Setelah peristiwa aku diacuhkan dan diabaikan oleh Sintia, aku lebih memilih untuk berpasrah saja sama Allah. Menerima datangnya jodoh yang dikirimkannya untukku. Jika benar Sintia memang ditakdirkan untukku cepat atau lambat pasti dia akan datang padaku. Aku akan selalu menyebut namanya dalam doa-doaku.Sekarang yang terpenting bagiku adalah kesehatan kedua anakku Biru dan Jingga mereka permata hatiku yang tidak ternilai harganya yang tidak bisa digantikan dan ditukar dengan apa pun peninggalan mendiang istriku tercinta.Aku akan merawatnya sepenuh hati dan setulus hatiku.Aku akan berusaha menjadi ayah dan sekaligus ibu yang baik untuk Biru dan Jingga. Apalagi keluarga dan orang terdekatku sangat mensupport dan membantuku dalam mengurus ke dua buah hatiku, maka tidak begitu sulit bagiku untuk menjalani dua peran sekaligus.Rasanya perjalananku ini sangat lama macet di mana-mana padahal tadi sewaktu membuntuti Sintia perjalanan terasanya cepat dan mengasyikan.âPak, ke Perumahan M
Sintia makin salah tingkah dia berkali mengelap pelipisnya.âSayang, kalau enggak enak makan yang ini, ya? Mungkin tadi Tante salah masukin garam,â ucap Sintia lembut pada Jingga karena Jingga yang duduk di dekatnya. Jingga mengangguk. Syukurlah.âUwek, ini juga enggak enak. Asin!â teriak Jingga lagi. Biru ikut mencicipi tanpa bicara aku tahu dari ekspresinya. Pasti itu asin juga.âEm, kalau gitu enggak usah dimakan. Kalian ini bisanya protes! Aku sudah capek-capek masak malah begitu,â ucap Sintia. Meski, lirih aku tahu dia kecewa, tapi tidak semestinya dia pun begitu.Sintia ngambek dia lari ke luar tanpa pamit pada kami.Ibu menyuruhku mengejar Sintia.âTunggu, Mbak! Eh, Sintia!â cegahku saat dia hendak masuk ke dalam mobilnya. Ajaib! Tadi sewaktu aku masuk rumah tidak lihat mobilnya sekarang kenapa tiba-tiba ada di sini? Apa karena tadi aku buru-buru jadi tidak melihat keadaan sekitar?âAnak-anakmu sepertinya tidak bisa menerimaku, Mas. Padahal aku sudah menerima mereka. Aku sayang
âTentu sayang, nanti kita ziarah ke makam Mamah, ya? Biru mau kan, punya Mamah baru?â tanyaku hati-hati. Biru melirik pada Jingga kemudian mengangguk perlahan.âPasti maulah, kan, Tante Sintia cantik dan juga baik,â ujar Sintia.âTapi, Tante harus ikut ke makam Mamah, ya?â ajak Biru.âApa! Duh, kalau itu Tante tidak bisa, kan, Tante banyak yang harus diurus untuk persiapan pernikahan nanti. Kalian saja, enggak apa-apa, kan? Tante juga lagi datang bulan,â jawab Sintia. Masuk akal juga, sih. Karena orang yang datang bulan kan, memang tidak boleh datang ke makam untuk ziarah.âKan, tadi Tante Sintia salat Zuhur, kok, datang bulan?â sahut Jingga.âEm ... itu, Tante datang bulangnya baru saja. Kan, memang kalau orang dewasa datang bulan itu tidak bisa diprediksi kapan waktunya,â jawab Sintia. Meski, aneh, sih, tapi kurasa dia tidak berbohong.~k~uđ¸đ¸âBro, lu, yakin, mau nikahin itu cewek?â tanya Fais tiba-tiba saat kami sedang di acara pernikahan Zahra adiknya.âYakin, kenapa, Is? Ngiri,
Yuk, bantu follow akunku. Wajib like dan juga komentar yaaa.Happy reading â¤ď¸đ¸đ¸đ¸âBro, anteng aja lu, udah buka WA dariku belum?â tanya Fais. Saat ini kami baru saja selesai membicarakan bisnis keluarga yang berkembang sangat pesat.âBelum, Is, belum sempat,â jawabku singkat.âSegeralah buka atau kamu akan menyesal.âAku heran dengan Fais dia selalu saja terlalu posesif padaku padahal aku ini abang, harusnya aku yang peduli padanya ini malah kebalikannya.Setelah Fais pergi naik ke atas bermain bersama Biru dan Jingga aku segera mengaktifkan ponselku.Ada banyak sekali pesan masuk salah satunya dari Fais, tapi aku lebih tertarik membuka pesan dari Sintia. Perempuan itu benar-benar sudah membuatku tergila-gila.[Sayang, bagus, enggak?] Sintia mengirim foto dirinya sedang fitting baju pengantin. Sungguh cantik.[Bagus, Sin, tapi kurang tertutup. Ibu bisa marah padamu.] Jawabku jujur. Lagi pula mana bisa keindahan tubuhnya dipamerkan begitu. Aku tidak rela.[Ah, ibumu kudet banget si
Tunggu dulu, apa jangan-jangan Fais beli mawar untuk dia? Bukankah Mbak itu juga punya suami? Ah, enggak benar ini Fais.Tapi, waktu kami bertemu juga dia sendiri sama temannya yang lucu itu. Cantik si, cantik banget malah. Fais tidak boleh ceroboh aku harus kasih tahu dia kalau cewek itu bininya orang.Awalnya pun aku kaget kalau dia sudah punya suami, vibesnya masih gadis. Pandangan pertama dia datang ke sini aku terpesona, tapi setelah tahu bini orang aku buang jauh-jauh apalagi ada Sintia di sisiku.Ah, Fais kamu jangan gegabah!âJingga, jangan bohong loh, sama Papah?ââEnggak, Jingga enggak bohong, kan kalau bohong dosa, Pah,â jawabnya sungguh menggemaskan.Biasanya memang anak kecil tidak pernah berbohong. Sial! Aku rasa lelah dan kantukku kenapa sirna seketika!Oh, jadi Fais sedang kasmaran pada perempuan itu?Siap-siap saja ambulance untuk bawa korban perkelahian antara Fais dan suami perempuan itu.~K~uđ¸đ¸đ¸âMas, temenin ke ruko yuk, mau jahit baju!â ajak Wulan.âEntar sore
~k~uđ¸đ¸đ¸âMawar lagi?â tanyaku pada Fais yang sedang tertegun memandangi setangkai mawar di tangannya.âKepo aja, lu!ââIni untuk perempuan yang tempo hari ke rumah ya, Is? Jangan Is, itu bini orang!ââSok, tahu, lu!â jawab Fais seraya berlalu kembali pulang pasti dia akan mengirimkan mawar itu diam-diam.âMas, ada Sintia, tuh!â ucap Lintang.âBiarin lah, Dik. Betewe aku enggak liat Wulan, ke mana dia?ââLagi ke rumah Bulek, Mas, mereka mau ambil baju untuk acara kamu besok. Di ruko itu.ââKenapa Mas, kok, ngalamun gitu? Jangan bilang kamu terpesona juga sama Mbak Fatki? Cantik sih, makanya pada suka. Ingat sudah ada Mbak Sintia. Itu juga cimciman Fais. Jangan sampai kalian berantem lagi,â ucap Lintang seraya mengacak rambutku. Jadi, namanya Fatki, tapi kan, dia bini orang? Kok Fias nekat sekali.âSayang!â panggil Sintia.âIya, Mbak Fatki. Eh, Sintia!â Duh, salah ngomong lagi, gara-gara obrolan dengan Lintang jadi salah sebut nama.âKok, Fatki! Siapa dia?â tanya Sintia kesal.âBuka
đ¸đ¸đ¸đ¸âMbak Fatki, ada Mas Fais di bawah!â teriak Susanti dari pintu masuk. Padahal ngomong biasa aja aku pun dengar. Ck, dasar anak ini selalu saja mengganggu konsentrasiku menjahit.âLanjutin dulu, nih, tolong, ya?ââCk, aku mau siap-siap. Besok lagi aja Mbak, jahitnya. Nanti Mas Fais nunggunya kelamaan,â ucap Susanti dia mengambil handuknya dan hendak masuk kamar mandi.âLah, memang ada apa? Kok, Mas Fais nunggu kamu segala?âtanyaku tak paham. âPerasaan umur belum tua, loh! Kok, pelupa sih, Mbak?â jawab Susanti dia terlihat kesal.âBeneran, San, Mbak lodingnya lama, nih. Banyak jahitan jadi spaneng nih, otak,â jawabku jujur.âBulek, dulu nyidam apa sih, pas hamil Mbak Fatki. Kok, keluarnya begini? Selain cantiknya diborong sendiri, stupidnya juga. Ha ha ha ....â ejek Susanti.âEnggak ngidam apa pun, San. Bulek hanya pingin makan sambal bunga kecombrang waktu itu,â jawab ibuku serius menanggapi pertanyaan Susanti yang bikin emosi.âOo ... pantas saja,â sahut Susanti. Aku menarik
âMbak, Fatki, ini Mamah telepon, jadi aku permisi pulang dulu, nanti selepas isya jemput lagi ke sini,â ucap Mas Fais.Alhamdulillah ... akhirnya dia pergi juga.âJangan rindukan aku ya, Mbak Fatki, hanya sebentar, kok!â ucapnya lagi dan itu benar-benar membuatku mengelus dada. Ibu pun sampai tersenyum malu. Aneh, kok, malah ibu yang malu sendiri.âAaahh ... so sweet! Mau juga dong, digombalin begitu!â teriak Susanti dari anak tangga. Ampun dah anak itu suka muncul tiba-tiba! Kini Mas Fais yang gantian terlihat malu.âPermisi ya, Mbak Fatki.â Kami mengangguk.Mas Fais sudah menghilang di balik pintu lalu kembali lagi muncul di pintu.âMbak Fatki, aku permisi!â serunya lagi.âIya, Mas!â sahutku.Lucu si, Susanti aja sampai tertawa tertawa terbahak-bahak.âHus! Mau Maghrib ketawanya jangan begitu. Nanti kesambet Mbak Kunti,â tegur ibu menakut-nakuti Susanti.âAh, Bulek! Jangan gitu, deh! Takut tahu!â teriak Susanti seraya berlari menghampiri kami.âKamu mandi apa bertapa, San, lama bu
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p