PAGI BERKABUT DUKA
Sebelum berangkat ke kantor, Gunawan menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan, Arkana, sang cucu yang semakin hari semakin menggemaskan.“Hari ini, Papa ada janji bertemu dengan Erlangga, Mah” ucap Gunawan.“Bicara baik-baik, Pah, jangan terbawa emosi, walau bagaimana pun, dia adalah kakek dari Arkana,” papar Martha mengingatkan.Gunawan sudah melarang keluarga, Erlangga untuk bertemu, Renata dan Arkana.“Paaah… Maaah…” Suara teriakan, Renata mengalihkan perhatian mereka, dengan cepat Gunawan masauk kedalam rumah di susul oleh Martha setelah menyerahkan, Arkana kepada baby sitternya.“Ada apa, Re?” tanya Gunawan.“Lihat, Pah,” jawab, Renata seraya melihat dan membesarkan volume chanel tv. Berita tentang kecelakan yang mengakibatkan kemtian menimpa pengusaha ternama.“Wicaksana!” seru, Gunawan setengah tidak percaya. Ia segera membuka telepon genggamnya, ternyata sudah ramai di berita mediaPERTEMUAN KANZA dan RENATAAcara pemakaman segara di laksanakan, semua keluarga berkumpul, Rio dan Reynaldi yang baru saja tiba dan juga Bimantara yang tak lepas memeluk bahu sang bunda. Renata berdiri di antara Gunawan dan Martha. Sepasang mata yang tak lepas memandangi Renata, meski saat ini ia bersama istrinya yang lain.“Aku merindukanmu, Re,” bathin Davin, sekilas Renata, melirik ke arah pasangan tersebut dan buru-buru ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, dengan erat Renata, menggenggam tangan, Martha, berharap mendapat kekuatan dari sang Mama.“Mah, aku mau cari tolet,” bisik Renata dan Martha hanya mengagguk.Melihat Renata menjauh dari kedua orang tuanya seketika Kanza, menyusul dan mencari keberadaan Renata.Renata, terkejut setelah ia keluar dari toilet rumah keluarga, Wicaksana, Kanza sudah berdiri dengan menyandarkan badannya di dinding.“Hai Re… kita bertemu lagi, aku kira kamu tidak akan terbangun lagi, ternyata pan
PEWARIS SESUNGGUHNYAProsesi pemakaman, Wicaksana telah selesai, doa bersama pun sudah di laksanakan. Gunawan hendak pamit untuk pulang.“Mah, Pah… bolehkan aku menemani, ibu Rianti dulu?” pinta Renata.“Tentu, sayang… kamu boleh di sini dulu,” jawab Martha.“Terimakasih, Mah, aku titip Arkana sama Mama.”“Jangan kahwatir, Arkana aman bersama Mama.”“Rey, Bima… Om titip Renata,” ujar Gunawan.Seperti di komando dua lelaki tersebut mengatakan siap secara bersamaan.“Re… kenlakan, ini putra ayah Wicaksana yang paling kecil, tapi body paling besar, namanya, Rio,” tutur Bimantara, sambil terkekeh memeprkenalkan Rio kepada Renata.“Hai, Rio,” sapa Renata.“Rio, kamu ingat? Anak perempuan yang sering kali ibu ceritakan?” sambung Bimantara.“Jadi?” ucap Rio sambil memperhatikan, Renata.Bimantara hanya mengangguk, untuk meyakinkan, Rio jika yang ada di hadapannya adalah sang kaka.
PENYESALAN SEORANG AYAH“Apakah tidak ada jalan lain?” tanya Erlangga. Gunawan hanya terdiam, memainkan ujung jarinya di atas meja.“Tidak, ini sudah menjadi keputusanku” jawab Gunawan.“Lalu bagiaman dengan, Renata? Apakah dia setuju?”“Renata, sudah cukup menderita selama ini. itu karena keputusanku menerima lamaran kalian dan aku sendiri yang akan menghentikan penderitaannya.”“Bagaimana dengan, Arkana? Ia masih kecil dan butuh sosok seorang ayah,” tutur Erlangga.“Tapi, bukan sosok ayah seperti, Davin!” seru Gunawan.Erlangga, ingin mempertahankan rumah tangga putranya bersama Renata, namun penyesalan dan kekecewaan, Gunawan terhadap, Davin sudah tidak bisa di tolelir lagi.“Aku, memyesalkan semua ini,” ucap Erlangga.“Yah… dan aku lebih menyesal, ternyata keputusanku membuat hidup, Renata sangat menderita,” timpal Gunawan.“Aku, sudah memberikan hukuman yang setimpal untuk, Davin. Apakah i
PERMAINAN BARU AKAN DIMULAISaat bersamaan kedatangan, Davin yang tiba-tiba muncul di depan rumah.“Hai… semua,” sapa Davin.Semua menoleh ke asal suara, Davin melangkah mendekati mereka. “Maaf aku datang tanpa memberi kabar,” sambung Davin.“Ada keperluan apa?” tanya Renata dingin.“Boleh aku menggendong, Arkana?” tanyanya.Renata mnyodorkan Arkana ke hadapan, Davin. Namun bayi yag beusia tiga bulan itu menolak begitu tangan Davin menyentuhnya, tanpa di duga reaksi Arkana yang tiba-tiba menangis.“Maaf, Davin. Sepertinya Arkana belum nyaman bersamamu,” ucap Renata sambil mengambil kembali Arkana.“Re… bisa kita bicara sebentar?” Renata yang hendak melangkah menghentikan langkahnya.“Apa yang ingin kamu bicarakan?”Martha, mengambil Arkana dari gendongan Renata, dan membawanya masuk bersama, Reynaldi.“Kenapa, kamu tidak mau pulang kerumah kita, Re?” tanya Davin.“Kenapa? Kamu
SIDANG MEDIASI YANG TERLEWATKANHari ini adalah sidang mediasi untuk gugatan perceraian, Davin dan Renata. Diam-diam Gunawanlah yang memasukan berkas gugatan itu ke pengadilan.“Pah, secepat ini?” ucap Renata, sambil memegang surat panggilan dari pengadilan agama.“Maafkan Papa, Nak… Papa tidak bisa menunda lagi, semua harus segera di selesaikan,” ujar Gunawan.Tidak ada pilihan lain, Renata mengikuti semua yang sudah di rencanakan papanya, karena Reanata yakin semua demi kebaikannya.Gunawan, mendampingi sang putri menuju pengadilan agama, setiba di sana, lama menunggu kehadiran, Davin. Hingga waktu yang di tentukan, Davin tidak datang dalam panggilan tersebut.“Kemana laki-laki pengecut itu!” seru Gunawan sambil masuk kedalam mobil.“Sudahlah, Pah… bukankah ini akan jadi lebih baik? Dengan tidak datangnya Davin itu akan melancarkan proses peridangan, Kan?” papar Renata.“Ya… kamu benar,”“Mau Papa antar kerumah?” “Tidak usah, Pah, aku turun di depan Mall tempat biasa aja, sepertiny
WANITA PEMBURU HARTADengan wajah ceria, Kanza memasuki gedung apartemen, sesekali melirik tentengan paper bag di tangan kanan dan kirinya, ia memasuki lift menuju unit apartemen miliknya.Setiba di kamar, Davin tengah menunggu dengan raut wajah marah.“Hei… sudah pulang, Mas?” ucap Kanza, seraya mendekat ingin memeluk, Davin. Davin menepis pergerakan, Kanza.“Darimana saja kamu?” tanya Davin sambil melihat ke arah belanjaan, Kanza.“Aku? Habis dari Mall, kenapa?”“Apa maksudnya ini!” seru Davin sambil membanting amplop surat ke atas meja.“Dari mana kamu dapat itu?” tanya, Kanza heran, sementara ia merasa sudah membuang surat itu di tempat yang aman.“Aku menemukannya di tumpukan berkas, yang kamu buang di tempat sampah,” ujar Davin.“Apa kamu sengaja membuangnya?”“Aku tidak tahu.”“Kamu, kan yang menerima surat itu?”“Aku tidak menerimanya!” seru, Kanza.Kanza memang tidak menerima surat dari pengadilan agama tersebut, ia menemukan surat itu terselip di pagar rumah, Davin saat ia k
CALON MANTAN ISTRIMalam ini, Reynaldi menjemput, Renata. Wanita yang telah mendapatkan tempat khusus dalam hatinya.“Mah, aku pergi dulu, titip Arkana ya,” pamit, Renata.“Iya, sayang… hati-hati yah,” jawab Martha, seraya memeluk sang putri.“Kamu, cantik sekali malam ini,” sambung, Martha sambil mencubit dagu Renata. Senyum simpul Renata mendengar pujian sang Mama membuat rona pipi menambah kecantikannya.Reynaldi menunggu di dalam mobil, ia sengaja tidak turun untuk mempersingkat waktu, agar tidak terlambat ke tempat acara.“Cantik,” ucap, Reynaldi reflek, setelah melihat Renata mendekat ke arah mobilnya.“Rey! Seru Renata, sambil mengetuk jendela mobil. Dengan gugup Reynaldi segera membuka kunci otomatis, agar pintu dapat di buka.“Kenapa? Kok malah melamun, ayo… jalan,” ujar Renata, melihat Reynaldi belum juga menjalankan kendaraannya.Reynaldi pun menjalankan kendaraannya dengan perasaan yang masi
OBAT PERANGSANGAcara berlangsung dengan penuh keakraban sesama pengusaha, tiba acara puncak. Fihak panitia mengumumkan. Perusahan-perusahaan yang akan mengajukan tander kepada salah satu perusahaan terbesar di asia, perusahaan Renata dan Davin termasuk di dalamnya.“Aku mau ke toilet,” bisik Kanza di saat Davin sedang focus dengan acaranya, Davin hanya mengangguk.Semua focus dengan acara puncak tersebut, tidak ada yang melihat apa yang dilakukan Kanza.“Mas… berikan minuman ini kepada wanita yang mengenakan gaun hitam panjang itu,” ucap Kanza kepada salah satu witres yang bertugas melayani tamu malam itu, seraya menunjuk ke arah Renata.Dengan patuh sang pelayan pun memberikan minuman tersebut, tanpa menoleh siapa yang memberikan minuman, Renata langsung menerima dan meminumnya.“Rasakan! Malam ini adalah malam istimewa untukmu, Renata! Keberuntungan tidak akan selalu berfihak padamu,” seru Kanza bergumam sendiri, sambil tersen