🌸🌸🌸Sejak kejadian adegan aku melempari pintu dapur ibu, mereka kompak mendiamkanku. Syukurlah ini jauh lebih baik dari pada mereka bertingkah bar-bar.Malam ini aku berkutat dengan adonan donat dan bolu pisang ditemani Mas Danu. Dia takut akan terjadi kejadian seperti kemarin malam.Saat sedang menggoreng donat menjelang azan subuh tubuhku rasanya panas sekali padahal aku menggoreng pakai kompor bukan tungku.Brugh!Suara seperti benda jatuh sangat jelas terdengar dari arah belakang rumah."Ita! Danu!" Terdengar panggilan Mak Manurung dari pintu depan sampai beliau menggedor-gedor."Sabar, Mak. Ada apa Mak, sampai ngos-ngosan begitu subuh-subuh. Ayo masuk dulu," ajakku pada Mak Manurung. Beliau mengikuti langkah kakiku."Mak, kayak habis nyangkul sawah sehektar subuh-subuh minum air putih sekali teguk gitu langsung habis," godaku."Ini bukan sekedar lari jauh puluhan kilometer, Ta, lebih dari itu karena jantung juga rasanya mau copot.""Memang ada apa, Mak?" tanya Mas Danu."Emak,
"Eeh, enggak usah masuk! Di luar aja!" pekik Mba Lili. Saat kaki ini hendak melangkah masuk ke dalam."Ada apa, Dan? Apa kamu sudah menyerah tinggal sendiri tumben banget ke sini pagi-pagi begini," ucap ibu."Enak aja! Di sini sudah enggak ada tempat untuk benalu macam mereka, Bu," sahut Mas Roni. Astaghfirullah ini laki-laki mulutnya lemes banget."Cepat bilang ada apa? Kami sibuk!" timpal Mbak Asih."Ibu, begini aku mau minta sertifikat kebun karet milikku yang dikasih Kakek dulu, Aku berniat untuk menjual kebun itu. Selama ini kan, hasilnya sudah Ibu nikmati. Jadi kurasa ini waktu yang tepat untuk kujual," terang Mas Danu.Ibu kaget mendengar penuturan Mas Danu, lalu terlihat sangat gelisah sedang yang lain diam mematung."Besok saja ya, Dan. Ibu sibuk mau berangkat kondangan," jawab ibu lalu hendak menutup pintu. Dengan cepat aku menahan pintu itu."Sekarang saja, Bu. Kan, gampang tinggal ngambil aja lalu Ibu kasihkan pada kami," kataku menimpali."Eh, kamu siapa ikut-ikutan ngom
Aku mengambil Kia dari gendongannya."Orang macam mereka ini jangan diladeni bisa sama gilanya, Ta. Ada apa rupanya sampai kau itu seperti kesetanan?" tanyanya.Mas Danu akhirnya menceritakan semuanya bahwa dia mau mengambil sertifikat kebun karet miliknya. Bukan dikasih malah sudah dijual."Gila kau memang! Hak orang main ambil. Begini saja Dan, kamu panggil RT atau pamong desa buat beresin masalah ini." usulnya.Mas Danu mengiyakan dan akan membawa masalah ini ke jalur hukum."Jangan, Dan. Ibu berjanji akan menggantinya, sebentar." Susah payah ibu berjalan ke kamarnya tidak lama kemudian memberikan map coklat setelah kami periksa itu sertifikat kebun karet milik ibu."Baik aku terima ini, Bu, meski ukurannya masih kalah jauh dengan milikku. Aku akan minta pada Wak Tono sisanya." Ibu melongo saja mungkin dia sangat menyesal sudah menjual miliki orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya."Kami permisi," ucapku. Mereka tidak menyahut. Baru saja melangkah ke luar pintu langsung dibantin
"Wei, bengong aja. Awas kesambet jin cantik baru tahu rasa, lo!" tegur Joko, teman baik Mas Danu.Aku yang sedang buat adonan bolu pisang pesanan Bu RT untuk siang nanti juga merasa heran, sejak pulang dari rumah ibu tadi Mas Danu banyak diam. Jika tidak kutanya dia akan diam saja biasanya dia selalu menggodaku.Kia yang berceloteh di samping Mas Danu juga hanya ditanggapi sesekali. Mungkin Mas Danu sedang memikirkan nasib keluarganya."Bisa aja, Jok. Ada apa, nih?" Kudengarkan obrolan mereka."Enggak ada apa-apa pingin main aja. Kayaknya lagi banyak masalah kelihatan banget dari raut wajahmu yang kusut macam orang kalah main judi," ujar Joko."Ha-ha beginilah, Jok. malahan lebih dari itu," kelakar Mas Danu."Seriusan?""Iya, kalau jadi orang bod*h seperti aku ya begini dibohongi sana sini dan diakali sana sini," keluh Mas Danu."Berat banget kayaknya masalah kamu, baru kali ini aku punya kawan yang kaya masalah.""Benar, sepertinya memang hanya aku yang kaya masalah," jawab Mas Danu
"Ayo, bantu aku baca ayat kursi, kita bakar benda-benda laknat ini," perintah Joko. Kami membaca ayat kursi khusuk sekali aku tidak lagi mempedulikan Kia yang menangis menjerit-jerit karena aku tahu itu bukan Kia."Alhamdulillah bisa terbakar. Insya Allah setelah ini Kia bisa tidur nyenyak lagi, dan tidak ada gangguan apa-apa lagi," terang Joko.Joko adalah salah satu teman Mas Danu yang punya kelebihan bisa melihat barang ghaib. Anak Indomie kata bahasa gaulnya. Eh, indigo."Makasih, ya, Jok, sudah bantu," ucap Mas Danu tulus. Joko hanya tersenyum saja."Ta, pisau ini sebelum kamu pakai cuci dulu sambil baca ayat kursi 7 kali ya. Kalau masih ada kejadian aneh-aneh lagi kalian jangan sungkan untuk bilang padaku.""Jok, apa yang mengirim akan terkena imbasnya setelah sihir itu dibakar?" tanya Mas Danu."Bisa jadi bisa juga enggak," jawab Joko singkat.Kemudian Joko pulang aku dan Mas Danu merasa lega dan senang sekali. Satu urusan selesai meski aku tidak tahu siapa yang mengirim itu un
"Maaf, Bapak ini siapa, ya?" tanya Mas Danu."Panggil Wak saja, Nak.""Oh, iya, maaf. Wak ini siapa, ya?""Ratno, kamu bisa panggil Wak Ratno. Ya Allah Danu kamu masih hidup rupanya." Aku dan Mas Danu saling berpandangan. Tidak mengerti apa yang beliau ucapkan."Wak, kenal dengan Mas Danu?" tanyaku."Kenal, Nak. Hanya saja karena rumah kami jauhan di luar kota jadi tidak pernah bertemu Danu lagi," jawab beliau antusias."Danu, tadi aku sudah sedikit ngobrol dengan beliau. Waktu Ratno kaget waktu melihatmu masuk tadi, ternyata Ibu menjual kebun karetmu pada Wak Ratno. Iya, kan, Wak?" kata Mas Eko."Iya, benar. Aku tidak menyangka Ibumu dan juga Wakmu itu berbohong padaku.""Maksudnya Wak, bohong bagaimana?" tanya Mas Danu belum mengerti alur pembicaraan Wak Ratno ini."Ya, bohong! Mereka bilang kamu sudah meninggal dan menjual kebun karet itu padaku. Mereka pakai surat kuasa atas nama kamu."Astaghfirullah ...." Aku dan Mas Danu bersamaan istighfar."Jahat sekali." Tes! Aku menangis me
#Baiklah aku akan menjelaskan sedikit tentang tanah kuburan yang di episode 25. Di sana aku bilang tanah kuburannya langsung to the poin, tapi ada yang sangat teliti . Maka dari itu aku akan jelaskan setahuku ya?jadi, tanah untuk media sihir itu bukan sembarang tanah. Harus tanah kuburan. Aku dapat informasi ini dari teman yang indigo. Selain tanah kuburan katanya tidak bisa.🌸🌸🌸Kami pulang naik mobil Wak Ratno Mobil silver tadi ternyata mobil Wak Ratno. Mobil yang putih dibawa anaknya.Sepanjang jalan Wak Ratno terus saja mengumpat tindakan Wak Tono dan ibu."Aku ini, Dan, ikut jimpitan dari zaman kamu orang masih kecil sampai detik ini enggak pernah menikmati uang jimpitan itu. Setiap aku tanya dijawabnya mereka aman, untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan.""Wak, kami sudah keluar dari jimpitan bulan ini, karena tidak sanggup bayar, kami tidak punya uang. Sewaktu aku ke sana minta bagian yang 35% tidak dikasih malah dicaci maki. Kemarin Wak Tono ke rumah malah nagih hut
Aku dan Mas Danu terperangah melihat rumah Wak Ratno. Rumah beliau bak istana. Ukurannya besar bertingkat dengan gaya klasik modern. Seumur-umur aku baru lihat rumah sebagus ini selain di TV."MasyaAllah Wak, ini rumah apa istana?" ujar Danu. Wak Tono hanya terkekeh saja."Wak, cuma sendiri tinggal di rumah sebesar ini?" tanyaku penasaran."Enggak, anak-anak Wak semuanya tinggal jadi satu di sini. Mereka sudah punya rumah, tapi karena wasiat Ibunya mereka memutuskan untuk tinggal di sini sama-sama. Kalau tinggal sendiri ya, Wak, kesepian," jawabnya sambil menyuruh kami duduk."Sofanya bagus banget, Mas," bisikku pada Mas Danu."Iya, ssstt ... jangan kuat-kuat nanti malu kalau didengar sama Wak,""Nah, kalian mau minum apa biar dibuatkan sama Mbak yang kerja.""Apa aja, Wak," jawab kami serempak."Tunggu, ya, Wak mau ganti baju sekalian mau ambil sertifikat kebun kamu." Kami mengangguk."Kalau kalian mau keliling lihat-lihat juga enggak apa-apa, siapa tahu rumah Wak bisa jadi inspiras