Pov Bapak
Aku kembali ke kamar, merasakan sakit yang sangat luar biasa ini. Padahal rencananya hari ini aku akan menemui Nisa di rumah kontrakannya. Aku ingin membuat perhitungan kepada wanita jalang itu. Dia dan Anton telah bekerja sama untuk menjebloskan aku ke penjara. Mereka berdua harus mendapatkan balasan yang setimpal. Tapi, melihat kondisiku saat ini, mana mungkin aku bisa menemui Nisa. Untuk mengenakan celana saja rasanya begitu sakit. Dengan terpaksa aku harus mengenakan sarung seperti anak kecil yang habis di sunat. Sial! Ini semua gara-gara ulah para napi bar-bar itu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, badanku menggigil merasakan sakit di area sentralku. Hari ini aku hanya bisa tiduran di hotel tanpa berbuat apa-apa. Aku berharap, besok kondisi ku pulih seperti semula. Agar aku bisa segera melampiaskan dendamku pada Nisa dan Anton. ****~~~Tiga hari kemudian
.
Sudah tiga hari, k
Pov AntonMungkin, hari ini adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Setelah 29 tahun aku hidup dengan Bapak, yang ternyata bukan Ayah kandungku. Hari ini untuk pertama kalinya, aku akan bertemu dengan Ayah kandungku yang sesungguhnya. Perasaan ku campur aduk. Tidak biasanya aku setegang ini."Anton! Kamu sudah siap?" tanya Ibu padaku. Wajahnya tampak berseri-seri. Ada rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah Ibu.Aku mengangguk pelan sambil berkata. "Sudah, Bu! InsyaAllah Anton siap!.""Syukurlah! Ibu benar-benar senang Anton! Setelah sidang perceraian mu dan Nisa yang pertama berjalan lancar, sekarang kamu juga akan bertemu dengan Ayah kandung mu! Ibu harap setelah pertemuan ini, hidupmu jadi lebih bahagia, Ayahmu orang baik, kamu harus sayang dan hormat padanya! Walaupun dia tidak pernah mengurusmu, tapi dia lah yang membiayai seluruh kebutuhan mu selama ini," jelas Ibu padaku."Kalau be
Pov BapakAku tidak mungkin terkena HIV! Diagnosa ini pasti salah. Dokter itu pasti hanya ingin mengerjai ku."Aku ini orang sehat! Tidak mungkin bisa terkena penyakit menjijikkan seperti itu!" ucapku pada Dokter yang memberiku kertas ini."Tapi, Pak! Itu adalah hasil dari pemeriksaan yang kita lakukan pada Bapak, dan hasil itu tidak mungkin keliru. Jika Bapak tidak percaya, Bapak bisa periksa di rumah sakit lain, saya yakin hasilnya akan sama. Bapak memang terkena HIV!" ucapnya dengan yakin.Sepertinya percuma saja jika aku terus berdebat, mereka tidak akan mungkin mau mendengar penjelasan ku.Setelah perdebatan yang cukup alot, akhirnya mereka meninggalkan aku sendiri di ruanganku. Bagus! Aku akan segera keluar dari rumah sakit aneh ini. Aku harus segera pergi dari sini sebelum mereka memindahkan ku ke ruang khusus penderita HIV AIDS.Aku harus menyusun rencana agar aku bisa
Pov AntonAku segera meluncur ke kontrakan Nisa, aku benar-benar khawatir. Aku takut jika Bapak kembali melampiaskan nafsunya pada Nisa. Walaupun sebentar lagi aku dan Nisa akan bercerai, tapi perasaan ini tetap tidak bisa dipungkiri, aku tidak mungkin bisa menerima perbuatan asusila yang Bapak lakukan pada Nisa.Sesampainya di rumah kontrakan, Aku langsung masuk ke dalam. Benar saja dugaanku. Kulihat Nisa hanya membalut tubuhnya dengan handuk. Rambutnya basah. Sepertinya ia habis mandi besar."Nisa! Kamu tidak apa-apa kan?" Tanyaku khawatir."Mas… aku takut, Mas!" ucap Nisa. Ia langsung memeluk erat tubuhku."Apa yang Bapak lakukan padamu, Nis? Apa dia memaksamu untuk melayani nafsunya lagi?""Tidak, Mas! Bapak tidak melakukan apa-apa! Dia hanya mengambil seluruh uangku!" ucapnya membuatku lega."Lantas, kenapa kamu tidak memakai baju? Rambutmu basah
Pov Baskoro"Bukan! Saya bukan copet! Kalian salah orang! Saya bukan copet!""Ampun! Tolong! Saya bukan copet!" aku terus berteriak meminta tolong. Tapi tidak ada satu orang pun yang menolong ku. Mereka semua kalap dan menyangka aku adalah copet.Aku terus berteriak meminta tolong sampai mulut ini tak mampu lagi untuk berucap."Ya Allah…ampunilah dosa-dosa ku selama ini! Aku bukanlah orang baik! Mungkin ini adalah hukuman yang pantas untuk orang jahat seperti ku, Astaghfirullah..tolong… ." lirih ku dalam hati. Aku tak mampu lagi berucap, sakit… sakit, hanya itu yang aku rasakan saat ini. Hingga akhirnya semua menjadi gelap.***Pov IbuSemua orang berteriak copet, aku yang sedang berbelanja sayuran menghentikan aktivitas ku. Semua orang berbondong-bondong menuju kerumunan di depan toko besar itu."Ada apa, Pak?" tanyaku pada tukang ojek yang mangkal di depan t
Tanpa menjawab penjelasannya aku bergegas menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kencang menuju kontrakan Nisa."Ada apa sih, Anton? Ko panik banget! Siapa yang barusan telpon?" tanya Ibu bingung melihat kepanikan ku."Bi Sumi, Bu! Orang yang menemani Nisa di kontrakannya. Dia bilang Nisa jatuh dari kamar mandi. Ia panik karena Nisa pendarahan, kita harus segera kesana. Anton takut terjadi apa-apa dengan kandungannya," ucapku sambil terus memacu mobil dengan kecepatan tinggi."Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Nisa dan bayinya! Ibu tau kamu khawatir Anton! Tapi jangan ngebut kayak gini, Ibu takut.""Ibu tenang aja, kita akan sampai dengan selamat. Ibu gak usah khawatir, Anton cuma tidak mau menyesal jika sampai telat ngasih pertolongan pada Nisa," Walaupun saat ini aku dan Nisa sudah resmi bercerai, tapi anak itu tetap menjadi tanggung jawab ku sampai ia lahir ke dunia."Bi Sumi pasti
Extra Part"Mas, kayaknya Dedek ee deh! Dia nangis terus, sepertinya gak nyaman. Harus segera diganti popoknya, Mama gantiin popoknya ya, sayang!" ucap Nisa. Tangannya hendak membuka bedong yang menyelimuti tubuh Jannah."Jangan, Nis! Jangan dibuka! Biar suster aja yang gantiin popoknya!" ucapku menahan tangan Nisa."Gak apa-apa, Mas! Biar Nisa aja yang gantiin popoknya! Sekalian Nisa belajar Mas. Agar terbiasa!""Udah gak usah! Biar suster aja yang ganti! Kamu istirahat saja, lagian kamu kan masih lemes habis operasi!" ucapku pada Nisa. Aku pun segera mengambil Jannah dari gendongannya."Gak apa-apa, Mas! Biar Nisa aja yang ganti. Nisa gak lemes ko!""Gak usah Nis! Kamu istirahat aja! Aku gak mau kamu kenapa-kenapa! Dokter kan sudah bilang kalau kamu gak boleh banyak gerak!" Di tengah percakapan ku dan Nisa, tiba-tiba Ibu datang menghampiri."Ada apa
"Nis, kendalikan emosimu! Jangan seperti ini. Kasian Jannah! Dia haus, Nis! Dia butuh kamu,""Nggak, Mas! Aku nggak mau anak itu! Jauhkan anak itu dari aku, Mas! Bawa dia pergi! Aku nggak mau menyentuhnya lagi!""Dasar pelacur! Rasain tuh karma untukmu! Makanya jadi wanita itu jangan kegatelan, pake selingkuh dengan mertua sendiri! Gini kan akibatnya!" Suara teriakan dari luar masih terus menggema. Rupanya Ibu-Ibu komplek ini sama sekali tidak merasa Iba pada Nisa dan bayinya."Bu, tolong bawa dulu Jannah ke kamar! Beri dulu dia air putih. Anton mau mencoba untuk menenangkan Nisa!" seru ku pada Ibu. Ia pun mengangguk mengiyakan, dan segera membawa Jannah masuk ke kamarnya."Nis, ayo berdiri! Ikut Mas ke kamar!" ucapku merangkul Nisa dan membawanya ke kamar."Minum dulu, Nis!" Ku sodorkan satu gelas air putih padanya. Ia pun meminumnya sampai habis.Nisa mulai tenang, kul
"Ya Allah, Nis! Apa yang kamu lakukan?" aku segera menghampiri Nisa dan langsung mengangkat tubuhnya yang lemas ke sofa."Bu! Ibu! Cepat keluar, Bu! Nisa terluka!" teriakku memanggil Ibu.Setelah mendengar teriakanku Ibu pun keluar dari kamar, dengan Jannah di gendongannya."Ya Allah, Anton! Nisa kenapa?" tanya Ibu panik."Anton nggak tau, Bu! Barusan Anton lihat Nisa sudah tergeletak di dapur! Sepertinya dia mau bunuh diri!" sahutku pada Ibu.Aku segera mengeluarkan sapu tangan dari saku celana. Dan langsung mengikat luka di tangannya yang terus mengeluarkan darah. Aku harus segera membawa Nisa ke rumah sakit. Sebelum semuanya terlambat.Aku menggendong tubuh Nisa, dan memasukkannya ke dalam mobil."Bu, Anton mau kerumah sakit dulu! Ibu tolong jagain Jannah! Ini susu dan dot nya. Nanti tolong buatkan susu ini kalau Jannah haus!" jelasku pada Ibu sambi
Hallo semuanya 🥰🥰 Akhirnya setelah penantian dan proses yang cukup lama. Novel Vonis mandul ditengah kehamilan istriku atau disingkat menjadi (VMDKI) Ending juga 🥳🥳🥳Pertama-tama Saya mengucapkan terimakasih pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga kepada Keluarga besar saya yang telah mendukung saya menjadi seorang Penulis. Dan yang paling spesial adalah terimakasih saya kepada seluruh pembaca setia novel VMDKI yang mengikuti novel ini dari awal terbit sampai tamat. 200 bab bukanlah jumlah yang sedikit, dan tentunya banyak diantara kalian semua yang sudah menghabiskan dana untuk membaca novel ini. Saya mohon maaf telah membuat kalian menghabiskan uang jajan atau bahkan uang dapur kalian untuk cerita ini. Semoga kalian bisa mendapat ganti yang berlipat ganda, semoga selalu di beri kesehatan, dan di lancarkan rezekinya. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan dan Typo di dalam Novel ini. Jika berkenan yuk, baca juga novel ottor yang lainnya. *Yang suka dr
***Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi bertemu sampai acara pernikahan tiba. Anton dan Adelia hanya berkomunikasi lewat telepon dan watsap. Hari terus berganti, kedua keluarga semakin sibuk mempersiapkan acara sakral itu. Mereka ingin acara itu menjadi pernikahan termewah di Jakarta. Malam ini kedua keluarga mengadakan pertemuan tertutup. Dua pasangan paruh baya itu mengadakan jamuan di sebuah restoran VVIP untuk membahas persiapan pesta yang akan digelar besok. Mereka ingin memastikan jika semua persiapan sudah seratus persen. "Syukurlah jika semuanya sudah siap, saya sangat lega mendengarnya! Ini adalah momen spesial untuk kami," ucap Tuan Romy lega. "Iya, Pak. Kami pun begitu, rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok," jawab Pak Tio. "Kalau begitu, kita akhiri saja pertemuan ini, sepertinya sudah malam juga, sudah waktunya kita istirahat agar besok pagi tidak terlambat," ucapnya. Mereka p
***Dengan wajah memerah, Anton keluar dari minimarket membawa bungkusan berwarna merah muda itu. "Sial! Gara-gara Adel, aku jadi di ketawain anak-anak ABG tadi, mana jadi bahan olok-olokkan mereka lagi," cetus Anton menutup pintu mobilnya dengan kesal."Lagian, ngapain juga tuh kasir banyak tanya, pake acara nawarin merek lain segala lagi, memang dia pikir' saya ngerti apa dengan merek-merek pembalut? Aneh-aneh aja tuh orang," Anton menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan minimarket berlogo merah kuning itu.Sesampainya di rumah Adel, Anton pun langsung masuk ke dalam rumah yang tidak di kunci itu sesuai perintah Adel saat ia menelpon."Adel! Kamu dimana?""Gue di kamar! Lo sini aja! Gue nggak bisa turun nih," teriak Adel menyahut dari kejauhan."Jangan bercanda dong, Del! Di rumah kamu nggak ada siapa-siapa, ntar kalau tiba-tiba Papa dan Mama kamu datang dan melihat saya ada di k
🍀🍀🍀"Ibu langsung istirahat saja! Ibu pasti capek, kan? Barang-barangnya biar si Mbok dan Sulis yang urus!" ucap Anton saat mereka tiba di rumah sang Ayah. Wanita paruh baya itu pun mengangguk dan menuruti seruan anaknya. Sedangkan Anton segera masuk ke dalam kamarnya, ia pun merasa lelah setelah membantu memindahkan barang-barang ibunya.Kring! Kring! Ponsel Anton berdering, dengan cepat ia mengangkat panggilan masuk dari Lilis. "Halo, assalamualaikum' Mbak,""Waalaikumsalam, Mas. Maaf mengganggu, saya hanya ingin mengucapkan terimakasih atas paket yang dikirim mas Anton. Anak-anak senang sekali, Mas,""Syukurlah kalau paketnya sudah sampai, Mbak. Semoga Fadlan dan Aqila menyukainya," ucap Anton lega. Tiga hari lalu Anton mengirim perlengkapan sekolah untuk kedua adik iparnya itu. Mulai dari baju seragam, sepatu, tas dan perlengkapan lainnya. "Suka banget, Mas. Dari tadi mereka nggak sabar ingin bilang terima
🍀🍀🍀Satu minggu sebelum pernikahan Anton di gelar, Tuan Romy dan Bu Minah pun melangsungkan acara pernikahan mereka di kediaman Tuan Romy, acaranya berlangsung khidmat dan sederhana sesuai permintaan Bu Aminah. Hanya kerabat dan orang-orang terdekat mereka yang menghadiri acara tersebut. Bu Aminah tampak begitu cantik dengan balutan kebaya Jawa, begitupun dengan Tuan Romy, pria lima puluh dua tahun itu tampak gagah dengan busana adat dan juga blangkon khas Jawa yang ia kenakanan. Pasangan paruh baya itu pun duduk di depan penghulu. "Bagaimana Pak Romy, sudah siap?" tanya penghulu itu memastikan. Tuan Romy pun langsung mengangguk yakin. Anton dan kekasihnya duduk di sebelah mereka, menyaksikan betapa sakralnya ijab kabul yang diucapkan sang Ayah. Suasana hening sejenak saat Tuan Romy dengan lugas dan lancar mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas."Bagaimana saksi? Sah?" tanya penghulu memastikan."Sah!"
***Satu minggu setelah perdebatan itu, suasana kembali mencair. Bu Minah berusaha untuk menghilangkan kebenciannya kepada Jannah. Bagaimanapun anak itu memang tidak berdosa. Tidak mungkin ia harus menanggung beban atas perbuatan keji yang dilakukan kedua orang tuanya. Bu Minah berusaha meyakinkan dirinya, meski itu tidak semudah yang dipikirkan. Tapi ia yakin, lambat laun rasa sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya. Kring! Kring! Dering ponselnya berbunyi. Nama Tuan Romy terpampang di layar. Dengan antusias Bu Minah segera menggeser tombol hijau dan berbicara dengan pria yang kini kembali mengisi kekosongan hatinya. "Halo, Mas. Sudah berangkat?" tanya Bu Minah saat seseorang memanggil namanya. "Sudah, Minah. Ini Mas sudah di jalan, sebentar lagi sampai. Kamu sudah siap' kan?" "Sudah, Mas. Saya tunggu di luar ya, biar kita langsung berangkat," Sahutnya sebelum memutus panggilan. Hari
Sore menjelang malam, mereka pun tiba di Jakarta. Setelah mengantar Adel sampai ke rumahnya, Anton pun bergegas pulang. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Bu Minah ada di rumah sang Ayah dan menyambut dirinya dengan wajah tak bersahabat."Ibu? Sejak kapan ibu disini?" tanya Anton meraih tangan ibunya dan menciumnya takzim."Kamu dari mana saja Anton? Kenapa nomormu tidak bisa dihubungi?" tanya Bu Minah menatap tajam Anak sulungnya itu. Melihat raut wajah ibunya yang kesal, Anton pun bingung harus menjawab apa. "Kenapa diam saja Anton? Kamu tidak dengar apa yang ibu tanyakan?! Kamu dari mana saja? Kenapa pergi tidak pamit sama ibu?""Maaf kan Anton, Bu. Anton … Anton ada urusan,""Urusan? Urusan apa? Mengurus wanita jalang itu maksudmu?! Jawab Anton! Benarkan apa yang ibu katakan?" Mendengar cercaran pertanyaan dari ibunya, Anton pun hanya bisa mengangguk mengiyakan. Ia tidak mungkin berdebat dengan sang ibu d
Mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk pulang, Anton dan Adel mengantar Lilis terlebih dahulu sebelum mereka berdua kembali ke Jakarta. "Terimakasih, ya' Mas Anton, maaf sudah terlalu banyak merepotkan," ucap Lilis saat mereka tiba di rumahnya. "Tidak apa, Mbak. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya. Kalau begitu saya pamit dulu' ya, Mbak. Salam pada anak-anak," "Baik, Mas. Nanti saya sampaikan salam dari Mas Anton pada Qila dan Fadlan jika mereka sudah pulang dari sekolah. Mas Anton dan Mbak Adel hati-hati di jalan," sahut Lilis dan segera di anggukan oleh Anton maupun Adel. Dua sejoli itu pun akhirnya pergi meninggalkan kampung halaman Nisa.Tidak bisa dipungkiri, di kampung ini Anton sempat menjadi bagian dari keluarga besar Abah dan Emak. Kenangan masa lalu yang indah sempat terukir, walau hanya sesaat."Anton? Lo kenapa' sih? Ko malah ngelamun? Ayo jalan!" ucap Adel menegur kekasihnya yang masih dudu
"E-elo … nggak sedang bohongin gue kan?" tanya Adel terbata. Seketika ada perasaan bersalah karena telah menuduhnya yang tidak-tidak. "Untuk apa saya bohongin kamu, Del? Apa untungnya buat saya?" sahut Anton membuang nafas kasar. Ia tidak menyangka jika gadisnya itu bisa berpikiran buruk terhadapnya. "Lebih baik' sekarang kamu balik ke Jakarta! Kamu kesini diantar Pak Amin' kan? Biar saya bilang sama Pak Amin untuk bawa kamu pulang ke Jakarta," ucap Anton. Ia pun berjalan menuju mobil hendak menghampiri sang supir. Namun, seketika tangan Adel menghadangnya. "Gue nggak mau balik! Gue mau disini nemenin lo!" ujar Adel yakin."Tapi, Del! Disini saya repot dengan urusan Nisa. Saya tidak mungkin bisa jagain kamu! Dari pada nantinya kamu kesal, lebih baik kamu pulang. Jika urusan disini selesai, saya akan segera menyusul kamu ke Jakarta!" "Pokoknya gue nggak mau balik! Gue tidak akan kembali ke Jakarta tanpa lo! Gue mau nemenin lo sampai semua urusan