat Ashar, jadi kita sudah boleeeh—" Dua alis tebal itu terangkat-angkat ke atas dengan tatapan manik

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 140 : Bicara dari Hati ke Hati

    "Lho, Nak Wahyu sudah mau pulang?" Terdengar suara Bibi dari luar sana. Sepertinya Bibi melihat gelagat Mas Wahyu yang hendak pergi dari rumah ini."Iya, Bi. Aku permisi dulu," jawab Mas Wahyu sekenanya."Ah, iya-iya. Hati-hati di jalan, Nak Wahyu. Maaf kalau sudah banyak merepotkan Nak Wahyu selama ini."Ah, akhirnya kata-kata itu keluar juga dari lisan Bi Eli kepada Mas Wahyu. Aku tertawa miris mendengarnya. Bukankah selama ini beliau seakan tidak mau peduli dengan hal itu?Sementara itu, aku dan Steven masih saling diam di ruang tiga kali tiga meter ini. Aku tidak tahu dan mungkin malas untuk kembali membahas sesuatu bersama pria itu.Bi Eli menyibak tirai di muka pintu dan aku pun sontak menoleh ke arah beliau tanpa berkata apa-apa. Namun, ternyata orang tua itu tidak mau masuk. Beliau kembali melepas gorden sehingga kembali tertutup, walau jelas masih ada celah di sana. Sepertinya Bibi mengambil duduk di ruang makan di sana, karena aku mendengar bunyi derit seperti kursi yang dige

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 139 : Ucapan yang Sangat Menusuk

    Telapak tangan ini terasa kebas karena beradu dengan rahang kukuhnya. Mata ini pun mulai terasa panas. Dada naik turun karena menahan emosi.Akan tetapi, pria itu hanya tertunduk sebentar karena wajahnya barusan terkena gamparan tanganku. Kemudian ia menoleh dengan tatapan seakan makin menantang.Zack yang tadi telah terlelap akhirnya terbangun dan menangis dengan sangat kencang. Tentu saja dia kaget mendengar bunyi tamparan dan suaraku yang keras barusan.Pria arogan di hadapanku itu bangkit berdiri dengan terus menatap nyalang ke arahku.Aku pun sontak mendongak ke arah dia yang memang lebih tinggi dari tubuhku dengan tatapan tidak mau kalah. Namun, bulir bening tiba-tiba lolos dan jatuh dari sudut mata. Dengan gerakan cepat aku segera menyusutnya. Aku mencoba menarik napas panjang walau tersendat-sendat demi meredakan gelegak yang tengah membara di dalam dada."Ada apa ini?!" Tiba-tiba Bi Eli dan Mas Wahyu muncul di muka pintu. Sedetik kemudian Bibiku melangkah maju dan meraih Zac

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 138 : Kunjungan

    Jujur saja, ini pertemuan pertamaku dengan Steven semenjak hari itu. Hari di mana ia telah menjatuhkan talaq kepadaku di ruang tamu rumah ini. Waktu itu aku masih dalam keadaan hamil. Usia kandunganku saat itu baru enam bulan lebih, hampir masuk bulan ke tujuh.Aah, walaupun janggut itu terlihat lebih lebat, kamu masih tetap tampan dan gagah, Steve ... aku cukup tertegun dengan kehadirannya. Apakah arti dari debaran kencang di dalam dada ini ya, Rabb?Sebentar saja sepasang netra biru gelap itu melihat lekat ke arahku, sejurus kemudian ia langsung mengalihkan pandangan ke arah Bi Eli. "Maaf, aku mau mengunjungi anakku," ucap pria bermata safir tersebut dengan suara khasnya yang berat dan datar. Sebentar manik itu melirik ke arah Mas Wahyu.Hmmm ... ia tampak tidak senang dengan adanya pria berkacamata itu di sini.Apa kamu cemburu, Steve ...?Sementara Mas Wahyu hanya duduk diam memperhatikan di tempat duduknya sana. Ia sepertinya tidak berniat untuk menyapa Steven terlebih dahulu se

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 137 : Perhatian

    Setelah sadar dari pingsan kemarin karena kehilangan banyak darah, akhirnya hari ini—hari keempat setelah melahirkan—aku diperbolehkan untuk pulang. Semua orang terlihat sangat bahagia. Tentu saja, terutama diri ini.Sebenarnya Mommy menyuruhku untuk kembali ke rumah besarnya. Namun, sekali lagi aku menolak dengan halus. Dulu waktu belum resmi bercerai dengan Steven saja, aku tidak mau. Apalagi saat ini, kami sudah benar-benar bukan lagi berstatus sebagai pasangan suami-istri.Akan tetapi, aku berjanji kepada Mommy untuk selalu datang. Mungkin nanti setelah tubuhku lebih sehat dan bayiku lebih kuat. Hal itu karena aku menyadari, bahwa tentu saja orang tua itu ingin bertemu cucu laki-lakinya sesekali.Kemarin Hendi sudah melihat keponakannya yang baru lahir. Hanya sehari saja. Berikutnya ia dan Tasya kembali mesti belajar di pondok. Tasya yang terlihat begitu berat meninggalkan adiknya. Namun, aku membujuknya. Aku berjanji setiap pekan di jadwal peneleponan, kami akan melakukan video c

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 136 : Bayi Mungilku

    Aku hanya bisa tersenyum melihat putri cantikku yang kini mengerucutkan bibirnya lucu. Entahlah, aku merasa cukup senang ketika mendengar pria itu datang. Artinya dia masih peduli. Walaupun memang, sebenarnya tidak berpengaruh apa pun. Toh, kami sudah bukan pasangan suami-istri lagi. Kalau mengingat hal itu, daging merah di dalam dada ini kembali terasa perih. "Hendi mana ya, Bi? Apa nggak ikut pulang sama Tasya?" tanyaku kepada Bibi.Belum sempat Bi Eli membuka mulutnya, Tasya pun menyambar, "Kak Hendi masih harus setoran tasmi', Bu! Tapi besok dia nyusul dijemput Pak Hardi.""Oh, gitu," sahutku singkat.Tidak berapa lama kemudian, perawat yang tadi memeriksaku kembali datang menghampiri. Ah, hatiku merasa begitu bahagia ketika melihat wanita muda itu menggendong seorang bayi berbalut kain bedong di tangannya."Rebahan aja, Bu," ujar perawat tersebut ketika ia melihat aku berusaha untuk bangkit dan duduk. Mendengar ucapannya, aku pun menurut. Kembali aku merebahkan tubuh ini. "Ss

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 135 : Mengapa Kamu Pergi

    "Ayolah, Steve ... tidak perlu kamu tanyakan itu kepadaku. Tentu saja aku masih mencintai kamu." Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya.Entah mengapa wajah itu terlihat cemas. Tidak pernah aku melihat ekspresi Steven seperti demikian. Akhirnya kedua sudut bibir itu terangkat juga. "Coz I love you so much," ucapnya sembari tertunduk.Aku pun melebarkan senyuman ini ketika ia mulai mendekat kemudian kami saling menautkan bibir dengan intens. Entah mengapa di dalam dada ini terasa begitu membuncah. Ada kerinduan yang begitu dalam yang ingin kulampiaskan."Oh, Steve ...." Aku sedikit mengerang ketika ia mulai mencumbu. Dia merebahkan tubuhku hingga berada di bawah kungkungannya. Sejenak mata sebiru permata safir itu menatap dengan lekat. Bibir ini tersenyum kecil membalas tatapannya yang penuh makna.Sejurus kemudian dia beringsut hendak menjauh. Alisku seketika bertaut. "Kenapa ...?" lirih bibir ini bertanya.Pria itu terus menatap dengan lekat tanpa mengucap sepatah kata pun. Ia

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 134 : Yang dinantikan

    Mas Wahyu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Untung saja jalanan di sini tidak begitu ramai seperti di kota. Bi Eli, Manda, dan juga Nanda terlihat tegang. Mungkin mendengar aku yang sesekali merintih kesakitan.Sesampainya kami di sebuah klinik terdekat di Desa Mekar ini, aku langsung dibawa oleh seorang perawat menuju ruang tindakan dengan menggunakan sebuah kursi roda. Bi Eli tidak berani untuk mendampingiku, kata beliau takut malah ikut panik di dalam. Karena itu, Manda-lah yang mendampingi.Di dalam hati ini merasa sedih, karena tadinya aku berharap ketika melahirkan berada dalam situasi seperti ini, aku bakal didampingi oleh Steven. Namun, apa daya, kami tidak lagi sebagai pasangan suami-istri. Bahkan pria itu tidak tahu saat ini aku akan berjuang untuk melahirkan seorang bayi, yang bisa jadi adalah benih darinya. Justru Mas Wahyu yang siaga. Ia memang sudah berpesan sejak beberapa pekan yang lalu untuk tidak segan memberitahunya apabila hari ini tiba. Oleh sebab itu

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 133 : HPL

    "Ibuuuu! Ayolaah ... aku nggak mau Ibu cerai dengan Daddy!" Ya, siang ini Tasya kembali datang untuk kedua kalinya. Waktu itu, sehari setelah akte cerai terbit, ia bersama Mommy datang juga dalam keadaan menangis sedih karena mendengar bahwa aku dan Daddy-nya telah bercerai. Waktu itu gadis cantik tersebut terlihat begitu terpukul. Ia menangis terus-menerus. Ia kaget karena baru dikasih kabar dan sebenarnya tidak menerima. Namun, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur.Aku berusaha mengulas senyum ke arahnya. "Ibu tahu, Nak. Tapi semua tidak bisa sesuai keinginan kita," jelasku kepada gadis yang dari hari ke hari semakin tampak cantik dengan semakin bertambah usianya itu."Iya, tapi kata Pak Hardi, selama di masa Ibu hamilkan dedek ini, kalian masih bisa rujuk lagi. Aku mau Daddy dan Ibu rujuk. Lagian kenapa sih, pake cerai segala? Masalahnya apa? Capek aku nanya Daddy, nanya Grandma, nanya Ibu, nggak dijawab-jawab!" seru gadis itu tampak kesal."Sudahlah ... intinya Daddy sam

DMCA.com Protection Status