“Hosh... hosh...” pandangannya tertuju ke dua arah yang berlawanan, darah segar menetes di keningnya hingga mengenai sebelah matanya. “Perang telah berakhir! Pemimpin kalian telah gugur, tak ada lagi alasan bagi kalian untuk melanjutkan peperangan ini...”
Orang – orang saling pandang, di sana jelas terlihat adanya jenderal perang dari kedua sisi, namun tak ada yang berani menyuarakan perang untuk dilanjutkan. Memang benar, setelah gugurnya kedua pemimpin dari masing-masing pihak, hampir mendekati nol semangat mereka turun. Tujuan peperangan sirna dengan gugurnya pemimpin mereka.
“Sekarang, saya ingin melihat kedua jenderal perang saling berdamai untuk menghentikan peperangan yang tiada artinya ini...” orang berjas hitam itu tak mempedulikan kondisinya, dia bersikukuh ingin melihat hasil akhir dari peperangan yang selalu terjadi.
Pandangannya kini terfokus ke kedua orang yang berdiri paling depan dari masing-masing pihak, memandangnya secara bergiliran.
Keduanya yang mengerti bahwa Pria Berjas Hitam itu menuntut jawaban, secara serasi segera memandang pasukan yang berada di pihak masing-masing.
Pandangannya menyebar ke seluruh pasukan, seolah meminta pendapat dari semuanya tentang permintaan dari orang yang telah membunuh pemimpin mereka. Banyak yang mengangguk, ada juga yang tidak, dengan tidak diketahui alasannya, apakah orang itu tak memiliki tenaga untuk sekedar menganggukkan kepala atau tidak menyetujuinya.
Namun, melihat dominasi orang yang memilih berdamai, kedua jenderal perang itu secara berbarengan berjalan ke arah pria berjas hitam yang berada di tengah-tengah kedua belah pihak dengan membawakan jawaban yang telah didapat.
“Jadi, saya akan menjadi pihak netral yang mewadahi perjanjian ini...” Pria Berjas Hitam tersenyum ramah yang terlihat aneh dengan mata merahnya yang tertutupi darah. Terlepas dari ucapannya, dia membungkuk hormat kepada keduanya bukan karena jabatan mereka sebagai jenderal perang atau semacamnya, tapi karena dia menghormati keputusan keduanya.
Melihat keduanya mengangguk, pria berjas hitam itu memulai ikrar perjanjian damai untuk menyelaraskan ucapan janji kedua belah pihak.
“Saya, Nathan De Dracula Kingsley menjadi saksi ikrar janji kalian yang mewakili kesemuanya. Maka, ikutilah apa yang saya ucapkan ini...” seru Pria Berjas Hitam yang menyampaikan ikrar janji untuk keduanya ikuti.
Mengikuti bimbingan dari Pria Berjas Hitam yang telah memperkenalkan dirinya sebagai Nathan De Dracula Kingsley, pihak yang ditunjuk sebagai pengikrar pertama memulai ikrar janjinya sesuai dengan yang diucapkan Nathan.
“Saya, mewakili dari keseluruhan bangsa manusia serigala...”
“Saya, mewakili dari keseluruhan bangsa vampir...”
Keduanya menyampaikan ikrar janji yang sesuai dengan tiap-tiap kata dasar yang terucap oleh Nathan sebelumnya. Dengan nada yang tegas, keduanya tampak begitu menjanjikan.
Nathan tersenyum dengan sangat tulus ke arah keduanya setelah ikrar perjanjian selesai dilaksanakan dengan cukup singkat. “Terima kasih telah mengabulkan keinginan dari orang yang telah membunuh pimpinan kalian. Saya berharap, kalian mempertahankan perjanjian ini sangat lama. Agar sebelum saya bangkit kembali, saya melihat kalian saling rangkul dengan tidak saling menyakit. Saya sangat berharap...” berakhir dengan ucapannya, dari pori-pori kulitnya nampak darah mulai keluar, tubuhnya ikut terurai secara perlahan.
Nathan kembali tertidur panjang!
Dunia yang sebelumnya berwana merah akibat berada dalam dominasi kekuatan Nathan De Dracula Kingsley kini berubah menjadi cerah. Barulah, udara terasa menyegarkan sekaligus hangat memasuki paru-paru semua orang.
Sebutir darah melayang di depan kedua jenderal, lalu kedua tangannya disentuhkan satu sama lain di depan dadanya.
“Engkau sungguh Vampire Lord sejati, Tuan Nathan...”
...
Sebuah peti mati yang entah sejak kapan berada di antara makam-makam di pemakaman tiba-tiba terbuka. Seorang pria berjas hitam bangkit dari dalamnya, menampakkan mata merah menyala yang membuat burung hantu yang bertengger tak jauh dari sana bergidik ketakutan dan memutuskan untuk terbang menjauh.
“Hm...?”
Pandangannya menyapu sekeliling dengan heran, karena dia tidak merasakan aura yang akrab dari bangsa vampir dan manusia serigala.
“Aku bangkit di tempat yang aneh...” gumamnya.
Di ujung pemakaman itu terlihat adanya cahaya dari lampu yang terhalangi dedaunan, pria itu berjalan ke sana untuk mengetahui lebih lanjut tentang tempat di mana dirinya bangkit. “Sepertinya, sesuatu akan segera datang...” dia merasakan dengan samar adanya gejolak energi kacau, lalu dari arah samping kanannya terdengar suara langkah kaki yang terkesan sedang terburu-buru.
Suara napas yang terdengar memburu menampakkan seorang gadis yang sedang berlari, raut wajahnya tampak mencemaskan sesuatu. Lalu, saat dia melihat ada seseorang berjas hitam sedang berdiri di pinggir jalan, dia merasa senang untuk sejenak sebelum mengetahui bahwa orang berjas hitam itu ada seorang pria. Dia menjadi semakin cemas, namun dia tak terlihat hendak menghentikan langkah kakinya.
“Berhenti, kau gadis kecil!”
Beberapa orang pria tampaknya sedang mengejar gadis itu, jaraknya tak terlalu jauh. Di tempat yang sepi seperti ini sangatlah rawan akan bahaya, terutama bagi seorang gadis yang sendirian seperti yang kini sedang dikejar oleh beberapa orang pria.
Gadis itu tampak ketakutan dan mempercepat langkah kakinya, dia tak mempedulikan napasnya yang telah sangat memburu dan semakin terasa berat. Air mata mulai membasahi wajah di sekitaran matanya, bibirnya digigit sampai sedikit berdarah untuk dapat mempertahankan langkah kakinya. Dia sungguh ketakutan sekaligus kelelahan, berharap bahwa ada sesosok pahlawan yang menolongnya dari arah yang tak disangka-sangka.
Akhirnya, gadis itu tersandung dan tak dapat bangkit kembali.
Sebenarnya, meskipun dia tak berhenti sekalipun, pria yang mengejarnya dapat meraih tangannya. Mereka dengan sengaja ingin mempermainkan sang gadis.
Pada dasarnya, gadis itu takkan mampu berlari sejauh ini tanpa mendapat dorongan dari rasa takut yang luarbiasa yang diberikan oleh para pria yang mengejarnya. Dia hanya dapat pasrah mendapati mimpi buruknya akan segera terjadi. Namun meskipun begitu, dia masih gigih, berusaha untuk menjauh dari para pria yang sedang berjalan mendekatinya. Tak peduli pada tangannya yang mulai tergores luka akibat tekstur jalan yang kasar.
“Hehe... sudahlah gadis kecil, tak perlu menyiksa diri lagi. Mari, bermain bersama kami, itu jauh lebih nikmat...”
“Iya. Kau pasti akan ketagihan...”
“Percayalah, kau akan suka menjadi gadis nakal...”
Gadis yang telah tak berdaya itu menatap mereka dengan penuh rasa takut, air matanya pun kini telah membasahi seluruh wajahnya, bisa jadi karena bercampur dengan keringatnya juga. Dia menggelengkan kepala sembari berucap dengan nada yang bergetar, “Tidak... tidak... ak-aku tidak mau... tolong, bi-biarkan aku pergi...”
Mendengar ini, ketiganya saling pandang sebelum tertawa terbahak-bahak. Mereka terlihat seperti tak memiliki rasa simpati melihat kondisi gadis yang menyedihkan itu. Senyum mereka malah semakin menjadi, seperti menikmati seorang gadis yang sedang menderita.
“Tak perlu takut seperti itu, gadis kecil. Bagaimanapun, di sini sepi. Takkan ada yang tahu apa yang terjadi padamu. Orang-orang yang mengenalmu akan tetap menganggapmu gadis polos, asalkan kau tak memberitahu mereka...” ucapnya dengan setengah berbisik, pria itu memiliki kumis tipis dengan rambut acak-acakan dan sedikit panjang. Lalu, dia memberikan isyarat kepada kedua pria di belakangnya untuk memegang kedua tangan gadis itu, agar tak merepotkan dirinya saat melakukan aksinya.
“Tidak... jangan... JANGAN!”
Gadis itu semakin putus asa, dia sendiri sadar bahwa dia sebelumnya salah memilih jalur pelarian dan berakhir menuntun para pria itu ke tempat yang sangat menguntungkan mereka untuk lebih leluasa melancarkan aksinya. Dia tak bisa memberontak lebih jauh saat kedua tangan mungilnya dikunci oleh kedua pria dari sisi kiri dan kanan, sedangkan pria berkumis tipis itu hendak melakukan hal lain.
Namun, sebelum mimpi buruk bagi gadis itu terjadi, seseorang berucap “Nona Muda, apakah anda membutuhkan bantuan saya?”
Suara itu datang dari arah belakang. Mereka sepertinya melupakan adanya seseorang yang sedari tadi berdiri di pinggir jalan dengan memakai jas hitam berperawakan tinggi dan ramping.
Kini, dia sedang berjalan dengan pelan setelah mendapat anggukan kecil dari gadis itu yang menandakan bahwa dia membutuhkan pertolongannya. Matanya yang tertutup perlahan terbuka, menampakkan mata merah yang menyala-nyala, membuat ketiga pria yang melihatnya bergidik ketakutan sebelum dapat bereaksi lebih jauh.
Dialah sang Vampire Lord, Nathan de Dracula Kingsley yang berawal dari sini, sebuah dunia yang benar-benar baru baginya akan diperkenalkan oleh sang Gadis.
“Si-siapa kau!?” tanya Pria Berkumis Tipis itu saat butiran keringat mulai tercipta di keningnya. Nada bicara yang sebelumnya selalu dibuat mendominasi, kini langsung anjlok saat Pria Berjas Hitam dengan mata merahnya berjalan menuju dirinya. “Ah, maafkan atas ketidaksopanan saya. Perkenalkan, saya Nathan De Dracula Kingsley, orang yang sedang tersesat di sini...” di tengah jalan, dia berhenti sejenak untuk sekedar memperkenalkan diri dan sedikit membungkukkan badan dengan sebelah tangan yang menyetuh dada. Sekilas, aura yang terasa mencekam itu tiba-tiba saja menghilang selama dia memperkenalkan diri, namun setelah selesai... Ketiga pria itu kembali bergidik ketakutan. Kali ini gadis yang sedang dipegang erat oleh dua orang pria itu terlepas begitu saja. “Kalau anda sekalian tidak berkenan untuk memperkenalkan diri, saya takkan mempermasalahkannya. Namun, bolehkah anda sekalian membiarkan gadis itu pergi?” tanya Nathan yang setelah menunggu beberapa saat tak mendapat tanggapan da
“Manusia serigala? Vampir? Selama ini, aku hanya mengetahuinya dari cerita-cerita fiksi saja, itu pun dulu saat aku masih kecil sekali...” Alina tampak sedang berpikir, seperti berusaha mengingat sesuatu yang terlupakan. Lalu, Alina kembali berkata “Tapi ya, ada lho orang yang memiliki kekuatan perubah wujud. Orang itu dapat berubah menjadi jelmaan singa, dia terlihat gagah saat melakukan perubahannya. Saat itu, dia bersama rekan-rekannya berhasil menghalau monster – monster yang keluar dari Gerbang Monster, akibat tak adanya pemburu kuat yang sempat menanganinya. Dari video yang beredar, dia berdiri di atas gunungan mayat monster. Katanya, dia yang paling banyak berkontribusi dalam penanganan ‘Gerbang yang Terbuka’. Nah, anda tahu? Kata orang – orang, gerbang itu terbuka lebih awal sehari, sedangkan sebelum waktunya tiba, Gerbang Monster akan terus tertutup...” Nathan mengernyit saat mendengar ada manusia yang dapat mengubah wujudnya menjadi manusia singa. Hal itu sedikit membuatnya
Pusaran dimensi itu akhirnya telah selesai dalam pembentukannya dan jadilah Gerbang Monster yang baru. Beberapa orang pun telah berhasil pulih dari pengaruh energi kacau yang terkontaminasi. Adapun, salah satu rumah terkena dampaknya. Gerbang Monster itu membelah bagian depan rumah seseorang tanpa bisa bertahan. Beruntungnya, pintu depannya yang menjadi tempat pemilik rumah itu keluar, berada di beberapa langkah dari Gerbang Monster saat ini. Hal itu membuat penghuni rumah tak celaka akibatnya. “Hm...jadi, inilah alasannya monster-monster itu tak dapat keluar setelah terbentuknya Gerbang Monster. Ada sesuatu yang mengekang mereka, seolah mereka dituntut untuk menunggu sampai energi kacau yang terkontaminasi pada Gerbang Monster ini kembali pulih. Sepertinya, energi kacau yang terkontaminasi itu nantinya digunakan untuk mengevolusikan monster-monster yang terikat saat suatu kondisi tercapai. Ini menandakan bahwa semakin lama Gerbang Monster ini dibiarkan, maka mereka akan semakin kuat
“A-... Warga setempat! Ya, warga di sekitar sini bagaimana kondisinya?” Nah, barulah orang-orang berjas hitam maupun berkostum modis terperanjat. Bahwasanya semenjak mereka datang, tak terlihat adanya kegaduhan akibat jatuhnya korban, malah orang-orang yang menyaksikan proses pembentukan Gerbang Monster berada dalam keadaan baik-baik saja. Dadan segera menghampiri warga yang paling dekat dan berumur cukup dewasa untuk dapat menjelaskan situasi sebelum mereka datang. Orang itu adalah salah satu yang sebelumnya berani mendekati Gerbang Monster hanya untuk memuaskan rasa penasarannya. “Permisi Tuan, saya ingin menanyakan beberapa hal...” ... Hari mendekati pagi, akhirnya keduanya telah sampai di depan rumah Alina. Di depan pintu rumah, seseorang tampaknya tertidur hanya untuk menunggu kepulangannya. Sebelum Alina membangunkannya, wainta itu terbangun lebih dahulu dan tanpa basa-basi lagi segera berlari dan memeluknya dengan erat. Aneh rasanya atau lebih tepatnya mengagumkan, orang y
Jam delapan, sarapan baru saja selesai. Bekas sarapan segera dibereskan oleh Aisyah, sedangkan Alina mempersiapkan segala macam hal untuk berjualan hari ini. Sebenarnya, sebagai seorang ibu, Aisyah merasa khawatir tentang bagaimana anaknya bekerja di luar sana. Dia sempat menyuruh Alina untuk beristirahat secara penuh untuk hari ini. “Tak apa ma...” begitulah jawaban Alina yang bersikeras untuk tetap berjualan. Entah dia melupakan kejadian kemarin atau bagaimana, tapi semangat yang terlihat pada matanya mengatakan untuk pantang mundur. “Buah yang jatuh takkan jauh dari pohonnya...” Nathan tiba-tiba saja mengucapkan hal itu saat dia sedang melihat sikap anak dan ibunya begitu mirip. Aisyah sangat mengkhawatirkan Alina. Kejadian kemarin sebenarnya bukanlah pertama kalinya terjadi, tapi biasanya tak sampai seperti Alina tak dapat menanganinya. Mendengar kejadian kemarin itu terdengar seperti hal yang sangat berbahaya, bila Nathan tak menyelamatkannya. Tapi apa boleh buat, itu keingina
Perumahan di sekitaran Jalan Ambarkasih biasanya tak seramai ini. Teriknya matahari yang tak berawan sungguh membuat suasana terasa semakin panas. Keringat dari orang-orang entah telah berapa kali menetes ke tanah atau jalan aspal. Yang pasti, bau udara terasa tak sedap. Tapi, orang-orang sepertinya tak mempedulikan hal itu. “Lihat pria itu! Tinggi banget dia...” “Tampannya...” “Berani sekali dia berdampingan dengan Malaikatku...” “Gila! Keren sekali dia...” Kebanyakan para wanita memuji penampilan Nathan yang begitu luar biasa bagi lawan jenis. Adapun dari kalangan pria, cukup banyak orang yang merasa iri dengan Nathan yang dapat berjalan beriringan dengan Alina yang begitu banyak pria yang menginginkannya. Apalagi Tim Alis Bercodet, reaksi mereka setelah menyadarinya menjadi suram. “Dia sepertinya membutuhkan pelajaran dari kita, Kak...” salah seorang dari mereka memancing emosi orang yang berada di tengah-tengah dari mereka yang sepertinya dia adalah pemimpin dari tim itu. “T
Orang-orang kian menjauh saat dua pancaran kekuatan dari pemburu tingkat tinggi saling beradu. Namun, yang satu terasa lebih dominan dari lawannya. Terlebih, jumlah dari pihak yang satu lebih banyak. Jelas sekali, orang-orang segera dapat menebak siapa yang akan menang, bila kedua pihak beradu kekuatan dan apa yang akan terjadi pada area di sekitar adalah kehancuran. “Seorang penyidik memang selalu lemah ya...” ejek pria itu yang memandang dengan sinis Nisa yang tampak berkeringat hanya dengan menahan tekanan dari pancaran energi kacaunya. Namun-... “Oh, begitukah?” sahut seorang pria yang cukup tampan dan memakai jas hitam tiba-tiba masuk ke dalam area yang kacau itu. Dia memandang pria yang barusan mengejek nama baik penyidik dengan tajam. Dia juga memancarkan energi kacau yang sedikit lebih besar daripada pria itu. “Komandan...” gumam Nisa dengan hati yang sedikit lega, karena akhirnya ada yang mau membantunya dalam pertikaian ini. Meski pada dasarnya, tak ada kewajiban bagi seb
“Eh?” Setelah keduanya mendengarkan penjelasan singkat, padat, dan jelas dari Nathan, Dadan dan Nisa sungguh dibuat bingung sekaligus merasa dipermainkan oleh Ryan sang Amukan Badai atau Bos dari Tim Alis Bercodet. Tentunya, penjelasan Nathan bukanlah fakta yang telah terjadi. Dia hanya menjelaskan secara visual apa yang telah orang-orang lihat. Sedangkan yang dialami oleh Ryan aslinya adalah ilusi yang tak seorangpun dapat melihatnya. “Tapi, syukurlah ya. Masalah telah selesai tanpa ada yang terluka...” ucap Nisa dengan seutas senyuman terukir di bibirnya. Dia sebagai seorang wanita dewasa tentu merasa terpesona oleh penampilan Nathan dan kini pandangan matanya tak henti-hentinya tertuju ke wajah tampan dari pria bertubuh tinggi itu. Nisa yang dikenal oleh orang-orang adalah wanita yang cuek terhadap lawan jenis. Bisa jadi, itu karena dia memang tak merasa ada yang menarik perhatiannya sejauh ini. “Ehem...” Dadan jadi merasa terasingkan karenanya. Selain itu, dia sungguh menemuk
Sekilas sepasang mata yang merah itu menyala, sebelum kembali redup.Apa yang orang-orang lihat, anak buah Jeremy hanya terdiam, tidak lanjut melakukan apa yang sebelumnya hendak mereka lakukan terhadap Nathan mengikuti perintah dari Jeremy.Jeremy sendiri mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung.“Brengsek. Apa yang sedang kalian lakukan, huh?” Jeremy berseru dengan kesal. Padahal dia mengatakannya dengan keras, tapi anak buahnya tidak sedikitpun merespon seolah-olah mereka tidak mendengar suaranya.Nathan hanya tersenyum kecil. Takkan ada yang mengetahui selain dirinya pada apa yang sedang terjadi kepada semua anak buah Jeremy yang tiba-tiba saja mematung. Bagaimanapun, dialah yang membuat mereka mematung seperti itu. Seperti yang telah dilakukannya kepada seseorang sebelumnya, Nathan memberikan mereka sedikit penyiksaan di dunia yang hanya merekalah yang dapat melihat dan merasakannya.“Para bajingan ini…” Jeremy merasa geram. Meskipun begitu, dia sendiri merasa kondisi mereka ya
Meja yang cukup panjang, sekitar empat meteran, tak terlalu tinggi, menjadi tempat cemilan atau makanan ringan yang disusun dengan rapi pada tiap rak yang ada. Memang, itu bukan sembarangan meja, karena memiliki fitur rak yang khusus menyimpan dagangan.Awan saat ini cukup tebal, hingga langit tampak mendung.Hal itu, membuat posisi matahari kini entah berada di mana. Yang jelas, Alina dan Nathan berangkat dari rumah pada pukul sepuluh seperti biasanya.Meja tempat menjajakan cemilan menghadap ke arah jalan yang hanya lima langkah saja bagi orang dewasa untuk sampai ke sana dan memasuki area hilir-mudik. Sedangkan untuk penjualnya, Alina dan Nathan berada di belakang meja dengan di samping kiri, kanan, dan belakang meja dibangun sebuah pembatas sementara yang terbuat dari kain parasut.Beberapa pejalan kaki singgah untuk membeli cemilan. Sungguh adil, di tempat yang banyak dilalui oleh orang-orang ini, membayar sewa tempat penjualan yang cukup mahalpun tampaknya akan segera terbayarka
“Apakah ada yang salah, nona-nona?”Ketiga wanita itu tertegun mendengar pertanyaan Nathan yang terkesan seolah Nathan tak keberatan dianggap oleh Alina sebagai kekasihnya atau malah mungkin juga itu dapat menjadi indikasi bahwa Nathan memang kekasih Alina.“Hey, Tuan Tampan, kuharap kamu tidak tuli. Tidakkah kamu terlalu polos membiarkan wanita kampungan ini menganggap dirimu sebagai kekasihnya?” tanya wanita yang katanya pewaris satu-satunya salah satu perusahaan besar di kota ini. Dengan percaya dirinya, wanita itu mengambil alih posisi Alina yang berada di samping Nathan sampai hendak melingkarkan lengannya ke lengan Nathan.Alina hampir saja terjatuh mendapati dirinya disenggol oleh pinggul yang cukup besar milik wanita itu, namun Nathan dengan cekatan melingkari pinggang Alina yang ramping dengan sebelah tangan yang satunya memegang tangan Alina.Wanita yang baru saja mengambil alih posisi Alina, berharap bahwa Nathan akan memperhatikannya, memanyunkan bibirnya dengan kedua tang
Nathan berjalan perlahan ke arah Pemegang Kartu Takdir, orang yang berpenampilan seperti badut, yang masih mematung.Alina mengikutinya dari belakang. Dia tampak mengintip-ngintip dari samping lengan Nathan, yang mana, dia sebenarnya tak tahu apa yang baru saja terjadi secara pastinya.Pria Pemegang Kartu Takdir masih mematung mengetahui kenyataan bahwa dia telah menyinggung orang yang salah. Namun, dia juga masih sadar untuk mengetahui Nathan sedang berjalan ke arahnya, pasti hal yang buruk akan segera menimpanya. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, pikirannya masih kacau. Namun dia tahu, harga dirinya telah hancur di hadapan orang-orang, apalagi di hadapan anak buahnya. Dengan memikirkan hal itu, dia berniat kabur dan melarikan diri dengan sekuat tenaga.Imajinasinya memang telah membayangkan tubuhnya menjauhi Nathan dan meninggalkan anak buahnya. Namun tiba-tiba, pipinya yang sedang terluka akibat dikenai oleh kartu miliknya sendiri yang dilempar oleh Nathan mendapat
Ketujuh orang itu tampak berantakan dengan napas yang memburu setelah kurang dari lima menit bertarung melawan Nathan yang hanya berdiri di tempatnya tak bergeming sejak awal dimulainya pertarungan. Mereka mestinya merasa geram diremehkan seperti itu, tapi juga sadar bahwa kemampuan yang Nathan miliki memang mumpuni.Alina tak mampu untuk berkata-kata melihat kemampuan Nathan yang hebat seperti itu. Dia memang tahu Nathan mampu melawan beberapa pria seperti saat dia menolong dirinya, sedangkan dia tak tahu bagaimana cara Nathan bertarung. Namun, melihat kemampuan bertarungnya secara langsung membuatnya berpikir kembali tentang gambaran Nathan dalam benaknya.“Kalian semua, minggir! Menghadapi pria cungkring seperti dia saja tak mampu. Enak sekali ya, kalian menjadi anak buahku dan selalu harus aku yang turun tangan. Merepotkan saja memiliki anak buah seperti kalian...” seru seseorang, dia adalah pria yang hanya menonton sejak pertarungan dimulai, akhirnya mulai bergerak.Pria itu berj
“Aah... Maaf telah mengejutkan anda, nona...”Cahaya merah di matanya meredup dan digantikan dengan tatapan hangat dibaluti senyuman Nathan yang membuat Alina kembali merasa tenang.“Tak apa. Um... Tadi Kak Nathan kenapa? Kok matanya ada cahaya merahnya gitu lho. Jadi, mata kakak semakin indah, tapi juga terasa menyeramkan...” Alina memandang mata Nathan sangat lekat. Dia seolah menunggu mata itu kembali bercahaya.“Oh... Apa Nona Alina tak merasa silau tadi? Lihat! Dia melayang seorang diri dengan tenang di balik awan...” Nathan menunjuk ke langit. Di bawahnya, burung-burung beterbangan dengan bebas. Alina pun mengerti maksud dari ucapan Nathan.“Apa saat terkena sinar matahari, mata kakak akan bersinar juga?” tanya Alina dengan wajah polos, seolah dia baru mengetahui hal itu.“Iya. Tiap orang akan memiliki cahaya pada mata yang berbeda-beda, bila nona memperhatikannya dengan baik. Saya juga telah beberapa kali melihat mata nona bercahaya...”Nathan memang sedang berbincang-bincang d
Hampir memakan waktu dua jam sampai akhirnya, keduanya tiba di pertigaan jalan. Yang satu menuju wilayah terpelosok lainnya, yang satu lagi menuju ke Pusat Kota Mutiara. Sedangkan yang satunya lagi, tentu saja adalah jalan di mana Alina dan Nathan datang dari sana. Tertera pada papan kecil di samping jalan, ada pemberitahuan bahwa setengah kilometer lagi mereka akan sampai di kota yang hendak dituju. Nathan cukup merasa penasaran dengan pemandangan tempat yang disebut Kota Mutiara ini. Di dunianya dahulu, kotanya masih berupa perumahan yang mirip di sekitaran Jalan Ambarkasih. Masih sederhana, karena di sana lebih terfokus pada kekayaan alam dan peperangan. Tempat tinggal Alina yang berada di pinggiran kota saja telah dapat dibandingkan dengan perkotaan di dunia dahulunya, lalu bagaimana dengan keadaan di pusat kota? Memikirkannya saja membuat Nathan tak dapat membayangkannya sedikitpun. Setengah dari jarak yang telah ditempuh pada pertigaan sebelumnya, keramaian mulai terasa. Di p
Awan disinari matahari pagi, tampak begitu indah dipandang dari atas dahan pohon. Nathan duduk berdampingan dengan seekor burung yang terbujur kaku tak berani untuk bergerak sembarangan. Nathan tak menghiraukan tingkah burung itu atau mungkin dia tak mengerti akan ketakutan yang burung itu rasakan, dia malah mengelus bulu-bulunya dengan pelan. “Waktunya telah tiba, saya harus pergi ke tempat Nona Alina untuk menemaninya berjualan lagi...” Nathan beranjak pergi setelah berpamitan dengan seekor burung dan tak mempedulikan, apakah perpisahannya itu ditanggapi atau tidak. Sebenarnya, Nathan bisa saja mencari pihak lain yang membantunya memperkenalkan dunia ini lebih cepat dan rinci. Tapi, dia adalah makhluk abadi. Tak ada kata bosan atau terlalu lama, seperti waktu tidak berlaku baginya. Sedangkan, dia telah hidup selama 50 abad lebih yang melewati banyak generasi kehidupan di dunia sebelumnya. Membantu seorang gadis kecil yang memiliki tekad dan niat yang baik tentunya membuat Nathan
Sebuah pemandangan yang aneh bagi semua orang. Mereka melihat monster aul itu sedang tertunduk dengan hormat kepada seseorang yang mengenakan jas hitam rapi. Pria berjas hitam itu nampak biasa saja dalam pandangan mereka. Karena, kekuatannya memang takkan pernah dapat mereka ukur atau bahkan hanya sekedar merasakannya. Sebuah entitas pada tingkatan yang berada di dunia yang berbeda sungguh membuat mereka merasa konyol.“Apa-apaan!?” Seseorang tampaknya tak terima melihat makhluk yang mereka takuti itu merendahkan diri dengan konyolnya. Tentu saja siapapun akan merasa seperti sampah atau bahkan lebih rendah dari itu saat sesuatu yang lebih tinggi darinya ternyata merendahkan diri di hadapan sosok yang bahkan tak terasa adanya energi kacau terpancar darinya seperti, hey tidakkah aku lebih jelek dari seekor keledai.“Eh? Aku sepertinya pernah melihat bentukan wajah menawan itu dan mata merah gelapnya...” seorang perempuan tentunya takkan melupakan pesona Nathan begitu saja. Kalaupun bisa