Share

Perasaan yang sama

Penulis: Aqilazahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-10 18:50:02

Tidak terasa perut Visha kini semakin membesar. Meskipun dirinya semakin merasa kesulitan untuk tidur dan bergerak. Namun, Visha tetap bekerja dengan keras. Dia tahu bahwa setelah kelahiran anaknya ini, biaya kebutuhan pasti akan semakin bertambah. Itu sebabnya Visha tetap giat bekerja.

Peluh keringat membanjiri wajahnya, namun dengan telaten Visha tetap mencuci piring di dapur kafe Dion. Hari ini, kafe begitu sangat ramai pengunjung sehingga cucian piring dan gelas tidak berhenti sejak pagi.

Sementara itu, di balik pintu, Dion menatap Visha penuh rasa kagum. Dion merasa hatinya seolah tersentuh akan kerja keras yang ada pada diri Visha, meski fisiknya tak sempurna, tetapi dia salut dengan kekuatan dan ketabahannya menghadapi kehamilan ini sendirian.

Dion tidak bisa memahami bagaimana pria itu tega meninggalkan Visha yang tengah hamil. Dia berjanji dalam hati akan selalu ada untuk Visha dan anak yang akan lahir nanti.

“Visha, beristirahatlah sejenak. Kamu belum makan sejak tadi siang kan?” ucap Dion tulus.

“Eum, Pak Dion,” sapa Visha dengan lemah. “Saya belum lapar, nanti saja tidak apa-apa,” lanjut Visha sambil menggosok piring di depannya.

“Jangan seperti itu, kamu harus ingat bahwa janin kamu harus segera diberi makan. Kasihan, nanti dia kelaparan.” Dion menghampiri Visha dan membantunya untuk membuka celemek di tubuh wanita itu serta mendorong tubuhnya pelan untuk duduk di pantry.

Visha tersenyum tipis, mengangguk patuh. Dalam hatinya, dia sangat merasa bersyukur mendapatkan bos yang super baik seperti Pak Dion.

Dion tak bisa menghilangkan rasa kagumnya pada wanita cantik nan tangguh di hadapannya.

“Suatu hari nanti, aku ingin menjadikan kamu istriku,” gumam Dion, berharap mungkin takdir bisa mempertemukan mereka dalam ikatan suci.

“Apa, Pak?” tanya Visha, matanya membesar karena mendengar sesuatu yang tak terduga.

“Ah, tidak ... bukan apa-apa,” elak Dion dengan gugup, merasa tertangkap basah oleh tatapan tajam Visha.

Hatinya berdebar, dan untuk menyembunyikan perasaannya, ia memilih meninggalkan Visha yang kini tenggelam dalam lamunan.

Setelah Dion pergi, Visha meringis ketika merasakan perutnya mulai terasa sakit. Dirinya segera mengelus pelan perutnya sambil bergumam supaya sang bayi kembali tenang karena setelah ini dia masih harus kembali bekerja.

“Ahh, kenapa sakit sekali,” rengek Visha sambil berusaha menarik napas dalam-dalam untuk meredakan rasa sakit tersebut.

Sayangnya perutnya justru malah semakin terasa kencang dan sakit. Visha mengaduh tertahan. Dia segera bangkit dari tempat duduk dan mengambil tongkatnya untuk melangkah. Baru satu langkah, Visha merasa kakinya tidak kuat lagi untuk melangkah. Sehingga dirinya kemudian terjatuh.

“To ...Tolong ...,” rintih Visha kesakitan.

Beruntung Dion mendengar rintihan Visha dan bergegas berlari menghampirinya. Dion terbelalak kaget mendapati Visha yang sudah tersungkur di lantai sambil memegang perutnya. Cairan bening menetes di kaki Visha.

Melihat hal itu, Dion sengan segera menopang tubuh Visha dan meminta pegawainya yang lain untuk memanggil ambulance.

“Bertahanlah Visha, sebentar lagi kamu akan ditangani oleh dokter di rumah sakit.”

Visha hanya dapat mengangguk pelan mendengar ucapan Dion. Dalam hati Visha berharap janin yang ada di perutnya akan baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian, ambulance datang dan dengan sigap menggotong tubuh Visha. Dan sesampainya di rumah sakit, Visha segera ditangani oleh dokter kandungan.

“Apakah Anda suaminya?”

Dion terkejut mendapati pertanyaan dari sang dokter. Dirinya tidak tahu harus menjawab apa.

Tanpa menunggu jawaban Dion, dokter kembali berujar, “Istri Anda akan segera melahirkan. Namun, perlu dilakukan operasi caesar. Mohon tunggu proses persalinannya.”

Setelah mengatakan itu, Visha dibawa ke ruang operasi. Hati Dion berdebar tak karuan, perasaan khawatir dan cemas bercampur menjadi satu.

Setelah menjalani proses yang panjang dan melelahkan, akhirnya Visha melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat tampan. Dokter yang tadi menangani Visha menyerahkan bayi mungil itu kepada Dion untuk digendong.

Wajah kecil itu tampak begitu sempurna di antara gemuruh tangis pertamanya di dunia.

Dion memandangi wajah bayi itu, matanya berkaca-kaca saat menyadari ada sesuatu yang familiar mengenai wajah anak yang baru saja mereka lahirkan. Terasa bagai déjàvu, seolah pernah mengenal sosok wajah ini sebelumnya.

“Dia terlihat tampan sekali,” ucap Dion lembut, seraya menyerahkan bayi mungil yang tampan pada Visha.

Mata Visha berkaca-kaca, tangan gemetar saat menggenggam bayi itu. Terdiam sejenak, kemudian dia menangis terharu sambil menatap wajah anaknya.

“Apa seperti ini, wajah Ayah kandungmu, Nak?” gumam Visha dengan bibir bergetar, terisak pilu.

Dia mengecup bayi tampan itu yang memiliki kulit putih, mata kecil dan alis tebal. Merasa jatuh cinta untuk pertama kalinya pada bayi ini.

“Visha?” panggil Dion lirih, matanya hangat penuh pengertian.

“Oh, maaf. Pak Dion, terima kasih sudah membantu Visha selama ini,” ucap Visha tersipu, mengendalikan tangisnya.

“Bapak lagi, panggil aku Mas Dion aja,” ujarnya sambil tersenyum ramah.

Visha memandang Dion, tersenyum tulus. “Terima kasih, Mas. Visha merasa sangat beruntung bertemu dengan pria baik hati seperti Mas Dion.”

Dion terkekeh, “Jangan Cuma berterima kasih, nanti kamu harus membayarnya.”

Mata Visha melebar. “Baiklah, Mas, aku janji akan bekerja dengan giat lagi untuk membayarnya.”

Dion tertawa geli, “Bukan begitu maksudku. Aku tidak suruh kamu membayarnya dengan uang. Nanti suatu hari aku akan menagih janji lain padamu, ya.”

Visha mengangguk penuh penasaran, dia berjanji akan membalas kebaikan Dion dengan penuh ikhlas dan tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa terima kasih yang tak terhingga.

“Baiklah Mas, semoga aku bisa mengabulkan permintaan kamu,” ucapnya lembut.

**

Sementara di kantor, Calvin memejamkan mata sejenak. Hatinya sejak pagi diliputi perasaan tidak enak, jantungnya berdebar tak karuan. Calvin tidak mengerti mengapa dia merasa seperti ini. Padahal pekerjaannya berjalan dengan sangat baik.

‘Aneh sekali, apa ada hal buruk yang terjadi?’ gumam Calvin sambil memijat pelipisnya yang terasa pusing.

Beberapa bulan ini dirinya juga mudah sakit, padahal Calvin begitu rajin berolahraga dan hanya akan memakan makanan sehat. Namun, belakangan dirinya sering sekali merasa mual dan cukup sensitif dengan bau makanan.

“Kenapa wajah kamu terlihat pucat begitu?” Mirra yang mendadak masuk ke dalam ruangan Calvin, membuyarkan lamunan pria itu.

Mirra nampak khawatir melihat keadaan putranya yang belakangan tampak lelah. “Belakangan ini kamu juga sering muntah. Aneh sekali, kamu tampak seperti seorang suami yang sedang ikut merasa mual karena istrinya sedang mengandung!” lanjut Mirra sambil tertawa membayangkannya.

Calvin terdiam sejenak. ‘Apa jangan-jangan hal ini ada kaitannya dengan wanita itu?’

Dirinya kemudian berdeham dan berusaha mengenyahkan pikiran itu “Tidak apa-apa, sepertinya hanya kelelahan,” ujar Calvin.

“Kamu ini jangan seperti Papa mu yang gila kerja. Beristirahatlah sejenak, Mama juga berharap kamu bisa segera menikah,” lanjutnya.

Calvin menghembuskan nafasnya. Dirinya bahkan belum terpikirkan untuk menikah, namun kedua orang tuanya justru selalu mendesaknya untuk melakukan hal itu.

“Calvin, bagaimana dengan Greta? Greta wanita baik, apalagi dia dari keluarga terpandang. Dan tentunya, Mama juga sudah lama kenal sama Greta. Mama berharap kamu bisa segera balikan dengannya. Mama dan Papa sudah menginginkan cucu dari kamu,” kata Mirra.

Calvin tersenyum tipis. Dirinya memang tidak pernah bercerita soal perilaku Greta yang telah berselingkuh pada kedua orang tuanya. Meskipun sempat sakit hati, namun dia masih memikirkan hubungan baik di antara kedua orang tua mereka, sehingga Calvin hanya mengatakan keduanya putus karena sudah tidak cocok.

Namun, tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran Calvin untuk kembali balikan dengan Greta. Kalaupun dia harus menikah, maka akan lebih baik jika dirinya menikah dengan wanita yang pernah ia tiduri saat itu.

Bab terkait

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Wajah yang serupa

    Tahun demi tahun telah berganti, anak tampan Visha kini telah berusia tiga tahun dan tumbuh sebagai seorang anak yang cerdas dan tampan. “Bunda, Kai mau Ayah?” pintanya dengan polos yang membuat hati Visha bergetar. Visha mencoba tersenyum. “Kai Maddeva, anak Bunda yang paling baik.” “No! Paling Tampan!” potongnya. Visha mencubit hidung Kai dengan gemas. “Baiklah. Anak Bunda yang paling tampan, Bunda akan mencarikan Ayah untuk kamu, Kai mau Ayah yang seperti apa?” “Seperti Superman,” jawab Kai dengan polos, membuat Visha tak bisa menahan tawanya, meski ada luka yang terpendam. “Bunda, ada Nenek!” seru Kai sembari berlari pada Neneknya yang baru saja tiba. “Assalamualaikum, cucu tampan Nenek. Bagaimana kabarmu, Nak?” sapa sang Nenek dengan penuh kasih sayang. “Wa’alaikumussalam, Nenek!” seru Kai, girang karena melihat Neneknya yang dicintainya. Asih membawa beberapa mainan yang baru dibelinya lalu memberikannya pada Kai. “Oh ya Bu, boleh gak Visha menitipkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Merasa tak asing

    "Kai jangan bicara seperti itu, yah. Maafkan kelakuan cucu Bibi, ya, Den!" kata Asih tak enak hati. ‘Apa anak ini tidak memiliki seorang Ayah?’ Calvin menatap Kai yang kini tertunduk takut setelah ditegur oleh neneknya. “Tidak masalah, kamu bebas panggil dengan sebutan apa saja.” Mendengar jawaban Calvin, Kai memberanikan diri untuk kembali menatap wajahnya dan tersenyum kecil. Sedangkan Asih bukan saja merasa terkejut karena ucapan cucunya yang meminta anak majikannya untuk menjadi ayahnya. Namun, dirinya juga terkejut dengan kemiripan wajah Kai dan Calvin. Pantas saja selama ini Asih selalu merasa wajah Kai mirip seseorang. Asih merasa itu sebuah kebetulan yang aneh. Namun, tentu saja dia tidak berani untuk membayangkan kemungkinan itu. Bagaimanapun status Calvin begitu jauh dengan status anaknya, Tavisha. Sehingga rasanya tidak mungkin bahwa Calvin pernah datang ke desa tempat tinggalnya dahulu. "Ayok cucu Nenek! Kita ke kamar?" ajak Asih, tidak ingin kehadiran Kai

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Pertemuan tak terduga

    "Ada apa? Kenapa wajah kamu pucat?" tanya Dion khawatir. "A-anu Mas, Visha kebelet. Permisi Mas," ujarnya sembari pergi. "Aneh," gumam Dion melihat kepergian Visha. Dirinya merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Visha. Namun, Dion kembali melanjutkan langkahnya menuju meeting room untuk bertemu dengan kedua sahabatnya yang telah lama tak ia temui. "Hai, Bro apa kabar?" sapa Dion dengan suara bersemangat. Suasana serius di antara Calvin dan Tama menjadi lebih cair dengan kehadiran Dion. Keduanya menghentikan sejenak pembahasan bisnis mereka. "Gue baik!" sahut Calvin. Tama pun mengangguk, "Gue juga baik, Bro. Gimana dengan kabar elo?" "Kalian berdua ini, benar-benar sudah melupakan gue," keluh Dion sambil duduk di kursi yang tersedia. "Kalian sibuk kerja, sementara gue... lagi berusaha mendapatkan hati seorang wanita," ungkap Dion, matanya berbinar-binar. Calvin dan Tama yang mendengar, kembali terkekeh, saling pandang satu sama lain. "Apa elo nggak takut di

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-19
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Ketakutan dan cemas

    “Tidak mungkin ... kenapa pria itu bisa ada di sini?” Visha menangis sesenggukan, ketakutan, dan cemas. Terutama ketika Visha melihat pria itu keluar dari meeting room. Visha begitu takut mereka akan berpapasan, sehingga dirinya segera bersembunyi di pantry. Visha mengira dirinya hanya salah melihat orang saja, namun begitu melihat lebih jelas. Pria itu memang benar pria yang telah menodainya pada malam kelam saat itu. Pria yang merupakan ayah kandung dari Kai, anaknya. Kai tampak begitu serupa dengan pria yang baru saja dia temui. “Tavisha, kamu sedang apa?” Dion memanggil namanya dengan lembut. Visha terperanjat, wajahnya masih basah oleh air mata dan terlihat pucat. Namun, ia segera menghapus air mata agar tidak membuat Dion merasa curiga. “Ya, Mas,” jawab Visha sambil mendekati Dion dan tersenyum mencoba menyembunyikan kegundahan hatinya. “Kamu sakit?” Dion bertanya dengan wajah penuh kekhawatiran, tangannya menempel lembut di kening Visha. “Enggak, Mas. Sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Mencari informasi tentang Calvin

    Visha melambaikan tangan dan mengucapkan terima kasih pada Dion yang telah mengantarkannya pulang. Dan kemudian melangkahkan kaki memasuki rumah kontrakannya yang sederhana. Rasa lelahnya terasa hilang begitu mendapati Kai yang menyambutnya. "Anak Bunda, apa kabar kamu Sayang?” “Kai baik, Bunda," jawab Kai dengan wajah cemberut. “Kok cemberut? Ada apa, Sayang? Sini cerita sama Bunda." “Bunda, Kai pengen punya Papah seperti teman-teman. Kai punya Papah kan? Di mana Papah Kai?" Visha mencoba menarik napas, ada saja ucapan yang terlontar dari bibir anak geniusnya itu. ‘Masya Allah Nak, kenapa kamu pintar sekali, apa kamu mewariskan kepintaran dari Papahmu?’ tanya Visha dalam hatinya. Air mata haru mengalir tanpa bisa dibendung lagi, mengetahui betapa besar keinginan anaknya untuk bisa memiliki ayah yang sebenarnya belum tahu keberadaan mereka. Asih, menatap penuh iba kepada cucu dan anaknya itu. "Visha, apa kamu benar-benar tidak tahu siapa pria yang telah menodai kamu pada ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-22
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Rahasia Calvin

    Malam itu, Visha tak bisa memejamkan matanya dia takut akan segala resiko jika sampai pria yang terkenal dingin dan kaya itu mengambil Kai secara paksa jika tahu kalau Kai adalah benih darinya. "Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" gumam Visha cemas. "Aku harus mencari cara agar pria itu tidak pernah bertemu dengan Kai," lanjutnya. Hingga malam hari dia hanya memandangi foto Calvin ada getar rasa yang sulit ia jelaskan saat menatap foto Calvin. "Terima kasih telah memberikan anak pintar dan tampan seper Kai, dia adalah penyemangat hidupku, aku berharap kamu tidak datang dan mengusik kebahagiaanku bersama Kai, hidupmu terlalu bahagia maka berbahagialah tanpa anak kandungmu," gumam Visha seraya terisak. ** Esok paginya, Kai bangun dan langsung mencari keberadaan Visha, saat menemui Visha yang sedang memasak tangan kecilnya memeluk pinggang ibunya. "Bunda," ucapnya perlahan. Visha terkejut dan ia langsung berjongkok menatap wajah tampan Kai saat bangun tidur. "Jagoan Bunda suda

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-23
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Anak haram itu apa?

    Pagi ini, Kai diajak kembali oleh Visha untuk ikut dirinya bekerja di kafe setelah mendapat ijin dari Dion. "Bunda sini, Om Superman ada di televisi," Kai tiba-tiba berteriak begitu melihat siaran ulang wawancara Calvin di televisi. "Ya sayang, tunggu sebentar Bunda lagi cuci piring," sahut Visha. Namun, Kai kembali berseru dengan girang saat melihat Calvin sedang diwawancarai. "Oom Superman tampan," gumam Kai sembari bertepuk tangan, dia memanggil kembali Visha dengan berteriak membuat salah satu karyawan Dion, Rani yang tak sengaja melewat menatap tajam pada Kai. "Hei anak wanita cacat dasar anak haram! Bisa diam nggak!" Kai langsung menunduk penuh ketakutan, tetapi dia ingat apa kata Asih, neneknya. 'Jadi Superman itu harus kuat, jika Kai tidak bersalah maka tatap wajah musuh Kai yang ada di depan.' "Hei monster jahat!" teriak Kai. Visha yang sedang mencuci piring tak sengaja mendengar teriakan Kai, dia pun segera meraih satu tongkatnya dan berjalan mendekati Kai.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-25
  • Wanita Cacat yang Ternodai   Hampir saja!

    "Saya permisi dulu, Pak!" pamit Visha dengan segera. Dia melangkah dengan kaki gemetar, saat bertatap muka kembali. Sedangkan Calvin terus menatap dirinya. Visha berusaha membuang tatapan wajahnya enggan menatap pria yang telah menghancurkan seluruh kehidupannya. "Dion, wanita yang tadi akan elo ajak juga saat pesta perusahaan?" tanya Calvin. "Maksud elo, Visha?" Dion berbalik tanya. "Ya, Visha," ucapnya, seolah nama itu telah bersemi dalam hatinya. "Ya, Visha pasti ikut. Tenang, elo nggak usah khawatir, Visha rajin orangnya dan masalah cacat kakinya, dia bisa tetap bekerja," jelas Dion. Selesai berbincang, Calvin pamit pergi. Namun, matanya tertuju pada Visha yang sedang berjalan menuju ruangan peristirahatannya. Calvin berdeham, saat ia bertatap muka dengan Visha, jantungnya kembali berdegup kencang. Visha tampak gugup, matanya justru mencari keberadaan Kai yang entah pergi ke mana. "Ya Tuhan... aku mohon jangan pertemukan Kai dengan pria ini, aku tak sanggup jika ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-26

Bab terbaru

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Ide yang Gagal

    Calvin memejamkan mata perlahan, air mata luruh membasahi pipinya. Rasa sesal dan penyesalan begitu dalam mencengkeram hatinya. “Mas tahu hatimu masih cinta sama Mas, Sha. Maafin Mas, jika mengecewakan kamu.”“Mas,” ucap Visha akhirnya, suaranya bergetar menahan tangis.“Yah sayang,” jawab Calvin, suaranya terdengar parau.“Berjuanglah, luluhkan dan ...” Visha terdiam, kalimatnya terhenti di tengah jalan. Dia tidak tega untuk melanjutkan kalimatnya. Dia tahu, apa yang dia harapkan dari Calvin sangatlah sulit.“Mas akan berusaha,” jawab Calvin, suaranya terdengar lemah. Dia tahu, dia harus berjuang untuk mendapatkan kembali hati Visha. Namun, dia juga tahu, jalan yang harus dia tempuh tidaklah mudah.“Mas, aku percaya kamu bisa,” ucap Visha, tangannya menggenggam erat ponsel. Dia memberikan dukungan penuh kepada Calvin, meskipun hatinya terluka.“Terima kasih sayang,” ucap Calvin, dengan lega. Dia bersyukur memiliki Visha, wanita yang selalu ada di sisinya, mendukungnya dalam s

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Penyesalan Calvin

    Calvin terkejut dengan suara Asih, ibu mertuanya yang meninggi. “Turun!” perintah Asih. “B-baik, Bu.” Calvin menjawab, dia pun membuka pintu dan menghampiri Asih. “Bu, Visha ...” “Mulai sekarang, jangan kamu temui lagi Visha dan Kai. Mereka bahagia meski tanpa kamu, pria pengecut yang selalu termakan hasutan mantan kekasihmu.” Calvin lagi-lagi terkejut dengan ucapan Asih. “Bu ... tapi Visha dan Kai, bagian dari keluarga Calvin.” “Bagian dari keluarga kamu? Lalu ke mana saja saat anakku tadi menangis, bahkan dengan tega kamu mengusirnya?” “Bu, Calvin benar-benar minta maaf! Calvin janji tidak akan mengulangi hal ini lagi.” Calvin berusaha meminta maaf pada Asih, tetapi Asih tak luluh begitu saja. “Cukup! Tinggalkan anak saya sekarang juga!” “Bu,” panggil Visha, dia berdiri dengan tegak, bibirnya gemetar. “Sha, ayok pulang? Maaf, jika Mas tadi ...” “Mas, pulanglah!” Visha menunduk, air matanya menetes. Calvin terdiam, hatinya terasa sesak. Dia mencintai Visha dan

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Keputusan Asih

    Greta tersenyum licik. Dia pun menambahkan kata-kata lagi untuk meracuni pikiran Calvin. “Oh, jangan-jangan kamu sengaja menggoda Pak Cokro?”Visha tersentak. “Tutup mulutmu!” teriaknya. “Calvin ... Calvin, kamu mau saja ditipu oleh wanita ini! Padahal aku sudah mengantarkan Visha ke depan ruanganmu, tetapi kenapa dia malah pergi ke ruangan Pak Cokro!”“Hentikan ucapanmu, Mbak Greta!” Visha kesal. “Aku bahkan tidak mengenal pria itu!”“Owh yah?” Greta mencemooh. “Aku tidak yakin. Jangan-jangan kamu ...” “Greta, sebaiknya kamu pergi ke ruanganmu!” perintah Calvin, suaranya dingin.Calvin meleraikan pelukannya. Dia berjalan selangkah, hatinya cemburu dan terhasut oleh ucapan Greta. Pandangannya tertuju pada Visha yang berdiri terdiam, wajahnya memerah menahan amarah.“Visha, sebaiknya kamu pulang. Biar Bara yang antar kamu,” ucap Calvin, suaranya terdengar dingin.“Mas, aku ke sini hanya untuk bertemu dengan kamu. Aku bawain ...” Visha mencoba menjelaskan, tetapi Calvin langs

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Amarah Calvin

    Tanpa merasa curiga, Visha masuk ke dalam ruangan itu. Dia duduk di sofa, sesekali menatap satu per satu ruangan yang tampak mewah. "Jadi ini ruangan kerja Mas Calvin," ucapnya bangga.Visha berjalan menuju jendela, menatap indahnya pemandangan dari atas gedung bertingkat lima. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, membawanya pada lamunan tentang masa depan bersama Calvin."Semoga saja dengan kedatanganku kemari, Mas Calvin akan sangat bahagia," gumam Visha, matanya berkaca-kaca.Pada saat Visha sedang melamun, pintu ruangan terbuka dengan suara berderit. Seorang pria gendut berwajah garang terkejut dengan pemandangan wanita yang berbaju merah berdiri dengan anggunnya di dekat jendela."Wow, bukannya aku baru beberapa menit memesan wanita cantik? Rupanya Carles cepat sekali mendapatkan wanita cantik!" katanya sembari melangkah mendekati Visha.Visha yang sedang melamun tak menyadari gerakan langkah kaki yang mendekat. Dia tersentak kaget saat merasakan tangan kekar itu melingka

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Jebakan Greta

    Visha berjongkok di depan Kai, puteranya yang polos. Tangannya menggenggam erat tangan mungil Kai, mencoba menenangkan. "Sayang, Jangan berbicara seperti itu yah, Nak. Papah Calvin—""Stop Bunda, Om Superman bukan Papah Kai!" teriak Kai, suaranya bergetar menahan tangis."Nak!" Visha terkesiap, hatinya tersayat mendengar kata-kata putranya.Kai menghempaskan tangannya, dia berbalik mendekati Asih, neneknya. "Nek, Kai mau tinggal di sini sama Nenek, Kai tidak mau bertemu dengan Om jahat."Asih memeluk erat Kai, tangannya mengusap perlahan rambut Kai. "Sayang, ayok sekarang Kai cuci kaki dan kita berangkat sekolah. Nanti Nenek yang antar kamu ke sekolah."Kai mengangguk, matanya berkaca-kaca. Dia pun bergegas pergi meninggalkan Visha yang berdiri terpaku, air matanya menetes perlahan."Bu?" panggil Visha, suaranya terengah-engah. "Kamu harus bersabar, Kai masih trauma pada Ayahnya, biarkan dia tenang dulu!" kata Asih, lembut.Visha hanya bisa mengangguk, hatinya pedih meliha

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Pertengkaran berujung menyakiti

    Visha berdecak kesal, matanya menatap layar ponsel yang menampilkan pesan dari Calvin. Jari-jarinya menekan tombol Power, mematikan layar yang menampilkan pesan yang membuatnya geram.“Menyebalkan, apa kamu pikir aku butuh uangmu!” gerutu Visha, suaranya meninggi. Dia melempar ponselnya ke atas ranjang, kepalanya tertunduk lesu.Visha enggan untuk menelepon kembali Calvin, apalagi menjelaskannya. Perasaannya campur, antara kesal, kecewa, dan sedikit takut.“Huhh! Kenapa jadi seperti ini?” gumam Visha, lelah. Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.Asih kembali mendekati Visha. “Bagaimana, apa suami kamu mengizinkannya?” tanyanya, matanya penuh harap.Visha menggigit bibirnya, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya. “Iyah Bu, Mas Calvin sudah mengizinkan Visha untuk menginap di rumah Ibu,” jawabnya berbohong.“Ya sudah, ayok bantu Ibu membereskannya rumah ini?” Asih tersenyum, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Visha.Keduanya seharian membereskan ruma

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Hasutan Greta

    Visha mengecup pipi Kai yang Chubby, meski hatinya terasa resah akan kelangsungan pernikahannya dengan Calvin. “Kenapa ini bisa terjadi di saat bulan madu kami?” gumam Visha tak mengerti.Di perusahaan Calvin, sang ayah, Pak Mahessa, memutuskan untuk memantau perkembangan para klien di rumah mereka. “Kita harus selalu memantau saham perusahaan, Calvin. Situasi perusahaan sedang tidak baik,” ujar Pak Mahessa. Calvin, Bara, bahkan Greta pun ikut pulang ke rumah mereka. Setibanya di sana, Kai berlari saat melihat Calvin. “Papah, sudah pulang? Adik bayinya mana?” tanya Kai, “Papah, ayok kita bermain?” ajak Kai dengan riang. Calvin yang sedang emosi langsung membentak Kai. “Kai, diam! Jangan ganggu Papah!”“Mas!” teriak Visha, “Kenapa kamu marahin Kai? Dia tidak tahu apa-apa Mas!”Calvin menatap wajah Visha kesal, “Harusnya kamu jaga anakmu. Sudah tahu Mas sedang pusing memikirkan perusahaan!”“Anakku? Oh, kamu benar, dia anakku.” Visha terdiam, matanya berkaca-kaca.“Astagh

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Berita buruk

    Selesai bersih-bersih, saat Calvin akan mencium bibir Visha, ponselnya berdering.“Mas, angkat dulu teleponnya, siapa tahu penting!” ucap Visha.“Huhh! Mengganggu saja, harusnya tadi Mas matikan dulu teleponnya!” keluhnya kesal, tangannya masih terulur hendak meraih Visha.Visha terkekeh pelan, menarik hidung Calvin gemas. “Angkat dulu, kita bisa memulainya nanti bukan.”“Hmm, baiklah! Mas angkat telepon dulu yah, kamu tunggu di tempat tidur.” Calvin berusaha menahan gejolak di hatinya, mencoba fokus pada panggilan yang mengusik ketenangannya.Visha mengangguk, Calvin meraih ponselnya yang di simpan di atas meja. Saat nama ‘Bara’ muncul di layar ponsel, dia mendengus kesal.“Ah, sial! Mengganggu saja!” pekiknya kesal, sembari tetap mengangkat panggilan itu.“Hallo, bos?” sapa Bara.“Ya, ada apa? Apa kamu tidak punya kerjaan mengganggu saya?” Nada Calvin terdengar dingin, penuh kekecewaan.“Cal, ini Papah!” ucap Mahessa.“Papah!” Calvin terkejut, jantungnya berdebar kencang.

  • Wanita Cacat yang Ternodai   Menggagalkan rencana bulan madu

    Calvin tertawa saat melihat wajah Visha yang gugup. "Apa kamu takut?" Visha mengangguk perlahan, meski begitu dia tak mau membuat Calvin kecewa. "Aku siap Mas!" jawab Visha, akhirnya. Calvin tersenyum, dia mengecup kening Visha perlahan. "Hemm, sayangnya Mas tidak akan melakukannya sekaranh. Oh yah, sayang... nanti siang persiapkan barang-barang Mas dan kamu yah, Mas akan ajak kamu pergi bulan madu!" "Bulan madu? Kai bagaimana Mas?" tanya Visha. "Sayang, Kai sementara sama orang tua kita dulu yah!" jawab Calvin, "Jangan khawatir, mereka pasti akan senang menjaga Kai." Visha terdiam sejenak, memikirkan hal itu. Dia tahu bahwa orang tua mereka sangat menyayangi Kai dan akan merawatnya dengan baik. Namun, tetap saja ada sedikit keraguan di hatinya. "Mas, apa kedua orang tua Mas nggak akan keberatan?" tanyanya. "Tentu tidak sayang," jawab Calvin, "Lagipula, kita tidak akan pergi terlalu lama. Hanya beberapa hari saja." Visha mengangguk, lega. "Baiklah Mas, aku persiapkan d

DMCA.com Protection Status