Alex's point of view
Anna Karenina, dialah cewek yang melempariku dengan buku dan membuatku mimisan gara-gara mengira aku cowok mesum yang biasa masuk-masuk toilet cewek untuk ngintipin mereka. Sebenarnya sebelum kejadian di toilet cowok itu, aku sudah beberapa kali melihat dia mondar-mandir sambil membawa buku-buku tebal kemana-mana, dan seingatku aku sudah bolak-balik kena tabrak dia tapi dia kayaknya nggak ingat sama sekali kejadian-kejadian itu.GEMES... adalah perasaan pertama yang muncul saat melihat dia berusaha menampilkan muka memelasnya kepadaku dan memintaku untuk memaafkannya. Tak perlu pikir panjang aku langsung memaafkannya.Setelah hari itu kami mulai berteman baik. Well...sebenarnya aku sih yang selalu rajin mengunjungi kelasnya hanya untuk sekedar ngobrol atau ngerjain PR bareng. Pertamanya sih Anna terkesan cuek. Jika ditanya jawabannya selalu singkat dan perhatiaannya nggak pernah lepas dari buku. Apalagi ekspresinya selalu menyiratANNA'S POINT OF VIEWBerjam-jam lamanya, aku mengunci diri di kamar dan menangis sejadi-jadinya. Saking lamanya aku menangis, sampai akhirnya aku kecapean dan jatuh tertidur. Keesokan harinya, aku di bangunkan oleh suara ketukan di pintu kamarku. "An... jam berapa ini! Mau sampai jam berapa kamu tidur?!" panggil mamaku sambil mengetuk pintuku dengan keras.Terkejut dengan kegaduhan yang di buat mamaku, aku berteriak balik sambil menaruh bantal menutupi kepalaku,"Sebentar lagi ma. Lagian ini kan hari minggu!" "Iya mama tau. Tapi ada temenmu tuh yang datang. Makanya cepetan bangun!" Gedoran di pintuku terdengar semakin keras. Begitulah mamaku. Setiap pagiku selalu diwarnai gedoran di pintu beserta omelan mamaku sekaligus. Sudah satu paket itu."Ha? Temen? Siapa?" Aku langsung melempar bantal yng ada di atas kepalaku, ke samping dan memegang kedua mataku yang bengkak dan terasa perih. Aku pasti tampak menyedihkan di mata orang lain sekarang ini."Alex sama pacarnya tuh... Ayo cepat ban
Sesampainya disana, aku langsung di sambut hangat semua anggota keluarga Alex. Mereka bergiliran menyapaku dan menanyakan kabarku yang sudah jarang datang ke rumah Alex. Dengan kikuk, aku beralasan tidak pernah datang karena sibuk dengan pekerjaan di sekolah. Padahal, aku sebenarnya jarang datang karena tak mau melihat Alex dan Erna memamerkan cinta mereka di depanku.Makan malam berlangsung cukup menyenangkan. Keluarga Alex bersikap luar biasa baik padaku. Aku sempat merasa aneh karena walaupun mereka biasanya memang baik padaku tapi ini terkesan sedikit berlebihan. Sepertinya ada sesuatu, tapi aku nggak tau itu apa.Lamunanku pun buyar ketika tiba-tiba aku melihat Alex berdiri seperti ingin menyampaikan sesuatu pada semua yang ada di ruangan. Apa lagi ini, pikirku."Aku mengadakan pesta ini dan mengundang kalian semua, sebenarnya karena ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Beberapa bulan ini, aku sedang dekat dengan seorang cewek. Mungkin beberapa dari kalian tahu siapa dia. Namany
Hal yang paling kubenci di dunia ini adalah dikerjai. Hanya saja, aku tak percaya kalau Alex dan sekeluarganya beserta saudara-saudaranya bisa bersepakat menjahiliku seperti ini. Orang berpikiran sehat manapun, pasti tahu 'gadis Doraemon' yang sedang mereka bicarakan itu adalah hasil dari karangan mereka saja. Terlebih lagi waktu mereka menambahkan satu bualan lagi, yang menyatakan kalau akulah gadis Doraemon yang mereka maksud, detik itulah aku seketika merasa pasti ada udang di balik batu. Aku yakin sekali mereka sedang bersepakat untuk menjahiliku dan menghibur diri mereka dengan membuatku panik dan tegang saat mendengar kebohongan dari mulut mereka."Ayolah lex... ini nggak lucu. Masak di saat begini, kalian masih sempat-sempatnya ngerjain aku. Balik lagi dong ke pembahasan awal. Jadi siapa perempuan yang tante dan om rencanakan untuk dinikahkan sama Alex?" tanyaku penasaran. Aku berharap mereka berhenti mengatakan yang tidak-tidak dan langsung aja pada pokok pembicaraan. Memang s
Hal yang paling kubenci di dunia ini adalah dikerjai. Hanya saja, aku tak percaya kalau Alex dan sekeluarganya beserta saudara-saudaranya bisa bersepakat menjahiliku seperti ini. Orang berpikiran sehat manapun, pasti tahu 'gadis Doraemon' yang sedang mereka bicarakan itu adalah hasil dari karangan mereka saja. Terlebih lagi waktu mereka menambahkan satu bualan lagi, yang menyatakan kalau akulah gadis Doraemon yang mereka maksud, detik itulah aku seketika merasa pasti ada udang di balik batu. Aku yakin sekali mereka sedang bersepakat untuk menjahiliku dan menghibur diri mereka dengan membuatku panik dan tegang saat mendengar kebohongan dari mulut mereka."Ayolah lex... ini nggak lucu. Masak di saat begini, kalian masih sempat-sempatnya ngerjain aku. Balik lagi dong ke pembahasan awal. Jadi siapa perempuan yang tante dan om rencanakan untuk dinikahkan sama Alex?" tanyaku penasaran. Aku berharap mereka berhenti mengatakan yang tidak-tidak dan langsung aja pada pokok pembicaraa
Setelah kejadian di rumah Alex, hari-hariku benar-benar diliputi kegelisahan. Antara mempercayai Erna atau perkataan mamanya Alex. Di hari yang ke lima, penasaran dan kegelisahanku semakin memuncak. Dengan tak sabaran, Aku langsung membuka amplop coklat itu dan membaca alamat Erna yang tertera di dalamnya. Sambil dengan kondisi hati yang tak karuan, aku menyetir sepeda motorku ke alamat tempat kos Erna. Setelah kurang lebih sejam mencari, akhirnya sampailah aku ke tempat yang kutuju. Tempat kos Erna tampak kecil dan kumuh. Benar-benar jauh beda dengan rumah mewah yang ditinggalinya dulu.Sebenarnya, aku sedikit ragu-ragu untuk mengetuk pintu kamar kos itu. Aku takut kalau ternyata tuduhan mama Alex itu salah. Tapi karna sudah terlanjur datang, tanganku pun bergerak dan mengetuk pintu tersebut berkali-kali sambil memanggil nama Erna. Lama sampai akhirnya pintu terbuka dan wajah Erna muncul dari balik pintu. Dengan kikuk, aku pun tersenyum dan menyapanya.
Setelah kejadian di rumah Alex, hari-hariku benar-benar diliputi kegelisahan. Antara mempercayai Erna atau perkataan mamanya Alex. Di hari yang ke lima, penasaran dan kegelisahanku semakin memuncak. Dengan tak sabaran, Aku langsung membuka amplop coklat itu dan membaca alamat Erna yang tertera di dalamnya. Sambil dengan kondisi hati yang tak karuan, aku menyetir sepeda motorku ke alamat tempat kos Erna. Setelah kurang lebih sejam mencari, akhirnya sampailah aku ke tempat yang kutuju. Tempat kos Erna tampak kecil dan kumuh. Benar-benar jauh beda dengan rumah mewah yang ditinggalinya dulu.Sebenarnya, aku sedikit ragu-ragu untuk mengetuk pintu kamar kos itu. Aku takut kalau ternyata tuduhan mama Alex itu salah. Tapi karna sudah terlanjur datang, tanganku pun bergerak dan mengetuk pintu tersebut berkali-kali sambil memanggil nama Erna. Lama sampai akhirnya pintu terbuka dan wajah Erna muncul dari balik pintu. Dengan kikuk, aku pun tersenyum dan menyapanya.
Erna keluar dengan kostum yang bisa membuat mata dan mulut pria menganga melihatnya. Dari atas kepala sampai kakinya, semua serba merah dan berkelip-kelip.Baju atasan dengan belahan atas yang rendah, hingga memperlihatkan dua tonjolan di bagian atas tubuhnya, dipakainya dengan percaya diri, tanpa perlu menutupnya dengan jaket atau kain tambahan. Roknya pun tampak cetar dan menarik perhatian. Rok terkutuk itu panjangnya hanya beberapa senti saja dari pinggulnya sehingga ketika dia membungkuk sedikit saja, kita bisa melihat dalaman yang dipakainya.Namun yang membuatnya terlihat makin aneh adalah rambut palsu pirangnya dan make up wanita itu yang tebal dan serba berwarna-warni. Ada banyak yang membuatku muak dari penampilan Erna kali ini. Padahal aku bukan tipe orang yang suka menghakimi seseorang dari pakaiannya. Mau dia pakai rok mini atau tak berbusana sekalipun, bukanlah urusanku. Tapi ini temanku sendiri dan aku tahu tujuan sahabatku itu kenapa berpakaian
Mama? Dikira dia ibunya kali! Ibu kok ngejual anaknya! Lima menit kemudian, Erna muncul. Dia memandang wanita di depanku dan setelah itu terkejut saat mendapatiku juga di sana. "Ya ampun... beneran datang to kamu! Gila ya... uda dibilangin... masih nggak mau dengerin!" "Lha iya... temanmu ini bilang katanya mau ngeluarin kamu dari sini! Ide dari mana ini? Kamu yang nyuruh ta?!" tanya si wanita tadi sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Wajah Erna memucat. Dia menjawab dengan suara yang bergetar, "Enggak, ma. Anak ini yang kurang kerjaan sendiri. Nggak tau juga kenapa dia tiba-tiba jadi begini!" "Sadar napa sih, Er. Kamu ditipu sama perempuan ini! Gimana kalau nanti kamu terkena penyakit menular di sini. Emang dia mau tanggung jawab! Mau tanggung jawab pun percuma menurutku kalau kamu sudah digerogoti penyakit kayak gitu. Makanya sebelum terlambat, kau harus mau aku ajak keluar dari tempat terkutuk ini!" Aku mengibaskan tanganku
“Gimana hasilnya? Berhasilkah misi yang kuberikan?”tanya Erick pada saat aku baru saja sampai. Dia tampaknya sudah menungguku di dapur sedari tadi sambil mempersiapkan bahan-bahan apa saja yang akan dipakai hari ini. “Kayaknya sih enggak. Masih aja marah-marah terus kerjaannya. Malah tambah parah tingkat marah-marahnya sekarang.” Erick tersenyum mendengar jawabanku. “Justru bagus itu. Artinya dia bereaksi terhadap kamu dan malah lebih intens dari semula. Sudah siap kalau gitu untuk misi yang kedua.” “Misi kedua? Apa memangnya?”tanyaku penasaran. Bisa aja nih bocah nyiptain misi-misi seperti ini, pikirku. “Rayu dan campakkan!”jawabnya singkat tanpa penjelasan apapun. “Ha? Apa maksudnya ‘rayu dan campakkan’?” “Ya sama seperti kata yang kau dengar itu maksudnya. Aku mau kau merayunya terus dan waktu dia mulai mengikuti rayuanmu dan terperangkap di dalamnya, kejutkan dia dengan penolakan. Buat dia semakin bingung, semakin pena
"Pak, kalau ada masalah itu bisa diselesaikan baik-baik. Jangan main tangan kayak gini dong! Saya juga bisa pak, kalau main pukul!" Kelihatan sekali tampang bapak itu ingin menantangku. Dia maju selangkah mendekatiku dan tangannya meraih bagian depan kemejaku dan mencengkramnya."Kamu lihat dulu anakku, baru kau bisa komentar kayak gitu! Lihat itu badan anakku bentol-bentol semua gara-gara alergi. Kan sudah aku wanti-wanti dari awal kalau makanannya jangan ada udangnya. Anakku nggak bisa konsumsi makanan apapun yang memakai udang di dalamnya. Tapi lihat ini, saus yang dibawa pelayanmu ini ada udangnya. Dan anak saya sudah terlanjur memakannya. Untung saja baru sedikit masuk ke mulutnya. Kalau sampai kami nggak curiga dan memeriksanya tadi, anak saya pasti sudah memakannya semua dan langsung mengalami shock. Kalian tau alergi yang parah bisa mengakibatkan kematian! Dan sedikit saja, nyawa anak saya hampir terancam. Itu gara-gara keteledoran kalian!"bentaknya sambil menunjuk
ALEX’S POINT OF VIEWTak pernah sebelumnya, aku membayangkan akan menikah dengan paksaan seperti ini. Jaman sudah modern dan seharusnya tak ada lagi jenis pernikahan yang seperti ini. Tapi ya… di sinilah aku, menjadi salah satu korban dari sebuah pernikahan konyol, yang direncanakan orang tuaku dengan si iblis rakus, Anna Karenina. Ditambah lagi, saat teman-teman kuliah datang dan menggodaku waktu berada di pelaminan. Mereka sama sekali tak tahu kalau aku menikah karena dijodohkan. Pikir mereka aku dan Anna menikah karena sama-sama cinta. Itulah yang membuatku geram. Masalahnya, sepanjang pesta, mereka memaksaku untuk berfoto bersama istriku dengan pose-pose mesra yang diarahkan oleh mereka. Aku disuruh meluk Anna lah, nyium pipi dan keningnya lah, dan semua pose-pose yang membuatku ingin menendang mereka semua. Aku tau mereka sengaja mengerjai aku. Masalahnya, mereka nggak tau perasaanku sebenarnya. Dikiranya aku suka apa meluk-meluk sama nyium Anna?!
Alex mengekoriku dari belakang dan menarik tanganku seketika. Tubuhku langsung tersentak ke arahnya dan mendarat tepat di lengannya. “Apa-apaan sih, lex?! Lepas! Tanganku sakit,” teriakku sambil mencoba menarik tanganku kembali. “Aku nggak akan lepaskan tanganmu kalau kau masih belum menarik keputusanmu itu. Gila apa kamu, berani-beraninya ingin bekerja di restoranku! Mau cari gara-gara ya. Mentang-mentang kamu tau Erna juga bekerja di sana!” amuk Alex dengan kasar. Wajahnya terlalu dekat dan cengkramannya pada tanganku pun semakin kuat terasa. “Kenapa harus bertanya lagi. Bukannya kamu tau kalau aku menikahimu karna memang mau memisahkanmu dari Erna?! Jadi ya suka atau tidak, kau harus siap melihatku sebulan lagi berkeliaran di restoran yang kau agung-agungkan itu. Aku ingin lihat, apa teman kencanmu itu masih bisa bertingkah, kalau aku ada di sana?!” Kemarahan di mata Alex semakin menyala. Dia bahkan terlihat seperti akan memakanku hidup-hidup. Mata h
Paginya aku dibangunkan oleh nada dering ponsel yang sejak tadi berbunyi terus. Ingin sekali aku tak menghiraukannya karna masih mengantuk. Tapi karna deringnya berbunyi terus menerus tanpa ampun dan memekakkan telingaku, terpaksa aku mengulurkan tanganku dan meraih ponsel yang berada di atas meja lampu, di samping ranjang. Mataku terbelalak saat melihat nama mertuaku di layar ponsel. Entah kenapa, aku merasa ada hal yang buruk terjadi saat menerima panggilan mertuaku kali ini. Segera aku menekan tombol hijau untuk menerima panggilan itu.Nada suara mama mertuaku itu saat panggilan tersambung, terdengar seperti nada orang yang sedih dan khawatir. “Anna… kamu kenapa nggak terus terang sama mama? Kenapa nggak bilang kalau Alex nggak tinggal sama kamu di Bali? Ya ampun, An… kalau ada hal seperti ini, jangan disembunyikan dari papa mama. Jangan disimpan sendiri.”Aku tak menyangka mama mertuaku ini bisa mengetahui hal memalukan ini. Padahal aku sudah dengan h
Masih jam lima sore dan aku sudah kehabisan ide untuk melakukan apa saja di kamar sendirian. Kakiku sih sudah agak mendingan setelah dikompres dan diberi balsam. Tapi untuk keluar sendiri sore-sore begini untuk mengelilingi sekitar daerah sini, aku tak begitu berani. Takutnya nanti nyasar nggak bisa balik ke hotel gimana. Mungkin lebih baik aku turun ke bawah, ke restoran hotel dan makan malam di sana. Sekalian biar ganti suasana. Bosan soalnya diam terus di dalam kamar. Siapa tahu nanti makanan yang disajikan jauh lebih enak dari yang aku pesan kemarin. Setelah mandi dan merapikan barangku, aku keluar dari kamarku dan langsung masuk ke dalam lift. Aku memeriksa penampilanku di depan cermin besar yang ada di dinding lift. Pintu lift terbuka saat sudah sampai di lantai yang kutuju. Dengan girang, aku melangkahkan kakiku keluar. Tapi, betapa kagetnya aku saat berpapasan dengan Alex dan Erna pas keluar dari lift. Pria yang sebenarnya adalah suamiku itu, m
Busyet! Orang ini jalannya cepat sekali. Manalagi tadi saat mengejar maling kakiku terkilir, jadi sekarang dibuat jalan cepat kayak gini rasanya jadi sakit banget. Menyesal aku tadi pakai sepatu yang ada haknya, jadi malah memperparah rasa sakit yang ada di pergelangan kakiku. Ngapain juga aku sok-sokan dandan pakai sepatu cantik yang senada dengan baju yang aku pakai. Toh tak ada yang memperdulikan penampilanku di sini. Hasilnya, jadi gini kan. Kaki uda mau patah rasanya. Jalanpun jadi nggak nyaman banget, sampai-sampai terkadang terpincang-pincang saat mengikuti cepatnya jalan si bule ini. Dia sih enak, posturnya tinggi, jadi bisa jalan lebih cepat. Lagipula, kakinya nggak cidera, jadi enak saja jalan tanpa beban. Setelah lebih dari sepuluh menit kami berjalan, sampailah kami di sebuah restoran Prancis yang bernama ‘Le Ciel’, yang berarti 'Surga'. Restorannya sedikit lebih kecil daripada restoran Alex, tapi suasana di dalam restorannya benar-benar nyaman dan
Bila hati sudah tercabik-cabik, keindahan macam apapun tetap takkan bisa mengubah keadaan. Aku tahu bahwa kamar yang disewa mertuaku ini termasuk mewah, indah dan lengkap dengan fasilitas yang super fantastis. Mataku tau itu. Tapi masalahnya hatiku sama sekali tak tertarik. Aku hanya memandang sekilas desain hotel yang unik itu dan tak begitu tertarik lagi. Hatiku sakit, bahkan sekarang badanku pun ikut-ikutan nyeri. Kepalaku begitu berdenyut-denyut seperti mau pecah rasanya. Tak kuat lagi untuk membongkar isi koper yang aku bawa, kubaringkan saja tubuhku di ranjang yang super besar itu sambil menatap nanar ke arah jendela yang ditutupi tirai besar nan berat berwarna merah maroon itu. Entah apapun yang ada di dunia luar saat ini, aku tak tahu dan aku tak peduli. Yang pasti takkan sememuakkan yang kualami hari ini. Mungkin lebih baik aku tidur. Mungkin dengan itu aku bisa merasa lebih baik dan melupakan semuanya. Semoga saja ketika aku bangun nanti, semua ingatan
Kuangkat gaunku yang basah tinggi-tinggi saat membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku nggak mau air yang menetes dari gaunku mengenai lantai. Yah... memang nggak terlalu berguna karna baru saja aku melangkah ke dalam, lantai rumah itu jadi becek dan kotor seketika. Kakiku yang tak beralas kaki waktu berjalan di jalanan lah yang menyebabkan itu. Bodohnya, aku lupa hal itu dan masuk saja.Nanti saja aku pel lagi, pikirku sambil terus berjalan masuk dan naik ke lantai atas menuju kamar Alex. Saat itulah, aku melihat koper-koperku yang diletakkan begitu saja di luar, di samping pintu kamar Alex. Bocah itu rupanya mengeluarkan lagi barang-barangku dari kamarnya. Kurang ajar! Tak hanya aku, dia juga jijik rupanya dengan barang-barangku. Kuangkat koper itu dengan sedih dan bermaksud membawanya masuk ke dalam, tanpa sepengetahuan si setan itu. Sial! Pintunya ternyata dikunci dari dalam. Alex belum selesai menghukumku rupanya hari ini. Kali ini dia bahkan tak memperbolehkanku masuk ke ruangann