"Salah, maksud Baim, Tante jadi pacar Baim aja, mau gak? Kalau sama Papa udah terlalu tua." Kikan tidak tahan hingga akhirnya ia tertawa terbahak-bahak sampai aku melihat ada air mata di sudut matanya. "Kalah cepat pasti yang tua. Kenapa selalu begitu, yang tua gerakannya lambat. Beda sama anak SD!" Kali ini mama yang menambahkan. Aku diserang dua wanita dan satu lelaki yang sangat pintar, sedangkan Kikan masih terus tertawa sambil memangku Maura."Kamu sama anak-anak dulu ya, aku mau mandi." "Iya, Pak." Aku masuk ke dalam kamar, sedangkan Kikan sudah diserbu oleh dua anakku dan ibuku. Semoga saja ia tidak kapok untuk datang ke rumah dan semoga ia tidak pingsan begitu pulang dari sini. Aku tersenyum mendengar suara tawa Kikan dan juga mama. Ada juga pekik Maura. Sepertinya Baim kembali membuat lelucon, sehingga Kikan terbahak. Aku bergegas mandi. Tidak perlu berlama-lama, karena cukup dua menit saja aku mandi. Baju kaus belel dan juga celana bahan rayon motif kotak-kotak adalah pil
Galih"Mas, kenapa pulangnya malam sekali? Langsung kerja ya?" tanya Esti yang menyambut kepulanganku dengan wajah semringah. Aku hanya tersenyum tipis. Jika aku jujur, maka ia akan sedih, tetapi jika aku bohong, maka tidak baik juga."Ya, tapi bukan diterima langsung kerja. Aku masih training satu Minggu. Jika lolos maka aku dapat pekerjaan ini, jika tidak, maka ya belum rejeki. Ada banyak pelamar tadi. Masih muda semua. Hanya aku yang kayaknya tua." Esti merangkul lenganku untuk masuk ke dalam rumah."Oh, gak papa. Tapi dikasih uang transport selama seminggu kan, Mas?""Entahlah, Mas cuma disuruh datang besok dan seterusnya sampai tujuh hari. Semoga saja setelah itu, diterima. Kamu masak apa, Es?" aku tersenyum padanya sambil membuka tudung saji. Ada sayur semangkuk sayur sup dan juga ikan goreng. "Wah, hari ini makan enak." Aku terpana dengan hidangan di atas meja. Setelah hidup susah beberapa bulan ini, barulah aku merasakan bahwa makanan seperti yang ada di meja saat ini adalah
Aku tahu Kikan masih di rumahnya yang lama. Pagi-pagi sekali, masih jam lima pagi, aku sudah berangkat dengan ojek online. Waktu masih terlalu pagi, sehingga jalanan cukup lengang di hari kamis seperti ini. Kenapa aku datang pagi sekali? Karena mengejar Kikan belum berangkat kerja."Assalamualaikum." Aku menyerukan namanya. Pagar rumah tidak dikunci, mungkin ia sempat keluar untuk membeli sarapan."Assalamualaikum!" Seruku lagi. Sosoknya aku lihat dari balik jendela tengah membuka pintu. Jantung ini tiba-tiba berdebar, bukan karena ada perasaan lain, tetapi karena takut. Takut Kikan menutup kembali pintu rumahnya."Wa'alaykumussalam, siapa, eh...." wajahnya begitu terkejut."Kikan, aku ada perlu, apa aku boleh masuk?" tanpa menunggu Kikan, aku langsung saja mendorong pagar yang tidak dikunci itu. Ada satu hal yang menarik buatku yaitu saat ini Kikan tengah memakai apron. Jelas ia tengah sibuk di dapur. "Mau apa?" tanyanya dingin bahkan tanpa senyuman sama sekali."Aku ada perlu, apa
"Belum sah cerai, belum boleh ada yang melamar!" Ucap Wak Yusuf padaku. Sore ini aku berkunjung ke rumahnya karena beliau sedang sakit dan bercerita sedikit tentang Batara. "Bukan melamar, Wak. Dia hanya mengutarakan keinginannya. Kalau melamar pasti dia berkunjung ke rumah Wak Yusuf. Kikan hanya cerita saja." Aku menelan ludah. Itulah kenapa aku jarang berkunjung ke rumah kakak dari mama, karena orangnya begitu keras dan tidak Family man. Orangnya benar-benar kolot, sampai tidak ada satu orang pun anaknya yang mau tinggal bersamanya. "Sama saja. Setelah kamu cerai, tunggu lagi tiga bulan, barulah menikah. Wanita yang menalak suaminya, gak baik kalau langsung menikah dengan lelaki lain. Apa kata orang? Kamu bukan janda susah'kan? Apalagi harus menikah dengan duda yang ada anak. Kamu memang janda, tapi kamu tanpa anak. Bukan karena kamu mandul, tetapi karena memang belum dikasih saja waktunya. Saran Wak, kamu jangan dengan Batara. Pilih lelaki lain. Duda, tapi tanpa anak. Mengurus an
DewasaPoV EstiAku memandangi wajah suamiku yang saat ini tengah tertidur pulas. Ia masih berusaha memberikan nafkah batin untukku, tetapi tidak bisa. Obat yang aku berikan padanya juga tidak berefek yang ada katanya terasa panas. Bagian pinggang juga ikutan panas. Padahal aku sedang ingin sekali diberikan hakku.Terakhir kami melakukannya adalah saat ia tiba di Lampung pertama kali dan langsung menyerangku hingga aku mengalami kontraksi. Hal itu pula yang membuat bayiku lahir lebih dahulu. Namun, ternyata itu tidak baik bagi buah hati kami, sehingga usianya pun tidak lama. "Kamu gak tidur?" aku tersentak saat Mas Galih tiba-tiba bangun dan menatapku dengan mata menyipit."Mana bisa tidur kalau nafsu masih di kepala," jawabku sambil menyeringai. I menarik tanganku, lalu mengecupnya."Maafkan aku ya, Sayang. Nanti aku akan berobat lagi. Sekarang aku gak bisa apa-apa. Gak ada uang juga untuk berobat." Aku mengangguk paham."Besok kamu jadi ke rumah sakit, Mas?" tanyaku. Ia mengangguk
Aku mencintai suamiku, tetapi ujian hidup kami amatlah berat. Benar kata bapak, akan banyak ujian lainnya untukku karena aku sudah mengambil kebahagiaan orang lain. Aku mengambil Mas Galih dari Bu Kikan. Bukan aku yang memulai, tetapi Mas Galih'kan? Kenapa hanya aku yang disalahkan? Apa karena wanita itu tempatnya salah? Kami sama-sama jahat terhadap Bu Kikan. Aku sudah terlanjur jatuh, terperosok dalam jurang, tentu saja aku tidak mau Mas Galih cuci tangan begitu saja. Ditambah tiga Minggu setelah aku rutin menjadi teman ranjangnya, aku hamil. Entah kehamilan itu setelah aku nikah siri atau belum yang jelas, aku tidak mau ditinggal begitu saja oleh Mas Galih. Aku yang awalnya setengah hati, begitu tahu aku hamil, aku mulai berani untuk menggodanya. Melakukan semua yang ia minta, bahkan aku sampai belajar dari video bagaimana cara memuaskan Mas Galih. Suamiku tidak mendapatkan hal itu dari Bu Kikan dan ia hanya dapatkan dariku.Kini, kami berdua harus membayar mahal atas perbuatan ka
PoV 3"Jadi bagaimana Bu Kikan, kapan surat cerainya turun?" tanya Batara pada Kikan saat pria itu mengantar Kikan pulang ke rumah. "Setiap hari terus nanya itu, apa gak bosan, Mas?" tanya Kikan balik. Wajahnya BT karena ia sedang benar-benar lelah. Ia tahu maksud Batara bercanda, tetapi saat ini hatinya memang lagi lelah. Panggilan 'Mas' ia sematkan sejak keduanya memutuskan untuk kenal lebih dekat, sebelum mereka maju ke jenjang yang lebih serius. "Maaf kalau kamu tersinggung. Aku gak akan tanya hal itu lagi." Batara pun bungkam sampai mobil berhenti di depan rumah Kikan."Istirahat ya," pesan pria itu."Iya, ini saya mau langsung tidur. Makasih ya, Mas." Kikan pun langsung turun begitu saja tanpa mencium punggung tangan Batara seperti kemarin-kemarin. Mood wanita itu benar-benar tidak baik sehingga atmosfer yang terasa bagaikan di planet. Batara pun kembali menekan pedal gas untuk pulang ke rumahnya. Jarak yang ia tempuh sebenarnya cukup jauh. Dari Kebayoran, ia harus mengantar
Kring! Kring"H-halo, B-bude.""Halo, Esti, kamu di mana? Sini pulang lihat bapak kamu. Bapak kamu ditangkap.""Ya Allah, k-kapan, Bude?""Ini barusan dibawa polisi. Mana jantung bapak kamu lagi kambuh, tadi sempat pingsan. Cepat pulang! Jangan lupa bawa uang, Esti. Kasihan bapak kamu kalau masuk penjara dalam keadaan lagi sakit.""Bude, ini udah malam. S-saya besok saja pulang kampungnya." "Ya sudah, hati-hati di jalan." Dengan jari gemetar, Esti mengirimkan pesan pada Felix. Hanya itu satu-satunya pilihannya saat ini. Bapaknya sakit, malah dibawa ke penjara. Ditambah suami pun sedang mendekam di penjara juga. Esti benar-benar kebingungan harus melakukan apa.Mas, kirimkan saya alamat apartemennya.SendEsti masih berdiri di dekat rumah Esti. Ia menunggu balasan pesan dari Felix. Meskipun tidak yakin, tetapi ini bagian dari usaha.08116500xxxApartemen Margo Depok kamar delapan kosong empat. Ketuk pintu empat ketukan.Esti pun memesan ojek online. Malam semakin larut, tetapi niatnya