Catherine menatap tak percaya dengan suasana cuaca dari balik jendela di kamarnya, angin menumbangkan beberapa pohon di sekitar penginapan mereka. Bahkan dua mobil rusak parah di timpa pohon tersebut.
Sudah hampir 2 jam mereka semua di dalam penginapan ini. Tapi suasana bukannya membaik, malah semakin mencekam saja. Catherine berbalik dan menatap Arnold yang sudah terlelap sejak Papanya menghubungi tadi.
"Cih, mudah sekali dia tertidur. Bahkan sangat lelap di tengah badai begini," ucap Catherine berusaha mencari signal lagi, sekedar ingin menonton berita update saat ini atau menonton drama historical China kesukaannya.
Mencoba mengalihkan pikirannya dengan bermain game di ponselnya. Sudah beberapa menit memainkan gamenya, Catherine masih tetap belum fokus pada gamenya. Dirinya masih waspada, selama badai belum usai.
"Ada apa dengan badai hari ini?" gumamnya sambil melanjutkan permainan gamenya
Catherine terdiam dan menghentikan permainan gamenya sesaat saat tanah bergetar, Catherine menempelkan telinganya di lantai, mencoba mendengar gemuruh yang terjadii dibawah sana.
Mencoba membangunkan Arnold, ragu saat mendekatinya. Catherine membuka pintu, menuju Front Office Penginapannya. Terngaga melihat tumpukan tanah longsor dan pepohonan merosot tepat beberapa meter dari bangunan mereka.
Tubuh Catherine gemetaran dan bimbang, jika harus masuk ke dalam kamar lagi. Takut, longsor tadi meluas sampai di tempat penginapannya. Benar-benar bimbang.
Mengambil ponselnya dan merekam kondisi tanah yang masih longsor tersebut. Catherine pastikan banyak jalan terputus saat ini.
Mendengar sambaran kilat seperti membelah bumi, Catherine kembali masuk ke dalam kamar. Apalagi, sesaat setelah dia masuk kamar, aliran listrik terputus. Catherine mencoba menghidupkan lampu ponselnya. Namun tidak sanggup, daya ponselnya habis terpakai dia gunakan bermain game tadi di kamar.
Mencoba meraba-raba tempat tidur, mau tak mau, dia harus tidur seranjang dengan Arnold. Catherine berharap pria tersebut tidak macam-macam dengannya.
Catherine menaiki tempat tidur, dan melakukan doa sebelum tidur meminta pertolongan Tuhan dan berharap saat dia bangun, cuaca sudah baik-baik saja.
Catherine merasakan ada gerakan kepala naik ke pangkuannya, sesaat setelah dia mengatakan AMIN. Catherine sadar di pangkuannya saat ini, Arnold. Catherine mencoba memindahkan kepala Arnold, tapi tidak bisa. Justru semakin naik ke pangkuannya dan melingkarkan tangannya di pinggang Catherine.
"Tolong angkat kepalamu, Arnold!" seru Catherine pelan, dan berharap Arnold bersedia memindahkan kepalanya tersebut. Tapi ternyata tidak! Catherine merasakan Arnold justru tersenyum dengan permintaannya.
"Biarkan seperti ini beberapa menit saja Cath," pinta Arnold pelan, lalu mengelus punggung gadisnya.
"Jangan seperti itu, aku sudah punya calon suami, jika kau perlu di ingatkan." Catherine menatap Arnold dalam keadaan gelap gulita. Tidak ada penerangan saat ini, mungkin pihak penginapan juga sedang berusaha dengan genset mereka.
"Aku tahu itu," jawab Arnold seakan tak peduli, mengambil tangan Catherine lalu mengecupnya beberapa kali. Membuat Catherine merasa tidak nyaman dengan posisi mereka saat ini.
"Cath, dont move! Kau akan membangunkan Lion-ku jika terus bergerak seperti ini!" pinta Arnold, yang memang saat ini sedang berjuang menahan hasratnya. Alam sepertinya mendukungnya berduaan dengan Catherine, Arnold mendongak ke atas, merasakan Catherine yang juga menatapnya saat ini.
Menarik pelan kepala Catherine, dan mengecup beberapa kali bibir manis tersebut. Catherine yang kaget, menarik kuat kepalanya, membuat Arnold tersenyum, "Aku merindukanmu Cath, juga merindukan ini," ucap Arnold mengusap bibir Catherine.
"Kau gila!" sungut Catherine membuat Arnold tertawa. Dia sangat menikmati malam gelap gulita bersama Catherine seperti ini. Setidaknya, gadis penakutnya, tidak akan kemana-mana untuk saat ini.
Kembali menggenggam tangan Catherine, dan mengecupnya beberapa kali. Lalu duduk dan bersandar pada headboard tempat tidur mereka, Arnold menarik Catherine dalam pelukannya. Catherine yang awalnya berontak, akhirnya membiarkan Arnold memeluknya. Lalu terkejut, saat Arnold, membalikkan tubuhnya, seperti posisi menggendong bayi, dengan lutut Arnold sebagai tumpuan kepala Catherine.
Mendekap erat Catherine, Arnold berusaha menjaga hasratnya. Berdekatan dengan Catherine adalah ujian terberat dalam hidupnya. Tapi jika tidak di peluk, dia akan sangat menyesal melewatkan kesempatan ini.
"Catherine, kau benar-benar akan menikah dengan pria itu?" tanya Arnold dengan nada cemburunya mengelus pipi Catherine, lalu mengecup kembali bibir Catherine. Catherine terkesiap dengan perlakuan manis Arnold saat ini.
"Iya, jika pernikahan dengan anak sahabat Papaku membuat Papaku bahagia di masa tuanya, aku bersedia melakukan itu untuk Papa," ucap Jill tanpa ragu.
"Jika pernikahan saja, kenapa kau tidak mau menikah denganku saja, Catherine? Kenapa harus mengorbankan hidupmu dengan orang yang kau tidak cintai, Catherine? tanya Arnold menatap Jill dalam kegelapan, mengambil tangan Jill, dan menempelkan pada dadanya.
"Kau bisa rasakan detaknya Cath? bahkan jantungku, berdetak kencang saat bersamamu. Kenapa masih meragukan aku, Cath?" Arnold kembali bertanya dan menatap dalam Catherine, mendekatkan wajah Catherine, dan melumat habis bibir Catherine. Meluapkan semua perasaan cintanya, sedihnya, kekecewaannya, rindunya pada Catherine. Catherine pun bingung kenapa justru membalas ciuman Arnold malam ini. Keduanya hanyut dalam suasana gelap dan dingin malam ini.
"Cath, kau semakin mahir saja, sayang." Arnold tertawa bahagia, dan kembali mencium Catherine lagi. Rasanya malam ini dia harus membuat Catherine berubah pikiran. Catherine yang sudah bisa mengimbangi Arnold, melingkarkan kedua tangannya di leher Arnold. Arnold tersenyum di sela-sela ciumannya. Mengangkat Catherine dan mendudukkannya di pangkuan Arnold.
"Aku ingin mencoba gaya ini saat menciummu Cath," ucap Arnold yang tak tahan saat Catherine meronta duduk di pangkuannya. Menarik kembali bibir Catherine, dan melumat bibir itu kesekian kalinya. Kiss sesungguhnya yang pertama bagi mereka berdua, setelah cinta tumbuh.
Arnold yang takut lepas kendali, melepaskan ciuman tersebut, meletakkan Catherine di tempat tidur dan menggulungnya dalam selimut, lalu memeluk Catherine lagi.
"Aku takut lepas kendali, Cath." Arnold mengecup kening Catherine lalu menepuk bahunya. Catherine yang merasa pipinya sangat merona efek ciuman tadi, menenggelamkan wajahnya dalam selimut. Untung saja listrik masih padam, jika tidak, mana sanggup dia menatap Arnold saat ini.
"Cath, jika aku bisa memenangkan hati Papamu, maukah kau memberikanku kesempatan untuk memperjuangkan hubungan kita?" Arnold meminta izin atas hal sederhana ini. Catherine yang terharu dengan ucapan Arnold, menangkup wajah Arnold, dan mengecup pipinya, sebagai tanda izin darinya, untuk memenangkan Papanya dulu.
Arnold tersenyum bahagia dengan perlakuan manis Catherine barusan. Memeluk erat Catherine yang terbungkus bed cover, Arnold mengecup kening Catherine beberapa kali. Hatinya sangat bahagia saat ini, setidaknya cintanya tidak bertepuk sebelah tangan saati ini.
"Cath, apa kalian sudah resmi bertunangan, atau langsung ke pernikahan?" Arnold bertanya, karena ingin menyiapkan strateginya menghadapi calon suami Catherine, dalam memenangkan hati calon Papa mertuanya.
"Langsung menikah," jawab Catherine membuat Arnold kaget bukan main.
"APAA???"
Arnold mencoba membuka kelopak matanya, menyesuaikan sinar matahari yang masuk di pupil matanya. Berdiri dan membuka lebar gorden jendela kamarnya. Mencari Cathy yang tidak ada di dalam kamar, mengambil jaket dan keluar dari ruang kotak tersebut. Berjalan ke arah lobby, dan melihat Catherine mengulurkan tangannya menyentuh bulir hujan"Kenapa tidak bangunkan aku?""Aku hanya bosan saja, pengap dalam kamar," ucap Catherine berjalan ke sofa. "Kau sudah sarapan?""Baru saja.""Ck, gadis menyebalkan, bahkan sarapan sendirian!" sungut Arnold menatap Catherine."Setidaknya, aku membuatkanmu kopi hangat," ucap Catherine menunjuk cangkir diatas meja.Tersenyum melihat kopi yang dimaksud Catherine, Arnold mengambil posisi duduk di sebelah Catherine dan menyesap kopinya."Kita seperti pasangan honeymoon saja, ya!" Catherine mendelik mendengar Arnold berbicara begitu. "Hujan terus, kapan kita pulang?! Bosan!!" gerutu Catherine melihat hujan di luar lobby. Meneguk kopinya, Arnold tersenyum de
"Tunggu!" teriak seseorang menahan langkah Catherine, belum sempat Catherine berbalik, tangannya sudah ditarik seseorang. Melepaskan tangannya, Catherine menatap bingung Arnold."Apa yang kau lakukan? Bukannya, harusnya makan siang bersama mereka?""Oh come on, kau saja lari dari makan siang itu, kenapa aku harus ikut? Kalau kau tidak ikut makan, lalu wajah siapa yang aku tatap Cath!""Dasar Gila!""Iya, kan gila karenamu,Cath!" balas Arnold menaikturunkan kedua alisnya, lalu menarik lembut tangan Jill ke dalam mobilnya. Arnold mencoba menarik nafasnya, saat Catherine kesal menatapnya."Cath, kau kesal masalah pernikahanku?"Arnold, duduk dan belum menjalankan mesin mobilnya. Menarik tangan Cath, dan mengecupnya, "Kau ingat, pertemuan kita di Taman? Di situ, setelah mengenalmu, aku pulang, menemui Mamaku, agar membatalkan rencana pernikahan kami. Tapi mamaku menolak, merasa Audrey, gadis yang baik. Aku sudah tunjukkan bukti k
Pagi ini, Catherine menerima telepon dari Rumah Sakit, yang menginformasikan Papanya sudah membaik, dan akan di pindahkan ke ruangan perawatan. Catherine berdoa dan mengucap syukur karena Tuhan sudah menjawab doanya. Segera, bergegas bersiap-siap menuju rumah sakit.Sedikit berlari menuju salah satu, ruangan VIP di lantai 6, menggandeng tangan Keanu. "Keanu, ingat pesan Dokter tadi malam?" tanya Catherine menunduk."Nggak boleh cengeng kalau ketemu Papa, Kak." Keanu tersenyum menatap Catherine, yang sedang mengelus kepalanya."Anak pintar, adiknya siapa sih?" Catherine mencubit gemas Keanu, yang tertawa dengan ulahnya."Papa.....," sapa Keanu dan Catherine saat membuka pintu. Melihat Papa Ardi, yang tersenyum menyambut mereka. "Papa sakit apa?" Keanu yang sudah berjanji tidak menangis pun, berusaha menahan isaknya."Ish, siapa bilang Papa sakit? Dokter? Ck, jangan percaya Dokter sayang, Papa cuman kurang tidur saja!" balas Ardi memeluk Keanu dan Catherine."Kalau kurang tidur,
Pagi ini, Dinda datang kembali ke rumah sakit tanpa Rosa. Membawa bekal, untuk Papi Ardi dan Dokter cintanya. Melewati pusat informasi, Dinda berhanti, dan menanyakan letak ruang Aiden, dan jadwal kunjungan ke ruangan Papinya.Bersiul dengan riang, sampai di ruangan Papinya, menyapa Papinya dan Catherine dengan semangat."Papinya Dinda, yang paling tampan di kamar ini, apa kabar?" gurau Dinda, meletakkan menu bekalnya, dan memberikan satu bekal buat Catherine ."Ck, yah pasti paling tampan, pria sendiri di sini," cibir Catherine menerima bekal tersebut. Tidak membalas cibiran Catherine, lalu mengambil kursi duduk di sebelah Papinya. Senyum Dinda mengembang, saat pintu kamar di ketuk, dan melihat Dokter cintanya datang."Pi, Dinda udah cakep belum?" bisik Dinda, dan diangguk Ardi menahan senyum. Dinda berdiri langsung, dan mempersilahkan Dokter tersebut memeriksa Papinya lebih dulu."Keadaan Pak Ardi semakin membaik, nanti saya jadwalkan untuk kemot
Aiden mendorong pelan Dinda, menatap tajam gadis kurang ajar di depannya ini. Berani sekali menyentuhnya! Maju dan menarik kasar Dinda, lalu membuka pintunya. "Keluarlah, dan jangan muncul lagi di depanku!" geram Aiden kesal. "Aiden, itu first kissku, jangan lupakan,manisnya!" pesan Dinda mengganjal pintu dengan kakinya. "Singkirkan kakimu!" "Sepertinya aku akan bermimpi indah malam ini," ucap Dinda mendorong pintu kuat, dan segera mengecup pipi Aiden kembali, lalu kabur sebelum Aiden marah. Lima hari sejak kejadian itu, Dinda tidak pernah lagi bertemu dengan Aiden, karena pekerjaannya yang sedang overload. Menatap tumpukan sketsa wedding dress di depannya. "Ck, sepertinya aku hanya membuatkan gaun untuk orang lain saja. Entah, kapan bisa merancang untuk gaunku sendiri." Mengambil ponsel dan membaca pesan masuk di salah satu aplikasinya. Mengetik beberapa kata, lalu mengirimnya, "Naik saja ke lantai 2, pintu mer
Belum beranjak dari posisinya, Arnold masih menatap emosi, pintu ruangan, tempat Papa dirawat saat ini. Tidak rela, wanita yang di cintainya, menikahi pria lain, Arnold berdiri dan memutuskan akan meminta putrinya baik-baik sebagai pendampingnya.Berjalan dengan percaya diri, Arnold terkejut, melihat seseorang yang sudah lama, tidak pulang ke rumah, Kakaknya Aiden. Mencoba berpikir, untuk apa masuk ruangan tersebut? Sedangkan dia, belum pernah memberitahukan siapa pun, tentang Catherine. Aiden kan Spesialis kanker? Apa Papanya Catherine, punya penyakit kanker? Tidak ingin menebak-nebak, Arnold akan memastikan dulu, pada Kakaknya. Duduk menunggu, tidak jauh dari kamar pasien.Melihat Aiden keluar dari kamar tersebut, Arnold mengikuti langkah Aiden, menuju ruangannya. Tanpa mengetuk pintu, Arnold langsung masuk, dan duduk di depan Aiden, yang terkejut."Sedang apa kau disini?" tanya Aiden heran. Adiknya ini, bukan tipekal orang, yang memiliki banyak wa
Keanu, sangat gembira menyambut kepulangan Papanya. Melompat-lompat kegirangan, saat Ardi turun dari mobil, langsung memeluknya erat."Welcome Home Papa," bisik Keanu saat memeluk Papanya, dan menuntun Ardi, duduk di sofa."Ck, adik lu, manis banget, sumpah!" ucap Dinda, berjalan dan duduk di sebelah Ardi."Pi, kalau kontrol nanti biar sama aku aja ya?" tawar Dinda melirik Catherine, berdecak padanya."Nggak, biar Papa gwa yang antar, kalau lu yang antar, takutnya di bawa kemana-mana lagi!""Cih, anak Papi, ih....., pelit banget sih!""Ya udah, nanti kalian berdua saja yang antar Papa," balas Ardi, membuat girang Dinda. Setidaknya, ada alasan bagi Dinda, bertemu Dokter cintanya! Melihat waktu di jamnya, Dinda segera pamitan kembali ke Boutiquenya."Keanu ikut juga ya Pa?" bujuk Keanu, menatap kepergian Dinda."Jangan Keanu, rumah sakit nggak baik buat anak-anak." Ardi mengelus rambut dan memberi pengertian buat Kean
"Caty,sudah punya kekasih?" tanya Papanya, saat mereka sedang makan malam. Mencoba menarik nafas, mengurai rasa sakit yang menjalar. Beberapa kali Pak Ardi mencoba metode tarik-hembus nafas, sampai dadanya berkurang rasa sakitnya."Belum ada yang seperti Papa," ucap Catherine tersenyum menggoda Papanya."Dasar gadis nakal!" Pak Ardi tertawa mendengar gombalan Catherine. "Sayang, Papa serius. Papa ingin, kamu menikah dengan pria pilihanmu. Tapi, kalau kamu belum punya calon, Papa jodohkan dengan anak teman Papa,mau?" tawar Pak Ardi dengan suara pelan. Dia sangat takut menyinggung perasaan Catherine."Buru-buru banget Pa! Nanti kalau jodoh Catherine datang, Papa kesepian loh!" gurau Catherine, sengaja agar Papanya berhenti membahas jodoh. "Papa hanya takut, tidak bisa pergi dengan tenang nanti" papar Pak Ardi, mengelus rambut Catherine kembali. "Papa ih, bicaranya, buat Catherine mau nangis aja.""Mau ya, Papa kenalkan sama anak teman Papa. Papa kenal baik dengan keluarga tersebut. P
Keanu, sangat gembira menyambut kepulangan Papanya. Melompat-lompat kegirangan, saat Ardi turun dari mobil, langsung memeluknya erat."Welcome Home Papa," bisik Keanu saat memeluk Papanya, dan menuntun Ardi, duduk di sofa."Ck, adik lu, manis banget, sumpah!" ucap Dinda, berjalan dan duduk di sebelah Ardi."Pi, kalau kontrol nanti biar sama aku aja ya?" tawar Dinda melirik Catherine, berdecak padanya."Nggak, biar Papa gwa yang antar, kalau lu yang antar, takutnya di bawa kemana-mana lagi!""Cih, anak Papi, ih....., pelit banget sih!""Ya udah, nanti kalian berdua saja yang antar Papa," balas Ardi, membuat girang Dinda. Setidaknya, ada alasan bagi Dinda, bertemu Dokter cintanya! Melihat waktu di jamnya, Dinda segera pamitan kembali ke Boutiquenya."Keanu ikut juga ya Pa?" bujuk Keanu, menatap kepergian Dinda."Jangan Keanu, rumah sakit nggak baik buat anak-anak." Ardi mengelus rambut dan memberi pengertian buat Kean
Belum beranjak dari posisinya, Arnold masih menatap emosi, pintu ruangan, tempat Papa dirawat saat ini. Tidak rela, wanita yang di cintainya, menikahi pria lain, Arnold berdiri dan memutuskan akan meminta putrinya baik-baik sebagai pendampingnya.Berjalan dengan percaya diri, Arnold terkejut, melihat seseorang yang sudah lama, tidak pulang ke rumah, Kakaknya Aiden. Mencoba berpikir, untuk apa masuk ruangan tersebut? Sedangkan dia, belum pernah memberitahukan siapa pun, tentang Catherine. Aiden kan Spesialis kanker? Apa Papanya Catherine, punya penyakit kanker? Tidak ingin menebak-nebak, Arnold akan memastikan dulu, pada Kakaknya. Duduk menunggu, tidak jauh dari kamar pasien.Melihat Aiden keluar dari kamar tersebut, Arnold mengikuti langkah Aiden, menuju ruangannya. Tanpa mengetuk pintu, Arnold langsung masuk, dan duduk di depan Aiden, yang terkejut."Sedang apa kau disini?" tanya Aiden heran. Adiknya ini, bukan tipekal orang, yang memiliki banyak wa
Aiden mendorong pelan Dinda, menatap tajam gadis kurang ajar di depannya ini. Berani sekali menyentuhnya! Maju dan menarik kasar Dinda, lalu membuka pintunya. "Keluarlah, dan jangan muncul lagi di depanku!" geram Aiden kesal. "Aiden, itu first kissku, jangan lupakan,manisnya!" pesan Dinda mengganjal pintu dengan kakinya. "Singkirkan kakimu!" "Sepertinya aku akan bermimpi indah malam ini," ucap Dinda mendorong pintu kuat, dan segera mengecup pipi Aiden kembali, lalu kabur sebelum Aiden marah. Lima hari sejak kejadian itu, Dinda tidak pernah lagi bertemu dengan Aiden, karena pekerjaannya yang sedang overload. Menatap tumpukan sketsa wedding dress di depannya. "Ck, sepertinya aku hanya membuatkan gaun untuk orang lain saja. Entah, kapan bisa merancang untuk gaunku sendiri." Mengambil ponsel dan membaca pesan masuk di salah satu aplikasinya. Mengetik beberapa kata, lalu mengirimnya, "Naik saja ke lantai 2, pintu mer
Pagi ini, Dinda datang kembali ke rumah sakit tanpa Rosa. Membawa bekal, untuk Papi Ardi dan Dokter cintanya. Melewati pusat informasi, Dinda berhanti, dan menanyakan letak ruang Aiden, dan jadwal kunjungan ke ruangan Papinya.Bersiul dengan riang, sampai di ruangan Papinya, menyapa Papinya dan Catherine dengan semangat."Papinya Dinda, yang paling tampan di kamar ini, apa kabar?" gurau Dinda, meletakkan menu bekalnya, dan memberikan satu bekal buat Catherine ."Ck, yah pasti paling tampan, pria sendiri di sini," cibir Catherine menerima bekal tersebut. Tidak membalas cibiran Catherine, lalu mengambil kursi duduk di sebelah Papinya. Senyum Dinda mengembang, saat pintu kamar di ketuk, dan melihat Dokter cintanya datang."Pi, Dinda udah cakep belum?" bisik Dinda, dan diangguk Ardi menahan senyum. Dinda berdiri langsung, dan mempersilahkan Dokter tersebut memeriksa Papinya lebih dulu."Keadaan Pak Ardi semakin membaik, nanti saya jadwalkan untuk kemot
Pagi ini, Catherine menerima telepon dari Rumah Sakit, yang menginformasikan Papanya sudah membaik, dan akan di pindahkan ke ruangan perawatan. Catherine berdoa dan mengucap syukur karena Tuhan sudah menjawab doanya. Segera, bergegas bersiap-siap menuju rumah sakit.Sedikit berlari menuju salah satu, ruangan VIP di lantai 6, menggandeng tangan Keanu. "Keanu, ingat pesan Dokter tadi malam?" tanya Catherine menunduk."Nggak boleh cengeng kalau ketemu Papa, Kak." Keanu tersenyum menatap Catherine, yang sedang mengelus kepalanya."Anak pintar, adiknya siapa sih?" Catherine mencubit gemas Keanu, yang tertawa dengan ulahnya."Papa.....," sapa Keanu dan Catherine saat membuka pintu. Melihat Papa Ardi, yang tersenyum menyambut mereka. "Papa sakit apa?" Keanu yang sudah berjanji tidak menangis pun, berusaha menahan isaknya."Ish, siapa bilang Papa sakit? Dokter? Ck, jangan percaya Dokter sayang, Papa cuman kurang tidur saja!" balas Ardi memeluk Keanu dan Catherine."Kalau kurang tidur,
"Tunggu!" teriak seseorang menahan langkah Catherine, belum sempat Catherine berbalik, tangannya sudah ditarik seseorang. Melepaskan tangannya, Catherine menatap bingung Arnold."Apa yang kau lakukan? Bukannya, harusnya makan siang bersama mereka?""Oh come on, kau saja lari dari makan siang itu, kenapa aku harus ikut? Kalau kau tidak ikut makan, lalu wajah siapa yang aku tatap Cath!""Dasar Gila!""Iya, kan gila karenamu,Cath!" balas Arnold menaikturunkan kedua alisnya, lalu menarik lembut tangan Jill ke dalam mobilnya. Arnold mencoba menarik nafasnya, saat Catherine kesal menatapnya."Cath, kau kesal masalah pernikahanku?"Arnold, duduk dan belum menjalankan mesin mobilnya. Menarik tangan Cath, dan mengecupnya, "Kau ingat, pertemuan kita di Taman? Di situ, setelah mengenalmu, aku pulang, menemui Mamaku, agar membatalkan rencana pernikahan kami. Tapi mamaku menolak, merasa Audrey, gadis yang baik. Aku sudah tunjukkan bukti k
Arnold mencoba membuka kelopak matanya, menyesuaikan sinar matahari yang masuk di pupil matanya. Berdiri dan membuka lebar gorden jendela kamarnya. Mencari Cathy yang tidak ada di dalam kamar, mengambil jaket dan keluar dari ruang kotak tersebut. Berjalan ke arah lobby, dan melihat Catherine mengulurkan tangannya menyentuh bulir hujan"Kenapa tidak bangunkan aku?""Aku hanya bosan saja, pengap dalam kamar," ucap Catherine berjalan ke sofa. "Kau sudah sarapan?""Baru saja.""Ck, gadis menyebalkan, bahkan sarapan sendirian!" sungut Arnold menatap Catherine."Setidaknya, aku membuatkanmu kopi hangat," ucap Catherine menunjuk cangkir diatas meja.Tersenyum melihat kopi yang dimaksud Catherine, Arnold mengambil posisi duduk di sebelah Catherine dan menyesap kopinya."Kita seperti pasangan honeymoon saja, ya!" Catherine mendelik mendengar Arnold berbicara begitu. "Hujan terus, kapan kita pulang?! Bosan!!" gerutu Catherine melihat hujan di luar lobby. Meneguk kopinya, Arnold tersenyum de
Catherine menatap tak percaya dengan suasana cuaca dari balik jendela di kamarnya, angin menumbangkan beberapa pohon di sekitar penginapan mereka. Bahkan dua mobil rusak parah di timpa pohon tersebut. Sudah hampir 2 jam mereka semua di dalam penginapan ini. Tapi suasana bukannya membaik, malah semakin mencekam saja. Catherine berbalik dan menatap Arnold yang sudah terlelap sejak Papanya menghubungi tadi. "Cih, mudah sekali dia tertidur. Bahkan sangat lelap di tengah badai begini," ucap Catherine berusaha mencari signal lagi, sekedar ingin menonton berita update saat ini atau menonton drama historical China kesukaannya. Mencoba mengalihkan pikirannya dengan bermain game di ponselnya. Sudah beberapa menit memainkan gamenya, Catherine masih tetap belum fokus pada gamenya. Dirinya masih waspada, selama badai belum usai. "Ada apa dengan badai hari ini?" gumamnya sambil melanjutkan permainan gamenya Catherine terdiam dan menghentikan permainan gamenya sesaat saat tanah bergetar, Cat
"Ini restoran yang kamu maksud?" "Ya, aku bahkan sering melihatmu makan di sini bersama Om disini.""Kau tahu," ucap David terhenti, membuat Catherine berhenti memotong daging rendangnya, dan menatap balik David."Sebelum kita di jodohkan, aku bahkan ingin mendekatimu lebih dulu.""Aku pernah 10 hari berturut-turut mendatangi restoran ini, berharap kita bertemu, kau tidak pernah datang lagi, sampai ayahku menyampaikan keinginannya menjodohkanku. Jujur Cath, aku marah dan menentang perjodohan ini, karena masih berharap bertemu denganmu. Tapi, aku berubah pikiran, saat Papaku mengirimkan fotomu. Luar biasa bahagia Cath! Aku bahkan minta Papa mengatur pertemuanku langsung denganmu sesegera mungkin. Itulah pertemuan kita di restoran. Aku menyukaimu Cath,' ucap David membuat Catherine terdiam."Besok aku jemput lagi ya, boleh?""David, bukannya tidak boleh. tapi besok aku akan ke lokasi proyek," ucap Catherine apa adanya. Memang benar dia akan ke proyek, bersama perwakilan Winston Corp,