Share

BAB 2: HILANG

Bell sekolah berdering kencang membuat Sharon tersadar dari lamunannya. Ia segera membereskan bukunya lalu memasukannya ke dalam ransel. Ia berjalan kedepan dengan tergesa dan mengambil tugas yang belum sempat dibagikan Ibu. Tiffany.

“Ambilin punya gue sekalian!” Seru Lisa.

Sharon mencari cepat tugas miliknya dan terpenting punya Margareth. Tapi ia tidak menemukannya. Ia mencarinya sekali lagi, dan ternyata dapat! Tak lupa ia mengambil milik Lisa yang sudah menunggunya di depan kelas.

“Thanks, ya!” Ucap Lisa ketika Sharon memberikan tugas miliknya.

Sharon hanya tersenyum. Lisa yang melihatnya merasa janggal.

“kenapa? Ada masalah? Biasanya lo bawel.”

Sharon tersenyum dipaksakan. “Enggak. Gue hanya sakit perut. Lo duluan aja pulangnya, gue mau ke toilet.”

Lisa pun mengangguk. “Oke. Oh ya, nanti gue mau chat lo untuj bahas konten youtube ya. Bales pokoknya!”Sharon mengangguk lalu mendorong tubuh Lisa agar cepat-cepat pergi.

Setelah Lisa menghilang dari pandangannya, Ia menatap kertas tugas Margareth yang sedikit kusut karena ia genggam terlalu kuat. Tujuannya saat ini adalah Danny.

Seseorang menepuk bahunya dari belakang.

“Danny! Ngangetin.” Sharon mengelus dadanya karena ia benar-benar terkejut.

Danny hanya tertawa ringan. “Lisa dimana? Kalian gak pulang bareng?”

“Engga. Lisa pulang duluan gue suruh.” Sharon mengambil nafas dan membuangnya secara perlahan. “Danny.”

“eh.. ya?” Danny tampak bingung karena ini baru pertama kali Sharon menatapnya dengan lamat dan serius.

“Lo.. kenal Margareth?”

Nafas Sharon tertahan melihat wajah bingung Danny dan lelaki itu tampak sedang berfikir.

“Kayanya, enggak.”

“Lo punya pacar?”

Pertanyaan yang menurut Sharon serius dan menurut Danny sedikit gamblang dan lucu membuat ia sedikit tersenyum aneh.

“haha.. lo tahu kali jawabannya. Gue engga pacaran lagi sejak putus sama Cindy.”

Sharon semakin yakin ada yang tidak beres dengan semuanya. Ia sangat yakin, pasti ada orang yang mengingat Margareth selain dirinya.

Nah! Cindy. Cindy adalah seorang model yang bernaung dibawah agensi yang sama dengan Margareth. Sharon harus segera bertemu Cindy.

“Ah, oke.” Sharon menelan ludahnya dengan kasar. “Terimakasih, Danny.” Sharon segera berlari keluar gedung sekolah dan meninggalkan Danny yang sedang bingung.

 Ia pernah bertemu Cindy di acara sekolah sebelum liburan semester. Saat itu Cindy berstatus sebagai pacar Christopher, si ketua kelas. Sharon bisa mengenalnya karena Danny masih berhubungan baik dengan Cindy. Danny memperkenalkan Sharon dan Lisa kepada Cindy. Tapi Sharon tidak yakin kalau Cindy masih mengingatnya.

Sharon segera menaiki taksi agar lebih cepat sampai ke kantor agensi. 

Perjalanan memakan waktu hingga hampir dua jam. Sharon berdoa agar Cindy memang sedang berada di kantor agensi. Ia sungguh tidak mengerti kenapa semua orang melupakan Margareth. 

Selama ini memang Sharon merasa dirinya tak peduli dengan Margareth. Tapi kejadian ini benar-benar merubah rasa tak kepeduliannya dengan Margareth. Benar-benar tak bisa dijelaskan!

Taksi berhenti tepat di depan gedung megah yang bertuliskan TOP FASHION di atas gedung. Agensi yang berpusat di Korea Selatan yang dimiliki oleh CEO terkenal Samuel Lee. Samuel Lee adalah sepupu dari Cindy dan yang paling Sharon khawatirkan adalah jangan sampai Cindy sekarang ini sedang  berada di Korea Selatan. Karena yang Sharon ingat percakapan basa-basinya dulu kepada Cindy, bahwa gadis itu memang sering pergi ke Korea Selatan untuk bertemu keluarga atau paling tidak ada pemotretan. 

Sharon turun dari taksi dan jalan perlahan memasuki gedung mewah. Orang-orang berjas dan bersepatu tinggi sibuk mondar-mandir di dalam gedung. Sharon sungguh bingung dimana ia bisa menemukan Cindy. Dengan keberanian yang ia kumpulkan, ia bertanya kepada satpam yang sedang melihatnya sedari tadi dengan tatapan curiga.

“Permisi, pak.” Tegur Sharon dengan sopan. Satpam itu hanya melihat Sharon tanpa berniat membalasnya.

“Jadi, saya ingin mencari Cindy.”

Kalimat Sharon terhenti ketika melihat Cindy yang dikawal oleh beberapa body guard keluar dari pintu lift. Sharon berterimakasih kepada satpam dan langsung menghampiri Cindy.

“Maaf nona, ada keperluan apa?” Salah-satu body guard mencengkram lengan Sharon kuat sebelum Sharon berdekatan dengan Cindy. Sharon sebetulnya bisa melepaskannya dengan jurus taekwondo andalannya, tapi tidaklah bijak untuk saat ini.

“Saya ingin bertemu Cindy.”

Awalnya tatapan Cindy bingung. Tapi akhirnya ia tersenyum merekah ketika sadar bahwa itu adalah Sharon. “Kamu temannya Danny?” Tanya Cindy bersemangat.

Perlahan cengkraman kuat dari body guard meregang dan melepaskannya.

Sharon tersenyum cukup lega. Cindy masih mengingatnya. 

“Kamu ingin menjadi model ya makanya mau ketemu aku?” Tanya Cindy menebak.

Sharon tertawa kaku dan akhirnya ia menatap Cindy dengan serius.

“Aku hanya ingin bertanya soal Margareth.”

“Margareth?”

“kamu kenal?” Sharon sangat berharap kali ini. Tapi sayangnya Cindy menggelengkan kepalanya. "Aku enggak kenal.”

Sharon menghembuskan nafas frustasi. Bisa saja ia tidak mencari tahu tentang ini semua. Tapi, ini terasa sangat janggal jika hanya didiamkan.

“ah, oke. Terimakasih banyak ya.” Ucap Sharon tersenyum.

Cindy pun ikut tersenyum. “Kalau mau bertanya begitu doang, kamu kapan-kapan bisa sms aku atau telepon deh.” Cindy memberikan Ponsel kepada Sharon. “ketik nomor kamu.”

Sharon tidak menyangka bahwa Cindy sangat baik. Pantas saja Cindy banyak disukai dan digemari banyak orang.

Dengan tidak enak, Sharon mengetik nomornya diponsel Cindy.

“Terimakasih ya, Cindy.” Sharon mengembalikan ponsel tersebut ketangan pemiliknya. 

Cindy mengangguk mantap. “Kamu datang tepat waktu. Kalau telat sedikit, aku udah keluar dari gedung ini. Aku mau pergi ke London.”

“Ah ya, maaf ya udah mengganggu waktunya.” Ucap Sharon.

“Gapapa kali, ah ya aku udah misscall. Disave ya! Aku mau pergi dulu. Hati-hati pulangnya.” Seketika itu juga Cindy dan para body guard berlalu dari hadapannya.

Sharon menatap kepergian mereka dan menatap satpam yang kini sudah tersenyum ramah kearahnya. Sharon hanya tersenyum tipis lalu berjalan keluar gedung untuk kembali menyusuri padatnya ibu kota.

Kali ini Sharon pulang dengan menaiki bus umum. Bus umum sangat dipadati oleh orang-orang berkemeja. Jam segini adalah klimaksnya kemacetan di ibu kota. 

Sembari mengisi waktu yang membosankan, ia mencoba menelusuri internet. Karena seingatnya, Margareth memiliki beberapa akun sosial media dan beberapa fan page. 

Sharon mendapati beberapa fan page Margareth yang kosong dan akun sosial media Margareth… hilang!

Sharon segera memeriksa tugas Margareth yang ia ambilkan. Menurut feelingnya, ia harus segera membacanya.

Sharon perlahan membaca dan berusaha tidak melewatkan satu katapun. 

Tugas yang Margareth tuliskan lumayan panjang, tapi Sharon membacanya sebanyak dua kali dan merangkumnya di catatan ponsel miliknya. Margareth benar-benar menceriterakan sangat detail mengenai liburannya.

Dengan mata kepala sendiri, Tulisan yang ada dikertas tugas milik Margareth pun perlahan menghilang. Sharon menahan teriakan kagetnya. Ia meraba kertas itu dengan sangat amat tidak percaya. Semua yang menyangkut tentang Margareth hilang, orang-orang melupakan Margareth.

Tapi, kenapa hanya dirinyalah yang masih mengingat Margareth? 

Sharon merasa déjà vu untuk semua ini. Ia pernah merasakan kebingungan seperti ini juga setelah dua minggu bersekolah disitu. 

Sharon benar-benar mengingat siapa Ibu Sarah yang pernah menjadi wali kelas mereka. Sehari sebelum Ibu Sarah menghilang, beliau memberikan tugas untuk menuliskan sebuah drama. Pada saat waktu tugas dikumpulkan, Sharon merasa heran Karena Ibu Tiffany lah yang menerima tugas tersebut. Sharon bertanya kepada Lisa tentang Ibu Sarah. Jawaban Lisa cukup tegas, bahwa tidak ada guru yang bernama Sarah di sekolah itu. Sharon heran dan akhirnya diam saja mengikuti alur.

Tapi ini sudah kali kedua. Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka?

Jalanan benar-benar macet. Sama seperti macetnya pikiran Sharon. Jika hanya ia sendiri yang mengingat mereka, bagaimana mungkin ia bisa memecahkan masalahnya? Kalaupun ia, harus dimulai dari mana?

Ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Sharon segera membuka pesan tersebut. Isi pesan dari Lisa tentang seputar konten youtube. Sharon tidak ingin membalas pesan itu untuk saat ini. Otaknya sedang tidak bisa diajak kompromi perihal itu. 

Ia menyimpan kembali ponselnya kedalam saku dan mencoba untuk menutup mata. Tak sadar bahwa dahinya sudah berkerut sedari tadi karena sedang memikirkan banyak hal.

Saat ini Sharon sedang berpikir bahwa kasus Ibu Sarah dan Margareth adalah sama. 

Sepanjang jalan, ia hanya menutup mata tanpa tertidur. Masuk diakal jika saat ini ia sedang bermimpi.

Jika ini mimpi, bukankah ini mimpi yang sangat panjang? Memangnya Sharon tidur selama apa?

Bus berhenti di Halte yang Sharon tuju. Syukur kenek bus berteriak-teriak agar penumpang seperti model Sharon sadar bahwa mereka telah sampai di Halte yang mereka tuju.

Sharon membuka matanya lalu segera turun dari bus.

Ia berjalan gontai menuju rumah yang tak jauh dari halte.

                                    ***

Sharon memasuki rumah yang cukup luas yang bergaya klasik. Ia menghempaskan dirinya di sofa empuk yang terletak di ruang tengah.

Hari ini memang cukup melelahkan. Bahkan ia lupa bahwa ia belum makan siang. Pantas saja ia tidak bisa berfikir jernih.

“Baru pulang?” Tegur sang bunda sambil menaruh teh hangat diatas meja.

“Eh, bunda. Buat siapa bun teh nya?”

“Buat kamu,lah!” Ujar sang bunda sambil duduk disebelah sang puteri.

“Hehehe makasih ya bun.” Sharon langsung meminum teh hangat sampai habis.

“Kamu kenapa baru pulang?” Tanya bunda sekali lagi.

“Ia, bun. Maaf ya. Sharon harus mengerjakan tugas kelompok di rumah Lisa.” Jawab Sharon berbohong.

“Biasanya kamu hubungi bunda?”

“I..ia bun. Pulsa habis.” Bohongnya lagi.

Sang bunda mengangguk lembut dan menatap puterinya lamat. Ia mengelus kepala Sharon dengan penuh kasih sayang.

“Kalau ada apa-apa kamu cerita ya sama bunda.”

Sharon tersenyum tulus. “Terimakasih ya, bun. Sharon sayang sama bunda.” Sharon memeluk erat sang bunda.

“Kamu mandi, gih. Bunda mau menyiapkan makan malam kita.”

“Siap, bun!”

Sharon berdiri dan berjalan ke kamarnya yang ada diseberang kamar bunda.  Ia segera membersihkan diri dan setelahnya ia menuju ruang makan untuk makan malam.

Sharon menarik kursi yang ada di meja makan lalu mendudukinya. Makan malam telah terhidang di atas meja. Ada telur goreng kesukaannya dan tentu saja ada sayur kangkung makanan yang ia paling tak suka. Tapi ia harus memakannya. Karena ia takut bundanya marah kalau Ia tak makan sayur. Terlihat kekanak-kanakan memang. Tapi seperti itulah cara sang bunda menyampaikan rasa sayangnya kepada Sharon, puteri semata wayangnya.

Sesudah bunda menyendokkan nasi keatas piring, giliran Sharon yang mulai menyendokkan nasi keatas piring. 

“Sharon, sayurnya dihabiskan!” Peringatan sang Bunda. Sharon hanya mengangguk pasrah.

Sharon dan Bunda mulai memakan makanan mereka masing-masing. Hingga sang Bunda membuka percakapan.

“Gimana tadi disekolah?”

“Biasa aja, bun.” 

“Sebenarnya bunda tahu kamu sedang menutupi sesuatu. Tapi, bunda gak maksa kamu untuk cerita.” Ujar sang bunda.

“Bagaimana kabar Danny yang kamu ceritakan? Kamu masih suka kan?” Lanjut bunda.

Pikiran Sharon langsung melayang dikejadian beberapa jam yang lalu. Ia ingat bahwa ia pernah cerita ke bunda kalau ia pernah menyukai Danny. Tapi sangat disayangkan, lelaki itu sudah punya pacar.

“Bunda..”

Bunda yang sedang memotong telur dipiring menoleh kearah Sharon. “ya?”

“Bunda masih inget kan kalau Danny punya pacar?” Tanya Sharon dengan perasaan cemas. Ia sampai mencengkram kuat sendok yang ia pegang.

“Pacar, ya?” dahi bunda berkerut dan mencoba mengingat kembali.

“iya. Margareth,kan?” Lanjut bunda.

Bagai petir yang menyambar-nyambar di udara, begitulah perasaan Sharon saat ini.

“BUNDA INGET?” Tanya Sharon sedikit berteriak karena ia sangat terkejut.

“iya, nak. Astaga jangan teriak.” Tegur bunda. “memangnya kenapa?” Tanya bunda penasaran.

Sharon bimbang dan ragu. Jika ia cerita, apakah bunda akan percaya? Selama ini, Sharon hanya menceritakan kepada sang bunda bahwa Margareth adalah model diperusahaan besar tetapi tanpa bukti foto. Berbeda dengan Danny yang ia ceritakan sambil menunjukkan foto kepada bunda.

“Bun..”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status