Uwa Nawi dan Randy masih setia menemani Yatri yang belum tersadar dari pingsannya. Sebagai Uwa, tentu Uwa Nawi cemas, dia tahu, kehilangan Trixa adalah musibah besar bagi keponakannya itu.
"Randy, bagaimana ini? Yatri akan menderita bila tak mengambil Trixa kembali," keluh Uwa Nawi.Randy menggeleng kepala, dia bingung dengan tindakan apa yang harus pula ia lakukan. Sebagai penyambung, dia tak memiliki hak untuk mencegah Rexa.
"Ini dilema, Uwa. Trixa tidak di bawa oleh orang lain, yang membawanya adalah ayah kandungnya sendiri, cara untuk kita mau lapor bagaimana," sahut Randy.Uwa Nawi terdiam, yang dikatakan Randy pun ia benarkan, Rexa juga memiliki hak atas Trixa. Tapi bila melihat keadaan Yatri, ia tak yakin keponakannya itu akan baik-baik saja bila tak melihat anak bungsunya.
"Uwa jaga Yatri, saya mau keluar dulu," pamit Randy. Dia keluar sembari memikirkan segala cara agar bisa membawa
Yatri ke rumah lama Rexa. Meski agak gugup, dia harus menemui orang-orang yang ada di rumah itu, termasuk Bu Anne. Ini bentuk perjuangan seorang ibu yang ingin mengambil anaknya kembali. Setelah sekian lama, Yatri Menginjakan kaki di rumah mewah itu. Bu Yat sedang menyapu halaman terperangah melihat kehadiran Yatri. Sontak wanita tua itu berlari menyambut Yatri dengan isak tangis. "Bu Yatri, kemana saja, Non?" tanya Bu Yat yang tak canggung. "Apa kabar, Bu Yat?" "Kami baik-baik saja, Bu Yatri sudah lahiran? anaknya mana? kenapa Bu Yatri meninggalkan Tuan? Tuan sangat menderita," kata Bu Yat ceplas-ceplos. Yatri hanya tersenyum miring, menganggap kalimat Bu Yat alibi untuk menyatukan dia dan Rexa kembali. "Bu Yat, Reza telah membawa anakku, apakah Rexa membawa bayi perempuan?" tanya Yatri tanpa basa-basi lagi. "Bayi perempuan? Tuan Rexa belum pernah pulang semenjak dari Singapura, di dalam rumah
Setiba di rumah sakit, para perawat menjemput Randy lalu memasukkan ke ruang gawat darurat. Saat itu Yatri menunggu di luar sembari berdoa keselamatan pria yang selalu baik padanya.Rexa pun ikut duduk di ruang tunggu. Melihat itu, Yatri menyorot dengan tatapan tajam."Jika terjadi apa-apa pada Randy, aku tidak memaafkan kamu.""Aku tidak separah itu memukuli Randy, kita lihat hasil pemeriksaan dokter," sahut Rexa yang juga ikut lelah dengan tuduhan Yatri.Tidak lama berselang, dokter keluar dari ruangan itu. Yatri bergegas menghampiri."Dokter, bagaimana?""Pembuluh darahnya tersumbat, kami harus operasi dia."Dari luar ada suara jeritan Bu Wanda yang datang bersama Ray. Dia meronta ingin masuk ke dalam ruang pemeriksaan melihat kondisi Randy."Saya ingin melihat anak saya, say mau masuk!" Bu Wanda berteriak-teriak tanpa henti.Bu Wanda murka melihat kehadiran Ya
Gerald masih mendengarkan Rexa berbicara lewat telepon, saat itu Yatri hanya bisa mengamati raut wajah Gerald yang nampak begitu serius. Dalam hati Yatri menggebu ingin merampas telepon itu, ingin berkata sesuatu pada Rexa yang sesungguhnya, ingin membuat kesalahpahaman itu segera berakhir. 'Tapi, ah, tidak Yatri. Rexa telah melakukan kesalahan juga, dia sudah menganiaya Randy hingga kritis,' ucap Yatri dalam hati. Gerald telah menutup telepon, dia naik ke atas lantai dua untuk mengambil sesuatu. Melihat itu, Yatri menghampiri Trixa, putrinya itu terlihat bahagia, mungkin salah satunya karena telah bersama ayah kandungnya meskipun hanya sesaat. "Kamu bahagia ya, Nak?" tanya Yatri berbisik. Dari atas, langkah Gerald terdengar turun dari tangga. Pria berwajah oriental itu membawa sebuah map biru yang cukup tebal. Tanpa melirik ke Yatri, Gerald memberikan aba-aba pada anggota Rexa untuk mengikutinya ke kantor polisi. Rombongan mobil mewah
Yatri kembali ke rumah Uwa Nawi. Trixa yang sudah tertidur pulas ia letakkan di ranjang bayi, tanpa bersuara, ia berlalu ke kamar menghempaskan badan ke atas ranjang. Lelah, penat, juga sesak mengahadapi peliknya permasalahan ini. Dari luar Uwa Nawi bersuara meminta izin masuk ke kamarnya. Tak menyahut sepatah kata pun, Yatri beranjak membuka pintu. "Sudah pulang, Nak? kenapa lama sekali? bagaimana kamu bisa membawa Trixa?" "Ceritanya panjang, Uwa." Yatri menceritakan segala yang terjadi sesuai apa yang ia lihat. Uwa Nawi mengusap dada saking terkejutnya. Dia pun ikut shock mendengar cerita Yatri mengenai Rexa dan Randy. "Tapi, apakah mungkin Rexa bisa sejahat itu? padahal anak itu sopan loh, nak." "Dia mungkin saat itu emosi, W*. Tidak ada yang tahu 'kan kalau kita sedang emosi, apalagi saat itu mereka hanya berdua saja," jelas Yatri. "Kamu sih, kenapa harus berbohong, Rexa begitu karena cembu
Ray dan Bu Wanda kembali ke ruang rawat Randy. Saat itu Yatri masih tetap setia menunggu di depan pintu. Bu Wanda tak henti menatap sinis pada perempuan yang ia anggap sebagai pembawa sial bagi anaknya."Maksud kamu menangis itu pura-pura atau memang merasa bersalah?" tanya Bu Wanda geram."Ibu, jangan ngomong gitu ah," kata Ray mengingatkan.Yatri hanya memendam uneg-uneg nya saja. Dia sudah kebal menghadapi ibu-ibu yang judes seperti Bu Wanda. Pengalaman menjadi menantu Bu Rena atau ibu Galang buat dia sudah terbiasa mendapatkan celaan demikian."Yatri, kita bicara sebentar," pinta Ray mengajak Yatri.Di gazebo, Ray duduk bersama Yatri. Pria itu ingin memberi doktrin pada Yatri agar membela Randy demi kemanusiaan."Apapun yang terjadi, jamu harus membela Randy, kamu tahu kakakku 'kan? dia orang yang paling tidak bisa menyakiti orang lain, dia lebih memilih tersakiti dari pada mengusik orang lain, jadi ka.u har
Bu Anne yang telah tiba di rumah kepulangan Rexa, Bu Yat saat itu masih mengunci mulutnya. Sementara Hani sudah mengetahui itu namun dia tak ingin Rexa dan Gerald marah padanya. Saat itu Bu Anne mendapat telpon dari seseorang, Hani yang berada disampingnya mencuri pandang ke Bu Anne yang memasang wajah marah. "Apa?" tanya Bu Anne pada seseorang di telpon itu. "Bu Yat!" Bu Anne memangil Yat dengan suara lantang. Istri Pak Budi itu keluar dari dapur dengan segera. "Sejak kapan Rexa berada dalam penjara?" tanya Bu Anne dengan membentak. Saat itu Bu Yat lebih memilih jujur saja, dia sangat takut bila Bu Anne mengamuk. "Sejak tiga hari yang lalu, Bu." Bu Anne terjatuh ke sofa, seketika dadanya nyeri mendengar jawaban Bu Yat. "Bu, baik-baik saja 'kan?" tanya Hani menghampiri Bu Anne. "Ternyata anakku di penjara karena Yatri, perempuan itu, lagi-lagi bikin an
Sidang telah usai, agenda sudang selanjutnya dijatuhkan minggu depan, dan itu sudah harus menghadirkan saksi mata yang tak lain adalah Yatri. Bu Anne menghampiri anaknya yang sudah digotong lagi oleh dua polisi."Sayang, ini Mami, kamu jangan takutnya, Mami akan berjuang untuk membebaskan kamu," kata Bu Anne.Rexa yang sangat lelah saat itu hanya mengangguk pelan. Matanya sejenak mencari letak keberadaan Yatri, namun dia tak melihat ibu anaknya itu ada disekitarnya.'Sepertinya kamu memang sudah tidak peduli lagi padaku, Yatri ..' lirih Rexa dalam hati.Padahal saat itu Yatri diam-diam mengintip di balik tembok. Kedua matanya bengkak karena menangis selama berada di toilet. Ketika Rexa kain menjauh, barulah ia keluar dari persembunyiannya."Rasanya aku ingin memeluk kamu, aku ingin bilang aku masih mencintai kamu, aku ingin bilang ah ...Yatri!" Dia menghentikan sendiri kalimatnya. Teringat dengan janjinya p
Keesokan harinya, Gerald membesuk Rexa lagi, setelah semalaman mengadakan rapat dengan dewan direksi, kini Gerald hanya memiliki sisa Beberapa tenaga lagi."Ada apa?" tanya Rexa pada Gerald. Wajah pria itu tampak tidak bergairah. Rexa tahu asistennya itu sangat kelelahan mengurus perusahaan, ditambah lagi harus mengurus urusan hukum itu"Bos liat sendiri saja," sahut Gerald menyerahkan amplop itu pada Rexa."Ini hasil riwayat kesehatan Randy?" tanya Rexa yang tak sabaran membukanya.Menyimak satu per satu kalimat didalamnya, bukannya kesal, Rexa malah terenyuh, matanya malah berkaca-kaca. Gerald hanya menggelengkan kepala atas jawaban dari semua yang terjadi ini."Apa yang kita harus lakukan, Bos?" tanya Gerald yang pikirannya sudah buntu.Rexa tak menjawab, dia membisu memikirkan nasib Randy dan nasibnya saat ini. Takdir begitu apik merancang ujian mereka, menghubungkan satu per satu hingga uj