Rexa tiba di tempat toko Yatri, di luar sudah ada Gerald yang menunggunya, karena tak ingin membuat Rexa melihat peristiwa di dalam toko, Gerald segera menghampiri mobil Rexa untuk mencegatnya.
"Bos, lebih baik kita pulang saja," pinta Gerald.
Rexa mengerutkan alis, dia bingung dengan permintaan Gerald yang tiba-tiba di luar rencana sebelumnya.
"Apaan sih?"
"Bos, kita pulang saja. Nanti di rumah aku jelasin ya," sahut Gerald mengusap-usap pundak Rexa.
Rexa yang rak mengerti malah melerai tangan Gerald.
"Pulang? jauh-jauh saya dari Singapura hanya untuk melihat toko saja? aku mau masuk menemui Yatri," kata Rexa melangkah namun tangannya lagi-lagi di halangi oleh Gerald."Janganlah, Bos. Dengerin akulah, ayo kita pulang saja."
"Tidak, saya mau menemui Yatri, mau mengajak dia rujuk lagi, sudahlah, kamu ikut saja masu
Uwa Nawi dan Randy masih setia menemani Yatri yang belum tersadar dari pingsannya. Sebagai Uwa, tentu Uwa Nawi cemas, dia tahu, kehilangan Trixa adalah musibah besar bagi keponakannya itu. "Randy, bagaimana ini? Yatri akan menderita bila tak mengambil Trixa kembali," keluh Uwa Nawi. Randy menggeleng kepala, dia bingung dengan tindakan apa yang harus pula ia lakukan. Sebagai penyambung, dia tak memiliki hak untuk mencegah Rexa. "Ini dilema, Uwa. Trixa tidak di bawa oleh orang lain, yang membawanya adalah ayah kandungnya sendiri, cara untuk kita mau lapor bagaimana," sahut Randy. Uwa Nawi terdiam, yang dikatakan Randy pun ia benarkan, Rexa juga memiliki hak atas Trixa. Tapi bila melihat keadaan Yatri, ia tak yakin keponakannya itu akan baik-baik saja bila tak melihat anak bungsunya. "Uwa jaga Yatri, saya mau keluar dulu," pamit Randy. Dia keluar sembari memikirkan segala cara agar bisa membawa
Yatri ke rumah lama Rexa. Meski agak gugup, dia harus menemui orang-orang yang ada di rumah itu, termasuk Bu Anne. Ini bentuk perjuangan seorang ibu yang ingin mengambil anaknya kembali. Setelah sekian lama, Yatri Menginjakan kaki di rumah mewah itu. Bu Yat sedang menyapu halaman terperangah melihat kehadiran Yatri. Sontak wanita tua itu berlari menyambut Yatri dengan isak tangis. "Bu Yatri, kemana saja, Non?" tanya Bu Yat yang tak canggung. "Apa kabar, Bu Yat?" "Kami baik-baik saja, Bu Yatri sudah lahiran? anaknya mana? kenapa Bu Yatri meninggalkan Tuan? Tuan sangat menderita," kata Bu Yat ceplas-ceplos. Yatri hanya tersenyum miring, menganggap kalimat Bu Yat alibi untuk menyatukan dia dan Rexa kembali. "Bu Yat, Reza telah membawa anakku, apakah Rexa membawa bayi perempuan?" tanya Yatri tanpa basa-basi lagi. "Bayi perempuan? Tuan Rexa belum pernah pulang semenjak dari Singapura, di dalam rumah
Setiba di rumah sakit, para perawat menjemput Randy lalu memasukkan ke ruang gawat darurat. Saat itu Yatri menunggu di luar sembari berdoa keselamatan pria yang selalu baik padanya.Rexa pun ikut duduk di ruang tunggu. Melihat itu, Yatri menyorot dengan tatapan tajam."Jika terjadi apa-apa pada Randy, aku tidak memaafkan kamu.""Aku tidak separah itu memukuli Randy, kita lihat hasil pemeriksaan dokter," sahut Rexa yang juga ikut lelah dengan tuduhan Yatri.Tidak lama berselang, dokter keluar dari ruangan itu. Yatri bergegas menghampiri."Dokter, bagaimana?""Pembuluh darahnya tersumbat, kami harus operasi dia."Dari luar ada suara jeritan Bu Wanda yang datang bersama Ray. Dia meronta ingin masuk ke dalam ruang pemeriksaan melihat kondisi Randy."Saya ingin melihat anak saya, say mau masuk!" Bu Wanda berteriak-teriak tanpa henti.Bu Wanda murka melihat kehadiran Ya
Gerald masih mendengarkan Rexa berbicara lewat telepon, saat itu Yatri hanya bisa mengamati raut wajah Gerald yang nampak begitu serius. Dalam hati Yatri menggebu ingin merampas telepon itu, ingin berkata sesuatu pada Rexa yang sesungguhnya, ingin membuat kesalahpahaman itu segera berakhir. 'Tapi, ah, tidak Yatri. Rexa telah melakukan kesalahan juga, dia sudah menganiaya Randy hingga kritis,' ucap Yatri dalam hati. Gerald telah menutup telepon, dia naik ke atas lantai dua untuk mengambil sesuatu. Melihat itu, Yatri menghampiri Trixa, putrinya itu terlihat bahagia, mungkin salah satunya karena telah bersama ayah kandungnya meskipun hanya sesaat. "Kamu bahagia ya, Nak?" tanya Yatri berbisik. Dari atas, langkah Gerald terdengar turun dari tangga. Pria berwajah oriental itu membawa sebuah map biru yang cukup tebal. Tanpa melirik ke Yatri, Gerald memberikan aba-aba pada anggota Rexa untuk mengikutinya ke kantor polisi. Rombongan mobil mewah
Yatri kembali ke rumah Uwa Nawi. Trixa yang sudah tertidur pulas ia letakkan di ranjang bayi, tanpa bersuara, ia berlalu ke kamar menghempaskan badan ke atas ranjang. Lelah, penat, juga sesak mengahadapi peliknya permasalahan ini. Dari luar Uwa Nawi bersuara meminta izin masuk ke kamarnya. Tak menyahut sepatah kata pun, Yatri beranjak membuka pintu. "Sudah pulang, Nak? kenapa lama sekali? bagaimana kamu bisa membawa Trixa?" "Ceritanya panjang, Uwa." Yatri menceritakan segala yang terjadi sesuai apa yang ia lihat. Uwa Nawi mengusap dada saking terkejutnya. Dia pun ikut shock mendengar cerita Yatri mengenai Rexa dan Randy. "Tapi, apakah mungkin Rexa bisa sejahat itu? padahal anak itu sopan loh, nak." "Dia mungkin saat itu emosi, W*. Tidak ada yang tahu 'kan kalau kita sedang emosi, apalagi saat itu mereka hanya berdua saja," jelas Yatri. "Kamu sih, kenapa harus berbohong, Rexa begitu karena cembu
Ray dan Bu Wanda kembali ke ruang rawat Randy. Saat itu Yatri masih tetap setia menunggu di depan pintu. Bu Wanda tak henti menatap sinis pada perempuan yang ia anggap sebagai pembawa sial bagi anaknya."Maksud kamu menangis itu pura-pura atau memang merasa bersalah?" tanya Bu Wanda geram."Ibu, jangan ngomong gitu ah," kata Ray mengingatkan.Yatri hanya memendam uneg-uneg nya saja. Dia sudah kebal menghadapi ibu-ibu yang judes seperti Bu Wanda. Pengalaman menjadi menantu Bu Rena atau ibu Galang buat dia sudah terbiasa mendapatkan celaan demikian."Yatri, kita bicara sebentar," pinta Ray mengajak Yatri.Di gazebo, Ray duduk bersama Yatri. Pria itu ingin memberi doktrin pada Yatri agar membela Randy demi kemanusiaan."Apapun yang terjadi, jamu harus membela Randy, kamu tahu kakakku 'kan? dia orang yang paling tidak bisa menyakiti orang lain, dia lebih memilih tersakiti dari pada mengusik orang lain, jadi ka.u har
Bu Anne yang telah tiba di rumah kepulangan Rexa, Bu Yat saat itu masih mengunci mulutnya. Sementara Hani sudah mengetahui itu namun dia tak ingin Rexa dan Gerald marah padanya. Saat itu Bu Anne mendapat telpon dari seseorang, Hani yang berada disampingnya mencuri pandang ke Bu Anne yang memasang wajah marah. "Apa?" tanya Bu Anne pada seseorang di telpon itu. "Bu Yat!" Bu Anne memangil Yat dengan suara lantang. Istri Pak Budi itu keluar dari dapur dengan segera. "Sejak kapan Rexa berada dalam penjara?" tanya Bu Anne dengan membentak. Saat itu Bu Yat lebih memilih jujur saja, dia sangat takut bila Bu Anne mengamuk. "Sejak tiga hari yang lalu, Bu." Bu Anne terjatuh ke sofa, seketika dadanya nyeri mendengar jawaban Bu Yat. "Bu, baik-baik saja 'kan?" tanya Hani menghampiri Bu Anne. "Ternyata anakku di penjara karena Yatri, perempuan itu, lagi-lagi bikin an
Sidang telah usai, agenda sudang selanjutnya dijatuhkan minggu depan, dan itu sudah harus menghadirkan saksi mata yang tak lain adalah Yatri. Bu Anne menghampiri anaknya yang sudah digotong lagi oleh dua polisi."Sayang, ini Mami, kamu jangan takutnya, Mami akan berjuang untuk membebaskan kamu," kata Bu Anne.Rexa yang sangat lelah saat itu hanya mengangguk pelan. Matanya sejenak mencari letak keberadaan Yatri, namun dia tak melihat ibu anaknya itu ada disekitarnya.'Sepertinya kamu memang sudah tidak peduli lagi padaku, Yatri ..' lirih Rexa dalam hati.Padahal saat itu Yatri diam-diam mengintip di balik tembok. Kedua matanya bengkak karena menangis selama berada di toilet. Ketika Rexa kain menjauh, barulah ia keluar dari persembunyiannya."Rasanya aku ingin memeluk kamu, aku ingin bilang aku masih mencintai kamu, aku ingin bilang ah ...Yatri!" Dia menghentikan sendiri kalimatnya. Teringat dengan janjinya p
Dua hari kemudian, Rexa dan Yatri kembali ke rumah sakit tahanan. Meski saat itu Yatri sedang mengalami fase mual, namun tak mengurungkan niatnya ingin menjaga Bu Anne."Sayang, seharusnya kamu itu di rumah, istirahat, kasihan bayi kita," ujar Rexa."Tidak, aku akan menemanimu kamu, oh ya, para keluarga korban tigak diantara mereka menyetujui itu, hanya dua lagi harus kita bujuk," papar Yatri.Rexa tak menyangka istrinya bisa sekuat itu melakukannya, dia terharu lalu memeluk Yatri."Maafkan keegoisan kami," ucapnya."Yang, seharusnya ini yang kita lakukan semenjak bulan yang lalu," sahut Yatri. Meski ia tahu tindakan itu malah akan beresiko.Bu Anne siuman, Rexa masih tetap menjaganya dari luar. Suster segera menghampiri Rexa untuk memberitahu keadaan maminya."Bu Anne sudah siuman, Pak. Sepertinya dia ingin bicara dengan anda," kata suster itu.Rexa masuk seorang diri di ruang ICU, dia menda
Malam telah tiba, Rexa meringkuk di balik selimut dengan Yatri. Ada banyak obrolan yang mereka perbincangkan termasuk kondisi Bu Anne."Kabar Ibu bagaimana?" tanya Yatri. Dia tahu Rexa tak membahas kasus Bu Anne karena menjaga perasaannya."Dia baik-baik saja," sahut Rexa. Dia berusaha agar Yatri tak dapat menebak kondisi kekhawatirannya.Namun bukanlah seorang istri namanya bila tak memiliki kontak batin, Yatri sangat tahu bahwa suaminya sedang berbohong. Semenjak penangkapan Bu Anne, sebagai menantu dia pun merasa kasihan pada mertuanya, tetapi jika dia mengeluarkan Bu Anne dari penjara, apakah dia dan keluarganya akan tetap baik-baik saja? ia pikir, belum tentu.Yatri pun juga tak tega melihat suaminya seringkali menyembunyikan kesedihan. Meski berat, namun kebahagiaan pasangan ingin ia utamakan."Sayang, kita bantu mami ya, supaya hukumannya lebih ringan, maksudku kita buat keluarga almarhum karyawan ku
Hari itu Rexa menghadiri sidang maminya, saat itu Yatri tak ia perbolehkan ikut, karena ia tahu maminya akan memberontak bila melihat Yatri bersamanya.Di persidangan, jaksa membacakan tuntutan yang cukup menggemaskan untuk Bu Anne, mendengar itu Rexa bergetar, meski ia sudah menyiapkan tim pengacara hebat buat maminya akan tetapi hukum akan tetap berada di jalan keadilan.Bu Anne berdiri dari kursi terdakwanya, dia menentang semua yang dibacakan oleh jaksa."Itu semua bohong, saya hanya di jebak oleh Asdar, dia otak dalam ledakan itu."Rexa sangat malu dengan tingkah maminya, para pengacara Rexa saat itu mencoba menenangkan Bu Anne.Setelah semua lebih tenang, hakim memutuskan untuk menunda lagi persidangan hingga minggu depan. Rexa menghampiri maminya, tetapi Bu Anne malah membuang wajah."Mami jangan lain kali begitu, itu hanya akan memberatkan Mami," ujar Rexa. Tapi Bu Anne yang masih marah p
Bu Wanda dan Ray kembali ke rumahnya, Ray yang masih khawatir karena rencana pernikahan itu belum diketahui oleh Randy."Kok kamu dari tadi diam?" tanya Bu Wanda.Ray menghela nafas berat, "Bu, kita sudah melangkah sejauh ini tapi kak Randy belum Ibu beritahu, emang Ibu yakin kakak bakalan tidak menolak?"Bu Wanda hanya tertawa lalu berlalu ke kamar Randy. Baginya hari itu waktu yang tepat untuk mengatakan pada anak sulungnya itu. Saat itu Randy baru saja dari restauran miliknya, kedua perawat laki-laki bersama Randy sibuk memeriksa denyut nadinya."Ibu mau bicara sesuatu," kata Bu Wanda.Kedua perawat itu keluar dari kamar Randy, Bu Wanda mengambil ponselnya lalu memperlihatkan ke arah Randy."Bagi kamu dia cantik tidak?" tanya Bu Wanda memperlihatkan gambar Hani yang tadi siang."Itu 'kan Hani, Bu. Iya, dia cantik," sahut Randy bersikap biasa-biasa saja."Dia calon istri kamu, dan min
Yatri belum bangun, tapi Rexa telah bersiap-siap untuk keluar rumah secepatnya. Dia tak ingin pertanyaan semalam membuat beban pikiran pada istrinya. Rexa akan berusaha menjaga agar istrinya tidak terlibat lagi sama urusan Bu Anne. Dia menganggap, maminya yang salah sepenuhnya pada orang-orang disekitar Yatri.Setiba di kantor polisi, Rexa menuggu Bu Anne di ruang kunjungan. Bu Anne di gotong oleh dua aparat kepolisian."Mami," gumam Rexa. Dia menahan air matanya agar tak menangis didepan maminya.Bu Anne memandang anaknya penuh amarah. Dia membenci Rexa karena membiarkannya mendekap didalam penjara."Mami sudah makan? Rexa bawakan makanan untuk Mami," ujar Rexa mencairkan suasana tegang diantara mereka.Bu Anne malah mendorong makanan itu hingga jatuh ke lantai."Saya tidak butuh makanan dari anak durhaka sepertimu!"Rexa mengusap wajah dengan kasar, memang hati perempuan yang melah
Bu Wanda datang menemui Ray di kantornya, dia menceritakan keinginannya menjodohkan Randy dengan Hani. Mendengar hal itu, Ray terkejut, bukan tidak setuju, tetapi takut bila Hani tidak mencintai kakaknya dengan setulus hati."Yang benar saja, Bu. Jangan bikin perkara baru deh, apalagi Hani itu adik angkat Kak Rexa," ujar Ray."Ibu juga sudah memikirkan itu, tapi apa salahnya, toh Hani juga suka sama kakak kamu, lagipula kita 'kan ingin mempererat tali kekeluargaan."Ray terdiam, menolak pin dia tak memiliki sepenuhnya hak. Menikahkan kakaknya dengan Hani cara yang ia anggap rumit. Bagaimana bisa perempuan cantik seperti Hani mau menikahi pria yang sedang berjuang melawan penyakitnya."Terserah Ibu lah, tapi jangan sampai ide Ibu hanya buat kak Randy jadi tambah sakit," kata Ray. Dia tak ingin kakaknya merasakan patah hati untuk kesekian kalinya lagi."Kalau begitu antar Ibu ke rumah Rexa, kita akan bi
Yatri sudah membereskan semua kamar tidur anaknya, Difa dan Kesang sudah mulai menyambut malam dengan berleha-leha di atas kasur empuknya, sementara Trixa di jaga beberapa baby sitter yang di khususkan oleh Rexa.Dia menuju ke kamarnya, mengganti pakaian yang begitu banyak disediakan oleh para pelayan yang Rexa siapkan untuk istrinya itu."Kalian boleh keluar, aku mau istirahat dulu," pinta Yatri pada keempat pelayan itu.Pelayan itu keluar dengan kepala menunduk, mendapat penghormatan seperti itu, Yatri malah jadi risih. Dia tak habis pikir dengan cara Rexa memanjakannya, bagi Yatri ini sangat berlebihan. Ia sadar diri, dirinya bukan seorang putri raja yang setiap saat di awasi oleh para dayang istana. Tanpa terasa matanya ngantuk hingga buaian bantal membuat ia terlelap.Sejam ia tertidur, Yatri birahinya memuncak, tubuhnya tiba-tiba hangat dan bergairah, selangkangannya terkoyak oleh usapan lembut. Matanya begitu berat untuk ter
Rexa mengusap air matanya, dia tak menyangka jika Ray mampu bertindak demikian. Rexa bahkan berulangkali membaca email Ray, tetap saja keluhan air matanya menetes sedikit demi sedikit."Ada apa, Kak?" tanya Yatri mengangetkan dari belakang."Hm, ini email dari Ray," sahutnya seraya menghapus lelehan air matanya."Kenapa? dia berulah lagi?""Tidak sayang, justru sebaliknya, ini kamu baca," kata Rexa memperlihatkan isi email Ray pada Yatri.Membaca itu, Yatri menghela nafas berat. Dia menggenggam erat tangan Rexa. Yatri memberi isyarat kasih pada suaminya itu."Iya, aku paham maksud kamu. Aku akan bertemu mereka," ujar Rexa menyetujui semua yang diinginkan Yatri.Rexa segera ke rumah ditemani para bodyguardnya. Meskipun saya itu pikirannya berkecamuk karena kasus yang menimpa maminya, namun Rexa berbesar hati sebab kebaikan mulai menyeringai pihak Bu Wanda.Setiba di rumah sakit, Re
Dua Minggu kemudian, rumah lama Rexa digerebek oleh polisi. Rupanya polisi sudah menemukan bukti tentang peledakan toko Yatri. Para anak buah Asdar pun telah ditangkap, namun Asdar berhasil melarikan diri pada saat itu. "Bu Anne Strovert, anda ditangkap sebagai tersangka utama dari peledakan toko Ini Yatri," kata letnan saat itu. Bu Anne berusaha berlari ke atas kamarnya, namun suara tembakan dilayangkan ke udara. Bu Anne menunduk menangis. Kedua polisi memborgolnya. "Kalian salah tangkap, yang menyuruh mereka itu Wanda, bukan saya," ucapnya membela diri. "Jelaskan saja di kantor polisi," kata polisi mengajak Bu Anne masuk kedalam mobil patroli. Bu Anne meronta ingin dilepaskan, didalam mobil dia tak henti mengumpat membanggakan kekayaannya. "Kalian tidak tahu, jika Rexa keluar nanti, dia akan menyewakan pengacara hebat untukku," kata Bu Anne. Polisi itu hanya tertawa mendengarnya. Bu Anne tak meliha