Happy Reading . . . *** Semenjak kejadian dimana Becks terlihat begitu kacau sehingga membuat pria dewasa seperti dirinya itu hingga sampai harus menitihkan air mata beberapa hari yang lalu, sikap Becks semakin harinya terasa semakin ganjil saja. Selain ia yang menjadi banyak melamun, Becks menjadi sosok yang begitu pendiam dan seakan begitu banyak sekali hal yang sedang ia pikirkan sendiri hingga memenuhi kepalanya itu. Bahkan dalam bekerja pun, ia sering menjadi tidak fokus hingga sampai beberapa kali pernah tidak tepat waktu di saat harus dikejar target untuk menyelesaikan pemotretan, hal yang tidak pernah dilakukan Becks selama aku mengenalnya sebagai fotografer profesional. Aku yang selalu mendampingi di sisinya setiap ia melakukan pemotretan pun, juga dapat merasakan bahwa Becks benar-benar sedang tidak menjadi dirinya. Seperti saat ini, aku yang menemani Becks pemotretan seperti biasanya, memperhatikan pria itu dari kejauhan yang terlihat sungguh sedang sangat tidak berkonse
Happy Reading . . . *** Aku hanya duduk dalam diam di ruang tengah rumah ini, dengan memberikan tatapan pandangan kosong terhadap seorang pria yang duduk tepat di depanku. Aku tidak tahu harus berbuat apa, karena kini aku sedang mempersiapkan diriku dengan sangat baik untuk mendengarkan penjelasan yang sudah ia katakan ingin menjelaskannya kepadaku. Sejak kembali dari lokasi pemotretan tadi, aku hanya terdiam dan sama sekali tidak berniat ingin mengeluarkan satu kalimat pun terhadap Becks. Keheningan sudah mengisi di antara aku dan Becks semenjak dalam perjalanan dari lokasi pemotretan tadi, hingga kami yang kini sudah berada di ruang tengah ini. "Ak-aku. Aku sungguh tidak ingin menyakitimu, Mandy. Bagiku, menyakitimu adalah mimpi terburuk jika sampai aku mengalaminya. Tetapi, aku pun juga tahu bahwa kenyataan ini akan membuat hatimu merasa sangat begitu hancur karenanya. Bahkan hatiku pun akan sama hancurnya seperti yang kau rasakan, Mandy." "Becks!" Seru ku yang langsung menghen
Happy Reading . . . *** Aku membuka mataku di saat aku merasakan cahaya matahari yang mulai menggangguku karena selalu menembus melalui jendela kamar ini. Aku melirik jam di atas meja yang berada di samping ranjang yang aku tempati ini, dan melihat waktu yang kini sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dan itu tandanya, aku baru mengistirahatkan tubuhku selama empat jam lamanya. Sudah satu minggu waktu berlalu semenjak terbongkarnya rahasia yang selalu disembunyikan oleh pria itu, dan itu artinya sudah selama itu juga aku memutuskan untuk mogok bicara dengannya dan juga tentunya berusaha untuk menghindar dari pandangan Becks, walau aku tahu hal itu akan sangat sulit untuk dilakukan karena aku yang masih tinggal di rumahnya ini. Itu semua aku lakukan karena aku yang benar-benar sama sekali tidak diperbolehkan untuk pergi oleh pria itu. Aku yang kini seakan kembali seperti kehidupanku yang terdahulu dan mendapatkan perlakuan yang sama, dimana aku yang dikurung dan tidak boleh beranja
Happy Reading . . . *** Oh, tidak! Apa yang baru saja terjadi? Aku membuka kedua mataku dengan cepat, di saat diriku yang merasa seperti sehabis dikejutkan secara tiba-tiba. Namun kali ini, bukanlah langit-langit kamar Becks yang menyambut indra penglihatanku seperti biasanya. Tetapi sebuah langit-langit bernuansa putih dengan beberapa lampu yang menerangi ruangan ini. Tidak hanya penglihatanku saja yang aneh, tetapi pendengaranku pun juga menangkap suara-suara alat khas rumah sakit yang digunakan untuk mendeteksi detak jantung dan nadi seseorang. Tetapi belum selesai aku mengira-ngira akan hal yang sedang terjadi saat ini pada diriku, aku langsung merasakan betapa sakit dan rasa berdenyut yang begitu luar biasa pada kepalaku saat ini. Tanganku yang terasa begitu dingin akibat pendingin udara di ruangan ini, membuatku juga menjadi semakin merasa sulit untuk digerakan akibat rasa kaku pada sekujur tubuhku, cukup menghambatku yang ingin mencengkram kuat kepalaku berharap rasa sakit l
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong ke arah luar jendela yang berada tidak jauh di sampingku ini, yang sepertinya mengarah kepada sebuah taman di luar sana. Sudah beberapa hari waktu berlalu semenjak aku yang terbangun dari masa koma singkatku itu. Aku yang sudah merasa semakin lebih baik dari hari ke hari, tetapi walaupun sesekali aku masih merasa nyeri di bagian kepala dan di bagian beberapa letak luka yang aku miliki ini, namun rupanya aku masih juga tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit ini. Aku pun yang sudah merasa begitu bosan berada di ruangan ini selama berhari-hari, tidak termasuk masa koma yang aku alami kemarin, membuatku menjadi lebih banyak berdiam diri dan melamun. "Hei, selamat pagi. Apa kabarmu hari ini, Mandy?" Suara itu, datang bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan ini yang menampilkan Becks yang kembali datang di pagi hari seperti biasanya, dengan sebuket bunga di tangannya. Hal baru yang entah kenapa belakang ini selalu Becks lakukan te
Happy Reading . . . *** Tiga minggu berlalu, total waktu yang sudah aku habiskan selama berada di rumah sakit dimana aku dirawat ini untuk menjalani pemulihan semenjak kecelakaan tersebut menimpaku. Hingga pada akhirnya, aku pun juga sudah diperbolehkan untuk keluar dari tempat yang sudah cukup menyiksaku selama berminggu-minggu ini. Dan kini, aku sedang bersiap-siap untuk keluar dari rumah sakit yang tentunya dengan bantuan dan keberadaan Becks di sini. Pria itu benar-benar sungguh tidak pernah meninggalkanku sendirian di tempat ini, kecuali ia memiliki pemotretan yang tidak mendesak sehingga tidak bisa ia tolak lagi. "Pakai mantelnya, di luar sedang sedikit dingin." Ucap Becks yang menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang dan hendak memakaikan mantel yang ia bawa kepadaku."Apakah saat ini sudah memasuki musim dingin?" "Hampir." "Aku lupa bertanya. Apakah saat ini aku berada di Brooklyn? Karena hal terakhir yang aku ingat, aku tinggal di kota itu." "Saat ini kau berada
Happy Reading . . . *** Suara ketukan pintu yang sudah berkali-kali dengan samar-samar aku dengar dari luar sana dan mulai terasa menggangguku itu, membuatku dengan perlahan langsung membuka mata yang sebelumnya masih setengah sadar dari tidurku ini. "Mandy, apakah kau sudah terbangun?" Suara Becks, yang terdengar dari luar sana membuatku benar-benar terbangun dengan sepenuhnya. Aku yang memutuskan untuk meminta kepada pria itu agar kami bisa berpisah kamar saja, membuatku tentu menempati kamar lain di rumahnya ini karena bagiku hal seperti itulah yang terbaik untukku di situasi seperti ini. Aku ingin mulai menjaga jarak dengan pria itu, sekaligus jika bisa membuatnya sadar bahwa sudah seharusnya ia tidak lagi terus berpikir bahwa aku ini adalah miliknya. "Kau bisa masuk," balasku dengan sedikit berteriak dan langsung membuat pintu kamar ini terbuka bersamaan dengan Becks yang muncul di sana. "Hei, selamat pagi. Apa kau baru terbangun setelah mendengar suara ketukan pintuku? At
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong jalanan di luar sana melalui kaca jendela pintu mobil di sampingku ini. Pikiranku sejak tadi benar-benar tidak bisa terlepas dari ucapan Ava yang mengajakku untuk ikut dengannya pergi ke Paris. Tawaran menjadi asisten Ava, seperti peluang yang begitulah besar bagiku untuk bisa memulai kehidupan baru, dan harus benar-benar aku pertimbangkan dengan sangat baik-baik. Dan pemikiran seperti itulah yang sejak tadi membuatku melamun dan memikirkan kesempatan yang mungkin akan membawaku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya, semenjak pertemuanku bersama dengan Ava tadi berakhir. "Hei, Mandy." Panggilan dengan genggaman tangan itu pun membuatku langsung tersadar dari lamunan. "Ya?" "Kau baik-baik saja?" "Ya. Memangnya ada apa?" "Tidak. Hanya saja, sejak dari cafe tadi kau lebih banyak terdiam. Memangnya, hal apa saja yang kau bicarakan dengan Ava tadi?" "Hanya beberapa hal yang aku lupakan saja darinya. Kehidupan barunya di Paris, pekerjaannya