Bantu follow akunku ya, Guys. Wajib like dan komentar biar aku semangat update 💕Happy reading ❤️🌸🌸🌸“Mbak, bangun, sudah jam 7!” teriak Susanti.Aku tersentak kaget langsung mengingat-ingat apakah tadi sudah salat subuh atau belum.“Mbak, sadar! Buruan ayok, turun!” ucap Susanti lagi.Otakku masih ngebleng kupejamkan mata. Alhamdulillah ... aku tadi sudah salat subuh dan ketiduran lagi saat membereskan bajuku ke dalam kardus dan koper.“Kamu juga baru bangun, San?” tanyaku.“Mbak pikir? Lihat saja aku masih awut-awutan gini ya, berarti aku belum mandi, dan berati aku juga baru bangun!” jawab Susanti sambil menyisir rambutnya yang panjang dan lurus.“Ya, sudah gegas sana kamu mandi aku bereskan kasur dulu,” titahku.“Enggak mau, ah, aku malu. Tadi aku buka pintu mereka semua sedang sarapan.” Tumben ini anak tahu malu. Biasanya juga malu-maluin.“Ayok, Mbak juga mau mandi!" ajakku.Kami ke luar kamar. Di meja makan sudah ada Mas Arman, Intan, dan juga Reni.Tunggu dulu, itu kenapa
“Arman, dengar kamu! Ibu tidak mau menunggu lama-lama. Hari ini Ibu mau kocokan arisan. Ibu harus datang kalau tidak nanti enggak dapat jika nama Ibu yang keluar!” Mas Arman kesal, dia langsung mematikan telepon.“Minta saja ke Bapak, kan, Ibu istrinya Bapak pasti diusahakan ada. Kalau tidak ada ya, harus ada. Orang untuk kawin lagi aja ada masa untuk nebus istri di rumah sakit enggak ada,” kataku lagi.“Enggak usah ngajarin aku!” bentak Mas Arman.“Enggak Bapak, enggak anak sama saja tukang kawin. Miskin, tapi belagu,” sindirku.Mas Arman dan Intan diam saja.Selesai sarapan aku gegas mandi dan Reni membereskan cucian piring, tapi hanya bekas kami saja. Aku yang menyuruhnya. Biar orang-orang di rumah ini tidak seenaknya sendiri dan tidak jorok.“Enggak mau, Mas! Aku sudah kasih uang ibumu setiap gajian kok, ini minta lagi. Ini perhiasan juga bukan dari kamu. Aku beli sendiri pakai uangku sendiri, jadi siapa pun tidak ada yang boleh ganggu gugat.”Itu Reni pasti sedang dirayu untuk j
Ada juga yang bilang gimana enggak bawa aura positif orang Susanti dekil gitu si Fino kali geli mau cium sama peluk Susanti. Parahnya yang ngomong itu adalah teman-teman perempuan Susanti. Di manalah hati mereka, sesama perempuan kok, menghujat.Anak ABG zaman sekarang mulut dulu yang digedein otak enggak dipake buat mikir. Pantas saja Susanti tanya seperti itu padaku.“Mereka itu enggak punya attitude yang baik, San. Jadi, enggak usah juga kamu ambil hati,” kataku menanggapi ocehan teman-teman Susanti di grup itu.“Tapi, Mbak, yang dibicarakan mereka bener, kan?” Susanti jadi murung. Kalau dia sudah murung gini kerjaan bisa gawat. Mood seseorang sangat memengaruhi kinerja otaknya.“Salah. Kalau kata Mbak salah.”“Mbak Fatki, bilang seperti itu pasti karena tidak enak padaku, pasti karena kasihan padaku.”“Salah, kamu salah. Memang kamu tidak bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang modus. Tatap mata Mbak, apa Mbak berbohong? San, kalau dunia ini menjadikan yang good looking seg
Assalamualaikum selamat pagi semua bantu follow akunku ya, wajib tinggalkan jejak like dan komentar. Happy reading 💕POV ARMAN.“Arman, kamu tahu gadis yang tjnggal di kos-kosan Haji Rusdi?”“I—ya tahu, Bu, ke—napa?” kataku balik tanya. Apa ibu tahu hubunganku dengan gadis itu. Bisa gawat kalau sampai ibu mengadukannya pada Fatki. Apalagi Fatki sedang hamil muda.“Sejak kapan kamu ada hubungan dengan dia?” cecar ibu. Kalu sudah begini mengelak pun tidak mungkin.“Ibu ngomong apa, sih? Aku tidak ada hubungan apa pun sama dia kok,” elaku.“Kamu itu sudah berani bohong sama ibumu? Ibu itu hampiroir tiap hari lihat kamu ngantar kerja itu cewek. Apa perlu bukti juga?” Tuh, kan, belum apa-apa ibu sudah marah padaku.“Cepat bilang sudah berapa lama?!” bentak ibu.“Bu, jangan kuat-kuat suaranya nanti kedengaran Fatki,” pintaku penuh harap.“Apa kamu tidak mikir, Man, siapa gadis itu? Kerjanya saja di tempat karaoke begitu nemenin om-om laki-laki hidung belang? Mau ditaruh mana muka ibumu ini
“Enggak, Dik, aku hanya sedang memikirkan masa depan kita saja. Kita sudah mau punya anak, tapi kerjaanku belum bener. Padahal aku sudah memasukkan lamaran kerja sana-sini, tapi belum ada yang keterima satu pun. Aku harap kamu bisa bersabar dengan kondisi kita yang sepeti ini dan aku berharap kita bisa terus sama-sama selamanya,” jawabku tulus. Kupeluk erat Fatki.Maafkan aku, Fatki. Aku tahu aku pecundang, tapi aku tidak bisa berpaling dari dia si pemandu lagu itu. “Arman jangan kupa besok!” teriak ibu dari ruang tamu saat aku menyalakan mesin motorku.“I—ya, Bu. Tenang saja, tapi ingat, ya?” jawabku seraya kukedipkan mata pada ibuku.“Tenang aja, Man. Ibu pastikan aman terkendali!” jawab ibu lagi.Aku sedikit lega. Dengan begitu ibu tidak akan memberitahukannya pada Fatki. Jadi, untuk sementara ini aman. Sekarang aku tinggal memikirkan bagaimana caranya agar bisa membujuk Reni dan dia mau mentraktir ibu untuk belaja sepuasnya.Sepanjang jalan aku bersiul bahagia aku membayangkan n
“ Iya, Ren, kamu harus percaya padaku bahwa aku akan menuruti semua kemauanmu termasuk untuk menikahimu asal kamu pun bisa meluluhkan hati Ibuku. Ingat ya, Ren, Ibuku itu suka belanja suka makan suka jalan- jalan.”“Kalau yang disukai ibunya Mas Arman hanya itu gampang aku bisa mengabulkannya. Kamu tahu kan, Mas, uangku itu banyak dari hasil aku kerja begini dan dari hasil kebunku di kampung?”“Syukurlah kalau kamu bisa memenuhi kemauan ibuku, aku yakin pasti Ibu akan menyetujui hubungan kita.”“Iya, Mas semoga saja Ibu mau menyetujui hubungan kita.”“Ya, sudah aku pulang dulu aku harus kerja ini sudah siang. Nanti kalau aku pulang tidak bawa uang Fatki akan curiga padaku dan itu akan semakin mempersulit hubungan kita.”“Iya, Mas, tapi kapan kita bisa ketemu lagi? Aku kan, selalu kangen sama kamu,” ucap Reni dengan gaya manjanya. Inilah salah satu yang aku sukai dari Reni dia manja padaku.“Besok kan, kita ketemu besok kita jalan bertiga sama Ibu.”“Kamu yakin Mas, kita bisa jalan be
🌸🌸🌸 gadis itu namanya Ika. Cantik, tapi tidak secantik Fatkiku.Terus kenapa jiwa lelakiku kembali seperti ABG lagi. Aku berani menjajaki cinta lain selain istriku berawal dari keisenganku pada Reni aku semakin berani untuk melangkah lebih dan lebih lagi dalam pencarian dan penaklukan terhadap kaum wanita tak kusangka di usiaku yang sudah kepala tiga ini pesonaku masih tak terkalahkan bahkan anak-anak baru gede itu pun tersingkirkan oleh pesonaku. Bangga Tentu saja, dong! Aku bangga. Aku tahu aku salah dan aku menyesal kenapa tidak Sedari dulu aku melakukan ini kenapa justru setelah aku mempunyai istri merasa lebih tertantang dan juga merasa aura kelaki-lakianku makin mempesona.Ika Vania, adalah perempuan ke tiga yang ingin aku miliki saat ini. Gadis lugu itu masih satu Kecamatan dengan istriku ternyata aku harus lebih ekstra hati-hati. Entah kenapa dengan Ika aku makin tertantang ini semua Mungkin dikarenakan Ika dan Fatki bertempat tinggal di Kecamatan yang sama. Bagaimana p
“Man, bangun ada telepon tuh dari nyokap lu,” ujar si Pocil membangunkanku.“Biarin aja lah palingan juga nyuruh gua pulang. gua pusing di rumah lebih baik di sini sama kalian minum tuak dengan bebas pikiran jadi jernih lagi,” jawabku.“Lu, mah gitu Man, ingat lu punya istri di rumah lagi hamil siapa tahu nyokap lu hubungin lu karena ada sesuatu di rumah coba diangkat dulu itu teleponnya,” ujar pocil lagi.“Biarin aja lah gua ngantuk gua pusing.” Ku tekan tombol nonaktif di ponselku ini. Aku tidak mau siapa pun menggangguku termasuk Ibuku. Biarkan saja repetan dia akan aku dengarkan besok yang penting malam ini tidak ada yang bisa menggangguku.“Arman ya Allah! Ni, anak lihat ini sudah jam berapa sudah pagi kamu itu ya, ditelepon orang tua nggak mau angkat malah HP kamu matikan bangun, bangun, bangun!” Nah, kan benar juga apa kataku belum juga aku bangun ibuku sudah berhasil menemukanku di pos ronda ini. Mataku rasanya lengket sekali. Jika, bukan Ibuku yang membangunkan tentu saja ak
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.“Abang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. “Kamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!” usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu ‘kan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.“Cepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!” usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.“Lepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!” bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.“Kamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!” Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.“Dasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!” teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja ‘toh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. “Wah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!” kata Kak Siwi lagi. “Kalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,” jawabku. Kak Siwi bengong.“Dasar nggak waras! LAWANG!” umpat Kak Siwi.“Kok, orang gila ngatain gila, sih!” kataku lagi.“Diam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!”“Enggak takut! Lakuin aja kalau bisa,” jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.“Mak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. “Halo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,” sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.“Eh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?” kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.“Apa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!” protesku.“Aku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!” jawabnya.“Oh ... iya? Yakin?” jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.“Aww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!” jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.“Duh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!” ucapku.“Emph! Emph!” Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.“Kenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. “Oo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!”“Dokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!”“Namanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!”“Amit-amit na’uzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.”“Sekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!”“Iya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!”“Pelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!”“Iya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!”“Iya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!”“Jangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!”“Pendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!”“Makanya itu harus belajar adab juga.”“Dokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. “Kurang ajar kamu, ya, Kayla!” Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.“Aww! Sakit-sakit! Lepaskan!” teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.“Mbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!” seru para suster.“Rasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,” makiku pada Risa.“Kamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!” Risa masih saja playing victim.“Ooh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!” kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.“Aww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!” teri
POV Kayla. “Kayla, tolong panggil suster untuk membantuku!” pinta Bang Daffa.“Males, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!” tolakku sinis.“Astaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!” pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.“Nah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!” seruku.“Kayla, cepat bantu sini! Tolong ini!” pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.“Apaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,” jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.“Dasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. “Pak, hei jangan mati dulu!” seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.“Paaakk!” Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.“Pak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?”Kulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p