Keesokan harinya, Gerald membesuk Rexa lagi, setelah semalaman mengadakan rapat dengan dewan direksi, kini Gerald hanya memiliki sisa Beberapa tenaga lagi.
"Ada apa?" tanya Rexa pada Gerald. Wajah pria itu tampak tidak bergairah. Rexa tahu asistennya itu sangat kelelahan mengurus perusahaan, ditambah lagi harus mengurus urusan hukum itu
"Bos liat sendiri saja," sahut Gerald menyerahkan amplop itu pada Rexa."Ini hasil riwayat kesehatan Randy?" tanya Rexa yang tak sabaran membukanya.Menyimak satu per satu kalimat didalamnya, bukannya kesal, Rexa malah terenyuh, matanya malah berkaca-kaca. Gerald hanya menggelengkan kepala atas jawaban dari semua yang terjadi ini."Apa yang kita harus lakukan, Bos?" tanya Gerald yang pikirannya sudah buntu.Rexa tak menjawab, dia membisu memikirkan nasib Randy dan nasibnya saat ini. Takdir begitu apik merancang ujian mereka, menghubungkan satu per satu hingga ujWaktu tak terasa berlalu, kini jadwal besuk Yatri habis. Rexa akan dikembalikan masuk ke dalam selnya."Sering-seringlah jenguk Papa ya, Trixa," harap Rexa. Mendengar itu Yatri ingin menangis sekencang-kencangnya."Tri, jaga anak kita ya, jaga Difa dan Kesang, kan Randy lagi sakit, aku juga sudah ada disini, kalian pasti tidak ada yang jaga, hati-hati ya," ucap Rexa mewanti-wanti.Rexa memiliki firasat kuat bahwa Yatri akan jadi sasaran kejahatan dibalik kasusnya ini. Entah darimana itu akan berasal, Rexa yakin akan ada orang yang menyerang Yatri karena saat ini Yatri tanpa pelindung lagi."Iya, aku tahu itu. Aku akan menjaga mereka," sahut Yatri.Dia dan Trixa keluar dari ruangan besuk, sementara Rexa dikembalikan ke selnya. Saat keluar dari kantor polisi, Yatri terkejut dnegan kehadiran Bu Anne bersama Hani di parkiran. Wajah mantan mertuanya itu terlihat sangar, sepertinya dia ingin melahap habis Yatri dan Trixa.
Bu Anne sedari tadi mondar-mandir di hadapan Hani. Sembari memegang telpon genggamnya, Bu Anne menggaruk kepalanya. Hani sudah curiga, telah terjadi sesuatu sehingga ibu angkatnya itu berlagak aneh."Kok dia belum menelpon," gumam Bu Anne menunggu telpon dari Asdar. Dia masih tidak tahu apa rencana Asdar setelah menabrak Difa. Bu Anne tak ingin bila Asdar sampai kelewatan batas sehingga berakibat mereka harus berhubungan dengan hukum."Ibu kenapa?" tanya Hani.Bu Anne menoleh sejenak ke arahnya, setelah itu mengalihkan lagi. Ibu Reza itu tak memiliki kesempatan untuk menjawab pertanyaan Hani yang ia rasa tak penting.'Pasti telah terjadi sesuatu yang besar,' ucap Hani dalam hati.Ponsel Bu Anne bergetar, segera ia menepi ke dalam kamar untuk menjawab telepon Asdar."Sayang, kamu dimana sekarang?" tanyanya."Kami sudah ada di bandara, kirimkan sisa uang itu, kami akan sembunyi selama seta
Yatri duduk di bangku, dalam keheningan rumah sakit dia mengingat segala kenangan bersama Uwa Nawi. Secepat itukah Uwa Nawi meninggalkannya, dia tidak menyangka kemarin adalah hari terakhirnya bersama Uwa Nawi. Hari terakhir mendapat nasehat bijak Uwa Nawi. Kuburan Uwa Nawi masih basah, seperti pipinya yang yang tiada henti mengalirkan air mata.Difa mulai membaik, tetapi dia masih butuh perawatan intensif untuk menyembuhkan luka di kepalanya. Saat itu Hani setia mendampinginya, dia sudah enggan kembali ke rumah Bu Anne."Kak, makan dulu, sejak kemarin Kak Yatri tidak makan," kata Hani menyodorkan satu nasi kotak.Yatri hanya menggelengkan kepala, tak melirik sedikitpun ke makanan itu."Ayolah, Kak. Ini belum berakhir, ketiga anak Kak Yatri butuh kakak, Difa belum sembuh, Trixa juga masih dalam penanganan, kalau Kak Yatri sakit, siapa yang menguatkan mereka?""Apakah aku mampu melewati semuanya, Hani? sementara s
Ting!Yatri mendapat pesan dari Ray.'Kamu datang ke rumah sakit, Randy sudah siuman, tampaknya dia mencari kamu.'Isi pesan Ray buat Yatri terhenyak. Dia bahagia sekaligus bimbang mendapat pesan itu. Mungkinkah dia harus berada disisi Ray sementara dia harus mengumpulkan bukti demi mencari keadilan."Ada apa?" tanya Gerald. Mereka sedang berada diruang musyawarah di rumah Rexa. Saat itu ada beberapa orang anggota Rexa yang dipercayai untuk mengatasi segala keamanan rumah."Pesan dari Ray, katanya Randy sudah siuman dan dia mencari ku.""Wah, itu bagus. Kita tidak perlu lagi merasa tidak enak pada Randy, 'kan?" seru Gerald."Tapi bukan begitu juga, aku harus tetap bertanggungjawab pada dia."Yatri belum ingin mengunjungi Randy, dia harus mengumpulkan bukti sebelum bertemu Randy. Yatri kembali berfokus pada musyawarah mereka."Saya memang jadi saksi mata saat itu, tapi bukankah ada mata
Yatri tiba di rumah sakit, dia dijemput ramah oleh Bu Wanda. Melihat Randy yang sudah siuman, Yatri begitu sumringah. Dia mendekat lalu mengusap jidat Randy dengan lembut. "Pelindungku sudah berapa hari terbaring sakit, cepatlah sembuh," ujar Yatri. Mata Randy berbinar, dia begitu bahagia diperlakukan demikian. Bu Wanda melihat itu tersenyum miring, sebenarnya dia muak buka anaknya disentuh oleh perempuan yang ia anggap sangat rendahan itu. "Kamu mimpi indah?" tanya Yatri. Randy mengedipkan matanya, dia tak melepas pandangan dari sosok wanita yang begtu memikat hatinya itu. "Ada banyak yang ingin ku ceritakan sama kamu, cepat sembuh ya," lanjut Yatri lagi. Bu Wanda tersenyum miring, andai saja bukan harta Rexa yang Ia inginkan, tentu ia tidak merelakan putranya bersama Yatri. "Oh, ya, Yatri. Tante boleh tidak ngomong sesuatu, tapi kita sambil makan siang, biarkanlah Randy istirahat saja dulu," pinta
Pak Budi kembali ke rumah lama Rexa, seperti biasa, bila lelah dia mencari istrinya untuk membuatkan kopi panas. Pak Budi mengelilingi dapur namun sosok istrinya tak ia temukan. Dia beranjak ke kamar paling belakang, Bu Yat juga tak ada di sana."Kemana Yati ya?" gumam Pak Budi kebingungan.Dari atas, ada Bu Anne turun dari tangga. Dia melihat Pak Budi sedang mengitari rumah. Bu Anne tahu pria paruh baya itu sedang mencari istrinya. Karena tak ingin membuatnya curiga, Bu Anne hanya diam saja tanpa menyapa Pak Budi."Bu Besar, istri saya dimana ya?" tanya Pak Budi pada Bu Anne."Dia katanya ke pasar belanja bahan dapur," sahut Bu Anne mengelabui.Pak Budi mengangguk. Dia merasa heran, karena baru kali ini istrinya ke pasar tanpa meminta diantar olehnya. Pak Budi mencoba menunggu di dapur saja. Dia meninggalkan Bu Anne yang bersantai duduk membaca majalah.'Kenapa Budi Felisha begitu ya, atau jangan dia puny
Gerald menyimpan semua rekaman itu, dia terdiam sembari menyandarkan kepala di jok mobilnya. Betapa terkejutnya dia sebagai seseorang yang mengenal Bu Anne, bagaimana bisa seorang mertua bisa melakukan itu pada seorang menantunya sendiri."Ada apa, Pak Gerald?" tanya kepala keamanan Rexa. Saat itu dia yang menggantikan Pak Budi menjadi supir untuk sementara waktu."Tidak ada. Oh ya, apapun yang kalian lihat dan dengar, tolong rahasiakan saja sampai kami bertindak," ucap Gerald. Dia ingin sekali memperbaiki keadaan tanpa menghilangkan keadilan didalamnya.Gerald saat itu sangat bingung, apakah akan memberitahu Rexa secepatnya atau tidak, dia tak ingin batin Rexa terguncang karena mengetahui kelakuan maminya."Baiklah, fokus untuk membebaskan Bos dulu, setelah itu kita mencari bukti lagi."Gerald kembali bertemu pengacara Rexa. Sidang kasus Rexa dan Randy akan diselenggarakan esok siang, membuat Rexa terbebas dari
Dua Minggu kemudian, rumah lama Rexa digerebek oleh polisi. Rupanya polisi sudah menemukan bukti tentang peledakan toko Yatri. Para anak buah Asdar pun telah ditangkap, namun Asdar berhasil melarikan diri pada saat itu. "Bu Anne Strovert, anda ditangkap sebagai tersangka utama dari peledakan toko Ini Yatri," kata letnan saat itu. Bu Anne berusaha berlari ke atas kamarnya, namun suara tembakan dilayangkan ke udara. Bu Anne menunduk menangis. Kedua polisi memborgolnya. "Kalian salah tangkap, yang menyuruh mereka itu Wanda, bukan saya," ucapnya membela diri. "Jelaskan saja di kantor polisi," kata polisi mengajak Bu Anne masuk kedalam mobil patroli. Bu Anne meronta ingin dilepaskan, didalam mobil dia tak henti mengumpat membanggakan kekayaannya. "Kalian tidak tahu, jika Rexa keluar nanti, dia akan menyewakan pengacara hebat untukku," kata Bu Anne. Polisi itu hanya tertawa mendengarnya. Bu Anne tak meliha