Kongkorongooooook....
Waktu sudah mendekati pagi di Kampung Sepuh yang dingin hingga menusuk kulit. Para warga yang baru saja tertidur akibat teror yang terjadi di malam hari, akhirnya harus terbangun kembali karena teriakan warga yang berkeliling kampung untuk memberitahukan sesuatu.
“PAKKK, BUUU, KEBAKARAN!!”
“WARUNG SI UJANG KEBAKARAN! ”
Para warga tidak mengetahui apabila warungku kini terbakar, Hanya Mang Rusdi dan Aki Karma yang sudah mengetahuinya lebih dahulu tentang kondisi warung. Itu pun, mereka hanya bisa berdiam diri di dalam rumah dan tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun akhirnya bisa tertidur ketika aul yang mendatangi rumah Aki Karma menghilang.
Para warga yang mendengar teriakan tersebut langsung berpikir bahwa mungkin penyebab dari banyaknya makhluk yang datang ke kampung mereka ini, karena warung ku yang terbakar habis.
Mang Darman yang ketiduran dalam keadaan jongkok dengan selimut yang menutupi badannya kini terban
Mohon maaf sepertinya dalam minggu-minggu ini akan banyak upload 1 bab dahulu, karena ternyata setelah kemarin saya yang sakit, kali ini menimpa istri dan anak... sehingga fokus ke keluarga dahulu tapi tetap saya usahakan untuk tidak bolong masalah upload bab, tiap hari akan terus ada upload terbaru meskipun mungkin hanya satu bab mohon maaf dan terima kasih
Aki Karma yang berdiri sambil memegang selendang berwarna merah itu langsung kaget karena tiba-tiba muncul sesososk nenek tua yang berdiri dan tersenyum kepadanya. Dan tampaknya, hanya dia sendiri yang melihat nenek-nenek tersebut. Karena, Aki Karma melihat para warga masih sibuk membersihkan puing-puing warung yang kini terbakar habis. “Nenek siapa ya?” Katanya sambil mencoba bertanya untuk mengetahui siapa sosok yang tiba-tiba muncul di depannya. Nenek-nenek itu hanya bisa tersenyum kepada Aki Karma yang masih kebingungan dengan sosok yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Namun tak lama, ketika dia ingin melihat selendang itu kembali di tangannya, dia semakin kaget karena selendang itu tiba-tiba menghilang dari pandangannya. Padahal dia tidak menjatuhkannya atau pun menyimpannya kembali, tapi dia pegang dengan kedua tangannya. “Cu, selendangnya nenek ambil dulu ya, suatu saat nanti akan nenek kembalikan lagi ke tempat ini. ” Selendang tersebu
“Hmmmmm, dari logatnya sih Akang mah masih orang sekitaran sini, emang ada masalah apa Kang ampe Akang bawa gegembolan gitu.,” Katanya sambil menunjuk ke arah tas carrier yang aku bawa dan aku simpan di atas motor. “Ya rumit sih Kang, susah untuk dihadapi, jadi ya cara terbaik mungkin menjauhi masalah itu dan menghilang dan dilupakan, ” Kataku sambil menyeruput kopi lagi. Wusss Angin dari samudra luas rupanya sampai ke warung tempat ku beristirahat sementara di pinggir jalan ini, karena tak jauh dari tempatku duduk hanya 200 meter ke arah selatan. Itu sudah terhubung ke samudra selatan yang sangat luas dan membentang seperti tak berujung. “Yah sabenerna mah sih Kang, kalau menurut ku yang tukang warung kecil ini, kalau ada masalah itu harus dihadapi, seberat apapun itu, karena kalau tidak, mau sampai kapan pun Akang pergi, tetap saja tidak akan menyelesaikan masalah. ” “Malah nanti masalah yang ada malah makin numpuk dan numpuk,” Kata tukang w
Pak Ardi sangat berkorban besar kali ini, dia seperti tidak kenal lelah untuk membantuku dan membantu warga untuk ikut andil dalam penyelesaian masalah yang terjadi di Kampung Sepuh, bahkan dia mengawal sendiri kasus yang menimpa Ibu, meskipun tanpa aku minta. Pak Ardi dengan cekatan menyelesaikan masalah tersebut satu persatu, solusi-solusi yang dia kemukakan pasti membuat warga menyetujuinya, karena dia pasti akan mensupport penuh atas apa yang dia katakan. Entah berapa dana yang harus Pak Ardi keluarkan sekarang, mengingat beberapa kerugian yang disebabkan oleh banyaknya makhluk yang datang ke kampung dan membuat kampung berantakan, banyak yang mengakibatkan barang-barang milik warga yang disimpan diluar rumah rusak dan menghilang. Bahkan hampir semua ternak milik Mang Rusdi pun tak luput dari serangan makhluk tersebut, ternak yang mungkin ditaksir seharga puluhan juga itu lenyap dalam semalam saja, tapi Pak Ardi sepertinya tidak khawatir akan hal tersebut
Keheningan dan kesunyian di dalam Kampung Sepuh kini mendadak berubah hanya dengan satu malam saja. Setelah para warga semua berdiskusi dengan semua pendapat mereka yang mereka utarakan satu persatu di dalam saung Aki Karma yang seringkali dijadikan tempat berkumpul para warga. Akhirnya para warga sepakat membagi tugas seperti apa yang dibicarakan oleh Pak Ardi ketika tadi siang. Sebagian para warga yang mempunyai kendaraan kini menyebar ke segala tempat untuk mencariku, dan hingga malam tiba mereka belum terlihat kembali pulang ke Kampung Sepuh. Sedangkan sisanya kini mengatur tim untuk menjaga kampung pada malam hari, di mana biasanya itu menjadi tugasku dengan menjaga warung setiap malam untuk bisa melayani para makhluk gunung yang turun ke arah kampung. Di malam yang dingin ini, terlihat Mang Rusdi dan Pak Ardi sedang duduk di sebelah warung yang kini sudah rata dengan tanah, ditemani dengan api unggun yang sengaja mereka buat untuk menghangatkan badan. R
Deg deg deg deg Suara detak jantung Mang Darman tiba-tiba berdetak sangat kencang ketika dia mendengar suara yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana. Sebuah suara yang membuat bulu kuduknya berdiri seketika, apalagi dengan suara tertawa yang terdengar sangat jelas olehnya. Mang Darman yang awalnya yakin bahwa benda-benda yang dia bawa bisa menangkal para makhluk yang datang ke Kampung Sepuh. Namun kini, apa yang dia bawa ternyata sia-sia, karena baru saja dia ditinggalkan oleh ke empat orang yang ikut berjaga dengannya, tiba-tiba muncul suara yang membuatnya sangat ketakutan. Raut wajah Mang Darman yang tadinya percaya diri tiba-tiba berubah secara drastis, badannya bergetar hebat meskipun dia memakai jaket tebal untuk menghangatkan badan pada malam itu, bahkan seketika muncul keringat-keringat dingin yang muncul di wajahnya. Hihihi Hihihi HiHIHIHI “Kunaon Kang, naha ngadadak jadi patung kitu? (kenapa Kang, kenapa me
Malam sudah semakin larut di Kampung Sepuh, bintang-bintang dan bulan kini menyinari kampung yang tampak berbeda dari malam-malam sebelumnya. Suasana tampak berubah, keheningan yang biasanya menemani malam para warga kampung ketika menemani mereka yang tertidur lelap di rumahnya masing-masing, kini harus membuat mereka terjaga. Terutama bagi beberapa orang yang kini sedang menjaga kampung dari kemunculan para makhluk yang datang secara tiba-tiba, sesaat setelah warung yang aku jaga terbakar hebat hingga tidak bersisa sama sekali. Banyak pasang mata yang masih belum terpejam dan senantiasa mengawasi gerak-gerik sesuatu yang terjadi di luar rumah-rumah mereka, mereka yang tidak menjaga kampung diluar rumah pada malam ini, sengaja membiarkan tubuhnya tetap terjaga di dalam rumah. Meskipun Mang Dadang dan Mang Uha sudah mengikat beberapa bambu kuning sebagai penangkal para makhluk yang mungkin saja akan muncul di dalam rumah. Namun tetap saja, para warga yang tid
Kampung Sepuh pada dasarnya terdiri dari jalanan yang membentang lurus ketika kita masuk dari gapura selamat datang, dan warung adalah bangunan terakhir yang berada di kampung ketika kita menyusuri jalanan tersebut hingga akhirnya jalanan tersebut akan terputus dengan sendirinya dan berakhir dengan jalanan setapak menuju Gunung Sepuh. Sedangkan di kiri dan kanan jalanan utama itu, terdapat rumah rumah warga yang saing berdempetan satu sama lain, dengan gang-gang yang masih berupa tanah yang mungkin saja becek dan berdebu apabila kita melewatinya. Untuk rumah-rumah yang berada di jalur kiri jalan, apabila kita melihatnya dari arah warung menuju ke gapura selamat datang. Itu bisa menembus ke arah persawahan yang luas tempat dimana persawahan tersebut menjadi pembatas dan jalan pintas apabila kita akan ke Kampung Parigi dengan berjalan kaki melewati persawahan yang membentang dan membelah kedua kampung. Sedangkan untuk rumah-rumah yang berada di jalur kanan jala
“Punteun Kang! ” Seseorang dengan memakai baju jaket tebal berwarna kuning cerah dengan obor yang dia bawa sebagai penerang jalan mengucap kata punteun atau permisi kepada Mang Darman yang berdiri di depan gang. “Eh iya kang silahkan,” kata Mang Darman yang memberikan jalan kepada orang yang membawa obor tersebut. Tidak ada hal yang aneh tentang orang-orang yang lewat ini, mereka dengan santainya melewati Mang Darman yang masih tidak percaya akan apa yang dia lihat sekarang. Dan Mang Darman pun hanya bisa mengangguk dan tersenyum kepada orang-orang yang melintasinya dengan perasaan yang tidak percaya. Karena, baru kali ini dia melihat banyak sekali orang yang melintas di jalanan Kampung Sepuh dengan membawa obor sebagai penerang jalan. “Mereka ini siapa, aku baru lihat mereka, ” Pikir Mang Darman sambil merasa keheranan melihat mereka yang lewat begitu saja. Orang-orang ini muncul dan berjalan secara berbondong-bondong, dengan pakaian