Bila hati sudah tercabik-cabik, keindahan macam apapun tetap takkan bisa mengubah keadaan. Aku tahu bahwa kamar yang disewa mertuaku ini termasuk mewah, indah dan lengkap dengan fasilitas yang super fantastis. Mataku tau itu. Tapi masalahnya hatiku sama sekali tak tertarik. Aku hanya memandang sekilas desain hotel yang unik itu dan tak begitu tertarik lagi.
Hatiku sakit, bahkan sekarang badanku pun ikut-ikutan nyeri. Kepalaku begitu berdenyut-denyut seperti mau pecah rasanya. Tak kuat lagi untuk membongkar isi koper yang aku bawa, kubaringkan saja tubuhku di ranjang yang super besar itu sambil menatap nanar ke arah jendela yang ditutupi tirai besar nan berat berwarna merah maroon itu.Entah apapun yang ada di dunia luar saat ini, aku tak tahu dan aku tak peduli. Yang pasti takkan sememuakkan yang kualami hari ini. Mungkin lebih baik aku tidur. Mungkin dengan itu aku bisa merasa lebih baik dan melupakan semuanya. Semoga saja ketika aku bangun nanti, semua ingatanBusyet! Orang ini jalannya cepat sekali. Manalagi tadi saat mengejar maling kakiku terkilir, jadi sekarang dibuat jalan cepat kayak gini rasanya jadi sakit banget. Menyesal aku tadi pakai sepatu yang ada haknya, jadi malah memperparah rasa sakit yang ada di pergelangan kakiku. Ngapain juga aku sok-sokan dandan pakai sepatu cantik yang senada dengan baju yang aku pakai. Toh tak ada yang memperdulikan penampilanku di sini. Hasilnya, jadi gini kan. Kaki uda mau patah rasanya. Jalanpun jadi nggak nyaman banget, sampai-sampai terkadang terpincang-pincang saat mengikuti cepatnya jalan si bule ini. Dia sih enak, posturnya tinggi, jadi bisa jalan lebih cepat. Lagipula, kakinya nggak cidera, jadi enak saja jalan tanpa beban. Setelah lebih dari sepuluh menit kami berjalan, sampailah kami di sebuah restoran Prancis yang bernama ‘Le Ciel’, yang berarti 'Surga'. Restorannya sedikit lebih kecil daripada restoran Alex, tapi suasana di dalam restorannya benar-benar nyaman dan
Masih jam lima sore dan aku sudah kehabisan ide untuk melakukan apa saja di kamar sendirian. Kakiku sih sudah agak mendingan setelah dikompres dan diberi balsam. Tapi untuk keluar sendiri sore-sore begini untuk mengelilingi sekitar daerah sini, aku tak begitu berani. Takutnya nanti nyasar nggak bisa balik ke hotel gimana. Mungkin lebih baik aku turun ke bawah, ke restoran hotel dan makan malam di sana. Sekalian biar ganti suasana. Bosan soalnya diam terus di dalam kamar. Siapa tahu nanti makanan yang disajikan jauh lebih enak dari yang aku pesan kemarin. Setelah mandi dan merapikan barangku, aku keluar dari kamarku dan langsung masuk ke dalam lift. Aku memeriksa penampilanku di depan cermin besar yang ada di dinding lift. Pintu lift terbuka saat sudah sampai di lantai yang kutuju. Dengan girang, aku melangkahkan kakiku keluar. Tapi, betapa kagetnya aku saat berpapasan dengan Alex dan Erna pas keluar dari lift. Pria yang sebenarnya adalah suamiku itu, m
Paginya aku dibangunkan oleh nada dering ponsel yang sejak tadi berbunyi terus. Ingin sekali aku tak menghiraukannya karna masih mengantuk. Tapi karna deringnya berbunyi terus menerus tanpa ampun dan memekakkan telingaku, terpaksa aku mengulurkan tanganku dan meraih ponsel yang berada di atas meja lampu, di samping ranjang. Mataku terbelalak saat melihat nama mertuaku di layar ponsel. Entah kenapa, aku merasa ada hal yang buruk terjadi saat menerima panggilan mertuaku kali ini. Segera aku menekan tombol hijau untuk menerima panggilan itu.Nada suara mama mertuaku itu saat panggilan tersambung, terdengar seperti nada orang yang sedih dan khawatir. “Anna… kamu kenapa nggak terus terang sama mama? Kenapa nggak bilang kalau Alex nggak tinggal sama kamu di Bali? Ya ampun, An… kalau ada hal seperti ini, jangan disembunyikan dari papa mama. Jangan disimpan sendiri.”Aku tak menyangka mama mertuaku ini bisa mengetahui hal memalukan ini. Padahal aku sudah dengan h
Alex mengekoriku dari belakang dan menarik tanganku seketika. Tubuhku langsung tersentak ke arahnya dan mendarat tepat di lengannya. “Apa-apaan sih, lex?! Lepas! Tanganku sakit,” teriakku sambil mencoba menarik tanganku kembali. “Aku nggak akan lepaskan tanganmu kalau kau masih belum menarik keputusanmu itu. Gila apa kamu, berani-beraninya ingin bekerja di restoranku! Mau cari gara-gara ya. Mentang-mentang kamu tau Erna juga bekerja di sana!” amuk Alex dengan kasar. Wajahnya terlalu dekat dan cengkramannya pada tanganku pun semakin kuat terasa. “Kenapa harus bertanya lagi. Bukannya kamu tau kalau aku menikahimu karna memang mau memisahkanmu dari Erna?! Jadi ya suka atau tidak, kau harus siap melihatku sebulan lagi berkeliaran di restoran yang kau agung-agungkan itu. Aku ingin lihat, apa teman kencanmu itu masih bisa bertingkah, kalau aku ada di sana?!” Kemarahan di mata Alex semakin menyala. Dia bahkan terlihat seperti akan memakanku hidup-hidup. Mata h
ALEX’S POINT OF VIEWTak pernah sebelumnya, aku membayangkan akan menikah dengan paksaan seperti ini. Jaman sudah modern dan seharusnya tak ada lagi jenis pernikahan yang seperti ini. Tapi ya… di sinilah aku, menjadi salah satu korban dari sebuah pernikahan konyol, yang direncanakan orang tuaku dengan si iblis rakus, Anna Karenina. Ditambah lagi, saat teman-teman kuliah datang dan menggodaku waktu berada di pelaminan. Mereka sama sekali tak tahu kalau aku menikah karena dijodohkan. Pikir mereka aku dan Anna menikah karena sama-sama cinta. Itulah yang membuatku geram. Masalahnya, sepanjang pesta, mereka memaksaku untuk berfoto bersama istriku dengan pose-pose mesra yang diarahkan oleh mereka. Aku disuruh meluk Anna lah, nyium pipi dan keningnya lah, dan semua pose-pose yang membuatku ingin menendang mereka semua. Aku tau mereka sengaja mengerjai aku. Masalahnya, mereka nggak tau perasaanku sebenarnya. Dikiranya aku suka apa meluk-meluk sama nyium Anna?!
"Pak, kalau ada masalah itu bisa diselesaikan baik-baik. Jangan main tangan kayak gini dong! Saya juga bisa pak, kalau main pukul!" Kelihatan sekali tampang bapak itu ingin menantangku. Dia maju selangkah mendekatiku dan tangannya meraih bagian depan kemejaku dan mencengkramnya."Kamu lihat dulu anakku, baru kau bisa komentar kayak gitu! Lihat itu badan anakku bentol-bentol semua gara-gara alergi. Kan sudah aku wanti-wanti dari awal kalau makanannya jangan ada udangnya. Anakku nggak bisa konsumsi makanan apapun yang memakai udang di dalamnya. Tapi lihat ini, saus yang dibawa pelayanmu ini ada udangnya. Dan anak saya sudah terlanjur memakannya. Untung saja baru sedikit masuk ke mulutnya. Kalau sampai kami nggak curiga dan memeriksanya tadi, anak saya pasti sudah memakannya semua dan langsung mengalami shock. Kalian tau alergi yang parah bisa mengakibatkan kematian! Dan sedikit saja, nyawa anak saya hampir terancam. Itu gara-gara keteledoran kalian!"bentaknya sambil menunjuk
“Gimana hasilnya? Berhasilkah misi yang kuberikan?”tanya Erick pada saat aku baru saja sampai. Dia tampaknya sudah menungguku di dapur sedari tadi sambil mempersiapkan bahan-bahan apa saja yang akan dipakai hari ini. “Kayaknya sih enggak. Masih aja marah-marah terus kerjaannya. Malah tambah parah tingkat marah-marahnya sekarang.” Erick tersenyum mendengar jawabanku. “Justru bagus itu. Artinya dia bereaksi terhadap kamu dan malah lebih intens dari semula. Sudah siap kalau gitu untuk misi yang kedua.” “Misi kedua? Apa memangnya?”tanyaku penasaran. Bisa aja nih bocah nyiptain misi-misi seperti ini, pikirku. “Rayu dan campakkan!”jawabnya singkat tanpa penjelasan apapun. “Ha? Apa maksudnya ‘rayu dan campakkan’?” “Ya sama seperti kata yang kau dengar itu maksudnya. Aku mau kau merayunya terus dan waktu dia mulai mengikuti rayuanmu dan terperangkap di dalamnya, kejutkan dia dengan penolakan. Buat dia semakin bingung, semakin pena
Anna's point a view"Selamat datang!"Sambutan ceria si pelayan cantik dan senyum manisnya seketika menambah suasana hangat restoran yang sudah menjadi langgananku selama lima tahun ini.Masih dengan senyum manisnya, yang seakan-akan tak pernah pudar, si pelayan mengantarkanku ke meja yang sudah aku pesan beberapa hari sebelumnya.Walaupun sudah lima tahun berlalu, tetapi tempat ini, designnya dan suasana di dalam dan di luar ruangannya masih saja sama seperti dahulu. Dan sama seperti lima tahun yang lalu, meja kedua disudut ruangan dekat jendela inilah yang selalu menjadi favoritku sejak dulu. Alasannya sebenarnya sederhana. Hanya dari tempat duduk inilah, pemandangan taman di luar restoran bisa dilihat dengan lebih jelas. Alhasil, duduk sampai berjam-jam pun, aku bisa tahan di sini.Sama seperti kebiasaanku yang sudah-sudah, setiap kali datang ke tempat ini, aku selalu melongokkan kepalaku keluar jendela begitu sampai di tempat duduk ini. Angin bertiup kencang menerpa wajah dan ramb
“Gimana hasilnya? Berhasilkah misi yang kuberikan?”tanya Erick pada saat aku baru saja sampai. Dia tampaknya sudah menungguku di dapur sedari tadi sambil mempersiapkan bahan-bahan apa saja yang akan dipakai hari ini. “Kayaknya sih enggak. Masih aja marah-marah terus kerjaannya. Malah tambah parah tingkat marah-marahnya sekarang.” Erick tersenyum mendengar jawabanku. “Justru bagus itu. Artinya dia bereaksi terhadap kamu dan malah lebih intens dari semula. Sudah siap kalau gitu untuk misi yang kedua.” “Misi kedua? Apa memangnya?”tanyaku penasaran. Bisa aja nih bocah nyiptain misi-misi seperti ini, pikirku. “Rayu dan campakkan!”jawabnya singkat tanpa penjelasan apapun. “Ha? Apa maksudnya ‘rayu dan campakkan’?” “Ya sama seperti kata yang kau dengar itu maksudnya. Aku mau kau merayunya terus dan waktu dia mulai mengikuti rayuanmu dan terperangkap di dalamnya, kejutkan dia dengan penolakan. Buat dia semakin bingung, semakin pena
"Pak, kalau ada masalah itu bisa diselesaikan baik-baik. Jangan main tangan kayak gini dong! Saya juga bisa pak, kalau main pukul!" Kelihatan sekali tampang bapak itu ingin menantangku. Dia maju selangkah mendekatiku dan tangannya meraih bagian depan kemejaku dan mencengkramnya."Kamu lihat dulu anakku, baru kau bisa komentar kayak gitu! Lihat itu badan anakku bentol-bentol semua gara-gara alergi. Kan sudah aku wanti-wanti dari awal kalau makanannya jangan ada udangnya. Anakku nggak bisa konsumsi makanan apapun yang memakai udang di dalamnya. Tapi lihat ini, saus yang dibawa pelayanmu ini ada udangnya. Dan anak saya sudah terlanjur memakannya. Untung saja baru sedikit masuk ke mulutnya. Kalau sampai kami nggak curiga dan memeriksanya tadi, anak saya pasti sudah memakannya semua dan langsung mengalami shock. Kalian tau alergi yang parah bisa mengakibatkan kematian! Dan sedikit saja, nyawa anak saya hampir terancam. Itu gara-gara keteledoran kalian!"bentaknya sambil menunjuk
ALEX’S POINT OF VIEWTak pernah sebelumnya, aku membayangkan akan menikah dengan paksaan seperti ini. Jaman sudah modern dan seharusnya tak ada lagi jenis pernikahan yang seperti ini. Tapi ya… di sinilah aku, menjadi salah satu korban dari sebuah pernikahan konyol, yang direncanakan orang tuaku dengan si iblis rakus, Anna Karenina. Ditambah lagi, saat teman-teman kuliah datang dan menggodaku waktu berada di pelaminan. Mereka sama sekali tak tahu kalau aku menikah karena dijodohkan. Pikir mereka aku dan Anna menikah karena sama-sama cinta. Itulah yang membuatku geram. Masalahnya, sepanjang pesta, mereka memaksaku untuk berfoto bersama istriku dengan pose-pose mesra yang diarahkan oleh mereka. Aku disuruh meluk Anna lah, nyium pipi dan keningnya lah, dan semua pose-pose yang membuatku ingin menendang mereka semua. Aku tau mereka sengaja mengerjai aku. Masalahnya, mereka nggak tau perasaanku sebenarnya. Dikiranya aku suka apa meluk-meluk sama nyium Anna?!
Alex mengekoriku dari belakang dan menarik tanganku seketika. Tubuhku langsung tersentak ke arahnya dan mendarat tepat di lengannya. “Apa-apaan sih, lex?! Lepas! Tanganku sakit,” teriakku sambil mencoba menarik tanganku kembali. “Aku nggak akan lepaskan tanganmu kalau kau masih belum menarik keputusanmu itu. Gila apa kamu, berani-beraninya ingin bekerja di restoranku! Mau cari gara-gara ya. Mentang-mentang kamu tau Erna juga bekerja di sana!” amuk Alex dengan kasar. Wajahnya terlalu dekat dan cengkramannya pada tanganku pun semakin kuat terasa. “Kenapa harus bertanya lagi. Bukannya kamu tau kalau aku menikahimu karna memang mau memisahkanmu dari Erna?! Jadi ya suka atau tidak, kau harus siap melihatku sebulan lagi berkeliaran di restoran yang kau agung-agungkan itu. Aku ingin lihat, apa teman kencanmu itu masih bisa bertingkah, kalau aku ada di sana?!” Kemarahan di mata Alex semakin menyala. Dia bahkan terlihat seperti akan memakanku hidup-hidup. Mata h
Paginya aku dibangunkan oleh nada dering ponsel yang sejak tadi berbunyi terus. Ingin sekali aku tak menghiraukannya karna masih mengantuk. Tapi karna deringnya berbunyi terus menerus tanpa ampun dan memekakkan telingaku, terpaksa aku mengulurkan tanganku dan meraih ponsel yang berada di atas meja lampu, di samping ranjang. Mataku terbelalak saat melihat nama mertuaku di layar ponsel. Entah kenapa, aku merasa ada hal yang buruk terjadi saat menerima panggilan mertuaku kali ini. Segera aku menekan tombol hijau untuk menerima panggilan itu.Nada suara mama mertuaku itu saat panggilan tersambung, terdengar seperti nada orang yang sedih dan khawatir. “Anna… kamu kenapa nggak terus terang sama mama? Kenapa nggak bilang kalau Alex nggak tinggal sama kamu di Bali? Ya ampun, An… kalau ada hal seperti ini, jangan disembunyikan dari papa mama. Jangan disimpan sendiri.”Aku tak menyangka mama mertuaku ini bisa mengetahui hal memalukan ini. Padahal aku sudah dengan h
Masih jam lima sore dan aku sudah kehabisan ide untuk melakukan apa saja di kamar sendirian. Kakiku sih sudah agak mendingan setelah dikompres dan diberi balsam. Tapi untuk keluar sendiri sore-sore begini untuk mengelilingi sekitar daerah sini, aku tak begitu berani. Takutnya nanti nyasar nggak bisa balik ke hotel gimana. Mungkin lebih baik aku turun ke bawah, ke restoran hotel dan makan malam di sana. Sekalian biar ganti suasana. Bosan soalnya diam terus di dalam kamar. Siapa tahu nanti makanan yang disajikan jauh lebih enak dari yang aku pesan kemarin. Setelah mandi dan merapikan barangku, aku keluar dari kamarku dan langsung masuk ke dalam lift. Aku memeriksa penampilanku di depan cermin besar yang ada di dinding lift. Pintu lift terbuka saat sudah sampai di lantai yang kutuju. Dengan girang, aku melangkahkan kakiku keluar. Tapi, betapa kagetnya aku saat berpapasan dengan Alex dan Erna pas keluar dari lift. Pria yang sebenarnya adalah suamiku itu, m
Busyet! Orang ini jalannya cepat sekali. Manalagi tadi saat mengejar maling kakiku terkilir, jadi sekarang dibuat jalan cepat kayak gini rasanya jadi sakit banget. Menyesal aku tadi pakai sepatu yang ada haknya, jadi malah memperparah rasa sakit yang ada di pergelangan kakiku. Ngapain juga aku sok-sokan dandan pakai sepatu cantik yang senada dengan baju yang aku pakai. Toh tak ada yang memperdulikan penampilanku di sini. Hasilnya, jadi gini kan. Kaki uda mau patah rasanya. Jalanpun jadi nggak nyaman banget, sampai-sampai terkadang terpincang-pincang saat mengikuti cepatnya jalan si bule ini. Dia sih enak, posturnya tinggi, jadi bisa jalan lebih cepat. Lagipula, kakinya nggak cidera, jadi enak saja jalan tanpa beban. Setelah lebih dari sepuluh menit kami berjalan, sampailah kami di sebuah restoran Prancis yang bernama ‘Le Ciel’, yang berarti 'Surga'. Restorannya sedikit lebih kecil daripada restoran Alex, tapi suasana di dalam restorannya benar-benar nyaman dan
Bila hati sudah tercabik-cabik, keindahan macam apapun tetap takkan bisa mengubah keadaan. Aku tahu bahwa kamar yang disewa mertuaku ini termasuk mewah, indah dan lengkap dengan fasilitas yang super fantastis. Mataku tau itu. Tapi masalahnya hatiku sama sekali tak tertarik. Aku hanya memandang sekilas desain hotel yang unik itu dan tak begitu tertarik lagi. Hatiku sakit, bahkan sekarang badanku pun ikut-ikutan nyeri. Kepalaku begitu berdenyut-denyut seperti mau pecah rasanya. Tak kuat lagi untuk membongkar isi koper yang aku bawa, kubaringkan saja tubuhku di ranjang yang super besar itu sambil menatap nanar ke arah jendela yang ditutupi tirai besar nan berat berwarna merah maroon itu. Entah apapun yang ada di dunia luar saat ini, aku tak tahu dan aku tak peduli. Yang pasti takkan sememuakkan yang kualami hari ini. Mungkin lebih baik aku tidur. Mungkin dengan itu aku bisa merasa lebih baik dan melupakan semuanya. Semoga saja ketika aku bangun nanti, semua ingatan
Kuangkat gaunku yang basah tinggi-tinggi saat membuka pintu dan masuk ke dalam. Aku nggak mau air yang menetes dari gaunku mengenai lantai. Yah... memang nggak terlalu berguna karna baru saja aku melangkah ke dalam, lantai rumah itu jadi becek dan kotor seketika. Kakiku yang tak beralas kaki waktu berjalan di jalanan lah yang menyebabkan itu. Bodohnya, aku lupa hal itu dan masuk saja.Nanti saja aku pel lagi, pikirku sambil terus berjalan masuk dan naik ke lantai atas menuju kamar Alex. Saat itulah, aku melihat koper-koperku yang diletakkan begitu saja di luar, di samping pintu kamar Alex. Bocah itu rupanya mengeluarkan lagi barang-barangku dari kamarnya. Kurang ajar! Tak hanya aku, dia juga jijik rupanya dengan barang-barangku. Kuangkat koper itu dengan sedih dan bermaksud membawanya masuk ke dalam, tanpa sepengetahuan si setan itu. Sial! Pintunya ternyata dikunci dari dalam. Alex belum selesai menghukumku rupanya hari ini. Kali ini dia bahkan tak memperbolehkanku masuk ke ruangann