“Manusia serigala? Vampir? Selama ini, aku hanya mengetahuinya dari cerita-cerita fiksi saja, itu pun dulu saat aku masih kecil sekali...” Alina tampak sedang berpikir, seperti berusaha mengingat sesuatu yang terlupakan.
Lalu, Alina kembali berkata “Tapi ya, ada lho orang yang memiliki kekuatan perubah wujud. Orang itu dapat berubah menjadi jelmaan singa, dia terlihat gagah saat melakukan perubahannya. Saat itu, dia bersama rekan-rekannya berhasil menghalau monster – monster yang keluar dari Gerbang Monster, akibat tak adanya pemburu kuat yang sempat menanganinya. Dari video yang beredar, dia berdiri di atas gunungan mayat monster. Katanya, dia yang paling banyak berkontribusi dalam penanganan ‘Gerbang yang Terbuka’. Nah, anda tahu? Kata orang – orang, gerbang itu terbuka lebih awal sehari, sedangkan sebelum waktunya tiba, Gerbang Monster akan terus tertutup...”
Nathan mengernyit saat mendengar ada manusia yang dapat mengubah wujudnya menjadi manusia singa. Hal itu sedikit membuatnya merasa tertarik. Dia berpikir, kemungkinan orang itu memiliki informasi terkait bangsa vampir maupun manusia serigala. Tentang Gerbang Monster ini, dia sedikit lebih memahaminya, termasuk kapan gerbang itu akan terbuka maupun tertutup hanya dengan merasakan energi kacau yang terpancar dari dalam Gerbang Monster.
Gadis itu larut dalam ucapannya sendiri, hingga tak menyadari bahwa dia mulai memasuki topik terkait kehidupannya.
“Lalu ya, aku ini seorang pedagang kuliner yang selalu berpindah tempat. Aku akan berdagang di tempat-tempat yang sangat ramai. Bahkan pernah suatu ketika, aku berjualan di dekat Gerbang Monster, karena saat itu kebetulan sedang terjadinya kehebohan terkait pencapaian seseorang yang telah berhasil menyelesaikan Gerbang Monster yang katanya sulit ditaklukkan. Aku harusnya bersyukur, karena makananku banyak yang membelinya, namun entah mengapa aku mulai merasa cemas...” Alina berhenti sejenak, raut wajahnya seperti sedang ketakutan akan sesuatu.
“Akhir-akhir ini, aku mendapat banyak sekali permasalahan yang tak berhubungan dengan dagangan. Ketiga pria yang terakhir kali mengejarku adalah salah satu alasan terbesarnya...” lanjut Alina, dia tersenyum masam saat kembali teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu.
Waktu itu, Alina sungguh merasa tertekan. Lalu, kecemasannya itu akhirnya mencapai puncaknya saat dia tahu ada orang yang menguntit dirinya yang hendak pulang. Kejadian yang terakhir kali itu adalah hal baru baginya. Saat dia mengingatnya pun jantungnya bergejolak dengan hebat, keringatnya kini mulai tercipta kembali di keningnya yang berwarna putih kekuning-kuningan.
“Begitukah? Berarti, aku memihak ke pihak yang benar...” gumam Nathan dengan suara pelan, tangannya secara spontan sedikit terangkat dan mulai mengusap-usap dengan lembut kepala Alina. Keputusannya mempercayai ekspresi Alina saat itu telah terjawab kebenarannya setelah mendengar secara langsung curahan hati dari seorang gadis yang tersakiti. Dia hanya tersenyum hangat saat Alina menatapnya dengan bingung, namun Alina tak berkomentar lebih jauh.
Alina sendiri entah mengapa merasa nyaman diperlakukan seperti itu. Padahal, dia dengan Nathan belum sampai semalaman ini bertemu.
Sejak Nathan bangkit dari tidurnya, dia merasakan gejolak energi kacau yang dari awal keduanya berjalan menuju rumah Alina, energi kacau yang dirasakan semakin jelas terasa yang mana ada peningkatan pada intensitas gejolak energi.
Namun, Nathan masih bersikap dengan tenang. Dia sangat percaya diri dengan kekuatannya, gejolak energi kacau sebesar itu sebenarnya sangatlah lemah. Bila pperlu dikatakan, energi juga memiliki kepadatan tertentu, layaknya material yang menjadi komponen penyusun alam semesta ini yang memiliki kepadatan material yang bervariasi.
Energi dari dunia asalnya adalah energi kacau yang memiliki kepadatan yang tinggi, sedangkan yang dirasakan oleh Nathan sejak dirinya terbangun di Bumi ini memang mirip. Namun kepadatannya jauh lebih rendah, meskipun terbilang memiliki kapasitas yang besar.
“Dari sini, berapa lama lagi kah untuk kita sampai ke rumah Nona Alina?” tanya Nathan.
Telah cukup lama mereka berjalan, namun setelah memasuki area perumahan sekalipun belum terlihat adanya tanda-tanda rumah Alina terlihat. Atau, karena Alina belum menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka berdua akan segera sampai di rumahnya.
“Um... Mungkin, sekitar tiga puluh menit lagi?” jawab Alina hanya memperkirakan, tangannya memegang dagu sambil menatap ke atas, entah apa yang mendapat perhatiannya.
“Kabar yang cukup baik. Kalau begitu, Nona Alina harus bersiap-siap sebelum hal itu tiba...”
...
Di jalan yang hanya beberapa langkah jauhnya dari salah satu rumah yang berada di pinggiran jalan mulai muncul retakan dimensi kecil, hal itu membuat satu atau dua orang yang lewat tak menyadarinya.
Retakan dimensi itu mulai berputar, hingga mirip pusaran air. Suaranya mirip gemericik air yang tak terlalu keras awalnya, namun perlahan suara yang keluar dari riak dimensi tersebut berubah menjadi semakin tajam mirip suara kaca pecah yang berkelanjutan. Warga di sekitar yang sedang tidur pun, baik muda maupun tua terbangun karenanya.
Hampir secara serempak, pintu depan di tiap rumah yang mengarah ke jalan terbuka. Lalu, ada seseorang maupun beberapa orang keluar dari dalam masing-masing pintu. Mereka semua melihat ke satu arah yang sama, yaitu tempat di mana pusaran dimensi terjadi yang dari waktu ke waktu kian membesar. Fenomena ini seharusnya telah dapat ditebak apa yang akan terjadi selanjutnya, namun orang-orang itu tak mampu untuk bergerak.
“Ah, sepertinya orang-orang terkena dampak dari energi kacau yang telah terkontaminasi oleh aura negatif...” gumam Alina yang merasa takut dirinya akan seperi mereka.
Nathan bersama Alina yang memegang lengan jas hitamnya dari mulai pusaran dimensi itu terlihat, keduanya berjalan ke arahnya yang merupakan arah tempat yang dituju, yaitu jalan menuju rumahnya Alina.
Dari kejauhan, dapat terlihat beberapa orang tak dapat bergerak saat menyaksikan fenomena itu. Namun, setelah Alina berada lebih dekat dan lebih dekat lagi dengan pusaran dimensi, dia tak bertingkah seperti orang-orang di sekitar. Lalu, pandangannya tertuju pada sepasang mata merah yang membuatnya harus mendongak ke atas sebelah kanan.
“Mungkinkah...”
Alina berspekulasi bahwa Nathan lah alasan dirinya tak menerima dampak dari kemunculan pusaran dimensi itu. Semua orang termasuk dirinya mengetahui ciri-ciri kemunculan Gerbang Monster, fenomena pusaran dimensi itulah cikal bakal terbentuknya Gerbang Dimensi. Tak ada yang tak mengetahui dampak yang timbul akibat terkena gejolak energi yang terpancar dari Gerbang Monster, terlebih masih dalam tahap pembentukan.
Menurut pemberitahuan dari pemerintah jauh-jauh hari sebelumnya setelah dilakukan penelitian, orang-orang seharusnya langsung kejang-kejang kalau berada di dekat area pembentukan Gerbang Monster, lalu tak sadarkan diri beberapa saat setelahnya. Namun, orang-orang di sekitar hanya berdiri tak bergeming dari tempatnya. Mungkin, ada juga yang berusaha untuk bergerak, terlihat salah satu jarinya bergetar dari waktu ke waktu.
Aneh, pikir Alina dalam diam.
“Seperti inikah Gerbang Monster?”
Nathan memperhatikan pusaran dimensi itu yang sebentar lagi akan mencapai tahap puncak terbentuknya Gerbang Monster. Semakin jelas dalam penglihatannya bahwa di dalam sana memang terdapat banyak monster-monster lemah. Tetapi apabila dibandingkan dengan orang-orang di sekitar, monster-monster itu terbilang kuat.
Bagaimanapun, orang-orang disekitar yang tak mendapatkan kebangkitan potensi takkan memiliki energi kacau sekecilpun, sedangkan Alina juga sama seperti mereka.
Sebenarnya, orang-orang di sekitar mendapat perlindungan dari Nathan saat dirinya masih berada cukup jauh dari lokasi. Alasan orang-orang itu membeku seperti itu adalah karena mereka sempat terpapar energi kacau yang terkontaminasi, sedangkan mereka hanyalah manusia normal.
Bisa dibilang, kalau sebutir debu terhirup ke dalam hidung, manusia yang memiliki sistem pertahanan tubuh akan bersin karena merasa digelitik. Lalu jika debu tersebut yang ternyata terdapat banyak virus di dalamnya, hal itu dapat membuat orang pilek. Pertahanan tubuh di sini, meskipun hanya sakit pilek, tubuh yang lain akan merespon merasa sakit juga.
Begitupun kasusnya sama dengan energi kacau yang terkontaminasi dan masih liar itu. Tubuh manusia normal memang tak dapat menyaring masuknya energi kacau, namun tanpa bantuan alat akan cukup berbahaya. Apalagi, tubuh manusia normal terpapar oleh energi kacau yang masih liar, bukankah dampaknya akan lebih membahayakan lagi?
Beruntungnya, nasib mereka masih dapat diselamatkan oleh keberadaan Nathan. Dia yang melindungi mereka masihlah dapat memperbaiki tubuh mereka yang telah mendapatkan kerusakan akibat sedikit terkena energi kacau, namun tubuh mereka terlalu lemah untuk mendapat paparan lebih banyak energi kacau.
Jadi, Nathan secara perlahan memperbaiki sel-sel yang rusak pada tubuh mereka.
Pusaran dimensi itu akhirnya telah selesai dalam pembentukannya dan jadilah Gerbang Monster yang baru. Beberapa orang pun telah berhasil pulih dari pengaruh energi kacau yang terkontaminasi. Adapun, salah satu rumah terkena dampaknya. Gerbang Monster itu membelah bagian depan rumah seseorang tanpa bisa bertahan. Beruntungnya, pintu depannya yang menjadi tempat pemilik rumah itu keluar, berada di beberapa langkah dari Gerbang Monster saat ini. Hal itu membuat penghuni rumah tak celaka akibatnya. “Hm...jadi, inilah alasannya monster-monster itu tak dapat keluar setelah terbentuknya Gerbang Monster. Ada sesuatu yang mengekang mereka, seolah mereka dituntut untuk menunggu sampai energi kacau yang terkontaminasi pada Gerbang Monster ini kembali pulih. Sepertinya, energi kacau yang terkontaminasi itu nantinya digunakan untuk mengevolusikan monster-monster yang terikat saat suatu kondisi tercapai. Ini menandakan bahwa semakin lama Gerbang Monster ini dibiarkan, maka mereka akan semakin kuat
“A-... Warga setempat! Ya, warga di sekitar sini bagaimana kondisinya?” Nah, barulah orang-orang berjas hitam maupun berkostum modis terperanjat. Bahwasanya semenjak mereka datang, tak terlihat adanya kegaduhan akibat jatuhnya korban, malah orang-orang yang menyaksikan proses pembentukan Gerbang Monster berada dalam keadaan baik-baik saja. Dadan segera menghampiri warga yang paling dekat dan berumur cukup dewasa untuk dapat menjelaskan situasi sebelum mereka datang. Orang itu adalah salah satu yang sebelumnya berani mendekati Gerbang Monster hanya untuk memuaskan rasa penasarannya. “Permisi Tuan, saya ingin menanyakan beberapa hal...” ... Hari mendekati pagi, akhirnya keduanya telah sampai di depan rumah Alina. Di depan pintu rumah, seseorang tampaknya tertidur hanya untuk menunggu kepulangannya. Sebelum Alina membangunkannya, wainta itu terbangun lebih dahulu dan tanpa basa-basi lagi segera berlari dan memeluknya dengan erat. Aneh rasanya atau lebih tepatnya mengagumkan, orang y
Jam delapan, sarapan baru saja selesai. Bekas sarapan segera dibereskan oleh Aisyah, sedangkan Alina mempersiapkan segala macam hal untuk berjualan hari ini. Sebenarnya, sebagai seorang ibu, Aisyah merasa khawatir tentang bagaimana anaknya bekerja di luar sana. Dia sempat menyuruh Alina untuk beristirahat secara penuh untuk hari ini. “Tak apa ma...” begitulah jawaban Alina yang bersikeras untuk tetap berjualan. Entah dia melupakan kejadian kemarin atau bagaimana, tapi semangat yang terlihat pada matanya mengatakan untuk pantang mundur. “Buah yang jatuh takkan jauh dari pohonnya...” Nathan tiba-tiba saja mengucapkan hal itu saat dia sedang melihat sikap anak dan ibunya begitu mirip. Aisyah sangat mengkhawatirkan Alina. Kejadian kemarin sebenarnya bukanlah pertama kalinya terjadi, tapi biasanya tak sampai seperti Alina tak dapat menanganinya. Mendengar kejadian kemarin itu terdengar seperti hal yang sangat berbahaya, bila Nathan tak menyelamatkannya. Tapi apa boleh buat, itu keingina
Perumahan di sekitaran Jalan Ambarkasih biasanya tak seramai ini. Teriknya matahari yang tak berawan sungguh membuat suasana terasa semakin panas. Keringat dari orang-orang entah telah berapa kali menetes ke tanah atau jalan aspal. Yang pasti, bau udara terasa tak sedap. Tapi, orang-orang sepertinya tak mempedulikan hal itu. “Lihat pria itu! Tinggi banget dia...” “Tampannya...” “Berani sekali dia berdampingan dengan Malaikatku...” “Gila! Keren sekali dia...” Kebanyakan para wanita memuji penampilan Nathan yang begitu luar biasa bagi lawan jenis. Adapun dari kalangan pria, cukup banyak orang yang merasa iri dengan Nathan yang dapat berjalan beriringan dengan Alina yang begitu banyak pria yang menginginkannya. Apalagi Tim Alis Bercodet, reaksi mereka setelah menyadarinya menjadi suram. “Dia sepertinya membutuhkan pelajaran dari kita, Kak...” salah seorang dari mereka memancing emosi orang yang berada di tengah-tengah dari mereka yang sepertinya dia adalah pemimpin dari tim itu. “T
Orang-orang kian menjauh saat dua pancaran kekuatan dari pemburu tingkat tinggi saling beradu. Namun, yang satu terasa lebih dominan dari lawannya. Terlebih, jumlah dari pihak yang satu lebih banyak. Jelas sekali, orang-orang segera dapat menebak siapa yang akan menang, bila kedua pihak beradu kekuatan dan apa yang akan terjadi pada area di sekitar adalah kehancuran. “Seorang penyidik memang selalu lemah ya...” ejek pria itu yang memandang dengan sinis Nisa yang tampak berkeringat hanya dengan menahan tekanan dari pancaran energi kacaunya. Namun-... “Oh, begitukah?” sahut seorang pria yang cukup tampan dan memakai jas hitam tiba-tiba masuk ke dalam area yang kacau itu. Dia memandang pria yang barusan mengejek nama baik penyidik dengan tajam. Dia juga memancarkan energi kacau yang sedikit lebih besar daripada pria itu. “Komandan...” gumam Nisa dengan hati yang sedikit lega, karena akhirnya ada yang mau membantunya dalam pertikaian ini. Meski pada dasarnya, tak ada kewajiban bagi seb
“Eh?” Setelah keduanya mendengarkan penjelasan singkat, padat, dan jelas dari Nathan, Dadan dan Nisa sungguh dibuat bingung sekaligus merasa dipermainkan oleh Ryan sang Amukan Badai atau Bos dari Tim Alis Bercodet. Tentunya, penjelasan Nathan bukanlah fakta yang telah terjadi. Dia hanya menjelaskan secara visual apa yang telah orang-orang lihat. Sedangkan yang dialami oleh Ryan aslinya adalah ilusi yang tak seorangpun dapat melihatnya. “Tapi, syukurlah ya. Masalah telah selesai tanpa ada yang terluka...” ucap Nisa dengan seutas senyuman terukir di bibirnya. Dia sebagai seorang wanita dewasa tentu merasa terpesona oleh penampilan Nathan dan kini pandangan matanya tak henti-hentinya tertuju ke wajah tampan dari pria bertubuh tinggi itu. Nisa yang dikenal oleh orang-orang adalah wanita yang cuek terhadap lawan jenis. Bisa jadi, itu karena dia memang tak merasa ada yang menarik perhatiannya sejauh ini. “Ehem...” Dadan jadi merasa terasingkan karenanya. Selain itu, dia sungguh menemuk
Ini adalah hari kedua setelah Alina mulai berjualan cemilan di Jalan Ambarkasih yang menjadi kemunculan Gerbang Monster terbaru. Belum ada yang dapat menyelesaikannya sejauh ini. Dari pembicaraan orang-orang, katanya telah ada dua kelompok kecil pemburu yang masuk-keluar dengan penampilan yang berantakan. Tak ada yang melihat dari mereka membawa satupun artefak yang selalu menjadi hal yang lumrah untuk dipamerkan saat keluar. Tak peduli artefak yang didapat itu hal yang umum sekalipun, seperti halnya cincin penyimpanan. Hal itu dilakukan adalah sebagai promosi bagi mereka yang ingin membeli artefak yang didapat. Agar, setelah didaftarkan ke Serikat Pemburu, artefaknya akan laku secepatnya. “Apakah itu suatu pertanda?” gumam Nathan di kala tak ada pembeli yang datang ke dagangan Alina. “Mungkin saja begitu ada sesuatu di dalam sana?” Alina yang baru saja selesai melayani seorang pelanggan menyahuti gumaman Nathan. Dia sendiri memang tak begitu tahu situasi yang biasanya dialami oleh
Sebuah kejadian yang mengejutkan! Tim Mata Bintang telah melakukan ekspedisinya tak sampai memakan waktu seharian, lebih tepatnya lebih dari setengah hari. Tapi yang mengejutkannya adalah hanya ada seorang saja yang keluar dari sana. Orang-orang segera dapat mengenalinya. Dialah pemimpin Tim Mata Bintang, seorang pemburu berperingkat A. Penampilannya saat ini sungguh berantakan dengan sekujur tubuh dan perlengkapannya dipenuhi warna merah yang berbau amis. Dia berjalan tartatih-tatih dan memandang sekitar dengan tatapan bengis, seolah dia menyalahkan orang-orang yang ia lihat saat ini. “Kalian, bantu aku!” serunya dengan tegas yang bercampur nada ancaman kepada sekelompok kecil orang yang berada di dekatnya. Sudah jelas dia berada dalam situasi yang tak memungkinkannya untuk bersikap seperti itu kepada orang lain. Enggan sebenarnya meminta bantuan kepada orang lain, apalagi di hadapan publik seperti ini. Tapi, dia tak memiliki pilihan lain dan berpasrah menggunakan popularitasnya un
Sekilas sepasang mata yang merah itu menyala, sebelum kembali redup.Apa yang orang-orang lihat, anak buah Jeremy hanya terdiam, tidak lanjut melakukan apa yang sebelumnya hendak mereka lakukan terhadap Nathan mengikuti perintah dari Jeremy.Jeremy sendiri mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung.“Brengsek. Apa yang sedang kalian lakukan, huh?” Jeremy berseru dengan kesal. Padahal dia mengatakannya dengan keras, tapi anak buahnya tidak sedikitpun merespon seolah-olah mereka tidak mendengar suaranya.Nathan hanya tersenyum kecil. Takkan ada yang mengetahui selain dirinya pada apa yang sedang terjadi kepada semua anak buah Jeremy yang tiba-tiba saja mematung. Bagaimanapun, dialah yang membuat mereka mematung seperti itu. Seperti yang telah dilakukannya kepada seseorang sebelumnya, Nathan memberikan mereka sedikit penyiksaan di dunia yang hanya merekalah yang dapat melihat dan merasakannya.“Para bajingan ini…” Jeremy merasa geram. Meskipun begitu, dia sendiri merasa kondisi mereka ya
Meja yang cukup panjang, sekitar empat meteran, tak terlalu tinggi, menjadi tempat cemilan atau makanan ringan yang disusun dengan rapi pada tiap rak yang ada. Memang, itu bukan sembarangan meja, karena memiliki fitur rak yang khusus menyimpan dagangan.Awan saat ini cukup tebal, hingga langit tampak mendung.Hal itu, membuat posisi matahari kini entah berada di mana. Yang jelas, Alina dan Nathan berangkat dari rumah pada pukul sepuluh seperti biasanya.Meja tempat menjajakan cemilan menghadap ke arah jalan yang hanya lima langkah saja bagi orang dewasa untuk sampai ke sana dan memasuki area hilir-mudik. Sedangkan untuk penjualnya, Alina dan Nathan berada di belakang meja dengan di samping kiri, kanan, dan belakang meja dibangun sebuah pembatas sementara yang terbuat dari kain parasut.Beberapa pejalan kaki singgah untuk membeli cemilan. Sungguh adil, di tempat yang banyak dilalui oleh orang-orang ini, membayar sewa tempat penjualan yang cukup mahalpun tampaknya akan segera terbayarka
“Apakah ada yang salah, nona-nona?”Ketiga wanita itu tertegun mendengar pertanyaan Nathan yang terkesan seolah Nathan tak keberatan dianggap oleh Alina sebagai kekasihnya atau malah mungkin juga itu dapat menjadi indikasi bahwa Nathan memang kekasih Alina.“Hey, Tuan Tampan, kuharap kamu tidak tuli. Tidakkah kamu terlalu polos membiarkan wanita kampungan ini menganggap dirimu sebagai kekasihnya?” tanya wanita yang katanya pewaris satu-satunya salah satu perusahaan besar di kota ini. Dengan percaya dirinya, wanita itu mengambil alih posisi Alina yang berada di samping Nathan sampai hendak melingkarkan lengannya ke lengan Nathan.Alina hampir saja terjatuh mendapati dirinya disenggol oleh pinggul yang cukup besar milik wanita itu, namun Nathan dengan cekatan melingkari pinggang Alina yang ramping dengan sebelah tangan yang satunya memegang tangan Alina.Wanita yang baru saja mengambil alih posisi Alina, berharap bahwa Nathan akan memperhatikannya, memanyunkan bibirnya dengan kedua tang
Nathan berjalan perlahan ke arah Pemegang Kartu Takdir, orang yang berpenampilan seperti badut, yang masih mematung.Alina mengikutinya dari belakang. Dia tampak mengintip-ngintip dari samping lengan Nathan, yang mana, dia sebenarnya tak tahu apa yang baru saja terjadi secara pastinya.Pria Pemegang Kartu Takdir masih mematung mengetahui kenyataan bahwa dia telah menyinggung orang yang salah. Namun, dia juga masih sadar untuk mengetahui Nathan sedang berjalan ke arahnya, pasti hal yang buruk akan segera menimpanya. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, pikirannya masih kacau. Namun dia tahu, harga dirinya telah hancur di hadapan orang-orang, apalagi di hadapan anak buahnya. Dengan memikirkan hal itu, dia berniat kabur dan melarikan diri dengan sekuat tenaga.Imajinasinya memang telah membayangkan tubuhnya menjauhi Nathan dan meninggalkan anak buahnya. Namun tiba-tiba, pipinya yang sedang terluka akibat dikenai oleh kartu miliknya sendiri yang dilempar oleh Nathan mendapat
Ketujuh orang itu tampak berantakan dengan napas yang memburu setelah kurang dari lima menit bertarung melawan Nathan yang hanya berdiri di tempatnya tak bergeming sejak awal dimulainya pertarungan. Mereka mestinya merasa geram diremehkan seperti itu, tapi juga sadar bahwa kemampuan yang Nathan miliki memang mumpuni.Alina tak mampu untuk berkata-kata melihat kemampuan Nathan yang hebat seperti itu. Dia memang tahu Nathan mampu melawan beberapa pria seperti saat dia menolong dirinya, sedangkan dia tak tahu bagaimana cara Nathan bertarung. Namun, melihat kemampuan bertarungnya secara langsung membuatnya berpikir kembali tentang gambaran Nathan dalam benaknya.“Kalian semua, minggir! Menghadapi pria cungkring seperti dia saja tak mampu. Enak sekali ya, kalian menjadi anak buahku dan selalu harus aku yang turun tangan. Merepotkan saja memiliki anak buah seperti kalian...” seru seseorang, dia adalah pria yang hanya menonton sejak pertarungan dimulai, akhirnya mulai bergerak.Pria itu berj
“Aah... Maaf telah mengejutkan anda, nona...”Cahaya merah di matanya meredup dan digantikan dengan tatapan hangat dibaluti senyuman Nathan yang membuat Alina kembali merasa tenang.“Tak apa. Um... Tadi Kak Nathan kenapa? Kok matanya ada cahaya merahnya gitu lho. Jadi, mata kakak semakin indah, tapi juga terasa menyeramkan...” Alina memandang mata Nathan sangat lekat. Dia seolah menunggu mata itu kembali bercahaya.“Oh... Apa Nona Alina tak merasa silau tadi? Lihat! Dia melayang seorang diri dengan tenang di balik awan...” Nathan menunjuk ke langit. Di bawahnya, burung-burung beterbangan dengan bebas. Alina pun mengerti maksud dari ucapan Nathan.“Apa saat terkena sinar matahari, mata kakak akan bersinar juga?” tanya Alina dengan wajah polos, seolah dia baru mengetahui hal itu.“Iya. Tiap orang akan memiliki cahaya pada mata yang berbeda-beda, bila nona memperhatikannya dengan baik. Saya juga telah beberapa kali melihat mata nona bercahaya...”Nathan memang sedang berbincang-bincang d
Hampir memakan waktu dua jam sampai akhirnya, keduanya tiba di pertigaan jalan. Yang satu menuju wilayah terpelosok lainnya, yang satu lagi menuju ke Pusat Kota Mutiara. Sedangkan yang satunya lagi, tentu saja adalah jalan di mana Alina dan Nathan datang dari sana. Tertera pada papan kecil di samping jalan, ada pemberitahuan bahwa setengah kilometer lagi mereka akan sampai di kota yang hendak dituju. Nathan cukup merasa penasaran dengan pemandangan tempat yang disebut Kota Mutiara ini. Di dunianya dahulu, kotanya masih berupa perumahan yang mirip di sekitaran Jalan Ambarkasih. Masih sederhana, karena di sana lebih terfokus pada kekayaan alam dan peperangan. Tempat tinggal Alina yang berada di pinggiran kota saja telah dapat dibandingkan dengan perkotaan di dunia dahulunya, lalu bagaimana dengan keadaan di pusat kota? Memikirkannya saja membuat Nathan tak dapat membayangkannya sedikitpun. Setengah dari jarak yang telah ditempuh pada pertigaan sebelumnya, keramaian mulai terasa. Di p
Awan disinari matahari pagi, tampak begitu indah dipandang dari atas dahan pohon. Nathan duduk berdampingan dengan seekor burung yang terbujur kaku tak berani untuk bergerak sembarangan. Nathan tak menghiraukan tingkah burung itu atau mungkin dia tak mengerti akan ketakutan yang burung itu rasakan, dia malah mengelus bulu-bulunya dengan pelan. “Waktunya telah tiba, saya harus pergi ke tempat Nona Alina untuk menemaninya berjualan lagi...” Nathan beranjak pergi setelah berpamitan dengan seekor burung dan tak mempedulikan, apakah perpisahannya itu ditanggapi atau tidak. Sebenarnya, Nathan bisa saja mencari pihak lain yang membantunya memperkenalkan dunia ini lebih cepat dan rinci. Tapi, dia adalah makhluk abadi. Tak ada kata bosan atau terlalu lama, seperti waktu tidak berlaku baginya. Sedangkan, dia telah hidup selama 50 abad lebih yang melewati banyak generasi kehidupan di dunia sebelumnya. Membantu seorang gadis kecil yang memiliki tekad dan niat yang baik tentunya membuat Nathan
Sebuah pemandangan yang aneh bagi semua orang. Mereka melihat monster aul itu sedang tertunduk dengan hormat kepada seseorang yang mengenakan jas hitam rapi. Pria berjas hitam itu nampak biasa saja dalam pandangan mereka. Karena, kekuatannya memang takkan pernah dapat mereka ukur atau bahkan hanya sekedar merasakannya. Sebuah entitas pada tingkatan yang berada di dunia yang berbeda sungguh membuat mereka merasa konyol.“Apa-apaan!?” Seseorang tampaknya tak terima melihat makhluk yang mereka takuti itu merendahkan diri dengan konyolnya. Tentu saja siapapun akan merasa seperti sampah atau bahkan lebih rendah dari itu saat sesuatu yang lebih tinggi darinya ternyata merendahkan diri di hadapan sosok yang bahkan tak terasa adanya energi kacau terpancar darinya seperti, hey tidakkah aku lebih jelek dari seekor keledai.“Eh? Aku sepertinya pernah melihat bentukan wajah menawan itu dan mata merah gelapnya...” seorang perempuan tentunya takkan melupakan pesona Nathan begitu saja. Kalaupun bisa