PoV AlmaAku terbangun pagi ini dan mendapati Brian yang tak berada di sampingku. Sepertinya dia sedang membersihkan diri, karena aku mendengar suara air dari kamar mandi. Tadi malam benar-benar menyebalkan, bagaimana bisa dia mengira aku adalah Felisa?Bukan hanya harga diriku yang hancur. Gilanya dia dengan tega memanggil wanita lain saat mencumbu. Jelas sekali aku sakit hati, bagaimana bisa Brian setega ini? Apakah dia benar-benar manusia yang berakal? Bagaimana bisa dia melakukan hal itu kepadaku?Setelah ia selesai mandi, kami bahkan tak berbicara. Sialnya dia bahkan tak mengucapkan maaf sekalipun padaku. Seolah tidak ada rasa bersalah dalam dirinya. Jujur saja setelah kejadian semalam bagian intimku terasa sakit sekali menyebabkan aku sulit berjalan."Aduh sakit banget," keluhku sambil berjalan ke kamar mandi. Aku berjalan tertatih, rasanya cukup menyakitkan dan buat aku berjalan seperti kepiting. Itu mungkin karena Brian terburu-buru saat aku belum siap. Apalagi dia lakukan b
Pov Brian"Maafin aku ya, Aku tahu ini malam pernikahan kita. Tapi gimana, mama aku 'kan sakit?" "Ya masa kamu tega sama aku kayak gitu sih? Lagian, kalau kamu pulang sekarang, itu bahaya ini udah malam banget."Aku masih meminta untuk bisa kembali ke Jakarta malam ini. Tadi aku mendapatkan telepon, mendapat kabar kalau Mama tiba-tiba saja tak sadarkan diri dan sekarang dibawa ke rumah sakit. Tentu saja aku cemas dan ini benar-benar urusan penting jug mendesak. Aku harus bisa ke Jakarta malam ini. Namun, sejak tadi Felisa terus saja menghalangi. Ku genggam tangannya dan ku kecup perlahan. "Tolong dong Sayang, ini kan Mama aku .., masa kamu tega, bikin aku nggak bisa datang di saat Mama aku sakit kayak gini? Mama jarang banget kena serangan jantung gini, pasti ada masalah," ujarku lagi masih dengan memohon. Aku merayu sambil menatap wajahnya. Mata Felisa berkaca-kaca, seolah tak rela melepasku, tapi mau bagaimana lagi. Aku juga masih mau di sini, hanya saja situasi yang tidak memun
Felisa memutuskan ke Jakarta, kembali ke apartemen sendirian. Bosan juga berada di rumah sang nenek sendirian tanpa suami. Apalagi beberapa keluarganya terus aja bertanya di mana keberadaan Brian. Hal itu membuat Felisa memutuskan untuk kembali ke Jakarta saja. Lagi pula jika berada di sini akan lebih dekat, Brian juga punya kesempatan lebih banyak untuk datang mengunjunginya.Melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, Felisha kemudian mengambil ponsel miliknya dan menghubungi sang suami. Tak lama sampai panggilan diterima. "Iya halo?" Brian menyapa sedikit tegas. "Kamu masih di rumah sakit ya?""Iya saya masih di rumah sakit Pak. Tunggu sebentar saya keluar, suara bapak enggak kedengaran."Felisa tau saat ini sang suami sedang beralasan untuk keluar ruangan. Terdengar dari balik telepon, Brian beberapa kali mengucapkan permisi. "Halo, Kenapa kamu tiba-tiba hubungin aku?" "Aku ada di Jakarta." Felisha menjawab pertanyaan sang suami dengan muka kesal. "Di Jakarta? Kok kamu ke si
"Apa maksud kamu, Sayang? Dari mana kamu tahu kalau aku gak peraw4n? Apa kamu udah pernah nyoba yang peraw4n? Siapa? Alma?" pertanyaan serangan balik dari Felisa membuat Brian bungkam. "Jadi kamu udah melakukannya dengan Alma? Kamu bohong sama aku? Kamu bilang kamu gak akan sentuh dia! Aku benci kamu, Brian!" Felisa mendorong tubuh suaminya, tetapi Brian berhasil untuk tetap duduk di depan Felisa. "Aku hanya bertanya karena kata orang, malam pertama itu sakit bagi semua wanita, tapi tadi kamu kayaknya nggak. Apa gak semua ya?" Brian merasa tengsin sendiri. Ia tidak mau Felisa sampai tahu kalau ia sudah rujuk dengan Alma dan malah sudah berhasil mendapatkan keperaw4nan istri pertamanya itu. "Aku wanita, Ian, aku yang paling tahu. Aku gak merintih sakit karena aku kasihan kamu. Maafin aku udah bikin kamu kaget. Kamu bersih-bersih duluan, setelah itu baru kita tidur." Brian turun dari ranjang. "Aku balik ke rumah sakit. Malam ini aku harus jagain mama karena Alma lagi sakit." Brian
"Rupanya ada yang amnesia. Kamu talak aku karena apa? Karena kurang besar'kan? Apa sekarang yang kurang besar itu yang original dan lebih gurih? Jangan kebanyakan menghayal, aku mau pulang!" Alma membuang muka. Brian baru saja akan menyanggah ucapan sang Istri saat nama Alma dipanggil perawat farmasi. Brian menerima obat Alma sambil mengucapkan terima kasih."Langsung pulang apa mau mampir ke mana dulu?" "Pulang saja, kepalaku masih berat.""Lagian itu udah beberapa hari lalu, masa masih bikin kamu down? Apa perlu dipraktikkan ucapan dokter tadi?" Alma ternyata sudah berjalan lebih dahulu tanpa memedulikan ocehan suaminya. Kring! KringPonselnya berdering. Dering yang khas untuk kontak yang ia beri nama Ibra. Namun, Brian mengabaikan panggilan itu. Ia tidak mau nanti malah terjadi percekcokan jika Felisa tahu, bahwa ia sedang mengantar Alma ke dokter. "Kenapa gak diangkat? Apa dari Pelisa?""Feli, bukan peli. Kamu ini lidahnya susah banget, sih?""Terserah, mulut ini mulut aku, jad
PoV Brian"Kamu mau ke mana lagi? Piring belum kamu cuci, Mas!" Aku mencium kening Felisa dengan tergesa. "Nanti saja. Aku dipanggil mama. Kamu ke kantor sendirian ya sayang. Aku duluan." Aku pun langsung keluar dari apartemen istriku. Tujuanku kali ini adalah rumah sakit karena mama masih dirawat di sana. Sesaat sebelum menutup apartemen, samar-samar aku mendengar suara Felisa memanggilku, tetapi aku harus bergegas karena yang utama saat ini adalah bertemu mama. "Apa, ibu Kikan sudah keluar rumah sakit?" tanyaku tidak percaya pada suster yang berjaga di ruangan. "Iya, Mas, keluar semalam karena memaksa. Kata Bu Kikan, beliau gak bisa tidur kalau di rumah sakit. Dokter mengizinkan asal bu Kikan jangan terlalu stres.""Baik, Sus, terimakasih atas informasinya." Aku pun bergegas melanjutkan perjalanan dan tidak bisa langsung pulang karena aku ada pelatihan dari kantor. Setibanya aku di kantor, aku mencoba menelepon Alma, tetapi tidak diangkat akhirnya aku menelepon nomor bibik. "Hal
"Hebat sekali kamu, Mas. Dalam waktu kurang dari dua minggu, kamu menikahi dua wanita. Seorang pemuka agama saja harus berpikir ribuan kali saat ia memutuskan poligami. Oh, iya, mungkin itu pemuka agama, kalau kamu, malu-maluin agama! Ceraikan aku, Mas. Kali ini talak dengan benar dan gugat ke pengadilan agama." "Alma, tunggu! J-jadi mama dan yang lainnya sudah tahu? B-bapak kamu juga?" tanyaku panik. Alma tidak aku biarkan turun dari ranjang sebelum ia menceritakan semuanya. "Iya, tapi yang lainnya belum. Kamu harus tahu kenapa mama kena serangan jantung. Itu karena kamu menikahi Pelisa itu. Ck, ck, cintanya sama siapa, dipake tetap dua-dua. Aku benar-benar gak ada harganya, Mas. Aku mau pulang ke Bandung besok.""Alma, tunggu!""Aku mau pulang dan kamu gak bisa melarang!" Alma berhasil melepas cekalan tanganku. Wanita itu masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih, sedangkan aku tertutup karena tidak tahu harus bagaimana. Pantas saja tatapan mama padaku begitu tak bersahabat. Aku pa
Pov BrianMengetahui istriku itu pulang ke Bandung membuat aku kesal. Akhirnya aku putuskan untuk ke kamar dan merapikan pakaian. Aku niatkan untuk menyusul Alma ke sana, membujuknya untuk pulang. Semua demi kesehatan mamaku. Aku benar-benar gak enak setelah mengetahui mama mengetahui aku sudah menikahi Felisa. Aku berangkat cukup pagi untuk menghindari jalanan yang ramai. Dalam kondisi seperti ini, sampai di Bandung pun juga sepertinya tak akan memakan waktu yang lama. Aku tak ingin Alma pergi. Ada sedikit rasa seperti itu, jauh di dalam sudut hatiku. Namun, aku juga harus mementingkan Felisa. Sampai di Bandung, aku berjalan dengan berhati-hati. Karena letak rumah nenek Felisa tak terlalu jauh dari rumah ayah mertuaku. Mereka berdua berdekatan sebagai tetangga. Aku berjalan sedikit cemas, karena takut tiba-tiba saja ada orang dari keluarga Felisa yang aku kenal muncul dihadapan. "Loh nak Brian?!" Seru seseorang buat aku menoleh. Aku terkejut setengah mati, padahal tadi saat dari