Saat itu Randy ke rumah Uwa Nawi, di teras rumah, ada Yatri yang siap-siap menuju toko kuenya. Dengan berlari kecil, dia menghampiri Yatri. Wajah sumringah ia menghiasi wajahnya.
"Randy," sapa Yatri yang terkejut."Iya, maaf ya, aku pagi-pagi udah bertamu saja," ucap Randy yang sedikit terlihat pucat.
Yatri menggelengkan kepala, dia memaklumi cara Randy ingin menggaet hatinya lebih lagi.
"Kamu mau ke toko?""Iya, mau antar?" tanya Yatri memberi peluang besar pada saudara tiri Rexa itu.
Dengan senyuman yang lepas, Randy berkata, " Tentu."
Uwa Nawi yang mengintip di balik gorden hanya bisa mengusap dada. Dia tahu hati keponakannya itu hanya terpaksa menerima Randy, selain berutang Budi, itu cara Yatri pula agar bisa melupakan Rexa secepatnya.
Di dalam mobil, Yatri hanya membisu, tatapannya kosong ke arah luar jendela. Dia m
Setiba di toko, Yatri keluar dari mobil. Sementara Randy melirik ke kaca spionnya. Sedari tadi dia memang mencurigai mobil yang membuntuti mereka, tetapi kecurigaan itu tak ia tampakkan kepada Yatri. Randy keluar pula dari mobilnya, berpura-pura tak mengetahui kejanggalan itu. Dia mengikuti Yatri yang masuk lebih dulu ke dalam toko. Sementara Gerald memotret itu dari jauh, sebenarnya dia tak tega menunjukkan foto itu ke Rexa, namun bila tak melakukan demikian, itu malah akan jadi pemicu kemarahan Rexa lagi. "Hu, kisah cinta yang membagongkan!" Gerald mengumpat. Dari jauh dia menyuruh pengawal yang mengawasi toko Yatri masuk ke dalam mobilnya. Mereka akan menunggu Rexa di dalam mobil saja, tak ingin Gerald menambahkan kecurigaan Randy. "Pagi, Bu." "Pagi, kalian cepat sekali selesainya? oh ya, apa ada yang terjadi semalam atau tadi?" tanya Yatri setengah berbisik pada Fitri, k
Rexa tiba di tempat toko Yatri, di luar sudah ada Gerald yang menunggunya, karena tak ingin membuat Rexa melihat peristiwa di dalam toko, Gerald segera menghampiri mobil Rexa untuk mencegatnya."Bos, lebih baik kita pulang saja," pinta Gerald.Rexa mengerutkan alis, dia bingung dengan permintaan Gerald yang tiba-tiba di luar rencana sebelumnya."Apaan sih?""Bos, kita pulang saja. Nanti di rumah aku jelasin ya," sahut Gerald mengusap-usap pundak Rexa.Rexa yang rak mengerti malah melerai tangan Gerald."Pulang? jauh-jauh saya dari Singapura hanya untuk melihat toko saja? aku mau masuk menemui Yatri," kata Rexa melangkah namun tangannya lagi-lagi di halangi oleh Gerald."Janganlah, Bos. Dengerin akulah, ayo kita pulang saja.""Tidak, saya mau menemui Yatri, mau mengajak dia rujuk lagi, sudahlah, kamu ikut saja masu
Uwa Nawi dan Randy masih setia menemani Yatri yang belum tersadar dari pingsannya. Sebagai Uwa, tentu Uwa Nawi cemas, dia tahu, kehilangan Trixa adalah musibah besar bagi keponakannya itu. "Randy, bagaimana ini? Yatri akan menderita bila tak mengambil Trixa kembali," keluh Uwa Nawi. Randy menggeleng kepala, dia bingung dengan tindakan apa yang harus pula ia lakukan. Sebagai penyambung, dia tak memiliki hak untuk mencegah Rexa. "Ini dilema, Uwa. Trixa tidak di bawa oleh orang lain, yang membawanya adalah ayah kandungnya sendiri, cara untuk kita mau lapor bagaimana," sahut Randy. Uwa Nawi terdiam, yang dikatakan Randy pun ia benarkan, Rexa juga memiliki hak atas Trixa. Tapi bila melihat keadaan Yatri, ia tak yakin keponakannya itu akan baik-baik saja bila tak melihat anak bungsunya. "Uwa jaga Yatri, saya mau keluar dulu," pamit Randy. Dia keluar sembari memikirkan segala cara agar bisa membawa
Yatri ke rumah lama Rexa. Meski agak gugup, dia harus menemui orang-orang yang ada di rumah itu, termasuk Bu Anne. Ini bentuk perjuangan seorang ibu yang ingin mengambil anaknya kembali. Setelah sekian lama, Yatri Menginjakan kaki di rumah mewah itu. Bu Yat sedang menyapu halaman terperangah melihat kehadiran Yatri. Sontak wanita tua itu berlari menyambut Yatri dengan isak tangis. "Bu Yatri, kemana saja, Non?" tanya Bu Yat yang tak canggung. "Apa kabar, Bu Yat?" "Kami baik-baik saja, Bu Yatri sudah lahiran? anaknya mana? kenapa Bu Yatri meninggalkan Tuan? Tuan sangat menderita," kata Bu Yat ceplas-ceplos. Yatri hanya tersenyum miring, menganggap kalimat Bu Yat alibi untuk menyatukan dia dan Rexa kembali. "Bu Yat, Reza telah membawa anakku, apakah Rexa membawa bayi perempuan?" tanya Yatri tanpa basa-basi lagi. "Bayi perempuan? Tuan Rexa belum pernah pulang semenjak dari Singapura, di dalam rumah
Setiba di rumah sakit, para perawat menjemput Randy lalu memasukkan ke ruang gawat darurat. Saat itu Yatri menunggu di luar sembari berdoa keselamatan pria yang selalu baik padanya.Rexa pun ikut duduk di ruang tunggu. Melihat itu, Yatri menyorot dengan tatapan tajam."Jika terjadi apa-apa pada Randy, aku tidak memaafkan kamu.""Aku tidak separah itu memukuli Randy, kita lihat hasil pemeriksaan dokter," sahut Rexa yang juga ikut lelah dengan tuduhan Yatri.Tidak lama berselang, dokter keluar dari ruangan itu. Yatri bergegas menghampiri."Dokter, bagaimana?""Pembuluh darahnya tersumbat, kami harus operasi dia."Dari luar ada suara jeritan Bu Wanda yang datang bersama Ray. Dia meronta ingin masuk ke dalam ruang pemeriksaan melihat kondisi Randy."Saya ingin melihat anak saya, say mau masuk!" Bu Wanda berteriak-teriak tanpa henti.Bu Wanda murka melihat kehadiran Ya
Gerald masih mendengarkan Rexa berbicara lewat telepon, saat itu Yatri hanya bisa mengamati raut wajah Gerald yang nampak begitu serius. Dalam hati Yatri menggebu ingin merampas telepon itu, ingin berkata sesuatu pada Rexa yang sesungguhnya, ingin membuat kesalahpahaman itu segera berakhir. 'Tapi, ah, tidak Yatri. Rexa telah melakukan kesalahan juga, dia sudah menganiaya Randy hingga kritis,' ucap Yatri dalam hati. Gerald telah menutup telepon, dia naik ke atas lantai dua untuk mengambil sesuatu. Melihat itu, Yatri menghampiri Trixa, putrinya itu terlihat bahagia, mungkin salah satunya karena telah bersama ayah kandungnya meskipun hanya sesaat. "Kamu bahagia ya, Nak?" tanya Yatri berbisik. Dari atas, langkah Gerald terdengar turun dari tangga. Pria berwajah oriental itu membawa sebuah map biru yang cukup tebal. Tanpa melirik ke Yatri, Gerald memberikan aba-aba pada anggota Rexa untuk mengikutinya ke kantor polisi. Rombongan mobil mewah
Yatri kembali ke rumah Uwa Nawi. Trixa yang sudah tertidur pulas ia letakkan di ranjang bayi, tanpa bersuara, ia berlalu ke kamar menghempaskan badan ke atas ranjang. Lelah, penat, juga sesak mengahadapi peliknya permasalahan ini. Dari luar Uwa Nawi bersuara meminta izin masuk ke kamarnya. Tak menyahut sepatah kata pun, Yatri beranjak membuka pintu. "Sudah pulang, Nak? kenapa lama sekali? bagaimana kamu bisa membawa Trixa?" "Ceritanya panjang, Uwa." Yatri menceritakan segala yang terjadi sesuai apa yang ia lihat. Uwa Nawi mengusap dada saking terkejutnya. Dia pun ikut shock mendengar cerita Yatri mengenai Rexa dan Randy. "Tapi, apakah mungkin Rexa bisa sejahat itu? padahal anak itu sopan loh, nak." "Dia mungkin saat itu emosi, W*. Tidak ada yang tahu 'kan kalau kita sedang emosi, apalagi saat itu mereka hanya berdua saja," jelas Yatri. "Kamu sih, kenapa harus berbohong, Rexa begitu karena cembu
Ray dan Bu Wanda kembali ke ruang rawat Randy. Saat itu Yatri masih tetap setia menunggu di depan pintu. Bu Wanda tak henti menatap sinis pada perempuan yang ia anggap sebagai pembawa sial bagi anaknya."Maksud kamu menangis itu pura-pura atau memang merasa bersalah?" tanya Bu Wanda geram."Ibu, jangan ngomong gitu ah," kata Ray mengingatkan.Yatri hanya memendam uneg-uneg nya saja. Dia sudah kebal menghadapi ibu-ibu yang judes seperti Bu Wanda. Pengalaman menjadi menantu Bu Rena atau ibu Galang buat dia sudah terbiasa mendapatkan celaan demikian."Yatri, kita bicara sebentar," pinta Ray mengajak Yatri.Di gazebo, Ray duduk bersama Yatri. Pria itu ingin memberi doktrin pada Yatri agar membela Randy demi kemanusiaan."Apapun yang terjadi, jamu harus membela Randy, kamu tahu kakakku 'kan? dia orang yang paling tidak bisa menyakiti orang lain, dia lebih memilih tersakiti dari pada mengusik orang lain, jadi ka.u har