Happy Reading . . . *** "Becks, memangnya kau tidak malu?" "Kenapa harus malu? Aku sendiri memakai pakaian." "Bukan mengenai hal itu." "Lalu?" "Orang-orang yang berlalu lalang sudah sejak tadi memperhatikanmu, yang sedang aku suapi seperti saat ini." Ya, semenjak hubungan kami yang sudah resmi dan terdapat suatu kejelasan di dalamnya. Becks menjadi semakin memperlihatkan sikap manjanya terhadapku, di depan banyak orang lain. Salah satunya dengan Becks yang selalu memintaku untuk menemaninya bekerja dan menungguinya di lokasi pemotretan sampai pekerjaannya itu selesai. Belum lagi di saat Becks sedang membutuhkan atau menginginkan sesuatu, ia inginnya supaya aku yang melakukan dari pada sang asisten yang harus bekerja untuknya. Dan belum lagi pada saat waktu istirahat makan siang telah tiba seperti saat ini, Becks selalu ingin supaya aku bisa menyuapi makan siangnya itu. Maksudku, apa yang ada di pikiran pria itu sampai-sampai membuatnya berubah dengan menjadikan sosok yang manj
Happy Reading . . . *** Beberapa bulan waktu telah berlalu, dan kini aku dan Becks sudah memasuki bulan ketiga dalam menjalani hubungan penuh komitmen sebagai sepasang kekasih ini. Dan dalam waktu itu juga, aku begitu merasakan kebahagiaan dalam menjalani hubungan kembali. Sudah cukup lama juga bisa dikatakan aku tidak merasakan kebahagiaan di dalam hubungan berkomitmen atau hubungan dengan status yang jelas, pada saat bersama dengan pasangan. Namun kini, bersama dengan Becks aku bisa membuktikan sendiri dengan aku yang dapat kembali merasakan hal seperti itu. Sikap Becks yang begitu manis dan perhatian kepadaku seperti dahulu kala disaat aku yang pertama kalinya mengenal sosok pria itu, semakin membuatku setiap hari semakin jatuh cinta terhadapnya. Dan semua itu membuatku juga menjadi lupa akan sedikit rasa curiga yang aku taruh kepadanya, mengenai perasaanku yang mengatakan bahwa sebenarnya Becks masih menyimpan rahasia dariku. Tetapi sebisa mungkin aku mencoba terus menghilangk
Happy Reading . . . *** Aku memperhatikan mobil Becks yang baru saja memasuki sebuah rumah sakit, dari dalam taksi yang aku tumpangi ini dan sudah menjadi kendaraanku untuk mengikuti dari kejauhan semenjak pria itu yang pamit dengan terburu-buru dari rumah tadi. Kebetulan yang sangat besar disaat Becks melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumah, sebuah taksi pun berlalu tepat melewati di depan rumah yang langsung aku berhentikan untuk bisa membawaku mengikuti ke mana pun arah perginya pria itu. Sesungguhnya aku pun juga tidak terlalu ingin banyak tahu mengenai permasalahan Becks yang mungkin kali ini bersifat pribadi dan rahasia. Tetapi fakta telah berbicara mengenai aku yang kini telah menjadi kekasih pria itu, yang artinya sudah tidak sepantasnya lagi jika ada sedikit pun rahasia yang disembunyikan olehnya di belakangku. Hal yang paling menyebalkannya lagi adalah, ia selalu memberikan alasan yang tidak jelas jika aku sudah mengajukan pertanyaan kemanakah tujuan kepergiannya
Happy Reading . . . *** Semenjak kejadian dimana Becks terlihat begitu kacau sehingga membuat pria dewasa seperti dirinya itu hingga sampai harus menitihkan air mata beberapa hari yang lalu, sikap Becks semakin harinya terasa semakin ganjil saja. Selain ia yang menjadi banyak melamun, Becks menjadi sosok yang begitu pendiam dan seakan begitu banyak sekali hal yang sedang ia pikirkan sendiri hingga memenuhi kepalanya itu. Bahkan dalam bekerja pun, ia sering menjadi tidak fokus hingga sampai beberapa kali pernah tidak tepat waktu di saat harus dikejar target untuk menyelesaikan pemotretan, hal yang tidak pernah dilakukan Becks selama aku mengenalnya sebagai fotografer profesional. Aku yang selalu mendampingi di sisinya setiap ia melakukan pemotretan pun, juga dapat merasakan bahwa Becks benar-benar sedang tidak menjadi dirinya. Seperti saat ini, aku yang menemani Becks pemotretan seperti biasanya, memperhatikan pria itu dari kejauhan yang terlihat sungguh sedang sangat tidak berkonse
Happy Reading . . . *** Aku hanya duduk dalam diam di ruang tengah rumah ini, dengan memberikan tatapan pandangan kosong terhadap seorang pria yang duduk tepat di depanku. Aku tidak tahu harus berbuat apa, karena kini aku sedang mempersiapkan diriku dengan sangat baik untuk mendengarkan penjelasan yang sudah ia katakan ingin menjelaskannya kepadaku. Sejak kembali dari lokasi pemotretan tadi, aku hanya terdiam dan sama sekali tidak berniat ingin mengeluarkan satu kalimat pun terhadap Becks. Keheningan sudah mengisi di antara aku dan Becks semenjak dalam perjalanan dari lokasi pemotretan tadi, hingga kami yang kini sudah berada di ruang tengah ini. "Ak-aku. Aku sungguh tidak ingin menyakitimu, Mandy. Bagiku, menyakitimu adalah mimpi terburuk jika sampai aku mengalaminya. Tetapi, aku pun juga tahu bahwa kenyataan ini akan membuat hatimu merasa sangat begitu hancur karenanya. Bahkan hatiku pun akan sama hancurnya seperti yang kau rasakan, Mandy." "Becks!" Seru ku yang langsung menghen
Happy Reading . . . *** Aku membuka mataku di saat aku merasakan cahaya matahari yang mulai menggangguku karena selalu menembus melalui jendela kamar ini. Aku melirik jam di atas meja yang berada di samping ranjang yang aku tempati ini, dan melihat waktu yang kini sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dan itu tandanya, aku baru mengistirahatkan tubuhku selama empat jam lamanya. Sudah satu minggu waktu berlalu semenjak terbongkarnya rahasia yang selalu disembunyikan oleh pria itu, dan itu artinya sudah selama itu juga aku memutuskan untuk mogok bicara dengannya dan juga tentunya berusaha untuk menghindar dari pandangan Becks, walau aku tahu hal itu akan sangat sulit untuk dilakukan karena aku yang masih tinggal di rumahnya ini. Itu semua aku lakukan karena aku yang benar-benar sama sekali tidak diperbolehkan untuk pergi oleh pria itu. Aku yang kini seakan kembali seperti kehidupanku yang terdahulu dan mendapatkan perlakuan yang sama, dimana aku yang dikurung dan tidak boleh beranja
Happy Reading . . . *** Oh, tidak! Apa yang baru saja terjadi? Aku membuka kedua mataku dengan cepat, di saat diriku yang merasa seperti sehabis dikejutkan secara tiba-tiba. Namun kali ini, bukanlah langit-langit kamar Becks yang menyambut indra penglihatanku seperti biasanya. Tetapi sebuah langit-langit bernuansa putih dengan beberapa lampu yang menerangi ruangan ini. Tidak hanya penglihatanku saja yang aneh, tetapi pendengaranku pun juga menangkap suara-suara alat khas rumah sakit yang digunakan untuk mendeteksi detak jantung dan nadi seseorang. Tetapi belum selesai aku mengira-ngira akan hal yang sedang terjadi saat ini pada diriku, aku langsung merasakan betapa sakit dan rasa berdenyut yang begitu luar biasa pada kepalaku saat ini. Tanganku yang terasa begitu dingin akibat pendingin udara di ruangan ini, membuatku juga menjadi semakin merasa sulit untuk digerakan akibat rasa kaku pada sekujur tubuhku, cukup menghambatku yang ingin mencengkram kuat kepalaku berharap rasa sakit l
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong ke arah luar jendela yang berada tidak jauh di sampingku ini, yang sepertinya mengarah kepada sebuah taman di luar sana. Sudah beberapa hari waktu berlalu semenjak aku yang terbangun dari masa koma singkatku itu. Aku yang sudah merasa semakin lebih baik dari hari ke hari, tetapi walaupun sesekali aku masih merasa nyeri di bagian kepala dan di bagian beberapa letak luka yang aku miliki ini, namun rupanya aku masih juga tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit ini. Aku pun yang sudah merasa begitu bosan berada di ruangan ini selama berhari-hari, tidak termasuk masa koma yang aku alami kemarin, membuatku menjadi lebih banyak berdiam diri dan melamun. "Hei, selamat pagi. Apa kabarmu hari ini, Mandy?" Suara itu, datang bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan ini yang menampilkan Becks yang kembali datang di pagi hari seperti biasanya, dengan sebuket bunga di tangannya. Hal baru yang entah kenapa belakang ini selalu Becks lakukan te