Share

54. Cemburu 3

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-26 15:11:00

"Pokoknya kamu hebat. Aku doain kamu akan menemukan kebahagiaanmu. Dah, aku mau kerja." Ika bangkit dan keluar ruangan. Membiarkan Hilya menatapnya heran.

Tidak lama kemudian intercom di mejanya berdering. Tristan yang menelepon. "Hilya, bisa menemuiku? Atau aku yang ke ruanganmu."

"Saya saja yang ke ruangan, Pak Tristan."

"Oke, kutunggu."

Hilya berdiri pelan-pelan. Pergelangan kakinya masih terasa sakit kalau dipakai untuk berdiri mendadak. Harus diam dulu, baru melangkah.

"Kubantu, Hilya." Tristan buru-buru bangkit hendak memapah Hilya yang baru masuk ke ruangannya. Namun wanita itu menolak dengan isyarat tangannya. "Tidak usah, Pak."

"Kalau belum sembuh benar, harusnya kamu nggak perlu maksain diri masuk kerja."

Hilya tersenyum sambil duduk pelan-pelan. "Ini sudah jauh lebih baik, Pak. Saya punya tanggungjawab pada pekerjaan. Nggak mungkin saya tinggal terlalu lama. Ada yang perlu kita bahas sekarang, Pak?"

Tristan tidak segera menjawab. Ia diam memandang Hilya begitu dalam. Apa Hi
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (42)
goodnovel comment avatar
PiMary
Ayo mulai bergerak Bre....
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
ayo Bree semangat Pepet trs si hily
goodnovel comment avatar
Yosefa Wahyu
elah baru nyadar aku mbak...mo nulis duda kok jdi da2...wkwk...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Usai Keputusan Cerai   55. Saya Tunggu di Depan 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Saya Tunggu di DepanAuthor's POV "Boleh, Mbak?" tanya Bre mengulang saat Hilya masih diam. "Boleh, Pak Bre. Tapi ajak istri dan anak Bapak, ya. Jangan sendirian. Saya dan kakak saya janda. Saya nggak ingin timbul fitnah nantinya," jawab Hilya tegas. Ya, dia memang harus memperjelas dan berterus terang. Melindungi diri itu wajib. Sebab tidak ada lagi yang bisa melindungi selain dirinya sendiri.Bre tersenyum. Sikapnya tenang memandang wanita di hadapannya. "Saya tidak punya istri dan anak, Mbak Hilya."Hilya terkejut. Pria di depannya ini tidak sedang berbohong, kan? Masa iya lelaki sekeren dia tidak punya istri. "Oh, maaf Pak Bre. Saya nggak tahu.""Jadi, boleh saya mampir?"Sejenak Hilya diam. Kemarin-kemarin dia mengira Bre pria beristri, jadi agak meresahkan kalau bertamu ke rumah. Namun setelah tahu Bre single, Hilya juga waspada. Takut Bre berbohong.Ya, perempuan kalau sudah berulang kali terkena trust issue dengan kaum laki-laki, membuatnya terlalu be

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Usai Keputusan Cerai   56. Saya Tunggu di Depan 2

    Hilya tersenyum melihat ekspresi bahagia anaknya. "Wah, mobilnya bisa berubah, ya?""Bisa." Rifky mengangguk cepat, matanya berbinar.Di samping Hilya, sang kakak ikut memperhatikan keseruan anak-anak. "Sepertinya ada yang mulai perhatian sama kamu, Hil. Dia tertarik padamu. Lihat saja bagaimana dia peduli pada Rifky. Itu bukan sikap yang biasa ditunjukkan pria yang hanya ingin bersikap basa-basi. Terlebih kalian baru saling kenal."Hilya tersenyum hambar. Ia meraih cangkir teh yang sudah mulai dingin di meja, mengaduknya pelan dengan sendok kecil. "Bisa jadi dia hanya merasa kasihan. Atau sekadar bersimpati. Aku ini janda, Mbak. Dia bos besar, dari keluarga berada. Kulihat profil perusahaannya sangat bonafit. Jelas kami nggak sekufu."Untuk perempuan nggak sekufu sepertiku, biasanya mereka hanya ingin sekedar bermain-main. Kalau dia ingin menjalin hubungan serius, pasti mencari yang setara. Bukan seseorang sepertiku yang hanya seorang wanita biasa."Bre memang sosok yang tampak baik.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Usai Keputusan Cerai   57. Saya Tunggu di Depan 3

    Tidak dipungkiri, sisi hatinya yang lain justru berandai-andai, kalau bisa ia menginginkan Hilya dan Rifky kembali. Sering ia bermimpi untuk hal itu. Tapi, luka yang ia torehkan teramat dalam. Bisakah disembuhkan?"Aku nggak bisa ambil Rifky dari Hilya," ucap Arham datar."Kenapa? Dia anakmu juga.""Karena aku nggak bisa menjaganya.""Kamu meragukanku?""Ya. Kamu pasti nggak sebaik Hilya menjaga Rifky. Karena kamu melakukannya bukan pakai hati, tapi karena ingin dimenangkan. Sudahlah jangan membahas hal ini.""Kamu menyepelekanku, Mas. Kalau kamu nggak mau ngambil Rifky, berarti kamu memang sengaja supaya bisa bertemu Hilya kalau sedang mengunjungi anakmu.""Aku nggak ingin berdebat denganmu.""Tapi bener, kan?" Mata Atika menyorot garang pada suaminya. Namun Arham diam. Lantas ia bangkit hendak masuk ke kamar. ""Jangan berpikir untuk meninggalkanku," teriak Atika yang didengar jelas oleh Arham. Pria itu terus masuk kamar tanpa meresponnya. Padahal dia sedang memikirkan, mungkin lebi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Usai Keputusan Cerai   58. Tak Sabar 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Tak SabarAuthor's POV Mobil Tristan kembali melaju di aspal. Tadi memang sengaja lewat jalan dekat rumah Hilya, meski tidak akan pernah bisa datang ke rumahnya. Namun ternyata ia melihat Bre di depan minimarket untuk menemui Hilya dan anaknya.Hati Tristan tambah remuk rasanya. Jelas dia kalah jauh dari Bre. Sahabatnya itu pria bebas. Tidak ada penghalang untuk mendekati siapapun yang ia mau. Dan membuat Tristan terbakar cemburu. Tidak seharusnya begitu, tapi ia tak bisa menghindari. Rasa itu benar-benar nyaris membuat gila.Hilya memang sungguh meresahkan. Janda yang menggoda. Oh, bukan. Hilya sama sekali tidak menggodanya. Tapi dia yang tergoda dengan sendirinya. Dia yang tidak bisa mengendalikan hati.Wanita itu menjaga sikap, berpakaian sopan, tidak cari perhatian, bahkan tidak peduli pada lelaki yang berusaha menarik perhatiannya. Bahkan terus terang bilang, "Jangan pernah jatuh cinta pada saya, Pak."Sambil nyetir pikiran Tristan gelisah sampai berger

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Usai Keputusan Cerai   59. Tak Sabar 2

    Bre, yang menyadari perubahan sikap Hilya, bertanya pelan, "Mbak Hilya, tidak nyaman?"Hilya mengangguk, menggeser Rifky mendekat ke sisinya. "Saya janda, Pak. Orang-orang selalu punya bahan gosip tentang status itu.""Ya, saya ngerti.""Maaf, Pak Bre. Kami harus pulang!" "Tapi anak-anak masih makan," jawab Bre memandang Rifky dan Yazid yang masih asyik dengan es krim mereka.Hilya serba salah. Ia tidak ingin berlama-lama di sini, tapi tidak tega memaksa anak-anak menyelesaikan makanan mereka dengan terburu-buru.Bre tersenyum kecil. "Biar saya saja yang pergi duluan, Mbak Hilya."Hilya menatapnya. "Maaf, Pak Bre.""Tidak perlu minta maaf. Saya paham. Kita bisa bertemu lagi lain waktu.""Rifky, Yazid, salim dulu sama Om. Om Bre mau pulang ke Malang." Hilya menyuruh anak-anak bersalaman. Yazid yang menyalami lebih dulu, baru Rifky mengulurkan tangannya.Bre meraih anak itu untuk dipangkunya sejenak. Rifky tampak tenang, menatapnya begitu tulus. "Lain hari kita bertemu lagi, Rifky dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Usai Keputusan Cerai   60. Tak Sabar 3

    Bre terdiam mendengar cerita Ani. Tidak menyangka dengan kelamnya kehidupan wanita itu. Dia juga baru tahu kalau sebenarnya ayah Hilya masih hidup. Dia semakin tertarik dengannya. Setangguh itu ternyata. Mungkin bisa dikatakan, Livia lebih beruntung daripada Hilya. Setidaknya mantan istrinya itu hidup dalam keluarga yang harmonis. Memiliki ayah yang berperan sebagai pelindung. Tapi Hilya?Livia juga menderita sebenarnya, tapi beda permasalahan dengan Hilya."Pak Bre, sudah mendengar semuanya. Nggak ada yang saya tutupi dan begitulah adanya.""Ya, Mbak. Makasih banyak.""Hilya sudah berulang kali disakiti. Jangan dekati dia, kalau hanya menambah lukanya. Dia wanita yang baik. Dia tumpuan keluarganya saat ini.""Ya, saya ngerti. Tidak ada sedikit pun niat saya untuk mempermainkannya.""Saya yang ngasih info ini ke Pak Bre. Kalau sampai Anda mempermainkannya, sayalah orang pertama yang nggak akan terima.""Jangan khawatir, Mbak. Saya berniat baik."Berulang kali Ani memperingatkan Bre.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Usai Keputusan Cerai   61. Tidak Waras 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Tidak WarasAuthor's POV "Maaf, Pak Arham. Saya ingin bicara sebentar dengan Mbak Hilya." Tristan bicara setelah mendekat."Ya, silakan!" Arham mundur. Meski tahu Tristan menyukai Hilya, tapi dia tidak bisa menunjukkan rasa tak sukanya. Hilya bukan lagi siapa-siapa baginya, posisi sekarang juga masih di kantor. Mungkin ada urusan kantor yang harus mereka bicarakan.Arham tampak gelisah menunggu mereka selesai bicara. Beberapa kali memandang ke arah mereka berdua. Tampak Tristan memandang Hilya dengan tatapan begitu dalam. Cemburu. Tapi untuk menunjukkan perasaan itu pun sudah tidak layak. Dia tahu di mana mereka berada sekarang. Bahkan seharusnya dia pergi dari sana karena memang waktunya pulang.Sementara Tristan dan Hilya serius berbincang. Tristan mengatakan akan mengajak Hilya ke pertemuan penting di dengan partner kerja mereka besok jam sepuluh pagi. "Asisten Pak Tristan harus ikut kalau kita harus pergi. Kita memang mengurus pekerjaan, Pak. Tapi kita mes

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Usai Keputusan Cerai   62. Tidak Waras 2

    "Halo, assalamu'alaikum." Hilya menjawab panggilan."Wa'alaikumsalam. Maaf, apa saya mengganggu, Mbak?""Nggak, Pak.""Baru pulang dari kantor?""Tadi menjelang Maghrib saya sampai di rumah." Setelah itu Hilya menjawab pertanyaan Bre lewat pesan tadi. Akhirnya mereka serius membahas tentang pekerjaan. Padahal sebenarnya itu hanya basa-basi Bre, agar Hilya tidak merasa terganggu. Biar punya alasan untuk bicara dengan Hilya."Besok sore saya sampai di Surabaya, Mbak.""Oh, mau jenguk mamanya, Pak Bre?""Keponakan saya ulang tahun. Besok saya nganterin Leon. Ponakan yang ikut tinggal bersama saya di Malang pulang ke Surabaya, karena yang sedang berulang tahun besok itu adiknya." Bre menceritakan sekilas tentang Leon yang sudah beberapa tahun ikut dengannya tinggal di Malang."Misalnya besok sepulang kerja saya ajak ketemuan bisa, Mbak?" Bre bertanya sangat hati-hati."Ketemuan untuk apa, Pak? Kalau membahas pekerjaan, bukankah sebaiknya di kantor saja.""Ini bukan tentang pekerjaan.""La

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01

Bab terbaru

  • Usai Keputusan Cerai   90. Tiga Hati di Semarang 3

    Namun ia sudah terjebak ke dalam labirin yang tidak tahu di mana jalan keluarnya. Seumur hidup, sungguh terlalu lama. Sementara itu ponsel Tristan yang tergeletak di meja, layarnya menyala. Sebuah pesan masuk dari Bre.[Kamu di mana, Bro? Jadi ke Semarang.][Ya. Aku di Semarang sekarang.][Semarangnya mana?][Aku nginap Hotel Mustika.][Aku juga ada di Semarang. Bisa kita ketemuan? Aku tidak jauh dari situ.]Tristan terdiam. Bagaimana ini bisa kebetulan sekali. Bertemu di tempat yang sama padahal Semarang begitu luasnya. Beberapa hari yang lalu, ia memang memberitahu Bre kalau ada pekerjaan di Semarang. Tapi kenapa bisa sama, padahal kemarin Bre tidak bilang apa-apa.Tristan menegakkan tubuh, rahangnya mengeras. Dia ingin menghabiskan waktu dengan Hilya malam ini. Dia tidak ingin gangguan. Namun menolak Bre juga bukan pilihan. Sebab selama ini dia merahasiakan siapa wanita yang membuatnya mendua.Akhirnya Tristan mengiyakan.Setengah jam kemudian, seorang pria tinggi dengan kemeja na

  • Usai Keputusan Cerai   89. Tiga Hati di Semarang 2

    Namun Bre kian resah karena belum ada pesan masuk dari Hilya. Yang pasti sekarang Hilya sudah ada di kantor yang mereka tuju. Apa sesibuk itu, hingga tidak sempat mengirimkan pesan padanya?"Hilya mau kan kamu ajak pindah ke Malang?""Kami akan membahasnya nanti. Masih banyak yang perlu kami bicarakan."Bu Rika manggut-manggut. "Kamu nggak ingin ketemu Hilya dulu sebelum berangkat ke Semarang?""Iya, nanti kami ketemuan." Bre tidak ingin menceritakan keresahannya pada sang mama. Daripada nanti jadi kepikiran. Yang jelas, dia tidak akan membiarkan Hilya terlepas."Sebelum berangkat, kamu makan siang dulu. Bentar, mama siapin." Bu Rika beranjak ke belakang. Menghampiri ART-nya yang tengah memasak. Sedangkan Bre buru-buru meraih ponselnya di atas meja saat benda pipih itu berpendar. Keresahannya spontan berubah kelegaan saat Hilya mengirimkan nama dan alamat hotel tempat mereka menginap. Juga mengirimkan informasi alamat terkini.[Oke. Kita ketemu di situ ya.][Iya.] Jawaban singkat dar

  • Usai Keputusan Cerai   88. Tiga Hati di Semarang 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Tiga Hati di Semarang Author's POV "Pak Bre, saya sudah pesankan tiketnya. Penerbangan jam tiga sore ini." Seorang asisten pribadinya memberitahu Bre di ruangannya."Oke, makasih banyak," jawab Bre seraya menutup laptop. Dilihatnya jam tangan. Baru jam delapan pagi. Tadi Hilya berangkat ke Semarang jam tujuh.Dia harus berangkat sekarang dari Malang ke Juanda. Nanti mampir sebentar ke rumah mamanya. Tadi sengaja berbohong pada Hilya kalau dia sudah ada di Solo, padahal baru mau berangkat dari Malang dan naik pesawat ke Semarang dari Juanda. Jujur saja dia khawatir dengan Hilya yang pergi bersama Tristan. Walaupun Bre kenal baik sama pria itu, tapi dia tidak percaya karena sahabatnya sedang dimabuk kepayang oleh Hilya. Perempuan yang sama-sama mereka cintai.Akan ada cerita berbeda saat Tristan sudah tahu semuanya. Namun ia berharap, persahabatan dan kerjasamanya dengan pria itu tidak akan bermasalah setelah ini. Makanya lebih baik ia berpura-pura tidak tahu t

  • Usai Keputusan Cerai   87. Cincin di Mobil 3

    "Mbak, lusa aku jadi ke Semarang. Sebenarnya ini sudah dijadwalkan Minggu kemarin, tapi di undur lusa. Mungkin dua sampai tiga hari aku di sana. Rifky kira-kira rewel nggak, ya?""Nggak. Kamu tenang saja. Dia manut sama Mbak."Hilya kepikiran Rifky saja kalau dia pergi ke luar kota. Biasanya hanya dua hari saja dia pergi, sekarang tiga hari."Untuk Bre, kalau menurut mbak. Jangan ragu, pandang dia yang sekarang, jangan lihat masa lalunya. Ayo, tidur. Mbak sudah ngantuk."Keduanya bangkit dari karpet dan masuk ke kamar masing-masing. Hilya berbaring menghadap Rifky yang memeluk guling. Diusapnya pelan pipi halusnya. Dialah cinta sejati bagi Hilya. Yang bisa mengobati rasa lelah hanya dengan tatapan matanya yang bening. Hilya bergerak pelan untuk mengecup kening Rifky. Kemudian memeluk kaki kecil itu dan dia pun memejam.🖤LS🖤"Hilya, ada pesan dari Arham." Mbak Asmi menunjukkan ponselnya pada Hilya.[Mbak, maaf kalau dalam beberapa waktu ke depan saya nggak datang menjenguk Rifky. Na

  • Usai Keputusan Cerai   86. Cincin di Mobil 2

    Omongan Pak Ardi yang ngelantur membuat Tristan menghela nafas panjang. "Saya tegaskan, Pa. Hubungan saya dengan Hilya, hanya sebatas tentang pekerjaan."Aruna yang sejak tadi diam saja, akhirnya juga ikut bicara. "Sudah, Pa. Jangan membahas hal ini lagi. Kami baik-baik saja, Papa nggak perlu khawatir." "Kamu tahu apa, Runa. Jangan sampai suamimu direbut perempuan lain, baru kamu nangis-nangis.""Aku nggak mau membahas ini lagi, Pa," sangkal Aruna. Dia ingat ucapan suaminya, kalau sampai mengusik Hilya, maka hubungan mereka yang menjadi taruhannya. "Lihat ini, Pa. Mas Tristan barusan ngasih hadiah." Aruna menunjukkan cincin berlian di jari manisnya. Pak Ardi dan istrinya memperhatikan.Selesai bicara, Aruna bangkit dari duduknya dan mengajak suaminya pamitan. "Kami pulang dulu, Pa. Aku lega Papa sudah jauh lebih baik." Aruna mencium tangan papa dan mamanya. Begitu juga dengan Tristan. Lantas mereka melangkah keluar kamar.Pak Ardi tampak kecewa. Anak yang dibelanya agar tidak diseli

  • Usai Keputusan Cerai   85. Cincin di Mobil 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI - Cincin di Mobil Author's POV "Mas, beli ini untukku?" Aruna terbeliak kaget, sekaligus berbinar menemukan kotak perhiasan berbentuk hati warna merah jambu yang terletak di dasbor mobilnya Tristan.Senyumnya lebar saat ia membuka dan melihat ada sebentuk cincin berlian di dalamnya.Tristan yang baru duduk dan menutup pintu pun terkejut. Tidak mengira kalau istrinya membuka dasbor mobil, di mana ia menyimpan hadiah ulang tahun yang akan diberikan pada Hilya."Ini untukku, kan? Atau untuk selingkuhanmu?" tanya Aruna yang mulai tidak yakin kalau itu dibeli Tristan untuknya. Karena Tristan jarang memberikan kejutan. Kalau menginginkan sesuatu, Aruna hanya memberitahu suaminya, setelah itu pergi beli sendiri. Tristan berdecak jengkel. "Aku nggak punya selingkuhan. Nggak usah mengada-ada, Runa. Itu kubeli untukmu. Pas nggak di jarimu?" jawab Tristan seraya menyalakan mesin mobil dan bergerak pelan meninggalkan garasi. Mereka hendak ke rumah orang tua Aruna. Menjeng

  • Usai Keputusan Cerai   84. Hanya Berdua 3

    Bre juga menceritakan sekilas tentang berbagai kecurangan dan permusuhan dengan keluarga Livia. Kemudian hubungan mereka kembali membaik setelah beberapa tahun kemudian. Pria itu juga menceritakan pernikahan keduanya dengan Agatha. Ini yang mengejutkan bagi Hilya. Karena ia berpikir, Bre hanya pernah menikah sekali saja."Saya tidak pernah menyentuh Agatha selama menikah. Biar dia bisa merasakan kebahagiaan dengan lelaki yang akan mencintainya setulus hati. Agar Agatha tidak seperti mama, yang diperlakukan seperti istri tapi tidak diberi hati sama sekali."Kalau ikutkan nafsu, lelaki pasti bernafsu. Tapi saya tidak ingin melakukan itu. Supaya dia bisa bahagia dengan pasangan barunya.""Sekarang Mbak Agatha sudah menikah?""Belum. Dia tinggal di Singapura hanya sesekali pulang ke Surabaya. Tapi kamu tidak usah khawatir, saya dan Agatha benar-benar sudah berakhir di saat putusan cerai dari pengadilan agama. Hubungan kami membaik, tapi tidak akrab juga. Dengan Livia, Hutama Jaya ada hubu

  • Usai Keputusan Cerai   83. Hanya Berdua 2

    Dari jendela taksi yang membawanya malam itu, Hilya memperhatikan sepanjang perjalanan menuju kafe tempat ia akan bertemu Bre. Hanya berdua saja."Yakinkan hatimu, bahwa langkah yang kamu ambil ini tepat. Mbak 100% mendukungmu. Budhe juga mendukung. Mbak sudah cerita pada beliau tadi pagi." Mbak Asmi yang menungguinya bersiap berkata seperti itu tadi."Sebenarnya aku juga pengen Mbak Asmi juga menikah lagi." Hilya memandang sang kakak."Jangan tunggu mbak. Pokoknya kamu jangan abaikan kesempatan ini. Pria seperti Bre nggak akan datang dua kali, Hilya."Hilya sebenarnya tidak sampai hati kalau harus menikah lebih dulu. Namun kakaknya yang justru mendesak agar Hilya segera menerima Bre.Akhirnya taksi berhenti di depan sebuah kafe dua lantai di salah satu sudut kota Surabaya. Bre sudah menunggunya di teras. Kemudian langsung mengajaknya naik ke lantai dua. Mereka disambut dengan lampu-lampu redup yang menciptakan nuansa romantis. Dinding interior dihiasi dengan lukisan abstrak berwarna

  • Usai Keputusan Cerai   82. Hanya Berdua 1

    USAI KEPUTUSAN CERAI- Hanya Berdua Author's POV "Bagaimana rasanya diperjuangkan, Hilya? Selama ini kamu yang selalu berjuang dan bertahan. Dengan Arham sebagai suami atau dengan mantan pacarmu yang sama-sama nggak tahu diri itu. Sekarang kamu tahu bagaimana seorang laki-laki itu berjuang untuk mendapatkanmu. Bahkan sepaket dengan keluargamu juga, bisa diterima dia apa adanya."Hilya tersenyum sambil mengunyah nasi. Kalau dibilang 100% ia percaya Bre, tidak juga. Sudah berulang kali terluka, membuat Hilya tidak segampang itu memberikan semua kepercayaannya. Namun ia tetap berusaha untuk menghargai seseorang yang telah berupaya memperjuangkannya."Tapi kita akan berpisah, Hil," ujar Ani memicu kesedihan mereka lagi."Nggak mungkin kamu akan bertahan di Global, sedangkan Mas Bre juga memiliki perusahaan sendiri," lanjut Ani."Tapi sesekali kita masih bisa bertemu, An. Kita kan bisa berkunjung ke Malang atau sebaliknya. Via tol kan cepat," kata Ika."Arham bakalan berjauhan sama anakn

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status