Share

Berita kehamilan

“Hoek!” Visha memuntahkan semua isi perutnya. Sudah beberapa minggu ini, dirinya tidak pernah bisa makan dengan normal. Perutnya selalu terasa mual dan hidungnya juga begitu sensitif dengan bau.

“Nak, kamu muntah lagi?” ujar Asih dengan raut wajah khawatir. Dalam benaknya terbesit pikiran buruk, namun ia segera mengenyahkannya

Asih memegang kedua bahu Tavisha dengan tatapan tajamnya. “Visha, bulan ini Ibu tidak pernah melihat kamu datang bulan? Katakan pada Ibu, kamu tidak pernah berbuat macam-macam, kan Nak?”

Tavisha terisak menatap wajah ibunya, dia sendiri merasakan ketakutan. “Ibu ....”

“Jawab Ibu! Kamu tidak hamil, kan?” bentaknya.

“Bu, Visha tidak tahu,” katanya dengan berat.

“Tidak tahu?” Ulang Asih, dia kembali menatap wajah Tavisha. Berharap semua ini tidak terjadi pada anak satu-satunya.

Tavisha hanya menggeleng pasrah dan berucap, “Maafin, Visha, Bu.”

Asih mengguncang tubuh Tavisha. “Siapa pria yang tidur dengan kamu? Katakan sama Ibu!”

Visha menggeleng perlahan. “Visha nggak tahu, Bu. Dia sepertinya bukan dari kampung ini. Visha dipaksa dan dijebak.”

“Astaghfirullah, Tavisha!” teriak Asih kesal.

Berharap apa yang mereka takutkan tidak terjadi. Asih segera menghubungi sahabatnya yang juga seorang bidan untuk memeriksa kondisi Visha. Dan dugaan Asih benar, anaknya telah mengandung.

Tavisha yang melihat keadaan ibunya terpuruk mendekatinya perlahan, mendekap erat tubuhnya. “Maafkan Visha, Bu. Visha benar-benar minta maaf.”

Asih terisak memeluk erat Tavisha, meski sangat kecewa dia tetap berusaha untuk melindungi Visha. Sebab itu, Asih memohon pada sahabatnya untuk menyembunyikan rahasia kehamilan ini.

'Brak! Brak! Brak!'

Terdengar suara pintu rumah dipukul dengan kasar dan kencang. Membuat Visha dan Asih tersentak kaget begitu mendengarnya.

"Keluar!!"

“Cepat keluar kamu Tavisha! Aku tahu kamu ada di dalam. Dasar wanita tidak benar.”

Suara penuh kemarahan itu membuat Visha dan ibunya menjadi heran. Asih memberikan tongkat pada Visha dan membantunya untuk berjalan menuju pintu.

Visha dan Asih terkejut ketika mendapati Dewi, istri dari Rama yang ada di depan mereka ketika pintu dibuka. Wajah Dewi terlihat sangat murka dan suara teriakannya mengundang perhatian para warga yang kini mulai ikut berkumpul di depan rumah Visha.

“Ada apa? Kenapa Mbak Dewi mencari saya?” tanya Visha berusaha tenang.

“Tavisha! Jangan berlagak suci kamu! Jujur saja pada kami, kamu telah melakukan perbuatan mesum!” ujar Dewi.

Dewi kemudian tertawa mengejek setelah mengintip ke dalam rumah dan mendapati ada bidan di rumah Visha. “Hei, semuanya ... Kalian harus tahu, Tavisha, dia sedang hamil, wanita itu akan membawa sial pada desa kita!” ungkap Dewi setengah berteriak.

Asih dan Tavisha terkejut, bahkan bisik-bisik para warga, umpatan serta hinaan memenuhi halaman rumah Tavisha.

"Dewi jangan asal menuduh Tavisha! Kamu benar-benar keterlaluan!” bentak Asih yang tidak terima putrinya dihina seperti itu.

“Aku punya bukti perbuatan mesum wanita sok suci itu! Kalian juga bisa buktikan langsung pada bidan yang ada di dalam rumah mereka,” kata Dewi sembari memperlihatkan cuplikan rekaman Visha saat sedang disetubuhi oleh pria asing.

Visha tidak bisa lagi menahan bulir air matanya karena kembali teringat akan kenangan pahit yang ingin ia lupakan itu. Dalam hati, ia tidak menyangka bahwa ada yang tega merekamnya diam-diam bukannya justru menolongnya.

“Hei bidan, kamu tidak boleh berbohong atau profesi kamu patut dicurigai. Cepat jujur dan katakan, bahwa Visha saat ini benar sedang mengandung, 'kan?”

Mendengar ucapan Dewi dan melihat tatapan mengintimidasi dari para warga, bidan tersebut akhirnya mengakui kebenaran kehamilan Visha.

“Usir mereka dari sini! Kami tidak mau desa kita jadi sial!” teriak warga.

“Hei, jalang! Siapa Ayah dari bayimu ini? Jangan mencari pembenaran!” hardik Dewi.

Keributan itu terdengar hingga di telinga Rama yang juga menjabat sebagai ketua desa. Rama segera menghampiri rumah Visha untuk berusaha mencari kebenarannya.

“Tavisha, apa itu benar?” tanya Rama seolah masih tak percaya.

Namun, Visha tidak menjawab apa pun. Dirinya hanya bisa menangis terisak. Ia merasa begitu terhina dan bersalah karena ibunya kini harus ikut mengalami penghinaan ini.

“Usir mereka dari sini!” teriak para warga lagi.

Mereka bahkan mulai bersikap kasar pada Visha. Dengan sengaja ada yang menarik tongkat penopang Visha, sehingga dirinya kemudian jatuh tersungkur di lantai. Asih yang berusaha untuk menolong, bahkan ikut didorong dan dilempari oleh kerikil.

“Pak Rama, sebaiknya Anda usir kedua wanita ini dari desa kami. Kami tidak mau ketiban sial,” kata salah satu warga.

Para warga terus mendesak Rama untuk membuat keputusan.

“Kalian berdua, segera pergi dari desa ini” ucap Rama dengan berat.

Sejujurnya Rama tidak ingin mengusir Visha, karena dalam hatinya ia masih mencintai gadis yang pernah menjadi bagian hidupnya itu. Kalau saja bukan karena paksaan orang tuanya, Rama tidak mungkin mau menikah dengan Dewi.

“Baik kalau begitu, kami akan bersiap dan pergi sekarang juga.” Asih memegang lengan Visha dan menopangnya agar dapat berdiri kembali.

Sedangkan Dewi tersenyum penuh kemenangan, karena rencananya telah berhasil untuk mengusir Tavisha dari desa dan menjauhkannya dari Rama.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Anugerah Pangrib
............ baru permulaan sudah banyak bawang mak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status