Sharon berjalan tegang menuju kelas. Hari ini ia tidak telat, karena ia terbangun jam empat subuh tadi dan ia tidak bisa tidur lagi.
Ia memasuki kelas dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan.
Kelas masih sepi. Sharon mendaratkan bokongnya dibangku miliknya. Ia sama sekali tak ada gairah hari ini. Bell tanda masuk berbunyi pun masih lama berdering.
Tidak lama kemudian seseorang masuk kedalam kelas dan ia menduduki kursi yang tak jauh dibelakang Sharon. Edward.
Suasana sangat sunyi. Pikiran Sharon benar-benar berantakan.
Sharon sibuk memainkan kukunya walaupun pikirannya entah kemana sementara Edward hanya asik memainkan ponselnya.Tiba-tiba, seseorang memasuki kelas dengan terburu-buru.
“Gideon?” Ucap Sharon sambil mengerutkan dahinya.
Gideon berjalan cepat menuju tempat Sharon duduk. Dengan penuh dengan peluh, Gideon mencoba mengatur nafasnya.
“LISA!” Gertak Gideon.
“Lo.. kenapa?” Tanya Sharon bingung karena melihat Gideon panik.
“LO INGET LISA KAN?? INGET KAN??” Teriak Gideon histeris sambil mengguncangkan badan Sharon yang masih duduk di tempatnya.
Sharon mengerutkan dahinya tanda heran.
“Maksudnya?”
“LO… LO GAK INGET LISA JUGA?” Ekspresi Gideon kini putus asa dan membuat Sharon semakin bingung.
“Berisik.” Ucap Edward yang membuat Gideon dan Sharon tersentak.
Wajah Gideon mulai memerah. Ia berjalan ke arah bangku Edward dan memukul mejanya. “Sebenarnya gue udah muak liat muka lo. Dan sekarang… lo membuat gue tambah muak!” Edward membalas dengan senyuman miring yang membuat Gideon ingin memukulnya.
Sharon berdiri dari duduknya dan menarik paksa lengan Gideon. “lo kenapa, sih?”
Gideon menghempaskan tangan Sharon. “UDAHLAH!” Ucap Gideon sedikit berteriak. “Lo juga gak akan ngerti masalah gue.”
Sharon kaget. Tidak pernah Gideon seperti ini.Gideon melangkah hendak meninggalkan kelas tapi Sharon menahan lengannya. “Gue ingat Lisa.”
Pernyataan itu membuat Edward mengerutkan dahinya.
***
Sesuai kesepakatan, Sharon dan Gideon hari ini bolos.Mereka sedang di belakang sekolah sambil memakan bekal donat yang dibawa Sharon dan duduk di hamparan rumput.“Kemarin sore, Lisa masih nge-chat gue tapi engga gue bales.” Ucap Sharon sambil mengunyah donat.
Gideon menoleh ke arah Sharon. “Iya, dia masih sama gue pada saat itu. Kita lagi ada di cafe bahas lokasi mana aja yang akan dijadikan tempat shooting.” Ucap Gideon sambil memainkan donat utuh ditangannya lalu menggigitnya perlahan.
“Ya, gue gak bales pesannya lisa.” Ucap Sharon sambil menunduk. “Gue juga lagi pusing saat itu. Lagi memikirkan Margareth. Ternyata Lisa juga hilang sama seperti Margareth dan ibu Sarah.” Ucap Sharon sepelan mungkin.
Gideon terbatuk-batuk ketika tersedak donat gigitan pertama karena mendengar pernyataan Sharon. Sharon segera menyodorkan air mineral botol yang ia beli sebelum bel masuk.
“LO INGET BU SARAH?” Teriak Gideon spontan.
Sharon reflek menutup mulut Gideon karena sungguh suara Gideon hampir menyaingi bunyi microphon bapak kepala sekolah.
Sharon tak kalah kaget sebenarnya. “Lo… kok bisa ingat sama Bu Sarah???”“Gak tau… sumpah gue kira gue doang yang inget bu Sarah.” Jawab Sharon.
Gideon mengangguk-ngangguk kemudian…“MARGARETH JUGA HILANG?” Gideon benar-benar sangat terkejut. “Gak ada yang sadar kalau Margareth hilang selain lo?”Sharon hanya menggeleng pasrah. “Danny bahkan gak ingat sama sekali, gue sampai bela-belain untuk mencari Cindy teman se-agencynya Margareth tapi nihil.” Sharon mulai menatap langit-langit lalu kemudian menoleh kepada Gideon. “Tapi Bunda gue inget siapa Margareth!”
Gideon mengerutkan keningnya. “Bunda lo tahu Margareth dari mana?”
“Y-ya gue suka cerita gitu tentang kehidupan sekolah gue jadi bunda hampir tahu segalanya.” Karena bagaimanapun juga alasan Sharon cerita tentang Margareth kepada bunda adalah karena Sharon cerita kepada bundanya tentang Danny yang memiliki pacar yang bernama Margareth.
“Tapi bunda engga tahu wajah Margareth.” Lanjut Sharon.
Gideon hanya mengangguk. “Lo boleh ga telepon bunda lo sekarang untuk bertanya tentang Lisa? Siapa tahu bunda lo bisa inget juga?”
“Ah iya juga ya!” Gadis itu mengambil ponselnya lalu menghubungi bundanya.
“Bunda…”
“Ya, kok kamu telepon bunda? Bukannya sekarang lagi jam pelajaran?” Jawab bunda dari seberang sana.
Sharon menghiraukan pertanyaan sang bunda. “Bunda ingat gak sama Lisa sahabatnya Sharon?”
Hening selama beberapa detik.
Jantung Sharon berdegup kencang menanti jawaban sang bunda. Begitu juga dengan Gideon yang bisa mendengar percakapan karena Sharon mengaktifkan speaker.“Hmm bunda tidak kenal sama temen kamu yang bernama Lisa. Memangnya kenapa, Nak?”
Rasanya harapan Sharon dan Gideon luntur setelah mendengar jawaban sang bunda.
“Eh, engga apa-apa kok bun, terimakasih banyak bundaaa.” Setelah mengatakan hal itu, segera Sharon mematikan hubungan telepon.
Gideon menghembuskan nafasnya frustasi. “Kenapa bunda lo bisa gak ingat?”
Sharon mulai berpikir. Bunda mengingat Margareth karena bunda tidak pernah melihat margareth secara langsung maupun melalui foto. Sedangkan bunda sering bertemu dengan Lisa ketika Lisa berkunjung untuk sekadar bermain ke rumahya Sharon.
“Mungkin karena bunda kenal dan tahu wajah Lisa.” Sharon mengambil kesimpulan dengan cepat.
Gideon menatap kosong ke arah depan. Ia sibuk dengan pikirannya. Mengapa semua orang tiba-tiba melupakan Lisa? Sedangkan dirinya serta Sharon masih mengingat siapa sosok Lisa dengan jelas. Begitu pun dengan kasus Ibu Sarah dan juga Margareth. Semua sangat membingungkan dan tentunya tidak bisa dijelaskan. Ia butuh petunjuk.
Gideon mencoba mengingat kembali kejadian yang dialaminya ketika Lisa tiba-tiba menghilang. “Setelah ngobrol cukup lama di cafe, Lisa ngajak gue ke sekolahan buat menyempurnakan rencana shooting. Lisa mengajak gue ke perpustakaan karena menurut dia perpustakaan ada kesan horror-nya dan gue setuju dengan pendapat itu. Gue dan Lisa keliling perpustakaan sampai dimana Lisa tiba-tiba hilang gitu aja.”Raut wajah Gideon kini sulit dijelaskan. Ia benar-benar merasa frustasi.
“Tunggu.. lo bilang perpustakaan?”
“KALIAN BERDUA!”Sharon dan Gideon terlonjak kaget karena teriakan itu.“Ibu Tiffany…”Ibu Tiffany berjalan ke arah mereka. “Kalian sedang apa di sini? Bolos?” Tanya ibu Tiffany dengan ekspresi marah.Sharon dan Gideon reflek berdiri dan membersihkan baju mereka dari rumput yang menempel.‘Gawat! Kenapa harus bu Tiffany, sih?’ Pekik Sharon dalam hati. Ibu Tiffany memang lembut hatinya tapi tidak berlaku dengan murid yang bolos mata pelajaran.“Kalian berdua ikut saya sekarang!” Ibu Tiffany membalikkan badan dan berjalan mendahului mereka.Mau tidak mau Gideon dan Sharon mengikuti langkah ibu Tiffany.Ibu Tiffany mengarahkan mereka menuju perpustakaan. Perpustakaan terletak di ujung kooridor sebelah barat.“Sekarang bersihkan perpustakaan ini.” Kata ibu Tiffany setelah mereka sampai di depan perpustakaan.
Sharon meneguk hampir setengah dari isi botol mineral kemasan, lalu meletakkan botol tersebut ke atas meja miliknya secara kasar.Untung ini adalah jam yang menunjukkan waktu istirahat, jadi tidak ada yang berada di kelas kecuali Sharon. Ia benar-benar merasa penat memikirkan semua kejadian aneh yang secara beruntut.Kemarin Margareth hilang, tadi pagi ia mendapatkan kabar Lisa juga hilang dan barusan saja Edward hilang. Tidak ada yang mengingat mereka, kecuali dirinya dan Gideon. Apa yang harus dirinya lakukan? Ralat. Apa yang harus Ia dan Gideon lakukan?Gideon saat ini sedang berada di kantor ibu Tiffany karena ibu Tiffany menganggap perlakuan Gideon terhadap beliau sedikit berlebihan. Mungkin karena ia tetap memaksa kepada ibu Tiffany kalau Edward benar-benar ada dan hilang. Walaupun Gideon menjelaskan secara detail pun Sharon yakin hanya orang gila yang akan percaya, kecuali jika ada orang yang benar-benar mengingatnya selain mereka berdua.
Hamparan padang rumput serta hembusan angin lembut benar-benar Sharon rasakan. Antara mimpi dan kenyataan, apa yang dilihatnya benar-benar nyata. Ia sungguh tidak tahu apa nama tempat ini. Di sebelahnya pun ada Gideon yang kini tengah berjongkok untuk menyentuh rumput serta Danny dan Kevin yang kini melotot untuk memastikan semua hal yang sedang mereka pandang. “P-P-PINTU!! PINTU HILANG!” Tiba-tiba Kevin memekik kencang. Benar saja, pintu penghubung antara perpustakaan dengan tempat ini hilang entah ke mana. “Terus ini gimana sekarang?” Sharon panik. “Pintunya hilang berarti kita juga hilang dong? Kita kan udah masuk sini berarti semua orang lupa dong sama kita?” Gideon menghela nafas berat. “Bisa jadi.” Ia mengusap wajahnya kasar. “Kemungkinan Bu Sarah, Margareth, Lisa dan Edward ada di sini.” Danny mengerutkan kening. “Mereka … di sini? Maksud lo? Margareth juga? Edward?” Ekspresinya benar-benar bingung. “Lo ingat mereka semua?” Sharon benar
“Sharon Benedict.” Ucap Sharon kepada seorang laki-laki yang sedang menjabat tangannya. "Nama gue Gideon, panggil aja ganteng.” Ucap laki-laki yang menjabat tangan Sharon dengan percaya diri. “Pede gila, lo!” raut muka Lisa menjadi sinis melihat Gideon. Sharon hanya cekikikan. “Udah, kan? Udah gue kenalin si ganteng dari kandang macan.” Ucap Lisa sambil merangkul pundak Sharon hendak mengajak pergi. “Ya! Lo Macannya!” Sahut Gideon yang membuat wajah Lisa memerah hingga rangkulan dari pundak Sharon ia lepaskan. “Macan kesayangan.” Lanjut Gideon sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Lisa. Wajah Lisa melunak dan sedikit salah tingkah. “Heh, lanjut nanti pacarannya. Gue dan Lisa mau ke kelas dulu. Bye!” Sharon menarik tangan Lisa dan berlalu dari tempat itu.Sharon melangkahkan kaki dengan cepat menuju kelas hingga membuat Lisa kewalahan. “Ron, pelan-pelan aja, sih!” “Heh, lo lupa? Ini tuh pelajarannya ibu Sarah! Gue gamau telat.” Ucap Sharon tanpa menoleh ke belakang. Lis
6 bulan kemudian … Sharon berlari kencang tatkala jam tangan pink yang selalu ia kenakan jika bepergian hampir menunjukkan pukul tujuh. Keringat sudah mulai bercucuran dipelipisnya. Punggungnya mulai basah. Hingga pada detik-detik terakhir, ia mempercepat kecepatan berlarinya. “PAK SAMSON, TUNGGU!” Teriak nyaring Sharon membuat beberapa siswa-siswi yang sudah di dalam sekolah menoleh sebentar kearahnya. Pak Samson, satpam sekolah yang hendak menutup gerbang menggelengkan kepalanya mantap lalu melanjutkan aktifitasnya; menutup gerbang. Sharon terengah-engah dan ia telah sampai didepan pintu gerbang.“Pak! Tolong pak! Saya janji besok tidak akan telat.” Ujar Sharon dengan wajah memelas yang hampir saja meluluhkan hati Pak Samson. “Saya janji!” Kedua jari Sharon menunjukkan peace tanda bahwa ia berjanji. Terlihat Pak Samson sedang berfikir. Lalu beberapa detik kemudian, ia membukakan gerban
Bell sekolah berdering kencang membuat Sharon tersadar dari lamunannya. Ia segera membereskan bukunya lalu memasukannya ke dalam ransel. Ia berjalan kedepan dengan tergesa dan mengambil tugas yang belum sempat dibagikan Ibu. Tiffany.“Ambilin punya gue sekalian!” Seru Lisa.Sharon mencari cepat tugas miliknya dan terpenting punya Margareth. Tapi ia tidak menemukannya. Ia mencarinya sekali lagi, dan ternyata dapat! Tak lupa ia mengambil milik Lisa yang sudah menunggunya di depan kelas.“Thanks, ya!” Ucap Lisa ketika Sharon memberikan tugas miliknya.Sharon hanya tersenyum. Lisa yang melihatnya merasa janggal.“kenapa? Ada masalah? Biasanya lo bawel.”Sharon tersenyum dipaksakan. “Enggak. Gue hanya sakit perut. Lo duluan aja pulangnya, gue mau ke toilet.”Lisa pun mengangguk. “Oke. Oh ya, nanti gue mau chat lo untuj bahas konten youtube ya. Bales pokoknya!”Sharon mengangguk lalu