Saga melaju pergi dengan kecepatan tinggi. Ia makin muak dengan situasi di sana. Apalagi sekarang ada Nara yang tingkahnya sudah seperti putri raja saja. Tertawa ceria ketika berbincang dengan Bu Rista. Terbahak-bahak begitu akrabnya. Dia tidak sadar, telah menghancurkan hidup wanita lain. Namun istri kedua kakaknya itu akan bungkam seribu bahasa jika Saga ada di sana. Hanya Saga yang bisa menciutkan nyalinya.Sepi. Hari Minggu seluruh karyawan perkebunan memang libur. Hanya ada Pak Radi dan istrinya.Beberapa saat Saga termenung di samping kantor, menatap kejauhan dalam perasaan yang kian hampa. Semalaman dia masih berbalas pesan dengan Melati. [Aku mau pergi, Ga.][Pergi ke mana?][Belum tahu. Tapi aku masih nunggu masa iddahku selesai. Aku ingin menenangkan diri. Aku juga butuh pekerjaan. Jika ingin buka usaha, aku harus mencari pengalaman dulu, kan?][Beritahu aku, ke mana kamu akan pergi?][Aku juga belum tahu.][Jangan pergi tanpa tujuan, Mel.][Aku punya tujuan. Aku butuh kerj
Waktu yang Hilang- PergiSaga menatap gerimis yang turun malam itu. Gerimis yang yang membawa galau dalam kalbu. Layar ponselnya masih sepi. Tak ada pendar yang menandakan pesannya di balas. Bahkan ponsel Melati sudah tidak aktif lagi."Jam berapa Melati pergi dari rumah?" tanya Izam. Malam itu mereka berdua duduk di teras rumah Izam. Saga gelisah sejak siang tadi setelah tahu Melati sudah meninggalkan desa mereka."Pagi. Waktu aku ke rumah Budhe Tami. Melati sudah berangkat satu jam sebelumnya.""Masa iya mereka juga nggak tahu ke mana tujuan Melati?""Tentu saja tahu. Hanya mereka tak mau ngasih tahu aku," jawab Saga dengan nada kecewa."Apa mungkin Melati ganti nomer, Ga?""Dia tidak mungkin ganti nomer. Sebab masih perlu berkomunikasi dan tahu kabar Moana. Seorang ibu, sekecewa apapun, nggak bakalan tega dan masa bodoh dengan anaknya. Aku tahu Melati itu seperti apa. Sepertinya Melati memblokir nomerku, Zam," jawab Saga sambil terus mengutak-atik ponselnya.Dahi Izam mengernyit
Nara menyambutnya dengan senyuman. Tiap malam wanita itu senantiasa bergaun se*si untuk menggoda suaminya. Namun Akbar bergeming. Bahkan waktunya lebih banyak dengan sang anak daripada dengan dirinya."Kamu jijik banget sih, Mas, sama aku. Kamu nggak ingat gimana kita dulu." Nara berteriak dalam hati. Meluapkan emosinya sendiri. Dia sudah bersabar menunggu. Berkali-kali membunuh has*atnya sendiri. "Aku buatin teh, Mas. Sejak dari tadi, makanya udah dingin," ujar Nara sambil meraih gelas di atas meja rias dan mengulurkan pada sang suami.Akbar enggan, tapi tetap mengambil gelas dari tangan Nara. Menyesap sedikit, kemudian merebahkan diri. Nara duduk di samping Akbar dan mulai memijit kakinya. Akbar menolak, tapi perempuan itu memaksa. Dengan berbagai upaya, Nara berusaha menggoda sang suami dengan memberikan sentuhan-sentuhan manis. Namun Akbar menepis pelan tangan Nara. "Tidurlah, sudah malam."Nara mendengkus kesal. Apa yang sebenarnya diinginkan Akbar? Dulu begitu menggebu ingin m
"Om." Moana berlari memeluk kaki Saga yang baru pulang dari perkebunan.Sontak pria itu menunduk. Mengangkat Moana seperti biasanya. Menatap wajah cantik gadis kecil yang sekarang berada dalam gendongannya.Rasa haru merayap di segenap kisi-kisi hati. Berat rasanya berpisah dari sang keponakan. Namun tekadnya sudah bulat untuk meninggalkan perkebunan. Meninggalkan segala kenangan masa kecilnya di sana. Dan entah kapan akan kembali.Meski dengan perasaan berat, Pak Norman akhirnya merestui putranya untuk mencari kerabat dari pihak sang ibu. Memang sudah waktunya Saga tahu silsilah keluarganya."Aku hanya ingin tahu mereka, Pa. Aku ingin tahu dari mana Ibuku berasal.""Papa menunggumu di sini. Pulanglah sewaktu-waktu, Nak," pesan Pak Norman tadi malam. Saat mereka bicara berdua cukup lama di ruang kerja sang papa. Laki-laki sepuh itu juga memberikan satu debit card untuk Saga. "Simpan ini untukmu.""Om," panggilan dari Moana membuat Saga sadar dari lamunan."Hai." Saga menyentuhkan keni
Saga menggeleng. Dia sendiri tidak tahu mau berapa lama. Karena kepergiannya bukan semata-mata hanya ingin mencari kerabat ibunya. Tapi juga memulai merintis hidup baru di luar sana. Mungkin tidak mudah, tapi ia akan berusaha. Tidak ada yang mustahil selagi ada kemauan."Kamu nggak akan kembali ke sini?""InsyaAllah, suatu hari nanti, Mas," jawab Saga sambil tersenyum getir. Meski tidak dekat, tapi berat juga berpisah dari satu-satunya saudara yang ia punya.Entah kapan dia akan kembali. Sebab kemarin mama tirinya sudah bilang, setelah menemukan keluarga ibunya, tidak usah punya pikiran untuk kembali ke perkebunan. Satu kalimat yang sangat menyakitkan bagi Saga. Tapi ia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu. Memang sejak dulu, Mama Rista membenci kehadirannya.Rencana awal Saga ingin pergi secara diam-diam dan hanya sang papa saja yang tahu. Namun setelah dipikir ulang, rasanya tidak etis. Bagaimanapun juga ia pernah melakukan kesalahan pada orang-orang di rumah itu. Makanya se
Perjalanan pulang dari Surabaya, Nara yang biasanya ceria bercerita dengan mama mertuanya, kini diam dengan tatapan kosong.Bu Rista yang duduk disebelahnya sambil memangku Moana yang terlelap tampak heran. "Kamu sakit, Ra," tegurnya pada sang menantu."Tubuhku tiba-tiba agak meriang, Ma," jawab Nara memeluk tubuhnya sendiri. Badannya memang panas dingin sejak bertemu dengan Bu Yahya tadi."Matiin saja AC-nya." Bu Rista menggeser tombol pendingin mobil bagian belakang yang ada di kabin. "Bar, kamu nggak bawa jaket?"Akbar melihat istri dan mamanya dari spion tengah. Dari sana ia bisa melihat Nara yang bersandar dengan wajahnya yang pucat. "Nggak ada, Ma," jawab Akbar tanpa khawatir. Justru Bu Rista yang khawatir melihat menantu kesayangannya kian pucat. Menantu yang membuatnya bangga karena semua orang kagum melihat kecantikannya.Saking bangganya, sampai Bu Rista tidak peka dengan hubungan anak dan menantunya yang berjarak. Sebab meski Akbar cuek, tapi Nara selalu ceria setiap hari.
Saga tidak menjawab. Dia mengambil jaket yang tergantung di balik pintu kamar. "Kamu mau ikut aku?""Ke mana?""Makan. Aku belum makan tadi.""Aku juga." Giri berdiri dan melangkah keluar untuk mengambil jaket dan helm di kamarnya sendiri. Tak lama laki-laki itu sudah menyusul Saga di tempat parkiran motor yang berada paling pinggir dari kamar kosnya."Kita ke Kafe Kasturi, Ga. Enak makanannya di sana.""Kafe yang rame itu. Aku males ngantrinya, Ri.""Kata temanku, owner-nya orang Malang. Cantik dan masih muda."Saga tidak menanggapi. Ia sibuk memakai helmnya. Setelah berada di Jogja, Malang adalah kota yang sangat dirindukannya. Sejuta kenangan terukir di lereng Arjuno. Namun teman masa kecilnya juga telah meninggalkan kota mereka. Entah di mana Melati sekarang. Ana juga tidak bisa dihubungi lagi. Sepertinya gadis itu telah ganti nomer."Cepatlah naik, aku udah lapar ini," perintahnya pada Giri supaya segera naik ke bocengan.Seperti biasa, mereka makan di angkringan tempat langganan
Waktu yang Hilang- Pertemuan Saga turun dari motornya dan memperhatikan ke arah rumah makan yang lumayan ramai pengunjung. Dia masih diam dengan dada yang berdebar-debar. Pak Benowo mengundangnya makan malam di tempat yang baginya istimewa. Tempat yang mungkin ada kaitan dengan almarhumah ibunya.Pria tampan itu masih mematung di samping motornya sambil memandang ke seberang jalan. Losmen Wijaya Kusuma yang asri dan klasik dengan bangunannya bergaya khas Jawa. Saga melangkah memasuki restoran. Di salah satu meja bulat dan besar, tampak Pak Benowo melambaikan tangannya pada Saga. Bosnya itu tidak sendirian. Ada lima orang yang duduk di sana. Tiga laki-laki dan dua perempuan yang kesemuanya sudah berusia di atas lima puluhan. Mereka memandang ke arah Saga.Dengan sikap tenang dan sopan, Saga menyapa dan tersenyum ke arah mereka. Menyalami satu per satu dengan takzim."Mirip banget dengan Gama. Cuman lebih tinggian dia dari anakmu, Mas," ujar perempuan sekitar usia lima puluhan pada P
Saga meletakkan ponsel di jok samping. Beberapa kali membunyikan klakson tapi juga percuma. Kemacetan sudah memanjang mulai dari depan. Macet total karena ada perbaikan jalan. Bisa jalan hanya bergerak maju sendikit, lantas berhenti lagi.Sabar sabar. Ini bukan di film India yang dia bisa meninggalkan mobilnya di sana dan lari secepat Cetah yang melompat dari mobil ke mobil lainnya, bahkan melangkahi bangunan tinggi. Adegan film yang rasanya sangat mustahil dan tidak masuk akal itu, ingin rasanya di tiru saat ini.Melihat ponselnya kembali berpendar, membuat Saga menyambar benda itu. "Halo, Sayang. Bagaimana?""Aku sudah sampai rumah sakit, Mas. Barusan di periksa dokter.""Lalu ....""Ternyata ini sudah bukaan lima. Dan aku bisa lahiran normal.""Loh, katanya beresiko kalau lahiran normal? Mana dokternya biar mas ngomong sama dia.""Dokternya sudah kembali ke kantor. Katanya nggak apa-apa aku lahiran normal. Barusan di cek semua baik-baik saja. Tensiku juga normal. Mas, jangan khawati
Waktu yang Hilang- Best MomentSaga membantu Melati menyiapkan segala perlengkapan untuk persalinan Minggu depan. Dokter kandungan sudah menyarankan supaya Melati melahirkan secara cesar saja untuk persalinan bayi kembarnya. Melati menolak, tapi Saga memintanya untuk menyetujui. Mengingat dua bulan terakhir ini Melati dua kali opname karena demam tinggi. Minggu depan genap 38 minggu usia kehamilannya. Dokter kandungan sudah menetapkan jadwal operasi untuknya.Kedua janinnya sehat. Masing-masing memiliki plasenta dan air ketuban. Jadi sudah siap dilahirkan di Minggu ke 38."Budhe Tami sampai sini sekitar jam setengah tiga sore, Mas. Tadi siang beliau ngabari," kata Melati sambil melipat baju yang hendak di masukkan ke dalam travel bag."Oke, besok mas akan pulang lebih awal dan langsung jemput budhe ke stasiun."Budhe Tami memang akan menemani Melati pada persalinan nanti. Rencananya wanita itu akan tinggal di Jogja sampai si kembar umur selapan."Mulai besok nggak usah lama-lama di
Melati tersenyum. Jagoan kecilnya sudah tebar pesona. Melihat Shaka, ia jadi teringat masa kecil suaminya. Begitulah Saga waktu kecil. Tapi Shaka memang lebih bersih dan terawat, karena jarang bermain di kebun. Kalau Saga dulu, keluyuran di kebun sampai kulitnya lecet-lecet. Berenang di kali bersama teman-teman, termasuk dirinya juga. Melati paling kecil di antara mereka."Kenapa senyum-senyum?" senggol Saga."Aku ingat masa kecilmu, Mas."Saga hendak menggoda sang istri, tapi mereka dikejutkan oleh suara salam dari pintu depan."Itu Gama datang!" Bu Ariana bangkit dari duduknya dan melangkah ke ruang tamu. Wanita itu tercekat sejenak saat melihat Gama datang bersama seorang wanita tinggi semampai. Memakai celana bahan warna krem dan blouse warna putih. Diakah pacar Saga? Gadis itu tersenyum ramah dan mencium tangan Bu Ariana. "Selamat malam, Tante.""Selamat malam.""Namanya Alita, Bulek." Gama memperkenalkan gadis itu pada sang bulek. Membuat Bu Ariana kaget, tapi tidak menunjukkan
Waktu yang Hilang- Gama dan Perempuan ItuAkbar melongok ke luar jendela. Meninggalkan sejenak laptopnya untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Moana dan Shaka di luar sana.Tampak dua bocah itu sedang duduk di bawah pohon mangga. Bermain masak-masakan. Moana menuangkan sesuatu dari teko kecil ke dalam cangkir mainan. Shaka lantas pura-pura meminumnya. "Manis?"Shaka mengangguk-angguk. Moana kemudian memberikan piring kecil berisi biji-bijian. "Di makan, ya!"Bocah laki-laki itu mengikuti perintah sang kakak. Pura-pura memakan benda di piring kecil yang sama sekali memang tidak boleh di konsumsi.Pertama kali diajak bermain masak-masakan oleh Moana, Shaka sempat bingung. Dia tidak pernah bermain seperti itu, bahkan melihatnya pun belum pernah, karena mainannya di rumah hanya mobil-mobilan, robot, puzzle, dan buku mewarnai.Akbar tersenyum melihat tingkah mereka. Bahagia karena mereka sangat rukun. Shaka juga penurut. Dia juga kerasan tinggal di Malang. Tapi di Jogja sana, Saga
Sebenarnya Melati berharap kalau Moana yang akan tinggal di Jogja selama liburan. Ternyata Shaka yang justru ingin ikut ke Malang. Baik Saga maupun Melati hanya khawatir kalau anak itu tiba-tiba rewel dan minta pulang. Sebab selama ini jarang sekali berjauhan dari kedua orang tuanya. Paling seharian main ke rumah Bu Ariana dan sorenya sudah di antar pulang."Lasmi kamu suruh ikut?""Ya, Bulek. Mak Lasmi sendiri juga pengen ke Malang.""Uti bakalan kangen sama kamu." Bu Ariana mengusap kepala Shaka."Uti, mau ikut?" Ah, malah ditawari pula."Enggak. Uti nunggu Shaka di sini saja."Bu Ariana mengusap permukaan perut Melati. "Kemarin jadi pergi ke dokter?""Ya.""Cowok apa cewek?""Cowok lagi dua-duanya," jawab Melati sambil tersenyum."MasyaAllah. Moana bakalan cantik sendiri."Melati tersenyum. Akbar yang duduk tidak jauh dari mereka mendengar jelas percakapan itu. Dia juga tidak sabar ingin segera melihat bayi kembar Melati lahir ke dunia. Dalam hati turut juga merasakan kebahagiaan i
Waktu yang Hilang- Terbongkarnya Rahasia "Aku paham bagaimana perasaan Mbak Melati, Mas. Dulu saja dia sempat stres saat berpisah dengan Moana, setelah kalian resmi bercerai." Tini berusaha memberikan pengertian pada Akbar. Sebab dia tahu betul bagaimana sedihnya Melati kala itu."Kamu tahu?""Ya, aku tahu." Tini menarik diri dan duduk tegak menghadap sang suami. "Maafkan aku. Dulu aku diam-diam membalas pesan yang dikirimkan Mbak Melati. Hampir tiap saat aku mengirimkan foto kegiatan Moana."Akbar juga menegakkan duduknya. Serius mendengarkan istrinya bicara. Baru kali ini ia tahu kenyataan yang sudah lewat kurang lebih empat tahun yang lalu."Aku nggak sampe hati melihat Mbak Melati menangis setiap hari dan menderita, Mas. Tiap malam telepon aku dengan suaranya yang serak. Aku bisa merasakan bagaimana sakitnya berpisah dari anak. Aku saja yang hanya pengasuh Moana, selalu terbayang-bayang jika aku izin pulang. "Dia cerita mengalami hal tersulit setelah meninggalkan Wonosari. Data
"Mas, cepetnya dapat buah ini!" Melati berbinar-binar melihat dua pack nectarin di atas meja makan setelah ia turun dari lantai dua.Saga tersenyum menghampiri. Tubuh laki-laki itu basah berkeringat setelah joging dan push up di teras samping.Melati membuka bungkusnya dan langsung meletakkan di wadah untuk dicuci. Kembali duduk dan menikmati buah yang semalam membuatnya ngiler saat melihat review seorang food vlogger."Sayang, kamu nggak sarapan dulu. Kamu bisa mules nanti.""Habis ini aku langsung sarapan.""Gimana, manis?" tanya Saga yang duduk di depan sang istri dan memerhatikan Melati yang tengah menikmati buah yang diidamkan."Manis, juicy, padet, tapi masih ada sedikit asemnya. Mas, coba saja!" Melati menyodorkan wadah buah ke hadapan sang suami.Saga tersenyum. Lagak istrinya sudah meniru seperti seorang food vlogger yang tengah bikin konten. Diambilnya sebiji dan memperhatikannya sebelum digigit. Donut Nectarine. Memang bentuknya seperti donat, tapi tidak berlubang tengahnya
Waktu yang Hilang- Keputusan SagaSaga meletakkan ponselnya setelah mengetik balasan untuk pesan dari sang kakak. Laki-laki itu menatakan bantal agar sang istri lekas berbaring.Dibantunya Melati merebahkan diri. Begitu payahnya kehamilan kali ini. Untuk berbaring saja kesulitan. Tiap tidur berulang kali merubah posisi karena terasa engap."Gimana, nyaman begini?" tanya Saga setelah meletakkan satu bantal di belakang punggung Melati dan meletakkan bantal tipis sebagai penyangga perut, karena Melati tidur agak miring."Ya."Saga juga berbaring setelah menarik selimut hingga sebatas perut Melati. Mereka saling berhadapan."Tadi yang ngirim pesan Mas Akbar. Besok keluarga Malang datang ke sini karena Moana sudah mulai libur sekolah." Saga bicara dengan nada lembut, khawatir Melati kaget.Kalau dulu mereka pasti bahagia jika keluarga dari Malang datang berkunjung. Mungkin kali ini berbeda setelah Melati mengetahui keinginan kakak ipar sekaligus mantan suaminya.Tampak ada binar bahagia s
Tiga tahun kemudian ....Seorang bocah laki-laki umur tiga tahun setengah tengah asyik bermain mobil balap. Duduk anteng di bangku besi sebelah kanan sang papa. Seorang wanita yang tengah hamil duduk di sebelah kiri dari pria tampan itu.Saga dan Melati memang tengah antri di dokter kandungan. Malam ini jadwal pemeriksaan kehamilannya yang ketiga. Makanya Saga mengusahakan pulang lebih awal, supaya bisa menemani sang istri ke dokter.Kehamilan Melati sudah memasuki usia lima bulan. Namun besar perutnya seperti tengah mengandung usia tujuh bulan. Sejak awal pemeriksaan, dokter sudah memberitahu kalau mereka akan memiliki bayi kembar. Dan pemeriksaan kali ini, mereka sepakat ingin mengetahui jenis kelamin kedua calon anak kembarnya.Bapaknya Melati juga terlahir kembar. Tapi kembarannya meninggal sehari setelah dilahirkan.Ketika diberitahu tengah mengandung janin kembar. Kebahagiaan Saga dan Melati tiada terlukiskan. Rasa syukur tiada tara di ucapkan nyaris setiap waktu. Janin kembar y