Beberapa menit kemudian, Uwa Nawi telah datang membawa Trixa. Dari jauh mata Rexa tak berkedip melihat Uwa Nawi menggendong bayi mungil yang tak asing baginya. Sementara Uwa Nawi imut terhenyak melihat kehadiran Rexa bersama Yatri. Langkahnya sempat terhenti namun lirikan mata Yatri meyakinkan dia dari jauh.
Semakin dekat, Rexa semakin melihat jelas wajah putri kecilnya. Betapa terkejutnya dia setelah melihat Trixa adalah bayi yang ia temukan di taman. Bayi yang membuatnya jatuh hati seketika setelah melihat senyumannya. Bayi yang sempat ia cari-cari karena mengingatkannya dengan anak yang di kandung oleh Yatri.
"Ternyata anak itu anakku, Trixa .." lirih Rexa.
Yatri mengambil alih menggendong Trixa dari Uwa Nawi. Sekejap Uwa Nawi melempar senyum ke Rexa. Rexa perlahan mendekati Yatri, mengusap kepala Trixa untuk kedua kalinya. Matanya berkaca-kaca, wajah anak yang selama ini ia gambarkan di siluet saja, kini tRandy keluar dari mobilnya, melihat Bu Wanda sedang menunggu di teras rumah, ibunya itu terlihat memasang wajah yang sedang marah. Sebagai anak yang paling lembut bersikap, Randy hanya mengukir senyum untuk ia layangkan ke ibunya. "Udah malam, Bu. Kok masih di luar saja?" "Ibu dari tadi menunggu mu, kamu dari mana? selama ini selain mengurus bisnismu, apa lagi yang kau urus?" tanya Bu Wanda menyerang Randy dengan berbagai pertanyaan yang sulit membuat Randy jujur. Randy memeluk ibunya, menenangkan hati yang sedang di balut amarah itu. "Jangan marah, Bu. Apapun yang di lakukan Randy itu semata hal baik," ujarnya. Bu Wanda melepas diri dari pelukan anaknya. Amarahnya tak terbendung lagi. "Kamu pikir Ibu tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar sana? Ada hubungan apa kamu dengan mantan istri Rexa itu?" Randy yang tak mau berdebat
Rexa meresapi imajinasi birahinya. Yang selama ini selalu ia tahan-tahan pada perempuan lain, hanya Yatri seorang yang mampu menjadikannya pria sejati lagi. "Sayang, ayo kita lakukan lagi, menyatukan cinta kita," ucap Rexa. Tanpa sadar, di balik telepon, Yatri menganggukkan kepalanya. Hatinya menggiring alam bawah sadarnya untuk saling bersahutan. Lakon visual itu mereka ingin lakukan lagi, bahkan Yatri yang memulai lebih dulu menggebu menelpon Rexa. Sebagai pria yang sangat mencintai wanitanya, dia mengusap kening Yatri pada layar. Berharap rasa itu kembali tumbuh. Malam itu suasana panas pada kamar masing-masing membawa kepuasan tersendiri pada mereka berdua. Permainan yang memuaskan dari jauh telah mereka jadikan ladang menumbuhkan benih cinta yang hampir terkikis. Karena kelelahan, Yatri tertidur tanpa mematikan ponselnya, Rexa melihat itu tersenyum, tingkah laku istrinya tak pernah berubah, selalu saja konyol dan membu
Saat itu Randy ke rumah Uwa Nawi, di teras rumah, ada Yatri yang siap-siap menuju toko kuenya. Dengan berlari kecil, dia menghampiri Yatri. Wajah sumringah ia menghiasi wajahnya."Randy," sapa Yatri yang terkejut."Iya, maaf ya, aku pagi-pagi udah bertamu saja," ucap Randy yang sedikit terlihat pucat.Yatri menggelengkan kepala, dia memaklumi cara Randy ingin menggaet hatinya lebih lagi."Kamu mau ke toko?""Iya, mau antar?" tanya Yatri memberi peluang besar pada saudara tiri Rexa itu.Dengan senyuman yang lepas, Randy berkata, " Tentu."Uwa Nawi yang mengintip di balik gorden hanya bisa mengusap dada. Dia tahu hati keponakannya itu hanya terpaksa menerima Randy, selain berutang Budi, itu cara Yatri pula agar bisa melupakan Rexa secepatnya.Di dalam mobil, Yatri hanya membisu, tatapannya kosong ke arah luar jendela. Dia m
Setiba di toko, Yatri keluar dari mobil. Sementara Randy melirik ke kaca spionnya. Sedari tadi dia memang mencurigai mobil yang membuntuti mereka, tetapi kecurigaan itu tak ia tampakkan kepada Yatri. Randy keluar pula dari mobilnya, berpura-pura tak mengetahui kejanggalan itu. Dia mengikuti Yatri yang masuk lebih dulu ke dalam toko. Sementara Gerald memotret itu dari jauh, sebenarnya dia tak tega menunjukkan foto itu ke Rexa, namun bila tak melakukan demikian, itu malah akan jadi pemicu kemarahan Rexa lagi. "Hu, kisah cinta yang membagongkan!" Gerald mengumpat. Dari jauh dia menyuruh pengawal yang mengawasi toko Yatri masuk ke dalam mobilnya. Mereka akan menunggu Rexa di dalam mobil saja, tak ingin Gerald menambahkan kecurigaan Randy. "Pagi, Bu." "Pagi, kalian cepat sekali selesainya? oh ya, apa ada yang terjadi semalam atau tadi?" tanya Yatri setengah berbisik pada Fitri, k
Rexa tiba di tempat toko Yatri, di luar sudah ada Gerald yang menunggunya, karena tak ingin membuat Rexa melihat peristiwa di dalam toko, Gerald segera menghampiri mobil Rexa untuk mencegatnya."Bos, lebih baik kita pulang saja," pinta Gerald.Rexa mengerutkan alis, dia bingung dengan permintaan Gerald yang tiba-tiba di luar rencana sebelumnya."Apaan sih?""Bos, kita pulang saja. Nanti di rumah aku jelasin ya," sahut Gerald mengusap-usap pundak Rexa.Rexa yang rak mengerti malah melerai tangan Gerald."Pulang? jauh-jauh saya dari Singapura hanya untuk melihat toko saja? aku mau masuk menemui Yatri," kata Rexa melangkah namun tangannya lagi-lagi di halangi oleh Gerald."Janganlah, Bos. Dengerin akulah, ayo kita pulang saja.""Tidak, saya mau menemui Yatri, mau mengajak dia rujuk lagi, sudahlah, kamu ikut saja masu
Uwa Nawi dan Randy masih setia menemani Yatri yang belum tersadar dari pingsannya. Sebagai Uwa, tentu Uwa Nawi cemas, dia tahu, kehilangan Trixa adalah musibah besar bagi keponakannya itu. "Randy, bagaimana ini? Yatri akan menderita bila tak mengambil Trixa kembali," keluh Uwa Nawi. Randy menggeleng kepala, dia bingung dengan tindakan apa yang harus pula ia lakukan. Sebagai penyambung, dia tak memiliki hak untuk mencegah Rexa. "Ini dilema, Uwa. Trixa tidak di bawa oleh orang lain, yang membawanya adalah ayah kandungnya sendiri, cara untuk kita mau lapor bagaimana," sahut Randy. Uwa Nawi terdiam, yang dikatakan Randy pun ia benarkan, Rexa juga memiliki hak atas Trixa. Tapi bila melihat keadaan Yatri, ia tak yakin keponakannya itu akan baik-baik saja bila tak melihat anak bungsunya. "Uwa jaga Yatri, saya mau keluar dulu," pamit Randy. Dia keluar sembari memikirkan segala cara agar bisa membawa
Yatri ke rumah lama Rexa. Meski agak gugup, dia harus menemui orang-orang yang ada di rumah itu, termasuk Bu Anne. Ini bentuk perjuangan seorang ibu yang ingin mengambil anaknya kembali. Setelah sekian lama, Yatri Menginjakan kaki di rumah mewah itu. Bu Yat sedang menyapu halaman terperangah melihat kehadiran Yatri. Sontak wanita tua itu berlari menyambut Yatri dengan isak tangis. "Bu Yatri, kemana saja, Non?" tanya Bu Yat yang tak canggung. "Apa kabar, Bu Yat?" "Kami baik-baik saja, Bu Yatri sudah lahiran? anaknya mana? kenapa Bu Yatri meninggalkan Tuan? Tuan sangat menderita," kata Bu Yat ceplas-ceplos. Yatri hanya tersenyum miring, menganggap kalimat Bu Yat alibi untuk menyatukan dia dan Rexa kembali. "Bu Yat, Reza telah membawa anakku, apakah Rexa membawa bayi perempuan?" tanya Yatri tanpa basa-basi lagi. "Bayi perempuan? Tuan Rexa belum pernah pulang semenjak dari Singapura, di dalam rumah
Setiba di rumah sakit, para perawat menjemput Randy lalu memasukkan ke ruang gawat darurat. Saat itu Yatri menunggu di luar sembari berdoa keselamatan pria yang selalu baik padanya.Rexa pun ikut duduk di ruang tunggu. Melihat itu, Yatri menyorot dengan tatapan tajam."Jika terjadi apa-apa pada Randy, aku tidak memaafkan kamu.""Aku tidak separah itu memukuli Randy, kita lihat hasil pemeriksaan dokter," sahut Rexa yang juga ikut lelah dengan tuduhan Yatri.Tidak lama berselang, dokter keluar dari ruangan itu. Yatri bergegas menghampiri."Dokter, bagaimana?""Pembuluh darahnya tersumbat, kami harus operasi dia."Dari luar ada suara jeritan Bu Wanda yang datang bersama Ray. Dia meronta ingin masuk ke dalam ruang pemeriksaan melihat kondisi Randy."Saya ingin melihat anak saya, say mau masuk!" Bu Wanda berteriak-teriak tanpa henti.Bu Wanda murka melihat kehadiran Ya
Dua hari kemudian, Rexa dan Yatri kembali ke rumah sakit tahanan. Meski saat itu Yatri sedang mengalami fase mual, namun tak mengurungkan niatnya ingin menjaga Bu Anne."Sayang, seharusnya kamu itu di rumah, istirahat, kasihan bayi kita," ujar Rexa."Tidak, aku akan menemanimu kamu, oh ya, para keluarga korban tigak diantara mereka menyetujui itu, hanya dua lagi harus kita bujuk," papar Yatri.Rexa tak menyangka istrinya bisa sekuat itu melakukannya, dia terharu lalu memeluk Yatri."Maafkan keegoisan kami," ucapnya."Yang, seharusnya ini yang kita lakukan semenjak bulan yang lalu," sahut Yatri. Meski ia tahu tindakan itu malah akan beresiko.Bu Anne siuman, Rexa masih tetap menjaganya dari luar. Suster segera menghampiri Rexa untuk memberitahu keadaan maminya."Bu Anne sudah siuman, Pak. Sepertinya dia ingin bicara dengan anda," kata suster itu.Rexa masuk seorang diri di ruang ICU, dia menda
Malam telah tiba, Rexa meringkuk di balik selimut dengan Yatri. Ada banyak obrolan yang mereka perbincangkan termasuk kondisi Bu Anne."Kabar Ibu bagaimana?" tanya Yatri. Dia tahu Rexa tak membahas kasus Bu Anne karena menjaga perasaannya."Dia baik-baik saja," sahut Rexa. Dia berusaha agar Yatri tak dapat menebak kondisi kekhawatirannya.Namun bukanlah seorang istri namanya bila tak memiliki kontak batin, Yatri sangat tahu bahwa suaminya sedang berbohong. Semenjak penangkapan Bu Anne, sebagai menantu dia pun merasa kasihan pada mertuanya, tetapi jika dia mengeluarkan Bu Anne dari penjara, apakah dia dan keluarganya akan tetap baik-baik saja? ia pikir, belum tentu.Yatri pun juga tak tega melihat suaminya seringkali menyembunyikan kesedihan. Meski berat, namun kebahagiaan pasangan ingin ia utamakan."Sayang, kita bantu mami ya, supaya hukumannya lebih ringan, maksudku kita buat keluarga almarhum karyawan ku
Hari itu Rexa menghadiri sidang maminya, saat itu Yatri tak ia perbolehkan ikut, karena ia tahu maminya akan memberontak bila melihat Yatri bersamanya.Di persidangan, jaksa membacakan tuntutan yang cukup menggemaskan untuk Bu Anne, mendengar itu Rexa bergetar, meski ia sudah menyiapkan tim pengacara hebat buat maminya akan tetapi hukum akan tetap berada di jalan keadilan.Bu Anne berdiri dari kursi terdakwanya, dia menentang semua yang dibacakan oleh jaksa."Itu semua bohong, saya hanya di jebak oleh Asdar, dia otak dalam ledakan itu."Rexa sangat malu dengan tingkah maminya, para pengacara Rexa saat itu mencoba menenangkan Bu Anne.Setelah semua lebih tenang, hakim memutuskan untuk menunda lagi persidangan hingga minggu depan. Rexa menghampiri maminya, tetapi Bu Anne malah membuang wajah."Mami jangan lain kali begitu, itu hanya akan memberatkan Mami," ujar Rexa. Tapi Bu Anne yang masih marah p
Bu Wanda dan Ray kembali ke rumahnya, Ray yang masih khawatir karena rencana pernikahan itu belum diketahui oleh Randy."Kok kamu dari tadi diam?" tanya Bu Wanda.Ray menghela nafas berat, "Bu, kita sudah melangkah sejauh ini tapi kak Randy belum Ibu beritahu, emang Ibu yakin kakak bakalan tidak menolak?"Bu Wanda hanya tertawa lalu berlalu ke kamar Randy. Baginya hari itu waktu yang tepat untuk mengatakan pada anak sulungnya itu. Saat itu Randy baru saja dari restauran miliknya, kedua perawat laki-laki bersama Randy sibuk memeriksa denyut nadinya."Ibu mau bicara sesuatu," kata Bu Wanda.Kedua perawat itu keluar dari kamar Randy, Bu Wanda mengambil ponselnya lalu memperlihatkan ke arah Randy."Bagi kamu dia cantik tidak?" tanya Bu Wanda memperlihatkan gambar Hani yang tadi siang."Itu 'kan Hani, Bu. Iya, dia cantik," sahut Randy bersikap biasa-biasa saja."Dia calon istri kamu, dan min
Yatri belum bangun, tapi Rexa telah bersiap-siap untuk keluar rumah secepatnya. Dia tak ingin pertanyaan semalam membuat beban pikiran pada istrinya. Rexa akan berusaha menjaga agar istrinya tidak terlibat lagi sama urusan Bu Anne. Dia menganggap, maminya yang salah sepenuhnya pada orang-orang disekitar Yatri.Setiba di kantor polisi, Rexa menuggu Bu Anne di ruang kunjungan. Bu Anne di gotong oleh dua aparat kepolisian."Mami," gumam Rexa. Dia menahan air matanya agar tak menangis didepan maminya.Bu Anne memandang anaknya penuh amarah. Dia membenci Rexa karena membiarkannya mendekap didalam penjara."Mami sudah makan? Rexa bawakan makanan untuk Mami," ujar Rexa mencairkan suasana tegang diantara mereka.Bu Anne malah mendorong makanan itu hingga jatuh ke lantai."Saya tidak butuh makanan dari anak durhaka sepertimu!"Rexa mengusap wajah dengan kasar, memang hati perempuan yang melah
Bu Wanda datang menemui Ray di kantornya, dia menceritakan keinginannya menjodohkan Randy dengan Hani. Mendengar hal itu, Ray terkejut, bukan tidak setuju, tetapi takut bila Hani tidak mencintai kakaknya dengan setulus hati."Yang benar saja, Bu. Jangan bikin perkara baru deh, apalagi Hani itu adik angkat Kak Rexa," ujar Ray."Ibu juga sudah memikirkan itu, tapi apa salahnya, toh Hani juga suka sama kakak kamu, lagipula kita 'kan ingin mempererat tali kekeluargaan."Ray terdiam, menolak pin dia tak memiliki sepenuhnya hak. Menikahkan kakaknya dengan Hani cara yang ia anggap rumit. Bagaimana bisa perempuan cantik seperti Hani mau menikahi pria yang sedang berjuang melawan penyakitnya."Terserah Ibu lah, tapi jangan sampai ide Ibu hanya buat kak Randy jadi tambah sakit," kata Ray. Dia tak ingin kakaknya merasakan patah hati untuk kesekian kalinya lagi."Kalau begitu antar Ibu ke rumah Rexa, kita akan bi
Yatri sudah membereskan semua kamar tidur anaknya, Difa dan Kesang sudah mulai menyambut malam dengan berleha-leha di atas kasur empuknya, sementara Trixa di jaga beberapa baby sitter yang di khususkan oleh Rexa.Dia menuju ke kamarnya, mengganti pakaian yang begitu banyak disediakan oleh para pelayan yang Rexa siapkan untuk istrinya itu."Kalian boleh keluar, aku mau istirahat dulu," pinta Yatri pada keempat pelayan itu.Pelayan itu keluar dengan kepala menunduk, mendapat penghormatan seperti itu, Yatri malah jadi risih. Dia tak habis pikir dengan cara Rexa memanjakannya, bagi Yatri ini sangat berlebihan. Ia sadar diri, dirinya bukan seorang putri raja yang setiap saat di awasi oleh para dayang istana. Tanpa terasa matanya ngantuk hingga buaian bantal membuat ia terlelap.Sejam ia tertidur, Yatri birahinya memuncak, tubuhnya tiba-tiba hangat dan bergairah, selangkangannya terkoyak oleh usapan lembut. Matanya begitu berat untuk ter
Rexa mengusap air matanya, dia tak menyangka jika Ray mampu bertindak demikian. Rexa bahkan berulangkali membaca email Ray, tetap saja keluhan air matanya menetes sedikit demi sedikit."Ada apa, Kak?" tanya Yatri mengangetkan dari belakang."Hm, ini email dari Ray," sahutnya seraya menghapus lelehan air matanya."Kenapa? dia berulah lagi?""Tidak sayang, justru sebaliknya, ini kamu baca," kata Rexa memperlihatkan isi email Ray pada Yatri.Membaca itu, Yatri menghela nafas berat. Dia menggenggam erat tangan Rexa. Yatri memberi isyarat kasih pada suaminya itu."Iya, aku paham maksud kamu. Aku akan bertemu mereka," ujar Rexa menyetujui semua yang diinginkan Yatri.Rexa segera ke rumah ditemani para bodyguardnya. Meskipun saya itu pikirannya berkecamuk karena kasus yang menimpa maminya, namun Rexa berbesar hati sebab kebaikan mulai menyeringai pihak Bu Wanda.Setiba di rumah sakit, Re
Dua Minggu kemudian, rumah lama Rexa digerebek oleh polisi. Rupanya polisi sudah menemukan bukti tentang peledakan toko Yatri. Para anak buah Asdar pun telah ditangkap, namun Asdar berhasil melarikan diri pada saat itu. "Bu Anne Strovert, anda ditangkap sebagai tersangka utama dari peledakan toko Ini Yatri," kata letnan saat itu. Bu Anne berusaha berlari ke atas kamarnya, namun suara tembakan dilayangkan ke udara. Bu Anne menunduk menangis. Kedua polisi memborgolnya. "Kalian salah tangkap, yang menyuruh mereka itu Wanda, bukan saya," ucapnya membela diri. "Jelaskan saja di kantor polisi," kata polisi mengajak Bu Anne masuk kedalam mobil patroli. Bu Anne meronta ingin dilepaskan, didalam mobil dia tak henti mengumpat membanggakan kekayaannya. "Kalian tidak tahu, jika Rexa keluar nanti, dia akan menyewakan pengacara hebat untukku," kata Bu Anne. Polisi itu hanya tertawa mendengarnya. Bu Anne tak meliha