“Benci dan cinta itu dua hal yang memiliki perbedaan tipis. Tanpa sadar, saat kamu membenci, tiba-tiba cinta telah terselip di antaranya.” –Hafiz Altariksyah
——
“KALAU tahu kayak gini jadinya, mending gue enggak ikut.” Seira melirik Sean yang tengah fokus menyetir. Pipinya sengaja digembungkan kemudian mendengkus kasar.
Sean mengacak rambut Seira gemas. “Lo gemasin banget, sumpah. Kalau bukan adik, sudah gue awetkan terus gue letak di museum.”
Seira menepis tangan Sean dari rambutnya. Kemudian menatap horor sekaligus menghadiahi satu pukulan kuat di lengan sang tertua.
Hanya kekehan sebagai respons dari tindakan sang bungsu.
“Sean, lo enggak boleh goda calon pacar gue kayak gitu.” Suara bariton yang lebih rendah terdengar di antara mereka. Pemilik suara itu adalah Hafiz, lelaki yang memiliki wajah seperti tokoh dalam animasi.
Namun, sayangnya, Seira sangat membenci Hafiz!
“Lo diam! Jangan sampai mulut lo gue koyak!” peringat Seira, kemudian bersedekap.
Ia kesal pada Sean dan benci pada Hafiz. Niat untuk menonton hilang begitu saja, sejak Hafiz masuk ke mobil.
“Sei, lo enggak boleh benci sama gue terlalu dalam, karena lo bisa saja jatuh cinta sama gue suatu saat dan sangat dalam.” Hafiz menaik turunkan alisnya secara bersamaan, menggoda Seira yang masih setia memasang wajah datar.
Sean hanya tersenyum tipis menanggapi interaksi Seira dan Hafiz. Tidak ingin ikut campur lebih, karena ia tahu, keduanya mampu mengatasi masalah yang terjadi.
“Abang, gue mau pulang. Turunkan gue di depan!” pinta Seira.
Sean mengangguk. Tidak ada yang bisa ia lakukan jika bungsu sudah memberi titah. Sehebat apa pun ia memaksa dan mengekang orang lain, itu tidak akan berlaku kepada Seira. Adiknya punya senjata ampuh untuk melumpuhkan dirinya.
“Lain kali, kalau mau ngajak gue jalan, si Alien itu jangan diajak. Muak gue!” saran Seira setelah keluar dari mobil. Kemudian membanting pintu kuat hingga membuat Sean dan Hafiz terkejut mendadak.
“Adik lo mirip singa betina,” ucap Hafiz refleks.
Sean melirik Hafiz di bangku penumpang. “Elo sih, cari masalah mulu sama Seira. Lo tahu ‘kan, itu anak gimana sifatnya?”
Hafiz mengangguk. Lantas pindah ke samping Sean. “Tapi jujur, gue cinta dia yang seperti itu.”
Kekehan terdengar dari mulut Sean. “Lo suka apa dari Seira, sih? Dia itu dingin kayak kulkas. Enggak kayak gue, ramah dan menyenangkan.” Menaikkan sudut bibirnya begitu tipis.
Hafiz bergidik ngeri. “Sial! Gue masih normal, Monyet. Gue masih suka tempe bukan terung.”
Kening Sean mengerut namun detik berikutnya ia tertawa. Kalimat Hafiz barusan terasa menggelitik perutnya.
“Kalau pun gue gay, ogah gue jalin hubungan sama lo! Gue bingung menentukan siapa uke dan seme di antara kita. Enggak mungkin gue, ‘kan? Dan gue yakin, lo juga enggak bakalan mau jadi uke.” canda Sean. Tawanya masih menggema
di dalam mobil, dan itu membuat Hafiz cemberut layaknya seorang perempuan yang sedang datang bulan.
“Sialan lo!”
——
Kaki mungil itu berlari menyelusuri jalan setapak yang semakin lama semakin digenangi air hujan. Sepatu kets warna biru tua itu tak bisa terselamatkan dari genangan air karena Velin berlari cukup kencang. Rambut ekor kudanya bergoyang sana-sini mengikuti irama langkah kakinya.
Untuk hari ini, ia terlalu sial! Motornya yang selalu setia menemaninya tiba-tiba saja sakit dan harus di rawat di bengkel terdekat. Dan lebih parah, tak satu pun yang meminjamkan motor kepadanya. Padahal karyawan di toko bunga tempatnya bekerja bukan hanya dirinya. Ada sekitar 4 orang dan ditambah dirinya menjadi 5 orang.
Dengan terpaksa ia mengantar bunga dengan menggunakan angkutan umum. Sangat ribet! Tadinya, Miska menawarkan untuk membawa mobil, tapi ... helo, Velin tidak bisa membawa benda yang mampu mengirimnya ke rumah sakit itu dalam hitungan detik.
Lupakan saja!
Velin meneduh di emperan toko terdekat. Ada sekitar 7 orang yang meneduh jika Velin tidak salah hitung. Menepuk pelan rambut dan pakaiannya yang basah akibat guyuran hujan.
Dan refleks Velin menoleh ke samping kiri saat sebuah jaket tiba-tiba mendarat di tubuhnya.
Velin melotot seakan bola matanya melompat keluar, dan menghempaskan jaket itu dari tubuhnya saat tahu siapa lelaki yang berani menyampirkan kain hangat itu padanya. Sean!
Lagi-lagi lelaki itu.
“Lo butuh itu.” Sean kembali memasang jaket itu ke tubuh Velin dan lagi Velin menolak.
“Aku lebih baik kedinginan dari pada memakai jaket kamu.”
Sean tidak akan terpancing. Ia tahu bahkan sangat tahu bagaimana sifat seorang Velin. Meskipun dalam suasana marah jika diberi sedikit ancaman maka amarah itu akan mereda sendiri.
“Tapi gue enggak bisa membiarkan lo mati sebelum gue puas bermain. Seandainya lo mati, itu harus di tangan gue.” Senyum Sean terpatri indah di bibir.
Velin merinding melihat itu. “Dasar psikopat!” pekiknya kuat. Tidak peduli jika beberapa pasang mata menatap aneh ke arah mereka.
“Gue suka gelar itu. Gelar yang selalu lo sematkan ke gue dari dulu.”
“Sakit jiwa!”
Velin berlari menembus hujan. Tidak peduli jika ia terguyur hujan. Tidak peduli jika nantinya ia akan demam atau flu. Menghindari Sean jauh lebih diutamakan dari pada yang lain.
Pulang ke flat adalah tujuan yang lebih baik. Pekerjaan? Ia bisa meminta izin pada Miska melalui telepon nantinya. Karena percuma jika ia kembali ke toko, pakaiannya tidak menjamin itu.
Setidaknya ada rasa lega dalam hati, karena bunga telah diantar dengan sempurna olehnya. Jadi, beristirahat untuk sementara tidak apa, bukan?
——
Klakson terdengar dari mobil sport warna merah yang berhenti di depan Sean. Kepala Hafiz menyembul keluar setelah jendela kaca berhasil turun.
“Woi, lo gila! Main lari saja. Lo kata kita sedang syuting adegan film bollywood?” keluh Hafiz.
Sean tersenyum geli sambil membuka pintu mobil dan masuk ke dalam. “Ya, seperti itu. Tapi sayangnya, bukan lo yang jadi pemeran ceweknya.”
“Jangan mulai Sean. Sumpah, rasanya gue pengin tendang bagian bawah lo itu. Biar impoten sekalian.” Hafiz berlagak seolah akan menendang bagian bawah Sean.
Sean refleks menutup bagian bawahnya dengan kedua telapak tangan. “Lo kira-kira kalau kasih ancaman! Kalau barang gue mati, Velin gue apa kabar?”
Hafiz mendelik kesal. Dia pikir, hanya dirinya yang gila karena mengejar Seira selama ini. Tapi ternyata ada yang lebih gila darinya.
Sean!
Berhenti membuat luka untukku. Jika tidak, kamu akan melihatku mati dalam remuk!" –Velin Ashakira ——"MOCHA latte, satu ya, Mas." Velin tersenyum kepada kasir yang sedang menulis pesanannya."Siap." Sang kasir menjawab sembari memamerkan senyum sebagai balasan dari keindahan yang diberikan oleh Velin.Hanya butuh beberapa menit, dan mocha latte sudah berada di tangan Velin."Mbak, cantik. Kalau senyum, cantiknya tambah," goda kasir itu sembari mengembalikan sisa uang Velin.Velin mengangguk sembari berkata, "Terima kasih." Lantas meninggalkan kafe.Satu hal yang Velin tidak sadari. sejak tadi, ada seseorang yang duduk di sudut kafe sedang memperhatikan interaksi Velin dan sang kasir.Sean! Ya, orang itu adalah Sean.Rahang mengeras sempurna, bersamaan sorot mata yang memerah karena rasa marah dan cemburu bercampur menjadi satu.Lelaki itu ikut keluar, menyusul Velin yang
Jika tak sanggup memberi, setidaknya tetap berada di sisiku." – Sean Varza Nasution——HAFIZ menggeleng berulang kali, lantaran terlalu bosan melihat tingkah aneh seorang Sean. Sahabatnya itu benar-benar sudah gila! Sudah hampir 1 jam, lelaki yang memiliki pesona yang mampu membuat perempuan-perempuan di belahan dunia histeris, sedang tersenyum layaknya orang bodoh yang baru jatuh cinta.Kadang memukul kepalanya sendiri, lalu mengusap wajah frustrasi. Bahkan terkadang juga mengacak rambutnya sendiri.Rasanya, Hafiz ingin sekali menendang punggung itu agar kembali sadar.Oke, bukan untuk pertama kalinya Hafiz melihat Sean seperti itu. Namun, kali ini jauh lebih buruk. Dan penyebabnya adalah perempuan yang tengah tertidur nyenyak di sofa dengan mulut menganga.Tidak sempurna tetapi kecantikan yang terlihat natural.Velin Ashakira!Segaris senyum tertera di bibir Hafiz. Sepertinya, ia tahu kelemahan seorang
Bagaimana aku bertahan hidup, jika sandaranku telah menjadi asing?" –Velin Ashakira——VELIN menatap layar handphone yang menyala, menampilkan serial drama dari negara Korea Selatan. Park Seo Joon dan Park Min Young, si tampan dan si cantik yang membintangi drama 'What's Wrong With Secretary Kim'. Sebenarnya, Velin tidak sepenuhnya terfokus pada drama itu, sebab otaknya melayang pada kejadian siang di mana seorang iblis mengganggu ketenangannya.Bahkan pergelangan kakinya masih terasa sakit akibat ulah lelaki yang sangat ia benci itu.Seandainya membunuh itu tidak berdosa dan tidak masuk penjara, mungkin Velin sudah menancapkan belati di perut Sean.Anehnya, meskipun pemikiran itu terlintas, Velin tidak berani mengambil tindakan lebih. Bukan hanya karena takut dosa atau takut masuk penjara, Sean itu mengerikan tanpa bisa diatasi.Seperti memiliki kelainan jiwa!"Kamu bisa menguras handphone
"Rasaku mendalam, meskipun kamu lerai dengan berbagai cara." –Sean Varza Nasution——VELIN mengerjap berkali-kali dari tidur nyenyaknya, lantaran bias cahaya mentari yang menyembul dari balik tirai jendela warna biru muda menusuk tepat pada netranya."Aish ...." Ia mengacak rambut kasar. Setahu dirinya, gorden itu telah tertutup hingga tak mampu memberi celah pada bias mentari yang menggilai pagi.Lalu?"Hai, Sayang. Sudah siang, bangun dong."Belum sepenuhnya mata terbuka, suara bariton menyapa tepat pada rungu.Mata menajam sepenuhnya, mengarah pada lelaki yang masih berdiri di dekat jendela. Tangannya begitu lihai merapikan gorden menjadi lebih rapi dan satu padu.Ternyata!Velin spontan terduduk di ranjang. Meremas selimut kuat hingga membuat buku-buku jari memutih. Bagaimana bisa manusia yang memiliki kelainan jiwa itu bisa berada di kamarnya?"Bangun, Honey! Lo sudah melewatkan
"Ketika takdir berputar pada satu poros, haruskah aku menyesalinya atau menghakiminya?"–Velin Ashakira ——MATA indah itu mengerjap pelan, dan sejurus kemudian terbuka lebar. Hal pertama yang disaksikan adalah langit-langit kamar serba putih dan bau obat-obatan yang menusuk indra penciuman.Rumah sakit! Itu yang terlintas di pikirannya.Seketika bulu kuduknya berdiri. Ia benci tempat yang selalu mengingatkan dirinya pada kenangan buruk.Dengan tergesa, dia melepaskan jarum infus dari pergelangan tangan."Aw ...." Sedikit memekik karena sakit dan setetes darah mengalir dari sana.Namun, Velin tidak peduli, memilih menyingkap selimut dan berjalan menuju pintu.Tangan sudah berada di kenop, bersiap membuka, tetapi terurungkan karena seseorang dari luar terlebih dahulu membuka pintu itu."Kamu sudah sadar? Kenapa infusnya dilepas?" Gafa melemparkan pertanyaan secara beruntun kepada Velin, membuat perempuan c
"Setiap benci yang tercipta, ada satu alasan yang mendalam." –Author ‘Velin-Sean’(Ayne Kim)——Velin kira semuanya akan baik-baik saja setelah ia melepas Gafa. Ia pikir semua akan setenang biasanya setelah menenggelamkan diri di kehidupan Sean. Nyatanya ia malah semakin terjebak dan mungkin akan merangkak untuk keluar dari sana, jika ia tak mati terendam oleh tumpukan lara.Siapa yang hendak Velin salahkan?Keputusan bodoh yang ia ambil saat emosi membuatnya tidak mampu bergerak sedikit pun. Kakinya seolah terantai besi yang panas. Dan semakin lama akan membekas, tanpa mampu ia hilangkan!Dan manusia bisa berubah menjadi iblis. Lalu, iblis yang terobsesi akan menjadi parasit yang menggerogoti makhluk lain.Ya, itulah Sean.Velin menyesal karena langkah yang ia ambil tidak tepat sama sekali. Imajinasinya telah dikalahkan oleh Realita."Gimana, Dok? Harus dirawat?" Sean melempar pertanyaan pada Dokter yang sedang memeriksa kondi
“Ayah! Ibu! Selamatkan mereka! Aku mohon!”Sean mengelus pucuk kepala Velin lembut saat kekasihnya itu mengigau dalam tidur. Sean tahu, ada satu luka yang tak mampu diobati oleh siapa pun, bahkan dirinya sendiri.“Ayah!” Bulir air mata jatuh. Sean dengan sigap menghapus tanpa membuat pergerakan lebih yang mengganggu tidur perempuan yang telah mengalihkan dunianya itu.Kening Sean mengernyit saat jari-jari lentik Velin meremas selimut begitu kuat. Sean bertanya-tanya, apa mimpi yang sedang dialami Velin begitu mengerikan? Apa kehilangan yang dirasakan Velin seperti yang ia rasakan, dulu?“Vel.” Sean mengelus pipi lembut itu. Berharap sang pemimpi segera terbangun. Sean tidak ingin Velin melanjutkan mimpi buruk itu!Kehilangan adalah sesuatu yang menguras kinerja otak hingga membuat air mata tumpah.“Vel.” Sekali lagi, Sean membangunkan Velin. Tangannya kini menepuk pelan pipi mulus itu.Dan berhasil. Velin terbangun!“
"Jika Tuhan membiarkanku kembali pada masa lalu, aku akan memilih tidak mengenalmu!"— Velin Ashakira——Ketika Tuhan telah menempatkan takdir di titik terendah. Manusia hanya bisa menerima dan belajar untuk memperbaiki diri. Jika tidak sanggup bertahan, pilihan terburuk akan menjadi akhir dari semuanya.Namun, seburuk apa pun takdir, Tuhan tidak akan memorak-porandakan begitu saja hidup hambanya. Karena ada kalanya di balik tangis dan derita, ada sejuta tawa yang menunggu.Dan Velin selalu percaya, setiap langkah yang ia ambil, Tuhan selalu menyertainya. Tidak peduli jika itu bahkan mampu membuat dirinya dirundung pilu sepanjang masa.****Velin mendorong pintu kaca swalayan, berlenggok-lenggok masuk. Tujuannya cuma satu, mencari ramen di deretan rak mi instan.“Wah!” Binar bahagia terlihat jelas di mata Velin saat deretan mi ramen tersusun rapi di rak. Rasa lapar mendadak menderanya, ramen itu seolah melamba