Share

BAB 6 Belajar Akad

Author: Layls
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sufian masuk dengan begitu tergesa-gesa ke dalam rumah dan langsung duduk di sofa yang berhadapan dengan sang abi yang tengah sendirian sembari di tangannya terus berputar tasbih. Mata pria tersebut terpejam dengan mulut bergerak membaca zikir. Meski ragu, Sufian memaksa dirinya untuk mengganggu. Dirinya berharap Abi mengetahui keberadaannya tanpa dipanggil.

"Abi," panggil Sufian dengan nadanya yang terdengar ragu. Ia akhirnya memutuskan angkat suara.

Menyadari kehadiran putranya, Abi menyudahi aktivitas zikir berpindah mengamati raut gelisah di wajah Sufian. Beliau tersenyum melihat itu.

"Kenapa, Yan?"

Sufian menunduk sejenak sebelum mengungkap isi hatinya yang berantakan. Dari raut wajahnya saja sudah kelihatan kalau masalah itu sangat mengganggu.

"Ada masalah soal Sifa lagi? Dia nakal lagi di kelas?" Abi mencoba menebak.

"Bukan begitu, Abi. Ini lebih parah dari itu. Sebenarnya ... Sifa akhir-akhir ini murung di kelas, selama pelajaran dia tidak fokus dan jarang memperhatikan apa yang aku sampaikan. Parahnya lagi hal itu hanya terjadi selama aku yang mengajar, saat guru-guru lain mengajar dia bersikap biasa," ungkap Sufian.

Seperti biasa Abi hanya tersenyum. "Jadi ...."

Sufian menelan ludahnya dengan susah payah. Ia ingin mengutarakan isi hatinya sejak hari di mana Taufik menemui Sifa. Akan tetapi sudah seminggu belum juga ia berani menyampaikan keinginan pembatalan itu.

"Abi ...."

"Baguslah kalau di pelajaranmu dia kurang fokus, biar nanti selama kalian menikah kamu terus membimbingnya ilmu yang tertinggal sekarang," ejek abi membuat raut wajah sufian semakin bingung. "Hitungan hari dia akan sah jadi istrimu, kamu seharusnya latihan akad supaya nikahnya lancar. Memang mau gagal nikah gara-gara gak lancar akad? Coba abi tanya siapa nama lengkap Sifa?"

"Sifa Nurul Azizah, Abi." Sufian menjawab dengan wajah tertunduk.

"Binti siapa?"

"Hermawan."

"Lah? Belum jadi menantu saja sudah belagu ya putra Abi ini?"

Sufian menatap sang abi dengan heran lalu tergelak saat menyadari kesalahannya. "Bapak Hermawan, Abi!"

Abi sukses tertawa melihat kepanikan di wajah putranya. Umi yang baru juga turun dari tangga pun ikut tertawa kecil serta menggeleng-gelengkan kepala.

"Hayo putra Umi sudah gak sabar mau nikah ya ... sampai belajar akad langsung sama abinya!"

Sufian menunduk dengan wajah yang sedikit memerah karena berhasil terjebak oleh perbincangan sang abi. Ia seharusnya lebih waspada saat mengatakan masalah dengan Sifa. Karena gadis itu begitu ajaib, saat belum apa-apa ia sudah begitu lengket serta akrab diperbincangan orang tuanya. Lagi, tak bisa diganggu gugat dari keinginan dijadikan menantu.

"Yan, dengarkan abi agar kamu gak salah paham soal semua yang akan terjadi pada kehidupanmu nantinya," pinta Abi segera menatap lekat putranya.

Sufian mengangguk patuh.

"Kakakmu Hasan dulunya menikah karena Abi jodohkan, lihat kehidupannya sekarang baik-baik saja dan bahkan kamu sudah punya keponakan. Kakakmu Zainal juga Abi dan umi yang carikan jodoh, kehidupannya sekarang alhamdulillah baik-baik saja. Kita gak pernah tahu masalah dalam rumah tangganya, contohlah mereka."

"Masing-masing dari mereka Abi gak suruh tetap di sini karena yakin mereka akan lelah harus pulang pergi. Tapi kamu, mau tidak mau harus tetap ada di lingkungan sini untuk mengajar. Hasan juga dulunya mengajar di sini tapi dia lebih sibuk saat pindah ke kota istrinya dan mulai mengajar di sana, Zainal juga sekarang sibuk dengan profesinya sebagai guru MA, abi sangat berharap kamu tetap di sini dan menemani Abi dalam mengajar santri, kalau bukan kamu maka siapa lagi?" tutur kiai begitu serius.

"Umi sudah beli rumah sebagai hadiah pernikahan kamu, rumah supaya kamu gak terlalu jauh dengan kami," tutur Umi tak terduga.

"Rumah? Bukannya itu terlalu cepat, Umi?" Sufian mengernyit heran. "Menikahnya saja kan belum," imbuh Sufian mulai serius menyampaikan pendapat.

"Pernikahannya gak akan digelar seperti pernikahan mewah pada umumnya, maka dari itu kami hadiahkan rumah untuk kalian menumbuhkan cinta dan keberkahan pernikahan," kilah Umi.

"Kamu gak apa-apa kan nikahnya diam-diam?" tanya Abi.

Sufian memandang abinya tidak mengerti mengenai pertanyaan barusan. Beralih memandang ke arah Umi untuk meminta dijelaskan.

"Sifa sudah cantik tanpa dijadikan ratu sehari pun, jadi Hmi rasa Iyan setuju." Umi segera menjawab pertanyaan Sufian. "Kamu tau, Yan, Sifa sangat sopan dan mengerti bagaimana pekerjaan di dapur. Umi gak pernah sangka kalau dia akan lihai dalam segala hal, pasti dia juga pintar kan di kelasnya?" puji Umi lagi-lagi membuat Sufian mengeluh dalam hati. Niatnya ingin meminta dibatalkan pernikahan merasa tertinggal jauh di belakang.

"Umi begitu menyukainya maka dari itu dia kelihatan sempurna di pandangan Umi, beda lagi dengan pandanganku," kilah Sufian.

Abi menggeleng singkat atas sikap putranya yang lagi-lagi tak terima. "Jangan khawatir, Yan, nanti saat kamu mencintainya perkataan umimu sekarang akan kamu benarkan!" bela Abi.

Sufian menyerah dan memilih kalah dalam perdebatan kali itu. Sifa amat dibangga-banggakan oleh orangtuanya tetapi ia tak bangga akan menikahinya. Sufian ragu apakah benar pernikahan mereka akan berlangsung baik-baik saja. Namun, semuanya pasti sudah ditakdirkan oleh sebaik-baiknya pembuat takdir. Jadi tidak penting lagi akan mengeluh atau menolak dengan segala cara pun.

"Kalau seandainya Allah nanya ke kamu, apakah kamu setuju dengan semua yang akan terjadi, apa yang akan kamu jawab?" tanya Abi.

"Iya Ya Allah aku setuju."

"Kalau Abi yang bertanya begitu, kamu mau jawab apa?" ulang Abi.

"Iya, atas izin Allah aku akan setuju juga, Abi."

"Belajarlah, Yan, dunia ini adalah pelajaran." Umi menimpali.

"Abi, bisakah pernikahannya diundur sampai beberapa tahun lagi?"

Kali ini raut wajah orangtua Sufian berubah. Keceriaan dari obrolan baru saja mendadak terenggut oleh pertanyaan Sufian yang singkat.

"Apa masalahnya, Yan?"

"Sifa masih kecil, dia ... pasti butuh waktu lama untuk mendewasakan diri. Abi, Umi, aku janji akan menikahinya tapi ... kalau tidak tahun sekarang, boleh?"

Sekejap Abi dan Umi saling pandang, bertukar persepsi mengenai permintaan Sufian yang menurut mereka ada-ada saja.

"Kalau tidak tahun sekarang maka kami tidak menjamin dia akan jadi milikmu." Abi beranjak dari sofa untuk mencari udara segar dengan duduk memandangi aktivitas para santri dari teras rumah.

Umi menepuk bahu Sufian pelan, "Umi akan buatkan kopi dulu untuk abimu. Kamu mau?"

"Nggak, Umi, aku mau istirahat sekarang."

Dengan berat hati Sufian berusaha mengistirahatkan dirinya supaya terlelap. Sebentar lagi azan ashar berkumandang, tapi rasanya kehidupan Sufian adalah sepanjang malam tanpa bulan. Semuanya terasa gelap tanpa penerangan.

"Maafkan aku, Sifa, aku gak bisa menghentikan semua ini."

***

Sifa mendapati Taufik sudah menjemputnya saat ini. Kertas kelulusan sudah diberikan kepada masing-masing murid dan kebanyakan merasa bahagia mendapat tanda itu karena akan mengaji dengan fokus tanpa berlibat dengan pelajaran sekolah, atau karena akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun bagi Sifa itu tak ada bedanya hanya selembaran kertas yang membuatnya murung karena akan segera berpisah dengan teman-teman dan juga masa lajangnya.

"Kamu sudah pamitan sama kiai?" tanya Taufik saat adiknya sudah berdiri di gerbang.

"Tadi sudah," jawab Sifa tak bersemangat. Matanya sembab mengatakan bahwa semalaman dia menangis karena berpisah dengan teman-teman di pondoknya terutama dengan Vina.

"Ya sudah ayo, pulang! Senyum dong ah gimana sih ini tuan puteri!"

Sifa segera naik ke motor kakaknya yang perlahan membawanya menjauh dari area pesantren. Di lantai dua rumah kiai, Sufian memandangi kepergian gadis itu dengan senyum kecil. Jantungnya berdebar tak biasa menyadari ia akan segera mengakadnya menjadi seorang istri.

Perjalanan yang cukup jauh membuat Sifa lelah. Saat ia sampai di rumah dan disambut oleh orang tuanya maka tangisan kembali pecah. Sifa sangat banyak menangis hari itu sehingga matanya semakin terlihat sembab dan hidung merah. Untuk itu ia diminta beristirahat di kamar setelah shalat zuhur.

Melihat-lihat sekeliling kamarnya, Sifa kembali menangis. Ia tak rela kamarnya yang selalu jadi tempat privasi maka nanti akan ada seseorang yang ikut tinggal. Sifa tidak ingin berbagi kamar dengan siapapun!

Related chapters

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 7 Pengantin Yang Tak Rida

    Sufian menuruni anak tangga sekolah untuk sekadar melihat-lihat suasana sebelum pergi. Tanpa sengaja ia melihat seorang perempuan duduk berdua dengan temannya di bangku dan tampak asyik bercerita. Senyum yang dilihat oleh Sufian semakin menambah tempo debaran jantungnya dan juga tanpa sadar dia sudah merekahkan senyumnya."Ustaz Sufi?" Panggilan itu memaksa Sufian memalingkan pandang. Ia melihat Azam berdiri tak jauh dari tempatnya lalu perlahan mendekat. Sekarang keduanya sudah saling berdekatan."Ada apa, Azam?" Azam memberikan sepucuk surat yang diterimanya beberapa hari lalu perihal Sifa yang akan dijodohkan. Saat ini dia ingin bertanya langsung mengenai isu yang belakangan terdengar di telinganya."Hubungannya dengan saya, apa?" tanya Sufian. Memang, kabar perjodohannya tidak diketahui siapapun juga di pondok sebab keluarganya menutup kabar tersebut."Ustaz merebut perempuan pilihan saya, kenapa Ustaz malah memilihnya? Masih banyak gadis lain di sini, bukan?" tanya Azam dengan n

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 8 Sekamar

    "Dia masih kecil, bimbing dia dengan kelembutan dan jangan dengan cara kasar. Kamu ingat bagaimana Rasulullah mendidik istri kecilnya Sayyidah Aisyah, bukan? Anggaplah sekarang ini kamu sedang berusaha meneladani Baginda Rasulullah sehingga itu menjadi ladang pahala untuk kamu."Sufian tertegun sebelum akhirnya menutup sambungan telepon dengan abinya. Ia sadar akan sikap ia yang begitu keras terhadap Sifa. Bahkan api pun tidak dapat dipakai untuk memadamkan api, kan? Maka Sufian segera meletakkan ponsel di meja lantas keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Sifa. Sudah tengah malam tetapi gadis itu belum juga kembali."Dia ada di mana sekarang?" gumamnya mulai mencari.Sufian sudah memutari hampir seluruh ruangan rumah demi mencari istrinya. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Sifa. Sufian melangkah ke teras sembari terus mencari-cari barangkali Sifa menenangkan dirinya dalam kegelapan di sana, tapi tak juga ditemukan gadis itu di sekitaran rumah.Sufian terlonjak ketika pundaknya dite

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 9 Pernikahan Aneh

    Setelah selesai berkemas pakaian, Sifa dan Sufian keluar dari kamar secara bersamaan. Di ruang keluarga sudah ada orangtuanya yang menatap mereka dengan sendu karena Sifa akan pergi jauh. Terutama tatapan Ibu. Sejak obrolan pagi tadi mengenai pulangnya mereka, Ibu seolah kehilangan semangat dalam hal apapun."Kamu bener mau ninggalin Ibu, Fa?" Akhirnya pertanyaan itu keluar."Bukan begitu, Bu, aku cuma ...." Sifa menoleh sebentar pada suaminya yang berdiri di samping dan langsung mendapat anggukan kecil. " Ustaz Sufi kan guru para santri, gak mungkin kami terus di sini," jawab Sifa sambil menunduk. Sebenarnya ia juga sedih meninggalkan rumah tapi kesedihan yang dirasakan bercampur dengan marah.Ibu merangkul tubuh kecil Sifa untuk dipeluk. Keduanya larut dalam tangis perpisahan. Pun sebagai Bapak yang sudah lepas tanggungjawab pada putrinya, Bapak terlihat lebih tegar menahan diri agar tak menumpahkan tangis di hadapan orang-orang.Selepas acara pamitan, Sifa dan Sufian mulai menaikkan

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 10 Cinta

    Sufian memasak sarapan pagi pertama di rumah baru. Melihat giatnya sang tuan, Pak Maman yang baru datang langsung menghampiri sambil sesekali menggoda ustaz mudanya. Rumah Pak Maman tidak jauh dari pondok pesantren pun dari rumah Sufian, cukup mudah baginya pulang pergi saat bekerja."Kamu cari pembantu aja A, buat masak sama beberes rumah, biar kamu bisa fokus dapetin hati istri!" celetuk Pak Maman."Nggak ah, Pak, nanti kalo pembantunya perempuan takut suka sama saya, kalo pembantunya laki-laki takut suka sama istri saya," jawab Sufian membalas candaan."Kamu ini ada-ada saja!""Serius, Pak, secara kan Pak Maman juga tau saya ini ganteng toh?" Sufian melontarkan candaan lain.Tawa keduanya menggema di dapur sehingga Sifa yang hendak membersihkan ruang tengah segera menghampiri sumber suara. Ia mendapati Sufian tengah memasak sendirian sebab Pak Maman sudah keluar untuk memanaskan mesin mobil."Ustaz?" panggil Sifa dengan nada heran. Rasanya tadi ia mendengar suara tawa dari dapur. "

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 11 Misi Pengantin Baru

    "Duduk saja dulu, ada yang mau saya bicarakan!" titah Sufian sementara dirinya berjalan menuju lemari untuk memilih baju. Sifa terduduk takut di sana tapi tak bisa menolak keinginan lelaki itu. Setelah mereka kembali duduk bersampingan, Sufian meminta Sifa tidak berpikir macam-macam. Lagi pula Sufian tak berniat menyakiti atau melakukan hal yang ditakutkan gadis itu."Tadi aku bicara dengan Abi, mengenai obrolan kita tadi pagi." Kalimat tersebut keluar dari mulut Sufian.Sifa hanya menundukkan kepalanya sebab malu sudah bertanya lancang mengenai hal itu. Namun, ia merasa berhak tahu apalagi setelah ia menyadari kalau Sufian sama sekali tak tahu perkara balas budi di balik pernikahan itu."Saya di sini sebagai orang yang akan menyampaikan kebenaran walau sebenarnya pahit. Abi bilang, keluargamu menyerahkan putrinya untuk dinikahkan denganku karena keluarga Abi sudah membiayai kamu sejak kecil." Sufian merasakan lidahnya kelu karena tatapan Sifa kali ini tampak menahan bulir bening yang

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 12 Rumah Mertua

    Sufian dan Sifa melangkah bersampingan sore itu. Mereka hendak mengunjungi rumah kiai karena Abi terkhusus Umi ingin sekali melihat Sifa secara langsung pasca pernikahan berlangsung. Ya, meski sebenarnya Sufian sempat habis-habisan membujuk Sifa untuk mau datang ke sana. Sifa mengenakan gamis hitam saat itu, sama seperti warna kemeja yang dikenakan suaminya. "Ustaz, aku takut," ungkap Sifa ketika selangkah lagi mereka menuju gerbang masuk area rumah yang diapit oleh masjid dan pondok pesantren."Takut siapa? Takut dilihat Azam?" tebak Sufian.Sifa menunduk dan diam. Benar seperti yang dikatakan Sufian bahwa Sifa takut Azam akan melihatnya berjalan bersama lelaki yang tak lain adalah ustaznya sendiri. Sifa tak bisa bayangkan perasaan Azam nanti. Tiba-tiba saja Sufian meraih tangan Sifa untuk digenggamnya erat. "Gak usah takut. Bismillah saja," kata Sufian yang berhasil membuat Sifa kembali yakin.Keduanya berjalan kaki memasuki area rumah kiai yang berada di tengah-tengah pondok, lebi

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 13 Mesra Karena Dusta

    "Salah satu saudari kita yaitu Sifa Nurul Azizah sudah boyong dari pesantren, saya harap kalian masih bersemangat belajar di sini terutama teman-teman dekatnya," ucap Halima sebagai kalimat pembuka sebelum mengajar para santri di malam hari itu.Dia baru kembali mengajar setelah terserang demam dua hari sehingga malam ketika kiai mengumumkan pernikahan Sufian maka dirinya tidak tahu. Sekarang dia sudah membuka lembaran kitab untuk dikaji bersama."Ustazah, tadi sore saya lihat Sifa bersama suaminya datang kemari!" seru seorang santri mengangkat tangan."Iya begitu? Dia tidak menemui saya kok, dia sudah menikah ya? Bukannya Sifa baru lulus dari sekolah?" Halima mendadak gelisah serta penasaran."Dia tadi langsung ke rumah kiai, Ustazah!""Meminta restu mungkin, ya?" tebak Halima lagi masih setengah tidak percaya."Iya, sekaligus saja mungkin bertemu mertua. Kelihatannya sekarang pun mereka menginap di sana.""Apa? Mertua siapa? Maksud kalian ini siapa yang menikah sih?" tanya Halima bi

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 14 Janji Sufian

    "Jangan takut, aku ada di sini," ucap Sufian berusaha menenangkan gadis yang memeluk erat lengannya dan masih berdiri di belakangnya.Sufian tadinya hendak mengerjai gadis itu dengan dalih menakut-nakuti, tetapi Sifa justru takut secara betulan. Tidak ada momen menyenangkan bagi Sufian selain malam ini yang mana ia bisa merasakan kehadiran Sifa sangat dekat dengannya."Ustaz, barusan itu ada apa? Dan kenapa bisa mati lampu sih kan jadinya nyeremin gini!" gerutu Sifa masih dengan posisi di dekat Sufian bahkan dengan mata terpejam.Pegangan terhadap lengan lelaki itu mulai melonggar tetapi Sufian tak membiarkannya terjadi. Ia menarik Sifa untuk mendekap dalam pelukannya dan gadis itu hanya menurut tanpa curiga bahwa mati lampu hanyalah alasan di balik kejailan Sufian. Sufian terus mendekap tubuh Sifa tanpa mendengar komplain, sehingga ia tak ingin merusak momen dengan bertanya atau bicara. Hanya detak jantung yang bisa ia rasakan mulai mengencang."Astaghfirullah!" Sifa mendorong Sufian

Latest chapter

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 49 Hati yang Ikhlas

    "Aku yang salah, aku yang salah, Sifa ... aku yang salah!" Azam menunduk dengan kedua tangan memegangi kepala. Betapa menyesal Azam sudah berusaha mempercayakan kehidupan perempuan tercintanya kepada seorang yang ternyata justru tidak berniat sungguh-sungguh membangun rumah tangga dengan baik. Azam kira Sufian ingin menjadi panutan terbaik tapi nyatanya harapan itu tiada."Seharusnya aku ikuti apa kata hatiku dulu, Sifa, seharusnya aku berusaha keras merebutmu dari tangan Ustaz Sufi, seharusnya aku percaya pada hatiku, seharusnya begitu!" Kedua mata laki-laki itu menyorot tajam ke arah meja, tiada objek yang ia sedang pandang sebab pandangannya ialah kosong. Amarah begitu tampak di kedua bola matanya.Azam tidak ingin mendengar Sifa bicara walau sebuah pembelaan atas pernikahan yang terjadi. Perempuan itu masih ada dalam hatinya, masih menjadi belahan jiwanya, maka saat ini yang diinginkan Azam hanya mencarikan jalan keluar agar masalah yang sedang menerpa Sifa segera menemukan akhir.

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 48 Cara Yang Salah

    Sifa menunduk selama turun dari tangga, ia sangat sadar kalau sekarang dirinya sedang dijadikan satu-satunya objek pandang bagi laki-laki bukan mahram yang sedang duduk di sofa. Tak perlu waktu lama, Sifa segera berdiri dan menatap laki-laki itu dengan berani. Sebenarnya ia terpaksa memberanikan diri.Azam ikut berdiri kala itu lantas menyerahkan sebuah amplop putih yang tak Sifa ketahui isinya. Namun, dalam benaknya langsung terpikir bahwa sepertinya ia dapat undangan pernikahan yang spesial. Ekslusif khusus untuknya seorang. "Aku tidak akan banyak bicara di sini, aku cukup tahu diri, aku juga tidak yakin kamu akan datang memenuhi undanganku itu, tapi aku harap kamu tidak terburu-buru dan melihatnya secara dengan pandangan yang baik. Jangan buang surat itu, aku mohon, sekali ini saja penuhi keinginanku walau untuk yang terakhir kalinya atau walau kamu tidak ikhlas. Sekali ini. Aku pamit sekarang, sudah terlanjur malam, istirahatlah."Ketika langkah laki-laki itu sudah memunggungi Si

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 47 Azam Akan Menikah

    Azam. Laki-laki itu mengerti akhirnya bahwa apa yang dikatakan Sufian itu bukan semata canda. Permata yang dipinjam sudah dikembalikan ialah Sifa. Sifa yang pernah menjadi permatanya dan tak disangka akan diijab kabul oleh guru sendiri. Azam hendak melangsungkan pernikahan karena keinginannya untuk melupakan Sifa. Deretan nama perempuan yang disuguhkan oleh orang tuanya di rumah membuat Azam bingung memilih karena yang dicari bukan lagi soal cantik tapi soal seberapa pandai ia membuatnya tertarik.Ketika seorang perempuan yang dikiranya akan mampu membuat hati Azam tertarik telah hadir, yang didapat justru adalah peluang untuk mendapatkan kembali versi asli dari yang diinginkan. Sifa Nurul Azizah. Sejak lama Azam dan Sifa selalu berbalas surat karena amat tertarik satu sama lain. Namun, surat yang terbalas rupanya tak menjamin akan membawa mereka ke pernikahan. Keduanya terpisah oleh perjodohan kala itu.Azam sebenarnya pernah beranikan diri meminta Sifa pada kiai, tapi belum sempat m

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 46 Berdamai

    Abi dan Umi setuju untuk menyembunyikan status Sifa yang sebenarnya dari publik. Mereka akan berupaya bersikap seolah menganggap Sifa sebagai menantu saja terutama di hadapan para santri yang mana tak ada yang tahu kebenaran bahwa Sifa adalah putri kandung mereka. Hari itu bahkan dua kakaknya datang untuk mendengarkan apa yang ingin kiai sampaikan tentang Sifa dan masalah yang menerpa. Dua kakaknya yang semula tidak percaya pun segera bergantian memberikan kalimat penguat untuk adik kecil mereka yang di usia belia sudah menjadi perempuan yang berpisah dari suami.Rutinitas Sifa di sana kian bertambah menyesuaikan seperti ikut membantu mengajar atau membantu para pengurus membuat dan menyiapkan suatu acara jika waktu kuliahnya sedang senggang. Sifa pun kian menjadi dekat dengan Halima yang mana tak tahu soal Sufian sebab sudah lama tak juga saling berhubungan. Halima percaya saja saat Sifa mengatakan kalau suaminya melanjutkan kuliah di luar negeri karena beberapa alasan dan masih seri

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 45 Undangan Setelah Cerai

    "Jangan pergi, Aa ...."Umi tiba-tiba mendorong tubuh Sufian yang mendekapnya hingga tubuh pemuda itu terdorong sepenuhnya ke belakang. Ia juga menarik Sifa agar tak mendekat pada laki-laki yang sudah bukan suaminya lagi. Sufian segera berdiri mengikuti Umi yang kini memandangnya marah. Sifa berusaha menenangkan Umi untuk tidak menyakiti Sufian, meski dirinya sangat hancur karena diceraikan tapi ternyata hati Umi jauh lebih hancur melihat putrinya disakiti oleh orang yang dianggap putranya sendiri."Dia tidak seperti orang berhati!" tegas Umi begitu marah."Jangan mengutuk apapun untuknya, Umi, jangan, aku mohon ...."Syukur momen menegangkan itu berakhir segera oleh hadirnya Abi yang menarik Sufian dari para perempuan di kamar itu yang terus saja menuntut. Abi meminta Sufian untuk segera berangkat saja meninggalkan tempat itu karena jika tetap tinggal maka semuanya tak akan pernah selesai. Setelah keluar dari kediaman kiai lantas baru beberapa langkah Sufian menjauh, sebuah derap lan

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 44 Pengharapan

    Sufian melangkah lebih dahulu dengan agak tergesa-gesa, di belakangnya Sifa mengikuti dengan kepala yang menunduk tak wajar seolah sepanjang jalan yang terpenting berada di bawah. Bekas tangis di matanya masih terlihat jelas sehingga Sufian lah yang meminta perempuan itu menunduk selama perjalanan agar tak ada siapapun yang menyadari lalu beranggapan aneh. Perih sekali hatinya ketika diminta berbohong seperti itu padahal Sifa ingin berteriak menjerit mengeluarkan bahwa apa yang sesungguhnya ia terima dari sang suami itu sangat menyakitkan.Kiai dan istri sedang sarapan di meja makan, sesekali terselip canda sehingga tawa pun pecah. Saat pintu terbuka dan melihat Sufian bersama putri mereka datang dengan raut wajah tak mengenakan, Umi beranjak menghampiri mereka di ruang tengah. Pun dengan Abi, dibantu tongkatnya yang kuat, kakinya ikut dilangkahkan meninggalkan meja makan. Dilihatnya Sufian yang sudah duduk itu berdiri sejenak karena kedatangan sang kiai."Ada apa ini, Yan?" Kiai men

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 43 Bercerai Saja

    Dengan bahasa yang begitu mudah dimengerti dan tidak terfokus pada kesalahan diri, Umi berhasil menjelaskan pada Sufian mengenai bertemunya mereka di panti asuhan kala itu. Lantas, dengan bahasa yang baik pula istrinya pak atasan menjelaskan dengan tangis yang berderai-derai bagaimana dahulu dirinya amat menyesal karena sudah menitipkan Sufian di panti asuhan ketimbang mengasuhnya langsung. Meski begitu tetap saja Umi memuji keberanian ibu kandung Sufian untuk menitipkan anaknya ketimbang harusa mengakhiri hidupnya.Dalam kasus kerumitan hubungan darah tersebut, Sifa yang merasa paling terpojok karena seolah-olah sengaja menyembunyikan semuanya dari Sufian supaya laki-laki itu tidak tahu apa-apa. Sedikitnya Sifa tertohok oleh ucapan Sufian yang mengatakan kalau ia bagai tak dianggap suami sebab apapun yang Sifa anggap penting tak pernah berusaha dibagi. Fakta sebesar itu pun Sifa simpan seorang diri.Selesai pertemuan itu diakhiri dengan pelukan dan salaman persaudaraan dengan harapan

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 42 Terlena Nafsu

    Sesuai permintaan pak atasan, Sifa sudah berhasil membawa Sufian untuk mampir makan di restoran keinginannya dengan alasan ingin rayakan perpisahan dengan dunia kerja. Sufian juga memaklumi bagaimana Sifa menceritakan amat sedihnya berpisah dengan orang-orang baik di tempat kerjanya. Tiba-tiba saja Sufian tersenyum ramah menyambut kedatangan pak atasan beserta istrinya yang berjalan ke arah meja mereka. Sifa pun segera menyarankan Sufian agar mereka bergabung saja untuk makan siang kali itu. Tiada kecurigaan dalam diri Sufian sehingga senang hati saja ia setuju.Menjelang makanan di piring Sufian habis, pak atasan memanggil namanya dengan sopan sebagaimana biasa. Sifa terlihat lebih gugup daripada kedua orang tua Sufian yang akan menjelaskan fakta di detik selanjutnya. Melihat sang istri agak murung, Sufian lekas menggenggam tangan perempuan itu lalu mengangguk sekilas seolah berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Sifa tidak tahu harus dengan cara apa ia mengatakan kalau hari ini bu

  • Ustaz, Ayo Bercerai Saja!   BAB 41 Fakta Besar

    Sifa memasuki restoran sebagaimana biasa untuk bisa menjadi salah satu pekerja yang baik. Sebelum memulai semuanya ia lebih dahulu mengecek perlengkapan dapur, bahan baku produksi, dan juga kebersihan di sana. Setelah dirasa cukup baik maka ia hanya menatap kosong area dapur tersebut sembari menunggu yang lain datang. Ia berjanji akan merindukan suasana itu suatu saat nanti. Sekarang adalah hari terakhir Sifa bekerja di sana karena nanti saat jam istirahat maka ia akan menemui pak atasan untuk mengajukan surat pengunduran diri. Pekerjaannya sebagai mahasiswa kerap membuat Sifa kewalahan jika harus sambil bekerja juga, sebagaimana saran Sufian. Dirinya juga sudah meminta pendapat Ratih dan gadis itu pun menyarankan hal demikian sama dengan Sufian supaya berhenti saja bekerja.Hari ini Sifa habiskan semangatnya untuk bekerja, sebab ia tahu betul mulai besok tak akan pernah datang lagi ke tempat itu, tak akan bertemu teman kerjanya yang baik-baik, lalu perlahan pun ia akan tergantikan o

DMCA.com Protection Status