Selama perjalanan hanya ada kecanggungan dan keheningan antara mereka berdua, Valery hanya bisa berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja dan cepat berlalu.
Sampailah mereka di sebuah kawasan apartemen yang sangat bagus hanya orang-orang yang kaya yang bisa tinggal disana, Valery hanya mengikutinya Tuan itu dari belakang, dia tidak bisa melarikan diri sekarang.
berhenti di depan kamar dengan nomor 309, ini adalah nomor apartemen Tuan Byran Greyson itu, dengan langkah ragu-ragu dia melangkah masuk ke dalam apartemennya.
"inilah adalah apartemen milikku, kita bisa melakukannya disini" ucapnya, Byran menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Valery.
mendapat tatapan itu Valery juga berhenti melangkah masuk walau dia sudah melewati pintu, ‘melakukannya? Aku harus menyerahkannya malam ini?’
"Gadis kecil, kamu sangat penurut ternyata, ayo kita nikmati malam ini,"
dengan senyum iblisnya Byran melangkah maju mendekati Valery, melihat Tuan itu melangkah maju Valery pun melangkah mundur sampai tidak tersadar tubuhnya berbentuk dengan gagang pintu, dengan singap Byran mengunci pergerakannya menaruh kedua tangannya.
"anda yang membawaku kesini," ucapnya penuh gugup, Valery sangat takut jarak ini terlalu dekat dia tidak bisa bernafas dengan baik, Valery menundukan kepalanya dia tidak berani menatapnya saat nafas Byran begitu dekat dan menerpa area wajahnya.
"benarkah? Awalnya aku hanya ingin menggodamu, tapi tidak ada penolakan darimu—jadi aku pikir kamu setuju,"
Byran menundukan kepalanya untuk melihat gadis ini tapi dia hanya melihat rambutnya yang menutupi wajahnya, dengan kesal dia menarik dagu Valery.
"gadis kecil apa yang sebenarnya terjadi hingga kamu ingin menjual dirimu?" tanya Byran, tatapan penuh menatap gadis itu.
ketika Byran Greyson melihat kedua matanya dia seperti dihipnotis oleh tatapan gadis itu, sangat membuatnya penasaran kenapa di usianya yang masih muda, dia ingin menjual dirinya dan menyebrang pada gelapnya sisi malam.
Hingga Byran Greyson melupakan fakta bahwa kenyataannya dia masih memiliki seorang dihatinya dan rasa kesal yang begitu memuncak, padahal sekarang seseorang itu terbaring dirumah sakit tanpa Byran ketahui.
"aku tidak bisa menjelaskannya Tuan, aku tidak ingin orang mengetahui masalahku begitu detail, yang jelas aku sangat membutuhkannya uang dan aku harus mendapatkannya malam ini juga," ucap Valery, dia tidak bisa memastikan apapun jika operasi itu tidak dilaksanakan besok pagi.
Valery juga tidak mau membuat orang terlibat dengannya, Entah kenapa jawabannya membuat Seorang Byran Greyson sangat tidak puas, dengan dingin dia menatapnya.
Meletakkan tangannya di pinggangnya dan menariknya agar Valery lebih dekat dengannya. Byran tersenyum iblis di depannya. Memiringkan kepalanya dia cium Valery.
Itu hanya ciuman ringan tanpa ada lumatan dan gigitan, Byran hanya ingin mengecap bibir itu, tapi entah kenapa rasanya sangat manis, disela ciumannya Sean tersenyum dia mengerti bahwa gadis ini belum pernah berciuman sangat terasa jelas dia bahkan gugup saat bibir itu bersentuhan. Byran mengangkat kepalanya dan menatap Valery.
"apa itu ciuman pertamamu?" ucap Byran sambil mengusap bibir Valery.
"Tuan—aku ingin pulang aku tidak ingin melakukannya, aku akan yang mencari cara lain, aku sangat takut ini adalah pertama kalinya untukku," Valery sangat terkejut sangat Byran menciumnya dan pikirannya sangat labil, dia takut tapi juga tidak ingin terburu-buru.
"silahkan jika kamu bisa keluar, aku akan melepaskanmu dan memberikan uang yang kamu butuhkan tanpa melakukan apapun," pelukan itu dilepaskan oleh Byran.
Dia tidak akan melepaskan Valery karena pintu sudah terkunci secara otomatis, Valery membalik badan mencoba membuka pintu itu tapi ternyata tidak bisa seperti dia sudah terjebak sekarang. "Tuan dimana kunci untuk membuka pintu itu?"
"ada di dalam kamarku," Byran berisik tepat di telinga Valery, betapa bodohnya dia mengucapkan hal itu, padahal pintu itu hanya terbuka dengan password dan sebuah Card-id.
Byran tidak bisa berhenti tersenyum meringai, dia bersumpah jika 'Valery masuk kedalam kamarku, kamu tidak akan dikasih kesempatan untuk pergi dari kehidupanku Valery! Karena sekarang kau mainan baruku!'
"dimana kamar—Tuan?"
Byran saat terkejut dengan jawabanya ini semakin membuat Byran benar-benar ingin menariknya dan melemparnya keranjangnya.
"itu ada di sana dekat ranjang ada laci, kunci itu ada di atas laci itu kamarku," ucapnya, Byran membalik badan Valery, doa menunjukan kamarnya pada Valery.
Tanpa menunggu lama Valery melangkah masuk ke kamar Byran dengan perasaan ragu dan tidak yakin, dengan senang hati Byran mengikuti dari belakang dan saat berjalan mengikutinya, Byran-pun membuka jasnya.
saat sampai di dalam kamar Valery langsung mencarinya dan Byran terus mengikuti di belakang sampai ke dalam kamar, saat sampai di kamar Byran tidak lupa untuk mengunci pintu kamar, Melangkah mendekati Valery, secara perlahan dia membuka kancing kemejanya satu persatu.
"Tuan! apa kamu sedang menjebakku?"
saat Valery mendengar suara pintu dia sudah mulai curiga tapi sepertinya dia telat menyadarinya, saat sangat membalik badan Valery, dia melihat tubuh Byran yang hampir telanjang dada di depannya dengan jari telunjuknya menyentuh bibirnya sendiri.
dan Sean Pun berkata "gadis kecil, kamu sangat nakal! Mana mungkin aku menaruh kunci disini dan apartemen ini tidak butuh kunci, karena kamu sudah masuk kedalam kamarku maka jangan harap bisa keluar!"
suara itu terdengar sangat berat dan membuat jantung Valery berdebar dengan cepat, pada Akhirnya Valery hanya bisa menyerah pada akhirnya dia harus menyerahkan tubuhnya pada lelaki itu.
Byran menariknya untuk mendekat dengan tubuhnya yang telanjang dada itu, "Valery berapa usiamu? Kenapa ingin kau menjual tubuhmu?"
Byran menatapnya penuh dengan tanda tanya, kenapa dia jadi tertarik dengan Valery.
Valery hanya diam dia tidak ingin menjawabnya, dia hanya menatap pria yang sedang memeluknya, dia terlihat sangat dewasa dan juga tampan bahkan tubuhnya juga sangat bagus.
"terpesona denganku?" suara Byran sangat lembut.
"kamu tidak menjawab pertanyaanku gadis kecil?"
Byran melangkah maju membuat tubuh Valery menabrak sisi ranjang dan membuat tubuh Valery jauh keranjang melihat kesempatan ini tidak, Byran tidak ingin menyia-siakan dengan santai dia naik ke tubuh Valery.
"Tuan aku akan mengatakannya semuanya, tapi tolong setelah itu lepaskan aku!" Valery sudah saat gugup dan gemetaran—tanpa Valery sengaja dia meletakkan kedua tangannya di dada Byran, menahan untuk tidak begitu dekat.
"bukankah aku sudah bilang kalau kamu sudah masuk dalam kamarku, kamu tidak akan pernah diizinkan untuk pergi. sekarang aku menginginkanmu,"
Byran berbicara tepat ditelinga Valery dan itu membuatnya sangat bingung hingga memutuskan untuk mengalihkan pandanganya.
"Valery jika kamu tidak menjawab pertanyaanku lagi, aku akan melakukannya dengan sangat kasar hingga membuatmu tidak berjalan besok! lihatlah aku dan bicaralah," Sean menarik dagunya agar dia bisa melihat dengan jelas wajah Valery yang mulai memerah.
"Tuan aku hanya seorang kakak yang tidak punya harapan dan pilihan lain ketika melihat Adik yang sangat dicintai terbaring lemah dirumah sakit, untuk mencari uang sebanyak 5 juta dollar bukanlah hal yang mudah, dan hanya dengan menjual diriku aku bisa mendapatkannya dengan mudah, usiaku 19 tahun dan aku tidak bersekolah sejak 2 tahun yang lalu,"
Air mata Valery hampir mengalir, betapa malangnya dia harus seperti ini, dia tidak punya pilihan lain, adiknya lebih penting daripada harga dirinya, dengan ragu-ragu Valery menyentuh wajah Byran lalu turun menyentuh lehernya hingga dadanya, dan menatap Byran dengan tatapan yang begitu aneh namun mempesona.
melihat tindakannya, Tiba-tiba pikiran Byran dipenuhi oleh pikiran nakalnya, entahlah melihat gadis yang berada dibawahnya sangat menggoda membuatnya sangat ingin melakukan sesuatu.
Meletakan tangannya di wajah Valery turun menyentuh bibirnya dia berkata. "aku bisa memberimu uang bahkan lebih jika kamu bisa memuaskanku."
"Tuan—," ucapan itu terpotong karna Byran sudah lebih dulu menciumnya, kali ini bukan hanya ciuman ringan tapi ciuman yang kasar dan penuh dengan jilatan dan gigitan.
Entah kenapa Byran sangat tidak bisa mengendalikan nafsunya saat gadis ini berusaha menggodanya.
Dan hal itu pun terjadi, dimana Valery melepaskan segalanya dalam dirinya, menjadi wanita yang seutuhnya dalam sisi gelap malam untuk segenggam dollar.
*********
Byran menjatuhkan tubuhnya di samping Valery, setelah pelepasan yang dia lakukan.
Valery membalik tubuhnya dia membelakangi Sean dan mulai menangis. Valery tidak pernah berpikir akan melakukannya itu sebelum menikah, tapi demi Luna, dia rela melakukannya yang terpenting Luna bisa segera melakukan operasi.
Tapi ketika Valery ingin tidur sebuah tangan menyusup ke tubuhnya dan Valery merasa seseorang memeluknya dari belakang.
"bagaimana kalau aku memberikan sebuah tawaran untukmu?" Byran mengatakan itu ketika dia memeluk tubuh Valery dari belakang.
"Tapi—Tuan aku tidak ingin memiliki ikatan denganmu aku hanya butuh uangmu, setelah ini tidak ada lagi pertemuan."
"tawaran ini sangat bagus, kamu akan menikmati hidup tanpa memikirkan kerasnya dunia ini,"
Valery terdiam, apa yang pria itu maksud?
"Apa?" Tanya Valery yang sangat bingung, dia tahu setelah operasi itu selesai masih ada biaya yang harus diterima, apalagi ketika Luna harus menjalani berobat jalan.
"menjadi simpananku, aku akan memberikan apa yang kau inginkan,"
setelah mengatakan itu Byran langsung menutup matanya dia sudah terlalu lelah. Setiap ucapan yang keluar dari mulut Byran, pria itu terlalu berbalut pada amarah sampai tanpa merasa bersalah Byran dengan mudahnya tidur dengan seorang wanita yang bahkan baru dia kenal beberapa jam yang lalu.
Valery terlalu terkejut, banyak sekali pertanyaan yang dia ingin tanyakan tapi melihat Tuan Greyson itu sudah tertidur dia memutuskan untuk tidur juga.
‘simpanan? Apakah pria ini sudah memiliki tunangan atau istri? Haruskan aku menjadi wanita seperti itu?’
Keesokan harinya, tepatnya ketika Valery memulai harinya menjadi seorang wanita. Matahari sudah menunjukan dirinya, tapi sepertinya kedua yang berada diranjang itu tidak terusik oleh sinarnya yang sudah mengisi seluruh ruangan dengan cahaya hangatnya, keduanya masih sibuk bersembunyi dibalik selimut, sampai dering sebuah ponsel terdengar dan membangunkan Valery Arabelle. “Akh!” saat Valery ingin mengetahui ponsel siapa yang berdering itu, tiba-tiba pinggangnya sangat sakit dan membuatnya sulit untuk bergerak, sampai dia kembali terhempas keranjang. ‘kenapa masih sangat sakit’ Tanya Valery pada dirinya, tadi malam dia dibuat lupa akan segala hal tentang sebuah kehidupan, kabut malam dan segala hal membuatnya terbuai pada sisi gelap malam, sampai dia ti
Upacara pemakaman Luna dilaksanakan hari itu juga, Byran selalu berada disamping Valery memeluk erat tubuhnya, Valery tidak pernah berhenti menangis dan terkadang dia akan mengamuk memarahi semua orang, sampai acara pemakaman selesai Valery masih tidak ingin meninggalkan Luna."Luna kenapa kamu meninggalkan aku, sekarang aku harus berbuat apa? aku harus bagaimana sekarang aku sendirian, Luna," Ucapnya, Valery terus menatap makam Luna, dimana sekarang semua terkubur dengan segala hal yang begitu menganjal.dan dari belakang Byran juga menatap makam mantan kekasihnya, hati Gleyson Byran sangat hancur melihat orang yang dicintainya sudah pergi meninggalkan tanpa memberitahunya terlebih dulu, apalagi semua terasa begitu cepat, dia berusaha menutupi semua kesedihannya dan bukan waktu yang tepat baginya untuk memberitahunya juga pada Valery.
Keesokan paginya, cahaya matahari sudah menghangatkan bumi dengan sinarnya yang bahkan memberikan manfaat pada kehidupannya yang tinggal di bumi, cahaya itu masuk kedalam sebuah kamar dimana ada sepasang insan yang masih tertidur lelap di dalam hangatnya selimut. sampai cahaya itu menerangi kamar dan membangunkan salah satu dari mereka. Gleyson Byran sudah bangun lebih awal, dia memandangi wajah Valery yang sedang terlelap dalam tidurnya, wajah-nya yang sangat pucat dan di daerah matanya sedikit bengkak tapi tidak mengurangi kecantikannya, sejak kapan seorang Gleyson berubah menjadi seorang laki-laki yang begitu peduli terhadap wanita lain selain Luna. Apakah dia mulai jatuh cinta pada Valery Arabelle? melihat tanda-tanda Valery akan bangun dengan cepat Byran kembali menutup kedua matanya, dia mencoba berpura-pura tertidur.
Apa hal yang lebih menyakitkan dari sebuah penghianatan?Memang tidak ada, tapi ketika kita tidak tahu apapun sebuah hal terjadi dalam hitungan jam, merenggut hal yang sangat kita sayangi.Lebih menyakitkan lagi, jika alasan kepergian itu karena takut jika melukai seseorang yang dia sayangi, segan mati adalah pilihan terbaik dari melihat orang yang dia sayangi hancur dalam sebuah penyesalan.Hari cuaca berubah menjadi mendung dengan hujan yang membasahi kota New York, Valery menatap beberapa orang berlari untuk mengindari derasnya hujan tapi kenapa dia sendiri yang hanya melangkah di bawah rintikan hujan itu, membiarkan seluruh tubuhnya basah dalam perasan hancur yang semakin menusuk hatinya.Valery tidak tahu, dia tidak ingin tahu apapun, dia benci dirinya s
Malam harinya.Valery melangkah masuk ke dalam dengan pakaian seragam yang memang di berikan bagi karyawannya, pakaiannya tidak begitu seksi seperti gadis yang menuangkan minum, cukup tertutup dan bahkan di berikan topi.Valery berjalan dan langsung menuju tempat di mana berbagai jenis botol Wine berada, dia meletakan tasnya dan barangnya di dalam loker, dia juga melihat Mei terkejut melihat kedatangan dirinya.“Valery? Kau baik? Kau tidak perlu memaksa untuk datang, aku sudah meminta izin pada atasan kita,” ucap Mei, dia mencangkup bahu gadis itu dan menatapnya dengan sedikit khawatir.Valery tersenyum tipis, dia melepaskan tangan Mei yang ada di tangannya, “Aku baik, sungguh baik-baik saja Mei, jangan khawatirkanku,”
Valery membuka kedua matanya setelah merasa sinar matahari begitu menyoroti dirinya, dia melihat seluruh ruangan yang didominasi warna putih dan aroma khas rumah sakit tercium begitu saja.Tunggu? Pagi hari?Valery langsung mengamati seluruh ruangan itu dan menyadari tangannya terdapat infusan, dia di rumah sakit? Apa yang telah terjadi kemarin malam?Valery mengusap keningnya, kejadian tadi malam langsung terputar dalam ingatannya, dia penghukum kebodohan dirinya karena tidak mau memakan sesuatu, pasti alasan dia berada disini apalagi jika bukan gangguan pencernaan, tapi siapa yang membawanya ke sini Mei?Tatapan Valery bertemu dengan seorang pria yang baru akan memasuki ruangannya, bola matanya membuka melihat sosok yang ada di sana, Byran? Jadi pria
Keesokan harinya.Byran memasuki ruangan kamar Valery dengan pakaian training, karena hari libur dia memanfaatkannya untuk berolahraga dan berlari di area apartemen, dia pikir saat kembali mungkin sudah ada sarapan pagi yang bisa dia makan tapi? Bahkan gadis itu masih tertidur di atas ranjangnya.Byran membuka lebar gorden setinggi kamar itu, menggesernya sampai sinar matahari menerangi seluruh kamar Valery, Byran kembali menatap gadis yang terbaring dengan jarak yang cukup dekat, tangannya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya, terlihat wajah sendu yang sedikit pucat.“Kenyataannya kalian memang berbeda, Valery apa kau akan membenciku?” tanya Byran, hatinya selalu merasakan rasa bersalah, apa hal yang sebenarnya terjadi sampai Byran terus menginginkan Valery menjadi si
Hingga hitungan lima belas menit berlalu, Valery belum menunjukan apapun jika wanita itu akan keluar dari ruangan.Byran bangkit dari sofa yang sudah diduduki selama beberapa menit, dia berjalan mendekati ruang ganti pakaian itu dengan beberapa pelayan yang mengikuti di belakang, dia meminta kunci dari pelayan untuk membuka pintu.“Kau membuat kesabaranku habis Nona Arabelle!” Ucap Byran, dia menghentakan pintu itu sampai membuat beberapa orang terkejut termasuk Valery yang ada di dalam.Valery menoleh dengan tubuh yang gemetar, dia jadi teringat bagaimana marahnya Byran sama seperti waktu di klub malam itu, Valery berjalan mundur sampai tubuhnya menabrak dinding. Byran mencekik leher Valery begitu jarak mereka sudah dekat, membuat para pelayan undur diri untuk mengabaikan hal apa yang telah terjad
Valery bersama Byran memasuki sebuah Mall di pusat kota, tidak seperti terakhir kalinya mereka kesini, kali ini dengan sedikit canggung Byran menggandeng tangan Valery dengan erat, tidak ada paksaan atau seperti terakhir kalinya dimana Byran tidak ingin Valery bertatapan dengan orang lain.Duanya hanya memilih Mall karena mungkin saja ada yang bisa lebih banyak di lakukan di sana daripada di taman, mungkin jika mereka berkunjung ke taman hiburan akan banyak permainan yang bisa dicoba tapi Valery tidak ingin menaiki wahana apapun, dia lebih suka berjalan-jalan, melihat dan makan sesuatu, apalagi mengunjungi toko buku, Valery sangat suka membaca buku.“Kenapa hanya diam?” Tanya Byran, pria itu membalik badannya, melihat Valery yang juga langsung menatap ke arahnya, tapi setelah itu diam memutuskan tatapan itu dan kemudian kembali tertunduk, gadi
Satu hari berlalu, cahaya matahari masuk melalu cela-cela gorden yang terbuka sedikit, mengusik dua orang yang sedang berpelukan dalam tebalnya selimut, cahaya itu mengusik salah satu dari mereka hingga membangunkannya.Valery membuka kedua matanya saat wajahnya terus di soroti sinar matahari, dia bergerak sedikit untuk melihat apa yang telah terjadi, matanya tertuju pada pria di hadapannya—lebih tetapnya pria yang sedang memeluk dirinya, jadi semalam itu—setelah Valery menangis, dia tertidur dan berakhir tidur di ranjang pria itu?Dengan ragu Valery mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya, helaan nafas lega terdengar darinya. Pakaiannya masih utuh itu berarti tidak ada yang terjadi, Valery mengusap kedua matanya dan bermaksud untuk meninggalkan ranjang, tapi tubuhnya kembali di hentakan keranjang.
Seminggu berlalu, waktu berlalu dengan iringan hari berganti, apa yang terjadi selama seminggu itu berlalu?Wanita simpanan bisa melakukan apa?Bahkan untuk keluar menghirup udara segar di luar saja rasanya begitu sulit, seperti seorang putri terkutuk yang harus mendekam di kastil tanpa tahu kapan akan bisa keluar dari sana, menanti suatu keajaiban dari seseorang yang berhati baik.Tapi?Itu suatu hal mustahil jika Byran memberikan sebuah kebebasan untuknya, Valery selalu di hantui rasa takut ketika pria itu kembali, entah itu perasaan takut Byran akan memanggil dirinya untuk segera ke kamarnya atau perasaan takut ketika pria itu memintanya untuk diam di dalam dekapannya.Valery terduduk di balko
Hingga hitungan lima belas menit berlalu, Valery belum menunjukan apapun jika wanita itu akan keluar dari ruangan.Byran bangkit dari sofa yang sudah diduduki selama beberapa menit, dia berjalan mendekati ruang ganti pakaian itu dengan beberapa pelayan yang mengikuti di belakang, dia meminta kunci dari pelayan untuk membuka pintu.“Kau membuat kesabaranku habis Nona Arabelle!” Ucap Byran, dia menghentakan pintu itu sampai membuat beberapa orang terkejut termasuk Valery yang ada di dalam.Valery menoleh dengan tubuh yang gemetar, dia jadi teringat bagaimana marahnya Byran sama seperti waktu di klub malam itu, Valery berjalan mundur sampai tubuhnya menabrak dinding. Byran mencekik leher Valery begitu jarak mereka sudah dekat, membuat para pelayan undur diri untuk mengabaikan hal apa yang telah terjad
Keesokan harinya.Byran memasuki ruangan kamar Valery dengan pakaian training, karena hari libur dia memanfaatkannya untuk berolahraga dan berlari di area apartemen, dia pikir saat kembali mungkin sudah ada sarapan pagi yang bisa dia makan tapi? Bahkan gadis itu masih tertidur di atas ranjangnya.Byran membuka lebar gorden setinggi kamar itu, menggesernya sampai sinar matahari menerangi seluruh kamar Valery, Byran kembali menatap gadis yang terbaring dengan jarak yang cukup dekat, tangannya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menutupi sebagian wajahnya, terlihat wajah sendu yang sedikit pucat.“Kenyataannya kalian memang berbeda, Valery apa kau akan membenciku?” tanya Byran, hatinya selalu merasakan rasa bersalah, apa hal yang sebenarnya terjadi sampai Byran terus menginginkan Valery menjadi si
Valery membuka kedua matanya setelah merasa sinar matahari begitu menyoroti dirinya, dia melihat seluruh ruangan yang didominasi warna putih dan aroma khas rumah sakit tercium begitu saja.Tunggu? Pagi hari?Valery langsung mengamati seluruh ruangan itu dan menyadari tangannya terdapat infusan, dia di rumah sakit? Apa yang telah terjadi kemarin malam?Valery mengusap keningnya, kejadian tadi malam langsung terputar dalam ingatannya, dia penghukum kebodohan dirinya karena tidak mau memakan sesuatu, pasti alasan dia berada disini apalagi jika bukan gangguan pencernaan, tapi siapa yang membawanya ke sini Mei?Tatapan Valery bertemu dengan seorang pria yang baru akan memasuki ruangannya, bola matanya membuka melihat sosok yang ada di sana, Byran? Jadi pria
Malam harinya.Valery melangkah masuk ke dalam dengan pakaian seragam yang memang di berikan bagi karyawannya, pakaiannya tidak begitu seksi seperti gadis yang menuangkan minum, cukup tertutup dan bahkan di berikan topi.Valery berjalan dan langsung menuju tempat di mana berbagai jenis botol Wine berada, dia meletakan tasnya dan barangnya di dalam loker, dia juga melihat Mei terkejut melihat kedatangan dirinya.“Valery? Kau baik? Kau tidak perlu memaksa untuk datang, aku sudah meminta izin pada atasan kita,” ucap Mei, dia mencangkup bahu gadis itu dan menatapnya dengan sedikit khawatir.Valery tersenyum tipis, dia melepaskan tangan Mei yang ada di tangannya, “Aku baik, sungguh baik-baik saja Mei, jangan khawatirkanku,”
Apa hal yang lebih menyakitkan dari sebuah penghianatan?Memang tidak ada, tapi ketika kita tidak tahu apapun sebuah hal terjadi dalam hitungan jam, merenggut hal yang sangat kita sayangi.Lebih menyakitkan lagi, jika alasan kepergian itu karena takut jika melukai seseorang yang dia sayangi, segan mati adalah pilihan terbaik dari melihat orang yang dia sayangi hancur dalam sebuah penyesalan.Hari cuaca berubah menjadi mendung dengan hujan yang membasahi kota New York, Valery menatap beberapa orang berlari untuk mengindari derasnya hujan tapi kenapa dia sendiri yang hanya melangkah di bawah rintikan hujan itu, membiarkan seluruh tubuhnya basah dalam perasan hancur yang semakin menusuk hatinya.Valery tidak tahu, dia tidak ingin tahu apapun, dia benci dirinya s
Keesokan paginya, cahaya matahari sudah menghangatkan bumi dengan sinarnya yang bahkan memberikan manfaat pada kehidupannya yang tinggal di bumi, cahaya itu masuk kedalam sebuah kamar dimana ada sepasang insan yang masih tertidur lelap di dalam hangatnya selimut. sampai cahaya itu menerangi kamar dan membangunkan salah satu dari mereka. Gleyson Byran sudah bangun lebih awal, dia memandangi wajah Valery yang sedang terlelap dalam tidurnya, wajah-nya yang sangat pucat dan di daerah matanya sedikit bengkak tapi tidak mengurangi kecantikannya, sejak kapan seorang Gleyson berubah menjadi seorang laki-laki yang begitu peduli terhadap wanita lain selain Luna. Apakah dia mulai jatuh cinta pada Valery Arabelle? melihat tanda-tanda Valery akan bangun dengan cepat Byran kembali menutup kedua matanya, dia mencoba berpura-pura tertidur.