Pov Anton
Tidak terasa sudah satu minggu Arjuna pergi meninggalkan kita semua. Ibu masih terlihat sedih, walaupun dia sudah mulai bisa beraktivitas seperti biasa, tapi dia masih sering melamun seorang diri dikamar Arjuna. Hari ini adalah acara tahlilan 7 hari kepergian Arjuna. Para tetangga komplek dan teman-teman arisan Ibu datang membantu menyiapkan acara tahlilan. "Mas!" suara Nisa membangunkan lamunanku. Iya, sudah satu minggu semenjak kepergian Arjuna, Nisa kusuruh tinggal dirumah ini untuk sementara waktu. Agar ada orang yang bisa bantu-bantu di rumah ini. Lagian, jika Nisa tidak ada disini, nanti akan jadi pertanyaan besar oleh para tetangga. "Iya, Nis! Ada apa?" jawabku tanpa menoleh ke arahnya. "Dari pagi Ibu belum makan, Mas! Nisa sudah mencoba membujuk Ibu. Tapi, Ibu tetap tidak merespon. Apa tidak sebaiknya, Mas Anton yang coba bujuk Ibu agar dia mau makan, Mas!" jelas Nisa padaku.&nPov BapakAku kembali ke kamar, merasakan sakit yang sangat luar biasa ini. Padahal rencananya hari ini aku akan menemui Nisa di rumah kontrakannya. Aku ingin membuat perhitungan kepada wanita jalang itu. Dia dan Anton telah bekerja sama untuk menjebloskan aku ke penjara. Mereka berdua harus mendapatkan balasan yang setimpal. Tapi, melihat kondisiku saat ini, mana mungkin aku bisa menemui Nisa. Untuk mengenakan celana saja rasanya begitu sakit.Dengan terpaksa aku harus mengenakan sarung seperti anak kecil yang habis di sunat. Sial! Ini semua gara-gara ulah para napi bar-bar itu.Aku tidak bisa berbuat apa-apa, badanku menggigil merasakan sakit di area sentralku. Hari ini aku hanya bisa tiduran di hotel tanpa berbuat apa-apa. Aku berharap, besok kondisi ku pulih seperti semula. Agar aku bisa segera melampiaskan dendamku pada Nisa dan Anton.****~~~Tiga hari kemudian.Sudah tiga hari, k
Pov AntonMungkin, hari ini adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Setelah 29 tahun aku hidup dengan Bapak, yang ternyata bukan Ayah kandungku. Hari ini untuk pertama kalinya, aku akan bertemu dengan Ayah kandungku yang sesungguhnya. Perasaan ku campur aduk. Tidak biasanya aku setegang ini."Anton! Kamu sudah siap?" tanya Ibu padaku. Wajahnya tampak berseri-seri. Ada rona kebahagiaan yang terpancar dari wajah Ibu.Aku mengangguk pelan sambil berkata. "Sudah, Bu! InsyaAllah Anton siap!.""Syukurlah! Ibu benar-benar senang Anton! Setelah sidang perceraian mu dan Nisa yang pertama berjalan lancar, sekarang kamu juga akan bertemu dengan Ayah kandung mu! Ibu harap setelah pertemuan ini, hidupmu jadi lebih bahagia, Ayahmu orang baik, kamu harus sayang dan hormat padanya! Walaupun dia tidak pernah mengurusmu, tapi dia lah yang membiayai seluruh kebutuhan mu selama ini," jelas Ibu padaku."Kalau be
Pov BapakAku tidak mungkin terkena HIV! Diagnosa ini pasti salah. Dokter itu pasti hanya ingin mengerjai ku."Aku ini orang sehat! Tidak mungkin bisa terkena penyakit menjijikkan seperti itu!" ucapku pada Dokter yang memberiku kertas ini."Tapi, Pak! Itu adalah hasil dari pemeriksaan yang kita lakukan pada Bapak, dan hasil itu tidak mungkin keliru. Jika Bapak tidak percaya, Bapak bisa periksa di rumah sakit lain, saya yakin hasilnya akan sama. Bapak memang terkena HIV!" ucapnya dengan yakin.Sepertinya percuma saja jika aku terus berdebat, mereka tidak akan mungkin mau mendengar penjelasan ku.Setelah perdebatan yang cukup alot, akhirnya mereka meninggalkan aku sendiri di ruanganku. Bagus! Aku akan segera keluar dari rumah sakit aneh ini. Aku harus segera pergi dari sini sebelum mereka memindahkan ku ke ruang khusus penderita HIV AIDS.Aku harus menyusun rencana agar aku bisa
Pov AntonAku segera meluncur ke kontrakan Nisa, aku benar-benar khawatir. Aku takut jika Bapak kembali melampiaskan nafsunya pada Nisa. Walaupun sebentar lagi aku dan Nisa akan bercerai, tapi perasaan ini tetap tidak bisa dipungkiri, aku tidak mungkin bisa menerima perbuatan asusila yang Bapak lakukan pada Nisa.Sesampainya di rumah kontrakan, Aku langsung masuk ke dalam. Benar saja dugaanku. Kulihat Nisa hanya membalut tubuhnya dengan handuk. Rambutnya basah. Sepertinya ia habis mandi besar."Nisa! Kamu tidak apa-apa kan?" Tanyaku khawatir."Mas… aku takut, Mas!" ucap Nisa. Ia langsung memeluk erat tubuhku."Apa yang Bapak lakukan padamu, Nis? Apa dia memaksamu untuk melayani nafsunya lagi?""Tidak, Mas! Bapak tidak melakukan apa-apa! Dia hanya mengambil seluruh uangku!" ucapnya membuatku lega."Lantas, kenapa kamu tidak memakai baju? Rambutmu basah
Pov Baskoro"Bukan! Saya bukan copet! Kalian salah orang! Saya bukan copet!""Ampun! Tolong! Saya bukan copet!" aku terus berteriak meminta tolong. Tapi tidak ada satu orang pun yang menolong ku. Mereka semua kalap dan menyangka aku adalah copet.Aku terus berteriak meminta tolong sampai mulut ini tak mampu lagi untuk berucap."Ya Allah…ampunilah dosa-dosa ku selama ini! Aku bukanlah orang baik! Mungkin ini adalah hukuman yang pantas untuk orang jahat seperti ku, Astaghfirullah..tolong… ." lirih ku dalam hati. Aku tak mampu lagi berucap, sakit… sakit, hanya itu yang aku rasakan saat ini. Hingga akhirnya semua menjadi gelap.***Pov IbuSemua orang berteriak copet, aku yang sedang berbelanja sayuran menghentikan aktivitas ku. Semua orang berbondong-bondong menuju kerumunan di depan toko besar itu."Ada apa, Pak?" tanyaku pada tukang ojek yang mangkal di depan t
Tanpa menjawab penjelasannya aku bergegas menyalakan mesin mobil dan melaju dengan kencang menuju kontrakan Nisa."Ada apa sih, Anton? Ko panik banget! Siapa yang barusan telpon?" tanya Ibu bingung melihat kepanikan ku."Bi Sumi, Bu! Orang yang menemani Nisa di kontrakannya. Dia bilang Nisa jatuh dari kamar mandi. Ia panik karena Nisa pendarahan, kita harus segera kesana. Anton takut terjadi apa-apa dengan kandungannya," ucapku sambil terus memacu mobil dengan kecepatan tinggi."Semoga tidak terjadi apa-apa dengan Nisa dan bayinya! Ibu tau kamu khawatir Anton! Tapi jangan ngebut kayak gini, Ibu takut.""Ibu tenang aja, kita akan sampai dengan selamat. Ibu gak usah khawatir, Anton cuma tidak mau menyesal jika sampai telat ngasih pertolongan pada Nisa," Walaupun saat ini aku dan Nisa sudah resmi bercerai, tapi anak itu tetap menjadi tanggung jawab ku sampai ia lahir ke dunia."Bi Sumi pasti
Extra Part"Mas, kayaknya Dedek ee deh! Dia nangis terus, sepertinya gak nyaman. Harus segera diganti popoknya, Mama gantiin popoknya ya, sayang!" ucap Nisa. Tangannya hendak membuka bedong yang menyelimuti tubuh Jannah."Jangan, Nis! Jangan dibuka! Biar suster aja yang gantiin popoknya!" ucapku menahan tangan Nisa."Gak apa-apa, Mas! Biar Nisa aja yang gantiin popoknya! Sekalian Nisa belajar Mas. Agar terbiasa!""Udah gak usah! Biar suster aja yang ganti! Kamu istirahat saja, lagian kamu kan masih lemes habis operasi!" ucapku pada Nisa. Aku pun segera mengambil Jannah dari gendongannya."Gak apa-apa, Mas! Biar Nisa aja yang ganti. Nisa gak lemes ko!""Gak usah Nis! Kamu istirahat aja! Aku gak mau kamu kenapa-kenapa! Dokter kan sudah bilang kalau kamu gak boleh banyak gerak!" Di tengah percakapan ku dan Nisa, tiba-tiba Ibu datang menghampiri."Ada apa
"Nis, kendalikan emosimu! Jangan seperti ini. Kasian Jannah! Dia haus, Nis! Dia butuh kamu,""Nggak, Mas! Aku nggak mau anak itu! Jauhkan anak itu dari aku, Mas! Bawa dia pergi! Aku nggak mau menyentuhnya lagi!""Dasar pelacur! Rasain tuh karma untukmu! Makanya jadi wanita itu jangan kegatelan, pake selingkuh dengan mertua sendiri! Gini kan akibatnya!" Suara teriakan dari luar masih terus menggema. Rupanya Ibu-Ibu komplek ini sama sekali tidak merasa Iba pada Nisa dan bayinya."Bu, tolong bawa dulu Jannah ke kamar! Beri dulu dia air putih. Anton mau mencoba untuk menenangkan Nisa!" seru ku pada Ibu. Ia pun mengangguk mengiyakan, dan segera membawa Jannah masuk ke kamarnya."Nis, ayo berdiri! Ikut Mas ke kamar!" ucapku merangkul Nisa dan membawanya ke kamar."Minum dulu, Nis!" Ku sodorkan satu gelas air putih padanya. Ia pun meminumnya sampai habis.Nisa mulai tenang, kul