Home / Rumah Tangga / Wanita Dambaan Tuan Otoriter / Bab 111 : Rencana Steven

Share

Bab 111 : Rencana Steven

Author: Adny Ummi
last update Last Updated: 2023-04-16 06:19:29

Akan tetapi, Steven tidak mengakui hal itu. Ya, Rabb ... mengapa rasa keraguanku padanya kembali membesar?

"Nay!"

"Hah?" Aku terperangah ketika mendengar Ana yang tiba-tiba menggoyangkan bahuku.

"Kamu mikir apa, sih?"

"Ah, ng ... nggak, An! Dimakan lagi kuenya!" Dengan gugup aku menggeser piring brownies agar lebih mendekat ke arah Ana.

Ana kembali meraih sepotong kue coklat itu. Lalu memasukkan ke dalam mulutnya. "Tiga hari lalu aku ketemu Bibimu, Nay. Sama Nanda di pasar. Jalan-jalan sambil belanja katanya."

"Oh, iya?" Aku menyimak cerita Ana.

"Eh, tiba-tiba ada cowok ganteeeng banget, Nay. Dia nyapa Bi Eli, akrab banget. Tapi cuma sebentar. Terus cowok itu pergi!" lanjut Ana.

Aku menautkan kedua alis. "Siapa?" tanyaku.

"Katanya kepala sekolah di SMP Mutiara. Siapa yaa namanyaa ... aku kok, lupa." Ana terlihat mencoba mengingat-ingat.

"Oh, Mas Wahyu," sahutku ketika paham siapa yang ia mak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 112 : Pemeriksaan Bulanan

    Namun, aku terkesiap ketika ia tiba-tiba melepasku sembari menjaga jarak.Tampak Steven menundukkan pandangannya sembari mengatur deru napasnya yang seakan tersendat-sendat. Begitu juga aku, merasa sangat kehilangan momen tadi saat ini."Shit!" Steven bangkit berdiri dan meremas rambut kepalanya sendiri. "Sorry ...." Ia menatapku dengan sorot yang pelas.Ya, aku mengerti. Kembali teringat pesan Dokter Risa kalau kami masih belum boleh untuk melakukan itu...."Aku ke kamar sebelah." Steven mendekat dan dengan singkat mengecup puncak kepalaku, lalu ia pun berbalik, melangkah keluar, dan menutup pintu kamar ini."Huuuuft ...." Aku mengembuskan napas panjang. Mata ini masih menerawang menatap kosong ke arah pintu kayu di hadapan dengan perasaan nelangsa. "Ya Allah ... cobaan banget ya ...," lirihku pada diri sendiri. Aku lalu kembali merebahkan tubuh dan berusaha menetralisir desiran hangat yang masih menjalar di tubuh ini akibat perbuatan kami barusan.***Klinik Dokter Risa hari ini t

    Last Updated : 2023-04-17
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 113 : Berangkat

    "Loh, kok, dia ikut?!" Tiba-tiba terdengar suara protes dari si anak gadis manja kami ketika Ardian datang membawa sebuah ransel besar di pundaknya. Pemuda itu menanti gilirannya untuk memasukkan tas itu, karena Pak Parmin masih mengatur posisi tas-tas yang lain di dalam mobil.Aku memicingkan mata menatap Tasya. Mengapa harus bersikap seperti itu—lagi? Padahal beberapa waktu belakangan sikapnya pada Ardian sudah terlihat lebih baik.Sadar dengan reaksiku, gadis yang mulai beranjak remaja itu memencongkan bibirnya seraya menghela napas. Ia seakan paham, kalau aku tidak menyukai sikapnya itu. Lalu ia mengalihkan pandangan ke arah lain tanpa berkata apa-apa lagi.Aku bersyukur Ardian seolah tidak peduli. Mungkin dia sudah terbiasa dari dulu dan pemuda itu pun tidak mau ambil pusing dengan sifat Tasya yang sering menyebalkan kepadanya.Untung saja Pak Hardi berada agak jauh dari sini. Kalau ia mendengar 'kan, tentu merasa tidak nyaman karena anaknya diperlakukan demikian."Ya ... ya. Kam

    Last Updated : 2023-04-19
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 114 : Hana

    "Yang pakai baju hijau ituu ... kayaak ... Mama Hana?"Deg!Aku sedikit terkejut mendengar nama yang Tasya sebutkan. Benarkah itu Hana, mantan istri Steven?Steven terlihat memperhatikan wanita yang mengenakan dress model sabrina yang tengah bercakap-cakap dengan seorang pria di salah satu meja di sana.Mungkin merasa kalau ada yang memperhatikan, tiba-tiba wanita itu menoleh ke arah kami.Terlihat rahang Steven yang mengeras dengan tatapan nanar ke arah sana. Hmm, jadi benar itu memang mantan istrinya. Mungkinkah pria ini masih mempunyai perasaan kepada wanita itu? Hatiku dipenuhi tanda tanya kini.Wanita berbaju hijau di sana pun terlihat cukup terkejut. "Aku mau ke sana!" seru Tasya.Refleks Steven menahan pergelangan tangan sang putri. "No!" tegas pria itu sambil berisyarat dengan matanya yang penuh penekanan agar Tasya tetap di tempatnya.Tasya pun menurut. Ia membenarkan posisi duduknya

    Last Updated : 2023-04-20
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 115 : Bermain ke Taman Kota

    "Semua sudah bangun dan shalat subuh?" tanyaku sembari berkemas diri untuk segera mandi.Hari masih menunjukkan jam lima pagi, tetapi Tasya sudah mengetuk pintu kamar kami. Ia tidak sabar ingin segera pergi ke Taman Digulis di tengah-tengah kota Pontianak itu."Sudah, kok. Kak Nanda lagi mandi sekarang." Ia duduk di sebuah sofa di dalam kamar ini bersama sang ayah yang menikmati secangkir kopi beserta kudapan."Nanti jam enam kita berangkatnya," sahut sang ayah."Kata Daddy pagi-pagi sekali?!" Sang gadis cantik mengerucutkan bibirnya."Ya, jam enam itu masih pagi sekali."Aku hanya bisa mengulum senyuman ke arah mereka."Kita sarapan dulu, Sayang," selaku sembari meraih handuk dan melangkah ke kamar mandi."Ya, udah! Aku suruh cowok-cowok mandi dulu!" seru Tasya sembari bangkit lalu bergegas ke luar dari kamar ini.Aku pun menutup pintu kamar mandi ketika kedua kaki ini sudah masuk ke dalamnya seraya menghela napas dan melipat bibir ini.***"Aku tunggu di bawah," ujar Steven ketika a

    Last Updated : 2023-04-23
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 116 : Lokasi Wisata Berikutnya

    "Dia mau ajak aku bicara sesuatu."Sontak aku kembali mengarahkan tatapan mata ke suami esku itu. "Mau bicara soal apa?" tanyaku penasaran."Aku tidak tahu," jawab Steven sekenanya.Kembali aku mendengkus. Suasana kembali hening ....Steven pun masih memainkan ponselnya. Sepertinya ia tengah melakukan percakapan di perpesanan WA di sana."Kamu kenapa nggak mau bicara dengannya?" Sungguh aku masih penasaran dengan hal itu."Aku merasa tidak ada yang mesti aku bahas dengan perempuan itu. Urusan kami sudah selesai sejak lama," ujar pria itu dengan nada datar."Ya, siapa tahu ada hal penting yang ingin Hana bicarakan dengan kamu," bantahku sembari mencebikkan bibir. Jujur saja, aku merasa sedikit panas di dalam dada ini jika mengingat Erika atau Hana. Aku ingin tahu, apa Steven masih ada perasaan dengan mantannya itu? Ya, mereka cantik-cantik dan berkelas. Sering membuat aku insecure mengingat diri sendiri yang hanyalah seorang gadis kampung dan tidak berpendidikan tinggi seperti mereka

    Last Updated : 2023-04-25
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 117 : Kembali ke Hotel

    Dengan cepat Ardian melesat ke sana setelah menitipkan ponselnya kepada Hendi. Tanpa pikir panjang pemuda itu pun menceburkan diri hendak menolong Tasya.Aku, Nanda, Hendi, dan para pengunjung lainnya di sekitar merasa tegang menanti Ardian membawa Tasya naik ke permukaan. Dan aku pun mulai merasa lega ketika Ardian berhasil membawa gadis itu ke tepian.Dengan segera aku mendekat ke pinggiran gertak kayu di sana. "Ya Allah, Tasya ...," lirihku."Buuu!" Tasya menghambur memelukku hingga pakaianku ikut basah terkena pakaiannya yang sudah benar-benar kuyup."Ini, Bu," ujar pemilik rumah makan menyerahkan sebuah handuk kepadaku.Aku meraih benda itu dan mengucapkan terima kasih. Kemudian kusampirkan handuk tersebut ke pundak Tasya sembari mengarahkannya untuk duduk di sebuah bangku panjang di pinggir sungai.Ardian yang basah kuyup juga mengelap-elap wajahnya dengan handuk pemberian pemilik rumah makan ditemani oleh Hendi.Tasya masih menangis di pelukanku. "Sudah, sudah ... yang penting

    Last Updated : 2023-04-26
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 118 : Menuju ke Pantai

    Mengapa sikap Steven seperti ini? Ya, benar. Jika aku ingat-ingat, pria ini seakan selalu menghindar apabila aku mengarahkan telapak tangannya untuk menyentuh perutku. Kenapa?Pertanyaan itu kini mendominasi isi kepalaku. Mengapa Steven seakan tidak menghendaki kehamilanku ini? Bukankah ia sudah lama menginginkan seorang anak lagi? Berulangkali pertanyaan itu muncul melihat sikapnya. Ia seakan hanya peduli denganku, tetapi abai dengan bayi ini. Kenapa?Ah! Sudahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja yang memang lebih sensitif semenjak hamil. Bukankah Steven memang lelaki yang aneh?Ya ... ya .... Aku baru ingat, kalau aku telah menikah dengan Tuan Otoriter yang punya kepribadian ganda. Terkadang dia penuh kehangatan dan perhatian .... Namun, terkadang, dia juga sangat dingin dan cuek.Aku malas untuk memikirkan hal itu lagi. Lebih baik beristirahat memulihkan tenaga untuk menghadapi kenyataan di depan. Hehehe ....***"Kamu ngapain juga berdiri di pinggir jembatan. Salah sendiri,"

    Last Updated : 2023-04-28
  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 119 : Menikmati Suasana Tepi Laut

    "Waaah! Pantai, Kak!" seru sepupuku antusias ketika di hadapan kami terbentang lautan nan luas.Aku pun membalas senyumannya dengan semringah. Jujur saja, aku sendiri belum pernah berwisata ke pantai. Biasanya paling ke puncak, yakni wisata pegunungan. Ternyata merasakan suasana dan udara di tepi laut seperti ini begitu menyenangkan.Setelah pak supir memarkirkan mobil, kami semua turun menjejakkan kaki ke hamparan pasir."Ibuuu!" Tasya berlari mendekati dan merangkul lengan kananku. Kami pun berjalan bersama lebih mendekat ke arah pantai.Nanda, Hendi, dan Ardian pun terlihat tidak sabar. Mereka berlarian menuju air laut.Aku menoleh ke belakang. Ternyata Steven mengambil duduk di kursi semen di bawah pondok kecil di sana. Ia memasang kaca mata hitamnya, sehingga menambah pesona pria yang memang sudah sangat tampan tersebut."Bu, mau sewa tikar?" Terdengar suara seorang ibu-ibu yang tiba-tiba saja muncul di sampingku dan juga Tasya. Di tangannya memegang beberapa lipatan tikar plas

    Last Updated : 2023-04-30

Latest chapter

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   EKSTRA PART

    Aku memutuskan untuk menerima rujuk yang ditawarkan oleh Steven hari itu. Jujur, saat ini hatiku merasa sangat ... lengkap. Ya, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kami sekarang.Sudah dua bulanan aku kembali ke rumah besar ini—rumah keluarga Arnold. Mommy dan Tasya juga terlihat sangat bahagia di hari akad aku dengan Steven untuk kedua kalinya. Ya, karena masa iddah telah lewat, makanya kami perlu mengulang kembali akad. Hendi awalnya ragu untuk mendukung. Namun, pada akhirnya setelah ia melihat semua orang—terutama Bibi dan juga kedua sepupuku mensupport, ia pun ikut mendukung aku kembali bersama pria yang memang namanya masih setia terukir di dalam hati ini. Yakni dia yang merupakan ayah dari putra kesayanganku ... Zack."Steve, apa-apaan kamu ikut masuk, ih!" Aku berusaha mendorong tubuh liat itu agar mau keluar dari kamar mandi."Aku lihat kamu tadi sudah shalat Ashar, jadi kita sudah boleeeh—" Dua alis tebal itu terangkat-angkat ke atas dengan tatapan manik

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 140 : Bicara dari Hati ke Hati

    "Lho, Nak Wahyu sudah mau pulang?" Terdengar suara Bibi dari luar sana. Sepertinya Bibi melihat gelagat Mas Wahyu yang hendak pergi dari rumah ini."Iya, Bi. Aku permisi dulu," jawab Mas Wahyu sekenanya."Ah, iya-iya. Hati-hati di jalan, Nak Wahyu. Maaf kalau sudah banyak merepotkan Nak Wahyu selama ini."Ah, akhirnya kata-kata itu keluar juga dari lisan Bi Eli kepada Mas Wahyu. Aku tertawa miris mendengarnya. Bukankah selama ini beliau seakan tidak mau peduli dengan hal itu?Sementara itu, aku dan Steven masih saling diam di ruang tiga kali tiga meter ini. Aku tidak tahu dan mungkin malas untuk kembali membahas sesuatu bersama pria itu.Bi Eli menyibak tirai di muka pintu dan aku pun sontak menoleh ke arah beliau tanpa berkata apa-apa. Namun, ternyata orang tua itu tidak mau masuk. Beliau kembali melepas gorden sehingga kembali tertutup, walau jelas masih ada celah di sana. Sepertinya Bibi mengambil duduk di ruang makan di sana, karena aku mendengar bunyi derit seperti kursi yang dige

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 139 : Ucapan yang Sangat Menusuk

    Telapak tangan ini terasa kebas karena beradu dengan rahang kukuhnya. Mata ini pun mulai terasa panas. Dada naik turun karena menahan emosi.Akan tetapi, pria itu hanya tertunduk sebentar karena wajahnya barusan terkena gamparan tanganku. Kemudian ia menoleh dengan tatapan seakan makin menantang.Zack yang tadi telah terlelap akhirnya terbangun dan menangis dengan sangat kencang. Tentu saja dia kaget mendengar bunyi tamparan dan suaraku yang keras barusan.Pria arogan di hadapanku itu bangkit berdiri dengan terus menatap nyalang ke arahku.Aku pun sontak mendongak ke arah dia yang memang lebih tinggi dari tubuhku dengan tatapan tidak mau kalah. Namun, bulir bening tiba-tiba lolos dan jatuh dari sudut mata. Dengan gerakan cepat aku segera menyusutnya. Aku mencoba menarik napas panjang walau tersendat-sendat demi meredakan gelegak yang tengah membara di dalam dada."Ada apa ini?!" Tiba-tiba Bi Eli dan Mas Wahyu muncul di muka pintu. Sedetik kemudian Bibiku melangkah maju dan meraih Zac

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 138 : Kunjungan

    Jujur saja, ini pertemuan pertamaku dengan Steven semenjak hari itu. Hari di mana ia telah menjatuhkan talaq kepadaku di ruang tamu rumah ini. Waktu itu aku masih dalam keadaan hamil. Usia kandunganku saat itu baru enam bulan lebih, hampir masuk bulan ke tujuh.Aah, walaupun janggut itu terlihat lebih lebat, kamu masih tetap tampan dan gagah, Steve ... aku cukup tertegun dengan kehadirannya. Apakah arti dari debaran kencang di dalam dada ini ya, Rabb?Sebentar saja sepasang netra biru gelap itu melihat lekat ke arahku, sejurus kemudian ia langsung mengalihkan pandangan ke arah Bi Eli. "Maaf, aku mau mengunjungi anakku," ucap pria bermata safir tersebut dengan suara khasnya yang berat dan datar. Sebentar manik itu melirik ke arah Mas Wahyu.Hmmm ... ia tampak tidak senang dengan adanya pria berkacamata itu di sini.Apa kamu cemburu, Steve ...?Sementara Mas Wahyu hanya duduk diam memperhatikan di tempat duduknya sana. Ia sepertinya tidak berniat untuk menyapa Steven terlebih dahulu se

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 137 : Perhatian

    Setelah sadar dari pingsan kemarin karena kehilangan banyak darah, akhirnya hari ini—hari keempat setelah melahirkan—aku diperbolehkan untuk pulang. Semua orang terlihat sangat bahagia. Tentu saja, terutama diri ini.Sebenarnya Mommy menyuruhku untuk kembali ke rumah besarnya. Namun, sekali lagi aku menolak dengan halus. Dulu waktu belum resmi bercerai dengan Steven saja, aku tidak mau. Apalagi saat ini, kami sudah benar-benar bukan lagi berstatus sebagai pasangan suami-istri.Akan tetapi, aku berjanji kepada Mommy untuk selalu datang. Mungkin nanti setelah tubuhku lebih sehat dan bayiku lebih kuat. Hal itu karena aku menyadari, bahwa tentu saja orang tua itu ingin bertemu cucu laki-lakinya sesekali.Kemarin Hendi sudah melihat keponakannya yang baru lahir. Hanya sehari saja. Berikutnya ia dan Tasya kembali mesti belajar di pondok. Tasya yang terlihat begitu berat meninggalkan adiknya. Namun, aku membujuknya. Aku berjanji setiap pekan di jadwal peneleponan, kami akan melakukan video c

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 136 : Bayi Mungilku

    Aku hanya bisa tersenyum melihat putri cantikku yang kini mengerucutkan bibirnya lucu. Entahlah, aku merasa cukup senang ketika mendengar pria itu datang. Artinya dia masih peduli. Walaupun memang, sebenarnya tidak berpengaruh apa pun. Toh, kami sudah bukan pasangan suami-istri lagi. Kalau mengingat hal itu, daging merah di dalam dada ini kembali terasa perih. "Hendi mana ya, Bi? Apa nggak ikut pulang sama Tasya?" tanyaku kepada Bibi.Belum sempat Bi Eli membuka mulutnya, Tasya pun menyambar, "Kak Hendi masih harus setoran tasmi', Bu! Tapi besok dia nyusul dijemput Pak Hardi.""Oh, gitu," sahutku singkat.Tidak berapa lama kemudian, perawat yang tadi memeriksaku kembali datang menghampiri. Ah, hatiku merasa begitu bahagia ketika melihat wanita muda itu menggendong seorang bayi berbalut kain bedong di tangannya."Rebahan aja, Bu," ujar perawat tersebut ketika ia melihat aku berusaha untuk bangkit dan duduk. Mendengar ucapannya, aku pun menurut. Kembali aku merebahkan tubuh ini. "Ss

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 135 : Mengapa Kamu Pergi

    "Ayolah, Steve ... tidak perlu kamu tanyakan itu kepadaku. Tentu saja aku masih mencintai kamu." Aku tertawa kecil mendengar pertanyaannya.Entah mengapa wajah itu terlihat cemas. Tidak pernah aku melihat ekspresi Steven seperti demikian. Akhirnya kedua sudut bibir itu terangkat juga. "Coz I love you so much," ucapnya sembari tertunduk.Aku pun melebarkan senyuman ini ketika ia mulai mendekat kemudian kami saling menautkan bibir dengan intens. Entah mengapa di dalam dada ini terasa begitu membuncah. Ada kerinduan yang begitu dalam yang ingin kulampiaskan."Oh, Steve ...." Aku sedikit mengerang ketika ia mulai mencumbu. Dia merebahkan tubuhku hingga berada di bawah kungkungannya. Sejenak mata sebiru permata safir itu menatap dengan lekat. Bibir ini tersenyum kecil membalas tatapannya yang penuh makna.Sejurus kemudian dia beringsut hendak menjauh. Alisku seketika bertaut. "Kenapa ...?" lirih bibir ini bertanya.Pria itu terus menatap dengan lekat tanpa mengucap sepatah kata pun. Ia

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 134 : Yang dinantikan

    Mas Wahyu menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Untung saja jalanan di sini tidak begitu ramai seperti di kota. Bi Eli, Manda, dan juga Nanda terlihat tegang. Mungkin mendengar aku yang sesekali merintih kesakitan.Sesampainya kami di sebuah klinik terdekat di Desa Mekar ini, aku langsung dibawa oleh seorang perawat menuju ruang tindakan dengan menggunakan sebuah kursi roda. Bi Eli tidak berani untuk mendampingiku, kata beliau takut malah ikut panik di dalam. Karena itu, Manda-lah yang mendampingi.Di dalam hati ini merasa sedih, karena tadinya aku berharap ketika melahirkan berada dalam situasi seperti ini, aku bakal didampingi oleh Steven. Namun, apa daya, kami tidak lagi sebagai pasangan suami-istri. Bahkan pria itu tidak tahu saat ini aku akan berjuang untuk melahirkan seorang bayi, yang bisa jadi adalah benih darinya. Justru Mas Wahyu yang siaga. Ia memang sudah berpesan sejak beberapa pekan yang lalu untuk tidak segan memberitahunya apabila hari ini tiba. Oleh sebab itu

  • Wanita Dambaan Tuan Otoriter   Bab 133 : HPL

    "Ibuuuu! Ayolaah ... aku nggak mau Ibu cerai dengan Daddy!" Ya, siang ini Tasya kembali datang untuk kedua kalinya. Waktu itu, sehari setelah akte cerai terbit, ia bersama Mommy datang juga dalam keadaan menangis sedih karena mendengar bahwa aku dan Daddy-nya telah bercerai. Waktu itu gadis cantik tersebut terlihat begitu terpukul. Ia menangis terus-menerus. Ia kaget karena baru dikasih kabar dan sebenarnya tidak menerima. Namun, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur.Aku berusaha mengulas senyum ke arahnya. "Ibu tahu, Nak. Tapi semua tidak bisa sesuai keinginan kita," jelasku kepada gadis yang dari hari ke hari semakin tampak cantik dengan semakin bertambah usianya itu."Iya, tapi kata Pak Hardi, selama di masa Ibu hamilkan dedek ini, kalian masih bisa rujuk lagi. Aku mau Daddy dan Ibu rujuk. Lagian kenapa sih, pake cerai segala? Masalahnya apa? Capek aku nanya Daddy, nanya Grandma, nanya Ibu, nggak dijawab-jawab!" seru gadis itu tampak kesal."Sudahlah ... intinya Daddy sam

DMCA.com Protection Status