Share

BAB 3 Demam Laknat

Author: Layls
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Fa, kamu kayaknya demam deh." Vina merasa cemas sebab sepulang dari madrasah sehabis setoran hafalan pada ustazah, Sifa agak pucat.

Sifa juga merasakan hal yang dimaksud temannya. Ia cukup rawan terkena demam apalagi sakit kepala karena memiliki tekanan darah rendah. Untuk mengistirahatkan diri, Sifa dituntun berbaring di kasur asrama. Teman-temannya yang lain ada yang sudah terlelap dan ada juga yang masih sibuk menghafal.

"Aku ya kok ngerasa kalo sikap Ustaz Sufi jadi beda sama kamu? Bahkan dia waktu pelajaran di madras malam itu waktu kamu dihukum beliau kayak sengaja nyari-nyari nama kamu. Apa jangan-jangan dia udah ngebet nikah dan minta petunjuk istikharah dan nemu kamu di mimpinya?" Vina tiada henti mengoceh disaat Sifa merasakan perasaan buruk di dirinya.

"Aku mau cerita, tapi kamu jangan ember ke siapa-siapa ya!" pinta Sifa. Vina mengangguk serta antusias memokuskan pandang. "Aku mau dijodohin sama bapak setelah lulus sekolah, aku gak bisa nolak karena aku harus bantu mereka balas budi, aku harus gimana?"

Vina tersentak bahkan sampai melotot. "Kamu mau dijodohin? Terus A Azam gimana?"

Wajah Sifa yang pucat kian bertambah pucat. Memikirkan perasaan Azam sekarang rasanya ia tak sanggup. Sifa menggeleng pelan lalu berbaring menatap kosong ke langit-langit.

"Aku belum cerita hal ini sama dia, aku takut banget, Vin," lirih Sifa.

"Aku juga takut dengernya, tapi kalo kamu sembunyiin gini kasihan dia nanti sakit hatinya parah," saran Vina.

"Kata bapak, aku mau dijodohin sama anak orang kaya dan aku takut kehidupan aku jadi kayak di film-film gitu, punya suami kejam, mertua jahat, ipar licik, aku takut banget loh, Vin," cicit Sifa segera membaur ke pelukan Vina. Air matanya pun tak dapat dibendung lagi.

Mau tidak mau Vina berusaha meyakinkan temannya agar menghilangkan suuzan. "Kamu gak boleh mikir gitu, siapa tahu suami kamu nanti orang saleh, mertua orang baik, dan ipar-ipar penyayang," hibur Vina.

"Aku sayang banget sama A Azam," ucap Sifa berusaha menyeka air mata.

"Memangnya keluargamu punya hutang budi apa, kok tega harus mengorbankan kamu?" Vina merasa geram.

Sifa tak menjawab pertanyaan itu, dengan begitu pun Vina merasa bahwa pertanyaannya salah. Ia tak berhak tahu masalah keluarga orang lain sekalipun itu temannya.

"Aku gak tau keluargaku berhutang apa, mereka gak mau ngasih tau," lirih Sifa akhirnya.

"Aku paham perasaan kamu sekarang, lebih baik kamu istirahat supaya demamnya cepet turun," saran Vina.

"Lebih baik kita buat surat untuk A Azam abis itu kita kirim ke dia, mungkin itu akan lebih baik," ucap Sifa dengan yakin.

"Kamu gak apa-apa?" Raut wajah Vina berubah cemas.

Sifa mengangguk. Keduanya segera merancang isi surat untuk menyampaikan hal penting tersebut. Entah kapan mereka bisa bertemu tetapi setidaknya surat yang akan dikirim sudah siap diberikan.

***

Sore ini Vina mendapat giliran memasak untuk makan malam. Makanya ia mengajak Sifa menemaninya berbelanja ke pasar. Terlebih dahulu keduanya menghadap Umi untuk minta izin keluar area pondok.

"Kalian berdua saja? Sufian sedang nganggur, biar dia yang antar kalian, ya?"

"Jangan Umi, kami hanya mau belanja ke pasar di seberang, nggak terlalu jauh dari pondok juga," tolak Sifa dengan nada pelan.

"Gak apa-apa, sekalian Umi mau nitip belanjaan sama kalian. Kalo umi nitip belanjaan sama Sufian, dia suka gak inget, makanya sekalian saja, ya?"

Tidak ada kata penolakan lagi setelah itu. Keduanya bergegas keluar untuk menyetujui keinginan Umi untuk berbelanja. Tidak lupa diberikan daftar belanjaan yang harus dibeli. Sifa tampak gusar begitu melihat Sufian keluar dari rumah dengan menebar pesona dingin dan galaknya. Membayangkan jadi istri ustaz galak membuat Sifa merinding sendiri.

"Kayaknya Ustaz Sufi udah diskusi sama keluarga soal mau nikahin kamu, jadilah Umi juga bersikap baik sama kamu, Fa!" bisik Vina.

"Jangan suuzan ah, aku kan jadi takut!" tampik Sifa tidak ingin membebani perasaannya.

Saat Sufian meminta kedua santrinya segera masuk ke mobil, Sifa berdiri canggung sedangkan Vina berpura-pura tidak mendengar. Mereka sangat gugup kala itu apalagi saat mengetahui beberapa santri tengah mengamati mereka.

"Tunggu apalagi? Nunggu magrib dulu?" sindir Sufian tak ada lemah lembut.

Sifa dan Vina saling pandang beberapa saat kemudian duduk di jok belakang, membuat Sufian menggeleng. "Gak ada yang mau duduk di depan sini nemenin saya?" tanyanya mengamati Sifa dari kaca spion dalam. Kini Vina mengerti apa yang menjadi modus guru mudanya itu.

"Nggak Ustaz, di sini saja," jawab Vina seadanya.

Selama perjalanan mereka saling diam karena canggung jika salah kata di hadapan guru mereka. Rupanya Sifa menyadari jika Sufian terus mencuri pandang padanya melalui kaca spion. Sesekali Sifa menampik pandangan mata itu tapi karena risih maka sesekali Sifa membalasnya dengan tatapan nyalang.

"Ustaz Sufi ganjen banget ya sekarang!" tegur Sifa.

"Ganjen ke calon istri emangnya gak boleh?"

Sifa kalah telak dan Vina membulatkan matanya tak percaya. Keduanya memilih diam kembali daripada melanjutkan perdebatan yang tidak bermakna itu. Vina yang merasa jadi nyamuk seketika membuka daftar belanjaan dari Umi yang ternyata tulisannya seperti tulisan tangan dokter profesional. Maklumlah Umi ialah pensiunan guru bahasa arab. Jadi, tulisannya selalu menggunakan huruf arab.

"Fa, ini apaan?"

Sifa menoleh heran, "Itu ... sawi? Eh bukan kayaknya, apa ya?"

"Aku nanya malah balik nanya!"

"Ya sama aku juga gak ngerti."

"Apa yang gak ngerti?" tanya Sufian menengahi perbincangan.

"Ini Ustaz, kami gak ngerti ini apa," tunjuk Vina memberikan daftar belanjaan dari umi.

"Oh ... ini rawit."

"Kalian berdua cocok, Fa, tadi katamu ini sawi, kata Ustaz Sufi ini rawit. Gak beda jauh. Sama kayak nama kalian, Ustaz Sufi dan Sifa," ucap Vina tanpa berpikir akan perasaan temannya kala itu.

Saat mereka sampai di pasar, segera Sifa dan Vina turun dengan begitu antusias untuk membeli berbagai macam belanjaan. Pasar memang menjadi tempat healing sejenak bagi para santri. Kala itu Ustaz Sufian hanya duduk memantau dari dalam, sesekali dirinya memikirkan apa saja yang sudah dikatakan pada Sifa untuk menggoda gadis itu dan responnya tampak jelas bahwa perjodohan yang terjadi pasti karena paksaan.

Selepas kedua santriwati itu masuk kembali dengan belanjaan cukup banyak, Ustaz Sufian segera memutar arah mobil ke jalur yang berbeda dengan jalan pulang.

"Kita jalan-jalan dulu, saya mau kenal lebih dekat sama calon istri saya."

"Hah?"

Vina diam mengamati raut wajah teman di sampingnya. Mustahil jika gadis itu sampai tak sampai terbawa perasaan. Namun sungguh untuk pertama kalinya Vina mendengar Sufian berbicara manis.

"Sifa udah berapa lama pacaran sama Azam?" tanya Sufian tiba-tiba.

"Ustaz kok nanya gitu," bantah Sifa sangat malu.

"Ya soalnya kamu calon istri saya, jadi saya berhak tahu 'kan?"

"Astagfirullah, Ustaz!" Vina membungkam mulutnya segera karena terkejut akan ucapan Sufian.

"Kenapa? Ada yang salah?"

Sifa mendadak jantungan setiap kali Sufian mengatakan hal demikian. Ia tak mengerti ada apa dengan ustaznya ini. Mengapa mendadak sekali bertingkah aneh dan membuatnya takut.

"Jadi, Ustaz Sufi betulan mau nikah sama Sifa?" tanya Vina ingin klarifikasi yang jelas.

"Memang kapan saya bercanda?"

Vina melihat ke arah teman di sampingnya yang tampak pucat. Sifa jadi bingung sendiri ada apa dengan hidupnya.

"Kok diam? Kamu suka mabuk perjalanan ya, Fa?" tanya Sufian.

"Saya mabuk ucapan manis Ustaz."

Vina bertepuk tangan dengan heboh di sana. Ia tak menyangka jika temannya akan berani mengatakan hal tersebut. Sungguh langka dan luar biasa.

"Kamu suka lagu apa, siapa tahu kesukaan kita sama?" tanya Sufian lagi.

"Saya gak suka lagu."

"Tuh kan bener kita sama."

"Ustaz, saya kira Ustaz beneran dingin sama galak, eh ternyata seru juga ya bercanda gini sama Ustaz," ucap Vina begitu menikmati alur perjalanan yang memualkan bagi Sifa.

"Saya galak sama murid, kalo sama calon istri saya manja."

"Astagfirullah," bisik Sifa tak sanggup lagi.

"Ustaz kalo mau beneran serius sama Sifa, harus gercep, Ustaz! Soalnya Sifa mau dijodohkan sama orangtuanya setelah lulus sekolah nanti," ungkap Vina tanpa ragu mengatakan semua rahasia temannya.

"Apa?"

Sifa segera mencubit lengan Vina sehingga gadis itu merintih dan diam. Sufian memperhatikan tingkah keduanya dari kaca spion lalu pemikirannya langsung terpaku pada kalimat 'dijodohkan' yang berarti Sifa sudah mengetahui bahwa dirinya akan dijodohkan.

"Jadi dia sudah tahu mengenai perjodohannya," batin Sufian.

"Dijodohkan sama siapa?"

"Gak usah dengerin Vina, Ustaz." Sifa menjawab dengan agak meninggikan nada bicaranya.

"Sifa gak dikasih tau, Ustaz. Kejutan mungkin."

Sufian hanya diam selama sisa perjalanan. Mobil berhenti di rumah kiai tepat ketika azan magrib tinggal beberapa menit lagi akan berkumandang. Sifa merasa kepalanya pusing setelah cukup lama berada dalam mobil tanpa jaket. Dinginnya suasana magrib begitu terasa sehingga demamnya yang belum pulih seratus persen kembali menyerang tubuhnya.

"Saya sudah mengabari yang lain kalau malam ini makannya bakal agak telat," ucap Sufian sebelum turun dari mobil untuk menuju masjid.

Sufian membukakan pintu untuk Sifa dan Vina keluar. Sifa berusaha keluar dan sayangnya kondisi tubuhnya terasa lemah sehingga ia terhuyung dan tak sengaja menubrukkan diri ke dada bidang Sufian.

"Kamu kenapa?" Sufian sontak memegangi kedua lengan Sifa agar menjauh dari dirinya. Bagaimanapun ia tak bisa begitu dekat dengan seorang perempuan yang bukan mahram sekalipun sudah berniat untuk menikahinya.

"Maafkan saya, Ustaz, saya gak sengaja, maaf," lirih Sifa ketakutan.

"Ustaz, Sifa demam lagi," lapor Vina yang segera menopang tubuh temannya yang lemas.

Beberapa saat Sifa masih berusaha menstabilkan diri dan kesadarannya, akan tetapi semakin lama ia tak dapat melakukan itu. Sifa kembali tak sadar. Itu kali kedua Sifa mengalami pingsan.

"Ustaz, saya harus gimana?" Vina terdengar gemetar karena cemas terhadap kondisi temannya.

Sufian segera melepas jaket yang dikenakannya. "Selimuti dengan ini, ayo kamu shalat magrib dulu biar saya jaga dia sementara waktu," usul Sufian.

Vina setuju dan bergegas menuju masjid. Sementara Sifa dibawa oleh Sufian memasuki rumah kiai. Kedatangan Sufian memangku Sifa yang dalam kondisi tak sadar membuat Umi nyaris menjerit cemas.

Related chapters

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 4 Diratukan Calon Mertua

    Umi memerintah Sufian agar membawa Sifa ke kamar saja. Namun, Abi melarang dan meminta Sufian membaringkannya di sofa ruang tengah. Itu karena Abi tidak ingin Sifa curiga mengenai perjodohannya. Mau bagaimanapun Sifa masih terlalu belia memikirkan perjodohan sehingga Abi mewanti-wanti keluarganya untuk tidak memberitahu anak gadis mereka mengenai hal itu."Ambilkan minyak angin di lemari obat, Yan!" titah Umi setelah menyelimuti tubuh Sifa dengan selimut."Kenapa dia bisa pingsan, Yan? Kamu bicara apa padanya?" Abi tak kalah cemas melihat Sifa tak sadarkan diri.Sufian duduk di sebelah Abinya dengan raut cemas dan tidak bisa dimengerti. Ia begitu tidak menyukai Sifa walau sedikit tetapi beberapa hari ke belakang takdir seolah selalu menuntunnya untuk mendekat dengan Sifa. Lalu sekarang, ia merasa masih gugup sebab baru saja mengangkat tubuh Sifa dari mobil menuju rumah yang secara tak langsung membuat kedua tangannya sudah memeluk gadis itu."Sufian!""Astaghfirullah, Abi. Iya, Abi?" t

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 5 Pembatalan Pernikahan

    Sifa mengantarkan minuman untuk tamu di rumah Sufian bersama dengan Umi. Ia terus menunduk karena yang duduk di ruang tamu adalah dua pemuda bukan mahramnya. Ketika ia hendak pergi, salah seorang di antara pemuda itu memanggil namanya. Kali ini bukan suara Sufian melainkan suara temannya Sufian.Sifa merasa deg-degan hebat sampai ketika berbalik ia masih terus menunduk. Pikirannya bertanya hal salah apa yang sudah diperbuat hingga harus berurusan dengan tamunya Sufian. Ketika ia memberanikan diri mengangkat wajah untuk melihat ke arah pemuda yang memanggilnya, Sifa lantas membulatkan mata tak percaya."Kang Taufik!" seru Sifa segera bergegas ke hadapan tamu Sufian yang ternyata ialah kakaknya sendiri. Bukan hanya Sufian yang terkejut melihat Sifa mengenal teman lamanya, melainkan Umi juga. Mereka saling tatap sejenak lalu selanjutnya hanya menonton apa yang dilakukan Sifa."Kakang kapan ke sini? Kok bisa aku baru sadar kalo yang datang itu Kakang!" Tak disadari air mata gadis itu luru

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 6 Belajar Akad

    Sufian masuk dengan begitu tergesa-gesa ke dalam rumah dan langsung duduk di sofa yang berhadapan dengan sang abi yang tengah sendirian sembari di tangannya terus berputar tasbih. Mata pria tersebut terpejam dengan mulut bergerak membaca zikir. Meski ragu, Sufian memaksa dirinya untuk mengganggu. Dirinya berharap Abi mengetahui keberadaannya tanpa dipanggil."Abi," panggil Sufian dengan nadanya yang terdengar ragu. Ia akhirnya memutuskan angkat suara.Menyadari kehadiran putranya, Abi menyudahi aktivitas zikir berpindah mengamati raut gelisah di wajah Sufian. Beliau tersenyum melihat itu. "Kenapa, Yan?"Sufian menunduk sejenak sebelum mengungkap isi hatinya yang berantakan. Dari raut wajahnya saja sudah kelihatan kalau masalah itu sangat mengganggu."Ada masalah soal Sifa lagi? Dia nakal lagi di kelas?" Abi mencoba menebak."Bukan begitu, Abi. Ini lebih parah dari itu. Sebenarnya ... Sifa akhir-akhir ini murung di kelas, selama pelajaran dia tidak fokus dan jarang memperhatikan apa ya

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 7 Pengantin Yang Tak Rida

    Sufian menuruni anak tangga sekolah untuk sekadar melihat-lihat suasana sebelum pergi. Tanpa sengaja ia melihat seorang perempuan duduk berdua dengan temannya di bangku dan tampak asyik bercerita. Senyum yang dilihat oleh Sufian semakin menambah tempo debaran jantungnya dan juga tanpa sadar dia sudah merekahkan senyumnya."Ustaz Sufi?" Panggilan itu memaksa Sufian memalingkan pandang. Ia melihat Azam berdiri tak jauh dari tempatnya lalu perlahan mendekat. Sekarang keduanya sudah saling berdekatan."Ada apa, Azam?" Azam memberikan sepucuk surat yang diterimanya beberapa hari lalu perihal Sifa yang akan dijodohkan. Saat ini dia ingin bertanya langsung mengenai isu yang belakangan terdengar di telinganya."Hubungannya dengan saya, apa?" tanya Sufian. Memang, kabar perjodohannya tidak diketahui siapapun juga di pondok sebab keluarganya menutup kabar tersebut."Ustaz merebut perempuan pilihan saya, kenapa Ustaz malah memilihnya? Masih banyak gadis lain di sini, bukan?" tanya Azam dengan n

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 8 Sekamar

    "Dia masih kecil, bimbing dia dengan kelembutan dan jangan dengan cara kasar. Kamu ingat bagaimana Rasulullah mendidik istri kecilnya Sayyidah Aisyah, bukan? Anggaplah sekarang ini kamu sedang berusaha meneladani Baginda Rasulullah sehingga itu menjadi ladang pahala untuk kamu."Sufian tertegun sebelum akhirnya menutup sambungan telepon dengan abinya. Ia sadar akan sikap ia yang begitu keras terhadap Sifa. Bahkan api pun tidak dapat dipakai untuk memadamkan api, kan? Maka Sufian segera meletakkan ponsel di meja lantas keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Sifa. Sudah tengah malam tetapi gadis itu belum juga kembali."Dia ada di mana sekarang?" gumamnya mulai mencari.Sufian sudah memutari hampir seluruh ruangan rumah demi mencari istrinya. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Sifa. Sufian melangkah ke teras sembari terus mencari-cari barangkali Sifa menenangkan dirinya dalam kegelapan di sana, tapi tak juga ditemukan gadis itu di sekitaran rumah.Sufian terlonjak ketika pundaknya dite

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 9 Pernikahan Aneh

    Setelah selesai berkemas pakaian, Sifa dan Sufian keluar dari kamar secara bersamaan. Di ruang keluarga sudah ada orangtuanya yang menatap mereka dengan sendu karena Sifa akan pergi jauh. Terutama tatapan Ibu. Sejak obrolan pagi tadi mengenai pulangnya mereka, Ibu seolah kehilangan semangat dalam hal apapun."Kamu bener mau ninggalin Ibu, Fa?" Akhirnya pertanyaan itu keluar."Bukan begitu, Bu, aku cuma ...." Sifa menoleh sebentar pada suaminya yang berdiri di samping dan langsung mendapat anggukan kecil. " Ustaz Sufi kan guru para santri, gak mungkin kami terus di sini," jawab Sifa sambil menunduk. Sebenarnya ia juga sedih meninggalkan rumah tapi kesedihan yang dirasakan bercampur dengan marah.Ibu merangkul tubuh kecil Sifa untuk dipeluk. Keduanya larut dalam tangis perpisahan. Pun sebagai Bapak yang sudah lepas tanggungjawab pada putrinya, Bapak terlihat lebih tegar menahan diri agar tak menumpahkan tangis di hadapan orang-orang.Selepas acara pamitan, Sifa dan Sufian mulai menaikkan

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 10 Cinta

    Sufian memasak sarapan pagi pertama di rumah baru. Melihat giatnya sang tuan, Pak Maman yang baru datang langsung menghampiri sambil sesekali menggoda ustaz mudanya. Rumah Pak Maman tidak jauh dari pondok pesantren pun dari rumah Sufian, cukup mudah baginya pulang pergi saat bekerja."Kamu cari pembantu aja A, buat masak sama beberes rumah, biar kamu bisa fokus dapetin hati istri!" celetuk Pak Maman."Nggak ah, Pak, nanti kalo pembantunya perempuan takut suka sama saya, kalo pembantunya laki-laki takut suka sama istri saya," jawab Sufian membalas candaan."Kamu ini ada-ada saja!""Serius, Pak, secara kan Pak Maman juga tau saya ini ganteng toh?" Sufian melontarkan candaan lain.Tawa keduanya menggema di dapur sehingga Sifa yang hendak membersihkan ruang tengah segera menghampiri sumber suara. Ia mendapati Sufian tengah memasak sendirian sebab Pak Maman sudah keluar untuk memanaskan mesin mobil."Ustaz?" panggil Sifa dengan nada heran. Rasanya tadi ia mendengar suara tawa dari dapur. "

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 11 Misi Pengantin Baru

    "Duduk saja dulu, ada yang mau saya bicarakan!" titah Sufian sementara dirinya berjalan menuju lemari untuk memilih baju. Sifa terduduk takut di sana tapi tak bisa menolak keinginan lelaki itu. Setelah mereka kembali duduk bersampingan, Sufian meminta Sifa tidak berpikir macam-macam. Lagi pula Sufian tak berniat menyakiti atau melakukan hal yang ditakutkan gadis itu."Tadi aku bicara dengan Abi, mengenai obrolan kita tadi pagi." Kalimat tersebut keluar dari mulut Sufian.Sifa hanya menundukkan kepalanya sebab malu sudah bertanya lancang mengenai hal itu. Namun, ia merasa berhak tahu apalagi setelah ia menyadari kalau Sufian sama sekali tak tahu perkara balas budi di balik pernikahan itu."Saya di sini sebagai orang yang akan menyampaikan kebenaran walau sebenarnya pahit. Abi bilang, keluargamu menyerahkan putrinya untuk dinikahkan denganku karena keluarga Abi sudah membiayai kamu sejak kecil." Sufian merasakan lidahnya kelu karena tatapan Sifa kali ini tampak menahan bulir bening yang

Latest chapter

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 49 Hati yang Ikhlas

    "Aku yang salah, aku yang salah, Sifa ... aku yang salah!" Azam menunduk dengan kedua tangan memegangi kepala. Betapa menyesal Azam sudah berusaha mempercayakan kehidupan perempuan tercintanya kepada seorang yang ternyata justru tidak berniat sungguh-sungguh membangun rumah tangga dengan baik. Azam kira Sufian ingin menjadi panutan terbaik tapi nyatanya harapan itu tiada."Seharusnya aku ikuti apa kata hatiku dulu, Sifa, seharusnya aku berusaha keras merebutmu dari tangan Ustaz Sufi, seharusnya aku percaya pada hatiku, seharusnya begitu!" Kedua mata laki-laki itu menyorot tajam ke arah meja, tiada objek yang ia sedang pandang sebab pandangannya ialah kosong. Amarah begitu tampak di kedua bola matanya.Azam tidak ingin mendengar Sifa bicara walau sebuah pembelaan atas pernikahan yang terjadi. Perempuan itu masih ada dalam hatinya, masih menjadi belahan jiwanya, maka saat ini yang diinginkan Azam hanya mencarikan jalan keluar agar masalah yang sedang menerpa Sifa segera menemukan akhir.

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 48 Cara Yang Salah

    Sifa menunduk selama turun dari tangga, ia sangat sadar kalau sekarang dirinya sedang dijadikan satu-satunya objek pandang bagi laki-laki bukan mahram yang sedang duduk di sofa. Tak perlu waktu lama, Sifa segera berdiri dan menatap laki-laki itu dengan berani. Sebenarnya ia terpaksa memberanikan diri.Azam ikut berdiri kala itu lantas menyerahkan sebuah amplop putih yang tak Sifa ketahui isinya. Namun, dalam benaknya langsung terpikir bahwa sepertinya ia dapat undangan pernikahan yang spesial. Ekslusif khusus untuknya seorang. "Aku tidak akan banyak bicara di sini, aku cukup tahu diri, aku juga tidak yakin kamu akan datang memenuhi undanganku itu, tapi aku harap kamu tidak terburu-buru dan melihatnya secara dengan pandangan yang baik. Jangan buang surat itu, aku mohon, sekali ini saja penuhi keinginanku walau untuk yang terakhir kalinya atau walau kamu tidak ikhlas. Sekali ini. Aku pamit sekarang, sudah terlanjur malam, istirahatlah."Ketika langkah laki-laki itu sudah memunggungi Si

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 47 Azam Akan Menikah

    Azam. Laki-laki itu mengerti akhirnya bahwa apa yang dikatakan Sufian itu bukan semata canda. Permata yang dipinjam sudah dikembalikan ialah Sifa. Sifa yang pernah menjadi permatanya dan tak disangka akan diijab kabul oleh guru sendiri. Azam hendak melangsungkan pernikahan karena keinginannya untuk melupakan Sifa. Deretan nama perempuan yang disuguhkan oleh orang tuanya di rumah membuat Azam bingung memilih karena yang dicari bukan lagi soal cantik tapi soal seberapa pandai ia membuatnya tertarik.Ketika seorang perempuan yang dikiranya akan mampu membuat hati Azam tertarik telah hadir, yang didapat justru adalah peluang untuk mendapatkan kembali versi asli dari yang diinginkan. Sifa Nurul Azizah. Sejak lama Azam dan Sifa selalu berbalas surat karena amat tertarik satu sama lain. Namun, surat yang terbalas rupanya tak menjamin akan membawa mereka ke pernikahan. Keduanya terpisah oleh perjodohan kala itu.Azam sebenarnya pernah beranikan diri meminta Sifa pada kiai, tapi belum sempat m

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 46 Berdamai

    Abi dan Umi setuju untuk menyembunyikan status Sifa yang sebenarnya dari publik. Mereka akan berupaya bersikap seolah menganggap Sifa sebagai menantu saja terutama di hadapan para santri yang mana tak ada yang tahu kebenaran bahwa Sifa adalah putri kandung mereka. Hari itu bahkan dua kakaknya datang untuk mendengarkan apa yang ingin kiai sampaikan tentang Sifa dan masalah yang menerpa. Dua kakaknya yang semula tidak percaya pun segera bergantian memberikan kalimat penguat untuk adik kecil mereka yang di usia belia sudah menjadi perempuan yang berpisah dari suami.Rutinitas Sifa di sana kian bertambah menyesuaikan seperti ikut membantu mengajar atau membantu para pengurus membuat dan menyiapkan suatu acara jika waktu kuliahnya sedang senggang. Sifa pun kian menjadi dekat dengan Halima yang mana tak tahu soal Sufian sebab sudah lama tak juga saling berhubungan. Halima percaya saja saat Sifa mengatakan kalau suaminya melanjutkan kuliah di luar negeri karena beberapa alasan dan masih seri

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 45 Undangan Setelah Cerai

    "Jangan pergi, Aa ...."Umi tiba-tiba mendorong tubuh Sufian yang mendekapnya hingga tubuh pemuda itu terdorong sepenuhnya ke belakang. Ia juga menarik Sifa agar tak mendekat pada laki-laki yang sudah bukan suaminya lagi. Sufian segera berdiri mengikuti Umi yang kini memandangnya marah. Sifa berusaha menenangkan Umi untuk tidak menyakiti Sufian, meski dirinya sangat hancur karena diceraikan tapi ternyata hati Umi jauh lebih hancur melihat putrinya disakiti oleh orang yang dianggap putranya sendiri."Dia tidak seperti orang berhati!" tegas Umi begitu marah."Jangan mengutuk apapun untuknya, Umi, jangan, aku mohon ...."Syukur momen menegangkan itu berakhir segera oleh hadirnya Abi yang menarik Sufian dari para perempuan di kamar itu yang terus saja menuntut. Abi meminta Sufian untuk segera berangkat saja meninggalkan tempat itu karena jika tetap tinggal maka semuanya tak akan pernah selesai. Setelah keluar dari kediaman kiai lantas baru beberapa langkah Sufian menjauh, sebuah derap lan

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 44 Pengharapan

    Sufian melangkah lebih dahulu dengan agak tergesa-gesa, di belakangnya Sifa mengikuti dengan kepala yang menunduk tak wajar seolah sepanjang jalan yang terpenting berada di bawah. Bekas tangis di matanya masih terlihat jelas sehingga Sufian lah yang meminta perempuan itu menunduk selama perjalanan agar tak ada siapapun yang menyadari lalu beranggapan aneh. Perih sekali hatinya ketika diminta berbohong seperti itu padahal Sifa ingin berteriak menjerit mengeluarkan bahwa apa yang sesungguhnya ia terima dari sang suami itu sangat menyakitkan.Kiai dan istri sedang sarapan di meja makan, sesekali terselip canda sehingga tawa pun pecah. Saat pintu terbuka dan melihat Sufian bersama putri mereka datang dengan raut wajah tak mengenakan, Umi beranjak menghampiri mereka di ruang tengah. Pun dengan Abi, dibantu tongkatnya yang kuat, kakinya ikut dilangkahkan meninggalkan meja makan. Dilihatnya Sufian yang sudah duduk itu berdiri sejenak karena kedatangan sang kiai."Ada apa ini, Yan?" Kiai men

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 43 Bercerai Saja

    Dengan bahasa yang begitu mudah dimengerti dan tidak terfokus pada kesalahan diri, Umi berhasil menjelaskan pada Sufian mengenai bertemunya mereka di panti asuhan kala itu. Lantas, dengan bahasa yang baik pula istrinya pak atasan menjelaskan dengan tangis yang berderai-derai bagaimana dahulu dirinya amat menyesal karena sudah menitipkan Sufian di panti asuhan ketimbang mengasuhnya langsung. Meski begitu tetap saja Umi memuji keberanian ibu kandung Sufian untuk menitipkan anaknya ketimbang harusa mengakhiri hidupnya.Dalam kasus kerumitan hubungan darah tersebut, Sifa yang merasa paling terpojok karena seolah-olah sengaja menyembunyikan semuanya dari Sufian supaya laki-laki itu tidak tahu apa-apa. Sedikitnya Sifa tertohok oleh ucapan Sufian yang mengatakan kalau ia bagai tak dianggap suami sebab apapun yang Sifa anggap penting tak pernah berusaha dibagi. Fakta sebesar itu pun Sifa simpan seorang diri.Selesai pertemuan itu diakhiri dengan pelukan dan salaman persaudaraan dengan harapan

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 42 Terlena Nafsu

    Sesuai permintaan pak atasan, Sifa sudah berhasil membawa Sufian untuk mampir makan di restoran keinginannya dengan alasan ingin rayakan perpisahan dengan dunia kerja. Sufian juga memaklumi bagaimana Sifa menceritakan amat sedihnya berpisah dengan orang-orang baik di tempat kerjanya. Tiba-tiba saja Sufian tersenyum ramah menyambut kedatangan pak atasan beserta istrinya yang berjalan ke arah meja mereka. Sifa pun segera menyarankan Sufian agar mereka bergabung saja untuk makan siang kali itu. Tiada kecurigaan dalam diri Sufian sehingga senang hati saja ia setuju.Menjelang makanan di piring Sufian habis, pak atasan memanggil namanya dengan sopan sebagaimana biasa. Sifa terlihat lebih gugup daripada kedua orang tua Sufian yang akan menjelaskan fakta di detik selanjutnya. Melihat sang istri agak murung, Sufian lekas menggenggam tangan perempuan itu lalu mengangguk sekilas seolah berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Sifa tidak tahu harus dengan cara apa ia mengatakan kalau hari ini bu

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 41 Fakta Besar

    Sifa memasuki restoran sebagaimana biasa untuk bisa menjadi salah satu pekerja yang baik. Sebelum memulai semuanya ia lebih dahulu mengecek perlengkapan dapur, bahan baku produksi, dan juga kebersihan di sana. Setelah dirasa cukup baik maka ia hanya menatap kosong area dapur tersebut sembari menunggu yang lain datang. Ia berjanji akan merindukan suasana itu suatu saat nanti. Sekarang adalah hari terakhir Sifa bekerja di sana karena nanti saat jam istirahat maka ia akan menemui pak atasan untuk mengajukan surat pengunduran diri. Pekerjaannya sebagai mahasiswa kerap membuat Sifa kewalahan jika harus sambil bekerja juga, sebagaimana saran Sufian. Dirinya juga sudah meminta pendapat Ratih dan gadis itu pun menyarankan hal demikian sama dengan Sufian supaya berhenti saja bekerja.Hari ini Sifa habiskan semangatnya untuk bekerja, sebab ia tahu betul mulai besok tak akan pernah datang lagi ke tempat itu, tak akan bertemu teman kerjanya yang baik-baik, lalu perlahan pun ia akan tergantikan o

DMCA.com Protection Status