“Si-siapa kau!?” tanya Pria Berkumis Tipis itu saat butiran keringat mulai tercipta di keningnya. Nada bicara yang sebelumnya selalu dibuat mendominasi, kini langsung anjlok saat Pria Berjas Hitam dengan mata merahnya berjalan menuju dirinya.
“Ah, maafkan atas ketidaksopanan saya. Perkenalkan, saya Nathan De Dracula Kingsley, orang yang sedang tersesat di sini...” di tengah jalan, dia berhenti sejenak untuk sekedar memperkenalkan diri dan sedikit membungkukkan badan dengan sebelah tangan yang menyetuh dada.
Sekilas, aura yang terasa mencekam itu tiba-tiba saja menghilang selama dia memperkenalkan diri, namun setelah selesai...
Ketiga pria itu kembali bergidik ketakutan.
Kali ini gadis yang sedang dipegang erat oleh dua orang pria itu terlepas begitu saja.
“Kalau anda sekalian tidak berkenan untuk memperkenalkan diri, saya takkan mempermasalahkannya. Namun, bolehkah anda sekalian membiarkan gadis itu pergi?” tanya Nathan yang setelah menunggu beberapa saat tak mendapat tanggapan dari ketiga orang itu.
Lehernya terasa kaku untuk sekedar menoleh ke arah kedua pria di belakangnya, Pria Berkumis Tipis meminta pendapat dari kedua rekannya tentang apa yang harus mereka lakukan saat ini.
Namun ternyata, bukan dirinya sajalah yang merasa ketakutan. Pria Berkumis Tipis mencoba untuk berpikir, apakah dia akan melepaskan gadis yang sejak lama diincarnya atau menghadapi segala macam hal yang akan segera terjadi yang bersangkutan dengan pria bernama Nathan ini.
Berpikir dengan cepat, Pria Berkumis Tipis akhirnya memutuskan untuk lari setelah tak tahan akan aura mencekam yang dirasakannya dari Nathan.
“Hm... Orang-orang yang aneh...” gumam Nathan keheranan.
Gadis itu melihat sebuah tangan ramping diulurkan padanya, lalu dia tanpa sadar menanggapi uluran tangan itu. Tiba-tiba, tubuhnya terangkat dan malah masuk ke dalam dekapan yang terasa dingin dari dada bidang pria berjas hitam.
“Sekarang telah aman, tidurlah dengan tenang...”
Mendengar bisikan lembut dari seorang pria, gadis itu tak kuasa untuk mempertahankan kesadarannya dan tertidur dengan lelap. Dia sungguh kelelahan, baik mental maupun fisiknya. Sebuah keajaiban dia dapat bertahan selama itu. Saat mendapat sebuah payung yang menghalangi derasnya air hujan di kala musim panas, dia akhirnya dapat melupakan tekanan itu dan beristirahat dengan tenang.
Nathan mengelus dengan lembut rambut panjang gadis itu, dia menatap dengan kepedulian pada wajah gadis yang tampak tenang dengan mata yang tertutup. “Aku sebenarnya tak mengerti apa yang sedang terjadi. Tapi melihatnya begitu ketakutan, kupikir dia membutuhkan pertolongan. Semoga, aku tak salah bertindak...” gumamnya setelah dia menatap ke arah ketiga pria itu pergi.
...
Tengah malam, duduk di kursi yang berada di pinggir jalan yang sepi, Nathan menjadikan pahanya sebagai bantalan untuk sandaran kepala gadis yang sedang tidur. Sebagai Vampire Lord, biasanya dia sering menatap keluar jendela dengan secangkir teh di tangan tanpa bergeming seharian penuh atau bahkan bisa jadi sampai bertahun-tahun.
Kali ini, Nathan duduk menatap ke arah depan yang hanya ada pagar besi dan pepohonan yang tak terlalu lebat di dalamnya. Mata merahnya membuat serangga-serangga yang hidup di balik dedauan merasa canggung untuk melakukan aktivitasnya. Tangannya dari waktu ke waktu mengelus dengan lembut rambut panjang gadis yang sedang tidur yang terurai menutupi sebagian celana bahannya yang berwarna hitam.
Saat sinar bulan mulai tampak dari balik awan, kedua mata dari gadis itu sedikit bergetar. Lalu, itu perlahan terbuka.
Tak terlalu mempedulikan kelembutan yang dirasakan dari bantalannya, dia menggeliat setelah duduk bersandar. Setelah mengucek matanya, barulah sebagian kesadarannya kembali pulih. Ingatan tentang beberapa saat yang lalu membuatnya segera menolehkan pandangan ke arah seorang pria yang sedang duduk dengan tegap di sampingnya.
Gadis itu tak terlalu mempedulikan kenangan buruk dengan beberapa pria tadi sebelumnya, namun yang lebih penting adalah setelah pria berjas hitam itu yang tampaknya dia orang yang telah menyelamatkannya.
“Um... Permisi, Tuan?”
Tak dipanggil pun sebenarnya Nathan hendak menolehkan pandangan setelah melihat gadis itu bangun. “Anda sudah bangun, Nona Muda. Bagaimana dengan tidurnya?” tanyanya sambil tersenyum dengan hangat, sehingga mata merahnya tak terlalu terlihat oleh gadis itu.
“Ah! I-itu... Sangat nyenyak...” jawab sang Gadis yang tampak malu-malu, terlihat ada rona merah muda di wajahnya. Namun dia menundukkan kepala, agar pria berjas hitam itu tak dapat melihat wajahnya.
Gadis itu tampaknya telah menyadari bahwa dia tertidur dengan nyenyak tanpa tahu apa-apa yang tubuh fisiknya lakukan selama kesadarannya berada dalam mimpi, sedangkan ada seorang pria tampan yang telah dewasa duduk di sampingnya menunggu dengan sabar.
“Baguslah jikalau begitu. Melihat waktu telah begitu larut, cukup berbahaya bagi seorang gadis berjalan sendirian, apalagi di tempat yang sepi seperti ini. Apakah Nona Muda memperkenankan saya untuk menemani anda pulang? Sekalian, saya hendak bertanya tentang beberapa hal selama perjalanan nanti...”
Sebelum menjawab, gadis itu memeriksa tubuhnya, apakah pria berjas hitam itu telah berbuat hal yang aneh-aneh atau tidak. Namun, semuanya aman, dia bisa bernapas dengan lega. ‘Untuk saat ini, sepertinya pria berjas hitam ini dapat kuanggap pria yang baik, ya?’ gumamnya dalam hati.
“Baiklah, saya pikir juga begitu...”
Keduanya mulai berjalan tak lama setelahnya, karena memang waktu telah larut, bahkan sekarang ini mulai memasuki waktu dini hari. Udarapun terasa begitu dingin, baru terasa beberapa saat setelah keduanya mulai berjalan pulang, gadis itu tampak bergidik kedinginan.
Nathan yang melihatnya tak terlalu mengerti dengan tingkah gadis itu karena memang dia takkan terganggu oleh kondisi alam, namun entah mengapa dia merasa perlu untuk meminjamkan jas hitamnya untuk menyelimuti tubuh gadis itu yang hanya memakai pakaian biasa. Lalu, dia membukanya dan memakaikannya kepada gadis itu, hingga membuatnya terkejut.
Gadis itu menatap wajah Nathan, saat itulah dia baru menyadari bahwa wajah yang sangat tampan itu memiliki mata berwarna merah yang menyala-nyala. Namun entah mengapa dia tak merasa takut atau apa, dia malah tersenyum melihatnya. “Terima kasih...”
Nathan menoleh dan hanya menorehkan senyuman manis.
“Oh iya, tadi anda bilang ingin menanyakan beberapa hal kepadaku, mungkin sekarang waktu yang tepat untuk, um... me-menghangatkan suasana?” gadis itu tampak berpikir sejenak sebelum mulai memperkenalkan diri setelah teringat bahwa keduanya belum saling memperkenalkan diri.
“Nama saya Alina, Tuan Penyelamat ini siapa ya kalau boleh tahu?”
“Nona Alina dapat memanggil saya Nathan...”
Setelah perkenalan yang singkat itu, Nathan menanyainya mulai beberapa hal.
“Kita saat ini berada di Kota Mutiara, berada di provinsi Kekaisaran Sunda, dan masih termasuk wilayah Negeri Maritim. Meskipun nama kota ini terdengar indah, tapi di sini terindikasi akan menjadi tempat yang sangat berbahaya pada waktu yang tak dapat diketahui kapan itu terjadi. Namun, entah bagaimana orang-orang berpikir, kota ini malah semakin banyak dimasuki oleh orang asing...” jelas Alina yang menjawab pertanyaan Nathan.
“Bahaya apa yang akan terjadi di Kota Mutiara ini?
“Itu ya, di sini terdeteksi akan menjadi tempat di mana akan banyak Gerbang Monster bermunculan dalam satu waktu, seperti sebuah ombak besar yang tiba-tiba saja datang...”
“Lalu, bagaimana orang-orang mengetahui bahwa akan akan terjadi suatu kejadian yang berbahaya di sini? Apa ada orang yang mampu meramal masa depan?” tanya Nathan lagi, dia yang merupakan seorang Vampire Lord saja tak dapat melihat sedetikpun masa depan.
“Bukan meramal, lebih tepatnya memperhitungkan segala bentuk fenomena yang terjadi pada energi sihir yang ada di alam...”
“Jadi begitu...” Nathan memegang dagunya mencerna informasi yang ia dapat.
Kata Alina, dunia ini bernama Bumi, tahun 2034 saat ini. Ketika Nathan menanyakan nama dunia ini sebelumnya memang sempat membuat tanda tanya besar di atas kepala Alina, namun dia tetap menjawab pertanyaannya dengan senang hati.
12 tahun yang lalu adalah Gerbang Monster pertama muncul dan menjadi cikal bakal perubahan pada Bumi. Sejak saat itu, orang – orang yang awalnya mempercayai sihir hanyalah khayalan, kini mereka juga dapat menggunakannya. Bahkan, senjata berteknologi canggih pun telah disatupadukan dengan energi sihir ini, agar dapat menjadi senjata yang berguna untuk melawan monster yang ada di balik Gerbang Monster.
“Apa Nona Alina mengetahui tentang keberadaan bangsa vampir dan manusia serigala?” Selama dia mendengar penjelasan dari Alina terkait tempat ini, dia tak mendengar bangsa vampir maupun manusia serigala disinggung di dalamnya. Sehingga, dia memutuskan untuk berinisiatif menanyakannya.
“Manusia serigala? Vampir? Selama ini, aku hanya mengetahuinya dari cerita-cerita fiksi saja, itu pun dulu saat aku masih kecil sekali...” Alina tampak sedang berpikir, seperti berusaha mengingat sesuatu yang terlupakan. Lalu, Alina kembali berkata “Tapi ya, ada lho orang yang memiliki kekuatan perubah wujud. Orang itu dapat berubah menjadi jelmaan singa, dia terlihat gagah saat melakukan perubahannya. Saat itu, dia bersama rekan-rekannya berhasil menghalau monster – monster yang keluar dari Gerbang Monster, akibat tak adanya pemburu kuat yang sempat menanganinya. Dari video yang beredar, dia berdiri di atas gunungan mayat monster. Katanya, dia yang paling banyak berkontribusi dalam penanganan ‘Gerbang yang Terbuka’. Nah, anda tahu? Kata orang – orang, gerbang itu terbuka lebih awal sehari, sedangkan sebelum waktunya tiba, Gerbang Monster akan terus tertutup...” Nathan mengernyit saat mendengar ada manusia yang dapat mengubah wujudnya menjadi manusia singa. Hal itu sedikit membuatnya
Pusaran dimensi itu akhirnya telah selesai dalam pembentukannya dan jadilah Gerbang Monster yang baru. Beberapa orang pun telah berhasil pulih dari pengaruh energi kacau yang terkontaminasi. Adapun, salah satu rumah terkena dampaknya. Gerbang Monster itu membelah bagian depan rumah seseorang tanpa bisa bertahan. Beruntungnya, pintu depannya yang menjadi tempat pemilik rumah itu keluar, berada di beberapa langkah dari Gerbang Monster saat ini. Hal itu membuat penghuni rumah tak celaka akibatnya. “Hm...jadi, inilah alasannya monster-monster itu tak dapat keluar setelah terbentuknya Gerbang Monster. Ada sesuatu yang mengekang mereka, seolah mereka dituntut untuk menunggu sampai energi kacau yang terkontaminasi pada Gerbang Monster ini kembali pulih. Sepertinya, energi kacau yang terkontaminasi itu nantinya digunakan untuk mengevolusikan monster-monster yang terikat saat suatu kondisi tercapai. Ini menandakan bahwa semakin lama Gerbang Monster ini dibiarkan, maka mereka akan semakin kuat
“A-... Warga setempat! Ya, warga di sekitar sini bagaimana kondisinya?” Nah, barulah orang-orang berjas hitam maupun berkostum modis terperanjat. Bahwasanya semenjak mereka datang, tak terlihat adanya kegaduhan akibat jatuhnya korban, malah orang-orang yang menyaksikan proses pembentukan Gerbang Monster berada dalam keadaan baik-baik saja. Dadan segera menghampiri warga yang paling dekat dan berumur cukup dewasa untuk dapat menjelaskan situasi sebelum mereka datang. Orang itu adalah salah satu yang sebelumnya berani mendekati Gerbang Monster hanya untuk memuaskan rasa penasarannya. “Permisi Tuan, saya ingin menanyakan beberapa hal...” ... Hari mendekati pagi, akhirnya keduanya telah sampai di depan rumah Alina. Di depan pintu rumah, seseorang tampaknya tertidur hanya untuk menunggu kepulangannya. Sebelum Alina membangunkannya, wainta itu terbangun lebih dahulu dan tanpa basa-basi lagi segera berlari dan memeluknya dengan erat. Aneh rasanya atau lebih tepatnya mengagumkan, orang y
Jam delapan, sarapan baru saja selesai. Bekas sarapan segera dibereskan oleh Aisyah, sedangkan Alina mempersiapkan segala macam hal untuk berjualan hari ini. Sebenarnya, sebagai seorang ibu, Aisyah merasa khawatir tentang bagaimana anaknya bekerja di luar sana. Dia sempat menyuruh Alina untuk beristirahat secara penuh untuk hari ini. “Tak apa ma...” begitulah jawaban Alina yang bersikeras untuk tetap berjualan. Entah dia melupakan kejadian kemarin atau bagaimana, tapi semangat yang terlihat pada matanya mengatakan untuk pantang mundur. “Buah yang jatuh takkan jauh dari pohonnya...” Nathan tiba-tiba saja mengucapkan hal itu saat dia sedang melihat sikap anak dan ibunya begitu mirip. Aisyah sangat mengkhawatirkan Alina. Kejadian kemarin sebenarnya bukanlah pertama kalinya terjadi, tapi biasanya tak sampai seperti Alina tak dapat menanganinya. Mendengar kejadian kemarin itu terdengar seperti hal yang sangat berbahaya, bila Nathan tak menyelamatkannya. Tapi apa boleh buat, itu keingina
Perumahan di sekitaran Jalan Ambarkasih biasanya tak seramai ini. Teriknya matahari yang tak berawan sungguh membuat suasana terasa semakin panas. Keringat dari orang-orang entah telah berapa kali menetes ke tanah atau jalan aspal. Yang pasti, bau udara terasa tak sedap. Tapi, orang-orang sepertinya tak mempedulikan hal itu. “Lihat pria itu! Tinggi banget dia...” “Tampannya...” “Berani sekali dia berdampingan dengan Malaikatku...” “Gila! Keren sekali dia...” Kebanyakan para wanita memuji penampilan Nathan yang begitu luar biasa bagi lawan jenis. Adapun dari kalangan pria, cukup banyak orang yang merasa iri dengan Nathan yang dapat berjalan beriringan dengan Alina yang begitu banyak pria yang menginginkannya. Apalagi Tim Alis Bercodet, reaksi mereka setelah menyadarinya menjadi suram. “Dia sepertinya membutuhkan pelajaran dari kita, Kak...” salah seorang dari mereka memancing emosi orang yang berada di tengah-tengah dari mereka yang sepertinya dia adalah pemimpin dari tim itu. “T
Orang-orang kian menjauh saat dua pancaran kekuatan dari pemburu tingkat tinggi saling beradu. Namun, yang satu terasa lebih dominan dari lawannya. Terlebih, jumlah dari pihak yang satu lebih banyak. Jelas sekali, orang-orang segera dapat menebak siapa yang akan menang, bila kedua pihak beradu kekuatan dan apa yang akan terjadi pada area di sekitar adalah kehancuran. “Seorang penyidik memang selalu lemah ya...” ejek pria itu yang memandang dengan sinis Nisa yang tampak berkeringat hanya dengan menahan tekanan dari pancaran energi kacaunya. Namun-... “Oh, begitukah?” sahut seorang pria yang cukup tampan dan memakai jas hitam tiba-tiba masuk ke dalam area yang kacau itu. Dia memandang pria yang barusan mengejek nama baik penyidik dengan tajam. Dia juga memancarkan energi kacau yang sedikit lebih besar daripada pria itu. “Komandan...” gumam Nisa dengan hati yang sedikit lega, karena akhirnya ada yang mau membantunya dalam pertikaian ini. Meski pada dasarnya, tak ada kewajiban bagi seb
“Eh?” Setelah keduanya mendengarkan penjelasan singkat, padat, dan jelas dari Nathan, Dadan dan Nisa sungguh dibuat bingung sekaligus merasa dipermainkan oleh Ryan sang Amukan Badai atau Bos dari Tim Alis Bercodet. Tentunya, penjelasan Nathan bukanlah fakta yang telah terjadi. Dia hanya menjelaskan secara visual apa yang telah orang-orang lihat. Sedangkan yang dialami oleh Ryan aslinya adalah ilusi yang tak seorangpun dapat melihatnya. “Tapi, syukurlah ya. Masalah telah selesai tanpa ada yang terluka...” ucap Nisa dengan seutas senyuman terukir di bibirnya. Dia sebagai seorang wanita dewasa tentu merasa terpesona oleh penampilan Nathan dan kini pandangan matanya tak henti-hentinya tertuju ke wajah tampan dari pria bertubuh tinggi itu. Nisa yang dikenal oleh orang-orang adalah wanita yang cuek terhadap lawan jenis. Bisa jadi, itu karena dia memang tak merasa ada yang menarik perhatiannya sejauh ini. “Ehem...” Dadan jadi merasa terasingkan karenanya. Selain itu, dia sungguh menemuk
Ini adalah hari kedua setelah Alina mulai berjualan cemilan di Jalan Ambarkasih yang menjadi kemunculan Gerbang Monster terbaru. Belum ada yang dapat menyelesaikannya sejauh ini. Dari pembicaraan orang-orang, katanya telah ada dua kelompok kecil pemburu yang masuk-keluar dengan penampilan yang berantakan. Tak ada yang melihat dari mereka membawa satupun artefak yang selalu menjadi hal yang lumrah untuk dipamerkan saat keluar. Tak peduli artefak yang didapat itu hal yang umum sekalipun, seperti halnya cincin penyimpanan. Hal itu dilakukan adalah sebagai promosi bagi mereka yang ingin membeli artefak yang didapat. Agar, setelah didaftarkan ke Serikat Pemburu, artefaknya akan laku secepatnya. “Apakah itu suatu pertanda?” gumam Nathan di kala tak ada pembeli yang datang ke dagangan Alina. “Mungkin saja begitu ada sesuatu di dalam sana?” Alina yang baru saja selesai melayani seorang pelanggan menyahuti gumaman Nathan. Dia sendiri memang tak begitu tahu situasi yang biasanya dialami oleh
Sekilas sepasang mata yang merah itu menyala, sebelum kembali redup.Apa yang orang-orang lihat, anak buah Jeremy hanya terdiam, tidak lanjut melakukan apa yang sebelumnya hendak mereka lakukan terhadap Nathan mengikuti perintah dari Jeremy.Jeremy sendiri mengangkat sebelah alisnya, merasa bingung.“Brengsek. Apa yang sedang kalian lakukan, huh?” Jeremy berseru dengan kesal. Padahal dia mengatakannya dengan keras, tapi anak buahnya tidak sedikitpun merespon seolah-olah mereka tidak mendengar suaranya.Nathan hanya tersenyum kecil. Takkan ada yang mengetahui selain dirinya pada apa yang sedang terjadi kepada semua anak buah Jeremy yang tiba-tiba saja mematung. Bagaimanapun, dialah yang membuat mereka mematung seperti itu. Seperti yang telah dilakukannya kepada seseorang sebelumnya, Nathan memberikan mereka sedikit penyiksaan di dunia yang hanya merekalah yang dapat melihat dan merasakannya.“Para bajingan ini…” Jeremy merasa geram. Meskipun begitu, dia sendiri merasa kondisi mereka ya
Meja yang cukup panjang, sekitar empat meteran, tak terlalu tinggi, menjadi tempat cemilan atau makanan ringan yang disusun dengan rapi pada tiap rak yang ada. Memang, itu bukan sembarangan meja, karena memiliki fitur rak yang khusus menyimpan dagangan.Awan saat ini cukup tebal, hingga langit tampak mendung.Hal itu, membuat posisi matahari kini entah berada di mana. Yang jelas, Alina dan Nathan berangkat dari rumah pada pukul sepuluh seperti biasanya.Meja tempat menjajakan cemilan menghadap ke arah jalan yang hanya lima langkah saja bagi orang dewasa untuk sampai ke sana dan memasuki area hilir-mudik. Sedangkan untuk penjualnya, Alina dan Nathan berada di belakang meja dengan di samping kiri, kanan, dan belakang meja dibangun sebuah pembatas sementara yang terbuat dari kain parasut.Beberapa pejalan kaki singgah untuk membeli cemilan. Sungguh adil, di tempat yang banyak dilalui oleh orang-orang ini, membayar sewa tempat penjualan yang cukup mahalpun tampaknya akan segera terbayarka
“Apakah ada yang salah, nona-nona?”Ketiga wanita itu tertegun mendengar pertanyaan Nathan yang terkesan seolah Nathan tak keberatan dianggap oleh Alina sebagai kekasihnya atau malah mungkin juga itu dapat menjadi indikasi bahwa Nathan memang kekasih Alina.“Hey, Tuan Tampan, kuharap kamu tidak tuli. Tidakkah kamu terlalu polos membiarkan wanita kampungan ini menganggap dirimu sebagai kekasihnya?” tanya wanita yang katanya pewaris satu-satunya salah satu perusahaan besar di kota ini. Dengan percaya dirinya, wanita itu mengambil alih posisi Alina yang berada di samping Nathan sampai hendak melingkarkan lengannya ke lengan Nathan.Alina hampir saja terjatuh mendapati dirinya disenggol oleh pinggul yang cukup besar milik wanita itu, namun Nathan dengan cekatan melingkari pinggang Alina yang ramping dengan sebelah tangan yang satunya memegang tangan Alina.Wanita yang baru saja mengambil alih posisi Alina, berharap bahwa Nathan akan memperhatikannya, memanyunkan bibirnya dengan kedua tang
Nathan berjalan perlahan ke arah Pemegang Kartu Takdir, orang yang berpenampilan seperti badut, yang masih mematung.Alina mengikutinya dari belakang. Dia tampak mengintip-ngintip dari samping lengan Nathan, yang mana, dia sebenarnya tak tahu apa yang baru saja terjadi secara pastinya.Pria Pemegang Kartu Takdir masih mematung mengetahui kenyataan bahwa dia telah menyinggung orang yang salah. Namun, dia juga masih sadar untuk mengetahui Nathan sedang berjalan ke arahnya, pasti hal yang buruk akan segera menimpanya. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini, pikirannya masih kacau. Namun dia tahu, harga dirinya telah hancur di hadapan orang-orang, apalagi di hadapan anak buahnya. Dengan memikirkan hal itu, dia berniat kabur dan melarikan diri dengan sekuat tenaga.Imajinasinya memang telah membayangkan tubuhnya menjauhi Nathan dan meninggalkan anak buahnya. Namun tiba-tiba, pipinya yang sedang terluka akibat dikenai oleh kartu miliknya sendiri yang dilempar oleh Nathan mendapat
Ketujuh orang itu tampak berantakan dengan napas yang memburu setelah kurang dari lima menit bertarung melawan Nathan yang hanya berdiri di tempatnya tak bergeming sejak awal dimulainya pertarungan. Mereka mestinya merasa geram diremehkan seperti itu, tapi juga sadar bahwa kemampuan yang Nathan miliki memang mumpuni.Alina tak mampu untuk berkata-kata melihat kemampuan Nathan yang hebat seperti itu. Dia memang tahu Nathan mampu melawan beberapa pria seperti saat dia menolong dirinya, sedangkan dia tak tahu bagaimana cara Nathan bertarung. Namun, melihat kemampuan bertarungnya secara langsung membuatnya berpikir kembali tentang gambaran Nathan dalam benaknya.“Kalian semua, minggir! Menghadapi pria cungkring seperti dia saja tak mampu. Enak sekali ya, kalian menjadi anak buahku dan selalu harus aku yang turun tangan. Merepotkan saja memiliki anak buah seperti kalian...” seru seseorang, dia adalah pria yang hanya menonton sejak pertarungan dimulai, akhirnya mulai bergerak.Pria itu berj
“Aah... Maaf telah mengejutkan anda, nona...”Cahaya merah di matanya meredup dan digantikan dengan tatapan hangat dibaluti senyuman Nathan yang membuat Alina kembali merasa tenang.“Tak apa. Um... Tadi Kak Nathan kenapa? Kok matanya ada cahaya merahnya gitu lho. Jadi, mata kakak semakin indah, tapi juga terasa menyeramkan...” Alina memandang mata Nathan sangat lekat. Dia seolah menunggu mata itu kembali bercahaya.“Oh... Apa Nona Alina tak merasa silau tadi? Lihat! Dia melayang seorang diri dengan tenang di balik awan...” Nathan menunjuk ke langit. Di bawahnya, burung-burung beterbangan dengan bebas. Alina pun mengerti maksud dari ucapan Nathan.“Apa saat terkena sinar matahari, mata kakak akan bersinar juga?” tanya Alina dengan wajah polos, seolah dia baru mengetahui hal itu.“Iya. Tiap orang akan memiliki cahaya pada mata yang berbeda-beda, bila nona memperhatikannya dengan baik. Saya juga telah beberapa kali melihat mata nona bercahaya...”Nathan memang sedang berbincang-bincang d
Hampir memakan waktu dua jam sampai akhirnya, keduanya tiba di pertigaan jalan. Yang satu menuju wilayah terpelosok lainnya, yang satu lagi menuju ke Pusat Kota Mutiara. Sedangkan yang satunya lagi, tentu saja adalah jalan di mana Alina dan Nathan datang dari sana. Tertera pada papan kecil di samping jalan, ada pemberitahuan bahwa setengah kilometer lagi mereka akan sampai di kota yang hendak dituju. Nathan cukup merasa penasaran dengan pemandangan tempat yang disebut Kota Mutiara ini. Di dunianya dahulu, kotanya masih berupa perumahan yang mirip di sekitaran Jalan Ambarkasih. Masih sederhana, karena di sana lebih terfokus pada kekayaan alam dan peperangan. Tempat tinggal Alina yang berada di pinggiran kota saja telah dapat dibandingkan dengan perkotaan di dunia dahulunya, lalu bagaimana dengan keadaan di pusat kota? Memikirkannya saja membuat Nathan tak dapat membayangkannya sedikitpun. Setengah dari jarak yang telah ditempuh pada pertigaan sebelumnya, keramaian mulai terasa. Di p
Awan disinari matahari pagi, tampak begitu indah dipandang dari atas dahan pohon. Nathan duduk berdampingan dengan seekor burung yang terbujur kaku tak berani untuk bergerak sembarangan. Nathan tak menghiraukan tingkah burung itu atau mungkin dia tak mengerti akan ketakutan yang burung itu rasakan, dia malah mengelus bulu-bulunya dengan pelan. “Waktunya telah tiba, saya harus pergi ke tempat Nona Alina untuk menemaninya berjualan lagi...” Nathan beranjak pergi setelah berpamitan dengan seekor burung dan tak mempedulikan, apakah perpisahannya itu ditanggapi atau tidak. Sebenarnya, Nathan bisa saja mencari pihak lain yang membantunya memperkenalkan dunia ini lebih cepat dan rinci. Tapi, dia adalah makhluk abadi. Tak ada kata bosan atau terlalu lama, seperti waktu tidak berlaku baginya. Sedangkan, dia telah hidup selama 50 abad lebih yang melewati banyak generasi kehidupan di dunia sebelumnya. Membantu seorang gadis kecil yang memiliki tekad dan niat yang baik tentunya membuat Nathan
Sebuah pemandangan yang aneh bagi semua orang. Mereka melihat monster aul itu sedang tertunduk dengan hormat kepada seseorang yang mengenakan jas hitam rapi. Pria berjas hitam itu nampak biasa saja dalam pandangan mereka. Karena, kekuatannya memang takkan pernah dapat mereka ukur atau bahkan hanya sekedar merasakannya. Sebuah entitas pada tingkatan yang berada di dunia yang berbeda sungguh membuat mereka merasa konyol.“Apa-apaan!?” Seseorang tampaknya tak terima melihat makhluk yang mereka takuti itu merendahkan diri dengan konyolnya. Tentu saja siapapun akan merasa seperti sampah atau bahkan lebih rendah dari itu saat sesuatu yang lebih tinggi darinya ternyata merendahkan diri di hadapan sosok yang bahkan tak terasa adanya energi kacau terpancar darinya seperti, hey tidakkah aku lebih jelek dari seekor keledai.“Eh? Aku sepertinya pernah melihat bentukan wajah menawan itu dan mata merah gelapnya...” seorang perempuan tentunya takkan melupakan pesona Nathan begitu saja. Kalaupun bisa