đ¸đ¸đ¸đ¸âMbak Fatki, ada Mas Fais di bawah!â teriak Susanti dari pintu masuk. Padahal ngomong biasa aja aku pun dengar. Ck, dasar anak ini selalu saja mengganggu konsentrasiku menjahit.âLanjutin dulu, nih, tolong, ya?ââCk, aku mau siap-siap. Besok lagi aja Mbak, jahitnya. Nanti Mas Fais nunggunya kelamaan,â ucap Susanti dia mengambil handuknya dan hendak masuk kamar mandi.âLah, memang ada apa? Kok, Mas Fais nunggu kamu segala?âtanyaku tak paham. âPerasaan umur belum tua, loh! Kok, pelupa sih, Mbak?â jawab Susanti dia terlihat kesal.âBeneran, San, Mbak lodingnya lama, nih. Banyak jahitan jadi spaneng nih, otak,â jawabku jujur.âBulek, dulu nyidam apa sih, pas hamil Mbak Fatki. Kok, keluarnya begini? Selain cantiknya diborong sendiri, stupidnya juga. Ha ha ha ....â ejek Susanti.âEnggak ngidam apa pun, San. Bulek hanya pingin makan sambal bunga kecombrang waktu itu,â jawab ibuku serius menanggapi pertanyaan Susanti yang bikin emosi.âOo ... pantas saja,â sahut Susanti. Aku menarik
âMbak, Fatki, ini Mamah telepon, jadi aku permisi pulang dulu, nanti selepas isya jemput lagi ke sini,â ucap Mas Fais.Alhamdulillah ... akhirnya dia pergi juga.âJangan rindukan aku ya, Mbak Fatki, hanya sebentar, kok!â ucapnya lagi dan itu benar-benar membuatku mengelus dada. Ibu pun sampai tersenyum malu. Aneh, kok, malah ibu yang malu sendiri.âAaahh ... so sweet! Mau juga dong, digombalin begitu!â teriak Susanti dari anak tangga. Ampun dah anak itu suka muncul tiba-tiba! Kini Mas Fais yang gantian terlihat malu.âPermisi ya, Mbak Fatki.â Kami mengangguk.Mas Fais sudah menghilang di balik pintu lalu kembali lagi muncul di pintu.âMbak Fatki, aku permisi!â serunya lagi.âIya, Mas!â sahutku.Lucu si, Susanti aja sampai tertawa tertawa terbahak-bahak.âHus! Mau Maghrib ketawanya jangan begitu. Nanti kesambet Mbak Kunti,â tegur ibu menakut-nakuti Susanti.âAh, Bulek! Jangan gitu, deh! Takut tahu!â teriak Susanti seraya berlari menghampiri kami.âKamu mandi apa bertapa, San, lama bu
~k~uđ¸đ¸đ¸Sejujurnya aku lelah menghadapi Mas Arman dan keluarganya, tapi aku pun tidak boleh menyerah.Jika aku lakukan itu, maka yang ada Mas Arman dan keluarganya akan senang sudah berhasil membuatku terpatahkan.Aku heran kenapa makin ke sini kelakuan kotor dan jahat mereka makin terlihat? Apa itu sifat mereka sebenarnya? Kata pepatah kan, untuk tahu sifat asli seseorang itu lihat pada saat berurusan uang dengannya atau saat dia tidak punya uang.Dulu mereka memang zholim padaku, tapi tidak ditunjukkan secara langsung begitu bahkan sama sekali tidak pernah memaki di hadapanku hanya sering kali meminta uang untuk ini dan itu.Memang benar tidak ada rumah tangga yang berjalan lurus mulus tanpa hambatan apa pun dan kita wajib bersabar menjalaninya dan katanya harus bersabar bagaimana pun keadaannya.Aku sudah bersabar dengan sifat mereka yang absurd, tapi justru mereka tidak paham dan menganggapku bodoh. Lantas jika aku memilih jalan pisah dan menyerah pada rumah tanggaku apa itu j
âMbak, kita mau ke mana ini?â tanya Susanti. Aku pun bingung mau ke mana.âKita cari tempat yang nyaman saja, San,â jawabku sekenanya seraya terus berjalan keluar.Biasanya setiap perumahan itu pasti ada tamannya. Aku harus cari taman untuk kami duduk kalau jauh ya, cari masjid saja.âMbak, itu taman!â seru Susanti.Benar juga, ternyata tamannya tidak jauh dari rumah Mbak Sintia.Bergegas kami ke sana. Aku sudah pegal menggendong Biru, tubuhnya lumayan gempal, jadi berat apalagi bagiku yang punya badan langsing.âWaduh, capek sekali,â keluh Susanti. Kami duduk di bangku taman.âBiru makannya apa sih, kok, berat badannya mantap sekali,â tanyaku. Biru malah tertawa memperlihatkan gigi depannya yang ompong.âYa, makan nasi sama sayur lah, Tan. Enak loh digendong kalau di rumah jarang digendong pada enggak mau,â jawabnya.âIya, lah, kan, kamu sudah gede, Nakâ sahutku.âJingga, kenapa sayang, kok, diam saja?ââJingga takut gelap, Tan. Makanya begitu,â sahut Biru. Jingga mengangguk lalu me
âJadi ingat video pernikahan Mas Arman yang dishare di story WA-nya Mbak Sulis. Bedanya Mbak waktu itu tidak ada di tempat, tapi sama-sama sebuah pengkhianatan,â kataku seraya memejamkan mata. Sakit hati lagi kalau ingat itu.âHerannya kenapa ya, Mbak orang-orang itu dengan gampangnya berkhianat pada pasangannya?ââTidak punya iman, San. Cuma itu jawabannya. Miris sih, tapi inilah panggung dunia.ââFatki!â âBiru!âFatki!âSamar aku mendengar teriakan orang yang memangil-manggil namaku.âMas, di sini!â jawab Susanti seraya melambaikan tangannya.Benar saja Mas Fais tampak sedikit berlari menghampiri kami.âAyah!â teriak Biru dan Jingga bersamaan, mereka berlari menghampiri Mas Fais dan langsung memeluk.Lagi-lagi aku bingung, kok, manggilnya ayah? Bukankah mereka anak Mas Fawas?Mas Fais menggendong dua anak itu di kanan dan kiri tangannya.âDuh, berat semua anak Ayah, ayo, turun!â ujar Mas Fais setelah beberapa menit menggendong mereka.Mas Fais mengalihkan pandangannya pada Susanti
âDi depan satu, enggak muat kalau duduk di tengah semua,â ujarnya lagi.âSusanti saja yang di depan. Ini aku jagain Jingga,â jawabku beralasan.Susanti segera melenggang duduk di samping kemudi.Dalam perjalanan pulang kami semua diam tanpa ada yang bersuara. Sekarang sudah tengah malam hampir jam 1 pagi pasti ibu juga khawatir kenapa aku belum pulang.Jalanan yang sepi memudahkan perjalanan kami, tanpa terasa kami sudah sampai di rumah Bu Hajjah Halimah. Susanti tertidur jadi tidak ikut turun.âMbak, hanya bertiga di rumah?â tanyaku pada suster.âEnggak, kan, ada Satpam. Sebentar lagi juga Mbak Wulan dan yang lainnya pulang. Tadi Mbak Wulan bilang begitu,â jawab Suster.âKalau gitu kami permisi, ya, Mbak?âGegas aku kembali ke mobil. Aku harus segera sampai rumah. Kasihan ibu menungguku sendirian.âMbak, eh, Fatki, maaf ya, atas insiden tadi itu di luar kendali kami, jadi merepotkan kamu karena harus jagain Biru sama Jingga,â ucap Mas Fais. Pandangannya fokus ke depan.âYa, tidak apa
đ¸đ¸đ¸ POV Fais.âMah, aku lelah baru pulang ngajar bisa tidak kalau aku langsung ke gedung saja,â tolakku pada mamah secara halus. Mamah menyuruhku menjemput orang yang katanya tetangga baik dan jamaahnya yang aktif di kajian sekaligus penjahit baju pengantin Zahra.Hari ini pernikahan adikku Zahra dan aku kebetulan sekali ada rapat koordinasi dengan para staff di perusahaan yang aku pimpin ditambah lagi ada kelas di kampus. Masya Allah sekali capeknya luar biasa.âTolonglah, Nak, kasihan mereka tidak tahu tempatnya. Lagi pula kamu kan, selama ini tidak ikut andil dalam acara pernikahan adikmu ini. Masa Mamah minta bantuin begitu saja kamu tidak mau kan, sekalian berangkat. Ingat, Nak, barang siapa yang memudahkan urusan orang lain maka Allah akan memudahkan urusan kita,â jawab Mamah disertai segala macam dalilnya.Aku memang tidak ikut andil dalam acara pernikahan Zahra karena memang tidak sempat tidak ada waktu sama sekali, jadi aku serahkan semuanya pada pihak keluarga besarâMa
POV Fais.âHabisnya aneh, enggak kamu, enggak Mas Fawas kok, ya, kompakan sering bengong dan juga senyum-senyum sendiri. Aku tahu nih, pasti lagi jatuh cinta yaaa ....â ucap Zahra dan itu benar sekali. Tapi, bukan Fais namanya kalau tidak bisa jaga image.âSok, tahu! Sudah sana awas!â Usirku, Zahra malah semakin memojokkanku.âHalalkan atau tinggalkan jangan buat dosa. Poligami itu boleh asal syarâi dan Mas Fais bisa adil,â ucap Zahra lagi.âHust! Kalau ngomong sekate-kate!â elakku seraya menoel hidup mancung Zahra.âIya, benarlah, Mas, apa yang aku bilang. Aku itu sudah paham laki-laki jatuh cinta itu seperti apa. Ingat Mas harus minta izin sama Mbak Risa dan juga keluarganya. Kalau tidak sanggup ya, jangan poligami. Lupakan perempuan yang sudah membuat Mas Fais tergila-gila itu,â saran Zahra ada benarnya dan aku pasti akan memikirkan itu baik-baik. Ternyata adikku memang sudah benar-benar dewasa.Dilain kesempatan aku cari informasi tentang Mbak Fatki dari tetangga sekitar dia ting
POV Kayla. Setelah pemakaman bapak keluarga pun segera mengurus perempuan yang mengaku sebagai istri mudanya bapak. Ternyata perempuan itu tidak mengharapkan harta seperti yang dituduhkan Kak Siwi. Perempuan itu benar-benar tulus pada bapak.Mereka benar-benar ke sini untuk memberikan penghormatan terakhir. Melihat ketulusan itu bang Dafa dan Bang Romi mengakui anak remaja itu sebagai adiknya dan berjanji akan memberikan biaya pendidikan sampai jenjang tinggi.Emak jangan ditanya perempuan itu terus mengerang pasti emak tidak terima atas keputusan dua putranya bahkan tadi Emak sempat kejang.âAbang mau bicara dengamu, Kay. Ini serius! Ayo, ikut Abang. Aku yang masih duduk di atas sajadahku setelah salat ashar langsung mengikuti Bang Daffa untuk berkumpul di ruang tamu. Di sana sudah banyak berkumpul saudara-saudara Bang Dafa ada paman, Kak Siwi, Risa, dan banyak lagi, tapi tunggu dulu ada satu orang yang menarik perhatianku siapa dia aku seperti pernah melihatnya? Ya, kini aku ingat
POV Kayla. âKamu siapa? Kenapa kamu datang ke sini, hah?! Kami tidak punya keluarga seperti kamu dan kami tidak mengundang siapa pun yang tidak kami kenal. Cepat pergi!â usir Kak Siwi. Aku yakin sekali kalau Kak Siwi mengenali wanita itu âkan kemarin dia sudah melihatnya di ponselku sedangkan emak hanya meliriik saja. Emak terus saja menangis. Ah ... ini masih babak baru pasti setelah ini akan terjadi keributan besar.âCepat sana, pergi! Cepat! Kami tidak punya kerabat seperti kamu!â usir Kak Siwi lagi seraya mendorong-dorong tubuh wanita itu.âLepaskan Ibuku jangan kau sentuh Ibuku!â bela anak bujangnya. Wah ternyata punya nyali juga dia. Aku kira dia hanya anak ingusan yang sembunyi di ketiak ibunya ternyata dia jagoan yang berani membela ibunya dari terkaman harimau.âKamu siapa? Nggak usah ikut campur anak kecil! Cepetan sana pergi kalian! Pergi! Rumah ini tidak menerima orang yang tidak kami kenal!â Kak Siwi terus saja mengusir perempuan itu namun perempuan itu sama sekali tid
POV Kayla.âDasar pembunuh! Dialah pembunuh bapakku. Dialah pembunuh bapak kami! Dafa pokoknya jeblosin Kayla ke penjara aku. Pokoknya aku enggak mau tahu masukin dia ke penjara!â teriak Kak Siwi. Jari telunjuknya menudingku.Dia menuduhku membunuh bapak terserah saja âtoh aku tidak secara langsung membunuhnya. Aku hanya memberikan informasi akurat dan rahasia besarnya selama ini, jadi kalau bapak meninggal ya, itu sudah takdirnya bukan karena aku yang bunuh. Jadi, untuk apa aku takut aku santai saja menghadapi mereka bahkan kini aku duduk di sebelah emak yang terbaring lemah. Tatapannya penuh kebencian padaku. Ah ... terserah saja. Dibenci emak tidak akan pernah membuatku rugi yang penting dendamku terbalaskan.Sementara Bang Daffa sama sekali tidak menanggapi perkataan Kak Siwi. Begitu pun dengan Bang Romi. Mereka semua justru khusuk mendoakan Bapak.Entahlah kalau setelah acara pemakaman ini mungkin aku akan disidang, tapi ya, seperti yang aku katakan tadi aku sama sekali tidak t
POV Kayla. âWah ... so sweet sekali, tapi sayangnya itu basi dan sepertinya Mak sekarang nggak suka tuh sama kamu! Dari tatapannya Emak saja terlihat sangat marah. Andai Mak bisa ngomong pasti Emak sudah ngusir kamu dari sini, Kay!â kata Kak Siwi lagi. âKalau emang Emak nggak suka padaku baru-baru ini ya, telat dong! Karena aku sudah nggak suka sama emak sejak dahulu,â jawabku. Kak Siwi bengong.âDasar nggak waras! LAWANG!â umpat Kak Siwi.âKok, orang gila ngatain gila, sih!â kataku lagi.âDiam kamu, Kay! Kamu ngatain aku gila lagi akan kubuat kamu mampus gak bisa ngomong selamanya mulutmu itu!ââEnggak takut! Lakuin aja kalau bisa,â jawabku dengan senyuman sinis.Kulirik emak. Lagi-lagi emak hanya menggeleng saja. Jangankan basmi Kak Siwi, emak yang selama ini baik padaku pun bisa aku bikin diam alias stroke.âMak ... Mak kenapa seperti ketakutan gitu, sih? Padahal kan, aku sayang sama Emak dan juga Mak sayang sama aku. Tenang aja ya, aku bakal kasih sesuatu sama emak, tapi aku
POV Kayla. âHalo ... selamat pagi! Emak apa kabar? Eh ... ada Kak Siwi,â sapaku saat aku buka pintu lalu menghampiri emak.âEh ... perempuan kurang ajar mau apa kamu ke sini, hah! Kamu mau merayu emakku lagi biar kamu dapat tanah warisan atau kebun gitu, ya! Enggak cukup kamu ngambil rumah itu dari kami?â kata Kak Siwi. Dia menarik jilbabku sampai hampir terlepas bahkan jarumnya pun menusuk kulitku.âApa-apaan sih, Kak! Ngeselin banget lepas nggak!â protesku.âAku enggak akan lepas sampai kamu minta maaf sama aku dan kamu balikin rumah itu ke Emak lagi!â jawabnya.âOh ... iya? Yakin?â jawabku seraya kusikut perut Kak siwi kuat sekali.âAww sakit! Setan kamu, ya, Kayla!â jerit Ka Siwi. Dia memegangi perutnya sambil berjongkok.âDuh, maaf ya, Kak. Sengaja! Ha ha!â ucapku.âEmph! Emph!â Emak bersuara. Aku yakin dia sangat kesal padaku dan hendak mengumpatku, tapi karena Mak sudah kena stroke jadinya emak tidak bisa menyampaikan unek-uneknya.âKenapa, Mak? Mau ngomong apa? Kasihan b
POV Kayla. âOo ...ternyata pelakor! Orang elit dan berpendidikan tinggi pun bisa ya, jadi pelakor!ââDokter kok, pelakor! Cantik-cantik sukanya sama suami orang. Padahal dapat bujangan juga bisa!ââNamanya juga cinta tahi kucing pun rasa coklat!ââAmit-amit naâuzubillahminzalik dunia udah mau kiamat sampai-sampai pada rebutan suami.ââSekarang banyak perempuan muka badak, muka tembok! Enggak bisa berkaca diri terbawa hawa nafsu!ââIya, sudah gitu nyalahin istri sah lagi! Iih ... enggak malu banget!ââPelakor mana pada punya urat malu. Urat malunya udah putus!ââIya, betul! Menjijikan sekali lebih najis daripada kotoran hewan!ââIya, ngeri ya ... padahal karir mereka bagus loh, dokter! Ternyata enggak menjamin!ââJangan cuma nyalahin pelakornya, tapi lakinya juga. Mereka itu kan, sama-sama mau. Sama-sama gatal, sama-sama nggak punya kehormatan!ââPendidikan tinggi enggak menjamin orangnya pun bermoral tinggi!ââMakanya itu harus belajar adab juga.ââDokter Dafa bingung kali milih sal
POV Kayla. âKurang ajar kamu, ya, Kayla!â Risa tidak terima mendengar ucapanku. Dia menyerangku, tapi aku buru-buru melepaskan sepatuku lalu kupukulkan ke bahunya! Bugh! Bugh!Tepat sasaran. Risa mengaduh kesakitan. Dia bermaksud menarik jilbabku, tapi aku sudah lebih dulu menjambak rambutnya.âAww! Sakit-sakit! Lepaskan!â teriak Risa sampai suster yang kebetulan melintas berlarian untuk melerai kami.âMbak, lepas, Mbak! Kasihan Dokter Risa. Udah lepas! Mbak, tidak tahu dia siapa?! Tolong lepas!â seru para suster.âRasain kamu! Mampus kamu, Risa! Sekali lagi kamu bikin masalah sama aku bukan hanya rambutmu yang aku jambak, tapi kepalamu aku lepaskan dari tubuhmu! Memang kamu kira aku takut sama kamu? Rasain ini dokter gila,â makiku pada Risa.âKamu itu yang gila buktinya kamu yang menyerangku!â Risa masih saja playing victim.âOoh ... gitu! Ini gimana? Sakit tidak!â kutarik bulu mata palsu Risa biar dia tahu rasa.âAww saaaaakkkiit mataku! Bulu mataku! Dasar kamu gila Kayla!â teri
POV Kayla. âKayla, tolong panggil suster untuk membantuku!â pinta Bang Daffa.âMales, iiih! Abang panggilan aja sendiri itu kan, ada tombol di atas kepala Bapak. Tinggal pencet aja sih, kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala!â tolakku sinis.âAstaghfirullahaladzim ... Kayla ini darurat ya, Allah!â pekik Bang Dafa. Dia terlihat bingung dengan sikapku lalu tanpa pikir panjang dia memencet bel yang ada di atas kepala bapak berkali-kali.âNah ... gitu bisa kan, pencet bel sendiri! Kenapa pakai nyuruh-nyuruh aku segala?!â seruku.âKayla, cepat bantu sini! Tolong ini!â pinta Bang Dafa lagi tanpa menoleh ke arahku. Dia memang terlihat sibuk sekali.âApaan sih, Bang, males lah! Aku mau keluar. Aku malas bertemu Abang. Orang Bapak 'tuh cuma kejang biasa itu kena ayan. Udah deh, enggak usah terlalu lebai,â jawabku lagi. Gegas aku keluar. Di pintu aku berpapasan dengan perawat yang terburu-buru masuk ke ruangan ini.âDasar monster! Aku pastikan kamu segera akan punah dari muka bumi ini. Monste
POV Kayla. âPak, hei jangan mati dulu!â seruku seraya kutepuk-tepuk pipinya lebih tepatnya aku tampar.âPaaakk!â Kali ini kutekan lengan kanan bapak yang terpasang selang infus. Jika Bapak tidak sedang dalam keadaan kejang pasti dia akan berteriak kesakitan, tapi aku yakin sih, dia pun merasakan sakit. Ah ... sungguh ini merupakan kenikmatan hakiki yang aku nanti-nanti selama ini.âPak, ada satu rahasia lagi yang harus Bapak tahu dan ini tentu sangat mengejutkan. Tahukah Bapak, bahwa istri tercinta bapak itu adalah penebar fitnah. Bapak tidak tahu kan, kalau ternyata istri Bapak sejak muda dulu sudah berselingkuh dengan asisten pribadi Bapak? Karena aksinya terpergok oleh orang tuaku, Emak lalu memfitnah mereka dan terjadilah tragedi besar pembunuhan yang Bapak dalangi. Bagaimana Pak, apakah informasi ini mengejutkan Bapak?âKulirik jam di pergelangan tanganku dan sepertinya sudah lebih dari 10 menit bapak kejang. Hebat sekali dia tidak meregang nyawa. Apa dia seperti kucing yang p