Happy Reading . . . *** Pikiranku yang saat ini sedang terasa kosong dan aku yang juga sedang duduk melamun di sofa ruang tengan ini dengan tiba-tiba saja dikejutkan oleh sebuah pelukan yang aku rasakan di pinggangku, bersamaan dengan aku yang tersadar akan Bryce yang sudah mesandarkan kepalanya di bahuku. "Kau sejak tadi lebih banyak diam? Ada apa, hah?" "Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang tidak memiliki suasana hati yang baik saja." "Apa karena masalah tadi siang? Karena Anna?" "Tidak. Tidak ada hubungannya dengan wanita itu." "Jika kau memikirkan tentang Anna, aku tidak ada apa-apa dengannya. Hubunganku dengannya hanya sebatas profesional saja, Mandy. Kau tahu aku ini sangat mencintaimu, bukan?" "Iya, aku tahu kau sangat mencintaiku. Dan lagi pula, aku juga tidak memandangmu dengan Anna memiki sesuatu di belakangku, Bryce. Hanya saja, aku merasa sepertinya Lorraine sangat menyukai wanita itu. Buktinya saja, ia sampai menyuruhmu untuk membantunya yang hanya sedang melaksana
Happy Reading . . .*** Mataku pun terbuka di saat telingaku secara tidak sengaja menangkap suara-suara yang cukup mengganggu tidurku ini. Selama semalaman ini aku menidurkan tubuhku di sofa ruang tengah setelah kejadian tidak menyenangkan yang terjadi kemarin malam terhadapku. Bryce yang aku pikir benar-benar marah setelah kejadian itu, membuatku memutuskan untuk memberikannya sedikit waktu dan ruang agar ia bisa menerima hal yang mungkin baginya cukup mengejutkan itu. Dengan wajah yang terasa cukup sembab akibat tangisanku semalam, aku mendudukkan diriku sambil mencari sumber suara yang sudah mengganggu tidurku tadi. Dan rupanya di sana aku bisa melihat Lorraine yang sedang memindahkan tas dan koper menuju pintu rumah. Aku yang masih sempat berpikir untuk apa ia memindahkan koper tersebut, langsung teralihkan oleh sosok Renne yang sudah rapi dengan tas ransel yang berada di punggungnya. Ia tidak terlihat ingin pergi ke sekolah karena pakaian yang dipakainya itu bukanlah seragam se
Happy Reading . . . *** "Aku tidak mengerti, Av. Hanya karena aku yang menjadi model dan tidak memberitahunya terlebih dahulu, aku sampai tidak percayai lagi oleh Bryce. Ia yang berpikir dengan aku yang kemarin sudah membohonginya satu kali, akan terus selalu berbohong kepadanya sampai kapan pun itu nanti. Dia mengatakan langsung kepadaku bahwa ia sudah tidak ingin percaya denganku lagi. Apakah seperti itu yang dinamakan mencintai?" Di sebuah kedai kopi yang aku datangi untuk janji temu dengan Ava siang ini, aku mencurahkan isi hatiku mengenai kejadian kemarin malam, kepada sahabatku yang selalu ingin mendengarkan dan memberikan pendapat mengenai permasalahan kehidupanku ini yang seakan tidak akan pernah berakhir ataupun selesai dengan apapun itu solusinya. "Kemarin aku sudah mengatakan apakah kau siap dengan setiap resikonya, bukan? Dan kau mengatakan sendiri apapun itu resikonya, kau akan tetap menghadapi bersama-sama dengan Bryce." "Saat itu aku memang yakin akan keputusanku y
Happy Reading . . . *** Pandanganku yang sempat saling bertatapan dengan Becks sejenak, langsung aku palingkan untuk kembali menatap Ava yang berada di depanku. "Selesaikan masalahmu dengannya secara baik-baik, okay? Walaupun pernikahanmu sedang bermasalah, tetapi aku tetap tidak mendukungmu untuk bisa menjalin hubungan dengan Becks lagi. Aku hanya ingin terbebas dari setiap teror yang pria itu lakukan kepadaku, karena aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Jadi, lebih baik saat ini kau selesaikan semuanya, akhiri semuanya dengan baik-baik agar Becks tidak perlu lagi terus menerus memohon-mohon kepadaku hanya untuk agar bisa dipertemukan denganmu. Okay?." "Tetapi apa yang harus aku lakukan, Av? Hubunganku dan Becks tidak lebih dari sekedar rekan kerja. Ia seorang fotografer dan aku hanya seseorang yang pernah menjadi modelnya saja. Hanya itu saja. Tetapi mengapa Becks seakan menganggap hubungan yang terjadi di antara diriku dan dengannya itu terasa serius?" "Kau bisa menanyakannya
Happy Reading . . . *** Sudah satu minggu waktu berlalu, dan sikap Bryce kepadaku masih sama saja setiap harinya. Bahkan terkesan mulai mengacuhkan dan tidak mempedulikanku lagi. Sudah beberapa hari ini juga ia tidak pulang ke rumah. Mungkin saja ia menginap juga di rumah Lorraine mengingat aku yang juga tidak bisa menghubungi ponselnya dalam beberapa hari ini. Aku yang juga sudah satu minggu ini tidak bertemu dengan Renne, membuatku begitu merindukan anakku satu-satunya itu. Di setiap aku memiliki kesempatan untuk datang ke rumah Lorraine, aku tidak pernah dibukakan pintu olehnya. Aku tidak mengerti dengan mereka semua. Apakah harus semarah itu dengan aku yang hanya menjadi model sampul majalah satu kali dalam seumur hidupku? Benar-benar sangat tidak masuk akal. Rasa rindu yang bersamaan dengan khawatir karena sudah satu minggu ini tidak bertemu dengan Renne, membuatku kali ini memutuskan untuk mendatangi rumah Lorraine kembali. Tidak peduli jika wanita itu akan membukakan pintu u
Happy Reading . . . *** "Ini untukmu." Dengan senyuman, aku pun mengambil sebotol air mineral yang Becks berikan lalu mengucapakan terima kasih kepadanya. Di sebuah bangku panjang di dalam taman ini, aku dan Becks menghabiskan waktu sore hari dengan sedikit santai bersama. Sudah sejak pagi hari tadi kamu menghabiskan waktu bersama hingga tidak terasa sudah sore hari saja waktu berlalu. Dan sebagai tujuan terakhir, aku pun memutuskan untuk berbincang ringan di taman yang terasa cukup tenang ini. "Apa hal yang sangat kau ingin lakukan?" Pertanyaan yang Becks lemparkan itu langsung membuatku mengalihkan pandangan kepadanya yang duduk tepat di sampingku. "Sangat banyak. Sebagian besar hidupku terasa hanyalah sia-sia saja untuk dilakukan. Di usiaku yang mulai tidak muda lagi ini, sama sekali tidak ada pencapaian membanggakan yang sudah aku raih." "Yang sangat-sangat ingin kau lakukan, tetapi belum bisa kau raih juga." "Mengenal sosok kedua orang tuaku, mungkin." "Kau tidak pernah
Happy Reading . . . *** Dinginnya air yang mengguyur tubuhku ini, seakan tidak bisa memadamkan api gairah yang sedang begitu membara di dalam diriku. Tidak hanya diriku, mungkin Becks yang saat ini sedang mencumbu tubuhku dengan penuh gairah merasakan hal yang sama seperti yang sedang aku rasakan saat ini. Tubuhku yang sedang di kunci dengan tubuh besar nan berisi akan otot kuat tubuhnya pada dinding kamar mandi yang terlapisi marmer ini, langsung mengaktifkan seluruh saraf yang berada di dalam tubuhku ini dengan seketika karena merasakan dinding di punggungku ini yang sama dinginnya dengan air dari shower yang membasahi seluruh tubuh kami yang sudah tidak tertutupi apapun. Semua ini berawal dari aku yang benar-benar sudah tidak bisa lagi mengabaikan buaian yang Becks berikan kepadaku. Niat akal sehatku yang sudah mengatakan ingin mengakhiri semua godaan yang memang secara sengaja sedang Becks berikan kepadaku tadi, seakan langsung dihempaskan dengan seketika oleh lubuk hatiku yang
Happy Reading . . . *** Secercah cahaya yang aku tangkap setelah membuka kedua mataku ini, langsung membuat reaksi luar biasa pada seluruh tubuhku yang terasa begitu kaku hingga sangat sulit untuk digerakkan. Aku yang sedang berusaha memfokuskan pandangan sambil mengingat-ingat kembali dengan jelas atas kejadian semalam yang sampai membuat tubuhku menjadi terasa seperti ini. Sebuah selimut yang hanya menutupi seluruh tubuh polosku ini, aku tarik di saat aku berusaha mendudukkan diri lalu bersandar pada kepala ranjang. Dan pada saat aku sudah berhasil bersandar, pandanganku dengan sangat terkejut langsung menangkap kondisi ruangan ini yang bagaikan sehabis diserang oleh badai. Seluruh barang-barang yang berada di tempat ini sudah berjatuhan hingga berantakan. Dan yang lebih buruk lagi, aku melihat sebuah televisi yang sempat aku lihat tertempel di dinding, kini sudah terjatuh di lantai dengan layar kacanya yang retak dan pecah. Oh, tidak! Apa yang semalam baru saja aku lakukan? Apak
Happy Reading . . . *** Aku menatap sebuah benda kecil yang sudah melingkar pada jari manis, di tangan kiriku ini. Rasanya sudah cukup lama aku tidak mengenakan benda seperti ini di jari tanganku. Bahkan pada saat aku memiki cincin pernikahan dulu pun aku memutuskan untuk tidak memakainya. Aku yang memang pada dasarnya tidak menyukai memakai hal-hal seperti itu pun, justru kini mendapatkan benda yang sejenis namun kali ini terlihat lebih mewah, bernilai tinggi, dan begitu berharga. Dan semalam, tanpa aku duga Becks baru saja melamarku. Ia begitu membuktikan betapa dirinya tidak ingin kehilanganku, sampai-sampai ia berani untuk melamarku di saat aku yang masih berpura-pura menderita amnesia ini. Dan kini, aku yang harus menjalani peranku atas jawaban yang sudah aku berikan semalam dimana aku menerima lamaran Becks, juga memperlihatkan kepada pria itu jika aku yang masih mencintainya. Walau sesungguhnya rasa itu seperti sudah tidak ada lagi di dalam diriku, dan tidak bisa aku rasakan
Happy Reading . . . *** Genggaman erat tangan Becks pada tangan kiriku yang tidak memegang kruk untuk membantu kaki kananku yang masih belum pulih untuk bisa berjalan dengan normal ini, seakan tidak ingin ia lepaskan sampai kapan pun. Genggaman tangan itu pun seakan memanduku melangkah memasuki sebuah restaurant di depan sana yang terlihat begitu eksklusif dan menggambarkan kemewahan luar biasa dari luar sini. "Kau sudah benar-benar merencanakan makan malam ini dengan sempurna, Becks?" Ucapku saat kami masih melangkah masuk menuju restaurant tersebut. "Kau sudah bisa menebaknya, huh?" "Bagaimana tidak? Hari ini kau sudah mengajakku ke salon, memberikanku gaun yang aku kenakan dengan luar biasa dan pasti tidaklah murah ini, dan sekarang kau membawaku ke restauran berbintang seperti ini. Dan sehabis ini, hal apalagi yang menjadi bagian dari kejutanmu itu, Becks?" "Kau bisa mendapatkannya nanti." "Jadi, kau masih memiliki kejutan untukku?" "Hhmm..., tebak dan pikirkanlah." "Kemb
Happy Reading . . . *** Aku menatap diriku di depan cermin untuk melihat penampilan diriku yang setiap hari dan setiap tahunnya seperti ini saja. Rambut panjangku ini, entah sudah berapa lama terakhir kali aku mengguntingnya. Panjangnya yang sudah mencapai pinggangku ini, membuatku bertaruh bahwa terakhir kali aku memendekkan rambutku sudah bertahun-tahun lamanya. Belum lagi bagian dalam rambutku terdapat sedikit potongan rambut yang tidak teratur, yang sengaja dihilangkan pada saat setelah kecelakaan tersebut, untuk menangani bagian kepalaku yang saat itu terkena benturan pada aspal jalanan. Sehingga aku pun memutuskan ingin menggunting rambutku menjadi sangat pendek, membuatku mengira-ngira sampai sependek apa potongan gaya rambut yang cocok untukku. Namun di saat aku yang baru saja sedang mengira, pintu kamar ini pun terbuka dan munculah Becks di sana yang sudah melangkah masuk menghampiriku. "Hei, apa yang kau lihat?" Tanya-nya kepadaku. "Rambutku. Aku ingin menggunting dan me
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong jalanan di luar sana melalui kaca jendela pintu mobil di sampingku ini. Pikiranku sejak tadi benar-benar tidak bisa terlepas dari ucapan Ava yang mengajakku untuk ikut dengannya pergi ke Paris. Tawaran menjadi asisten Ava, seperti peluang yang begitulah besar bagiku untuk bisa memulai kehidupan baru, dan harus benar-benar aku pertimbangkan dengan sangat baik-baik. Dan pemikiran seperti itulah yang sejak tadi membuatku melamun dan memikirkan kesempatan yang mungkin akan membawaku menuju kebahagiaan yang sesungguhnya, semenjak pertemuanku bersama dengan Ava tadi berakhir. "Hei, Mandy." Panggilan dengan genggaman tangan itu pun membuatku langsung tersadar dari lamunan. "Ya?" "Kau baik-baik saja?" "Ya. Memangnya ada apa?" "Tidak. Hanya saja, sejak dari cafe tadi kau lebih banyak terdiam. Memangnya, hal apa saja yang kau bicarakan dengan Ava tadi?" "Hanya beberapa hal yang aku lupakan saja darinya. Kehidupan barunya di Paris, pekerjaannya
Happy Reading . . . *** Suara ketukan pintu yang sudah berkali-kali dengan samar-samar aku dengar dari luar sana dan mulai terasa menggangguku itu, membuatku dengan perlahan langsung membuka mata yang sebelumnya masih setengah sadar dari tidurku ini. "Mandy, apakah kau sudah terbangun?" Suara Becks, yang terdengar dari luar sana membuatku benar-benar terbangun dengan sepenuhnya. Aku yang memutuskan untuk meminta kepada pria itu agar kami bisa berpisah kamar saja, membuatku tentu menempati kamar lain di rumahnya ini karena bagiku hal seperti itulah yang terbaik untukku di situasi seperti ini. Aku ingin mulai menjaga jarak dengan pria itu, sekaligus jika bisa membuatnya sadar bahwa sudah seharusnya ia tidak lagi terus berpikir bahwa aku ini adalah miliknya. "Kau bisa masuk," balasku dengan sedikit berteriak dan langsung membuat pintu kamar ini terbuka bersamaan dengan Becks yang muncul di sana. "Hei, selamat pagi. Apa kau baru terbangun setelah mendengar suara ketukan pintuku? At
Happy Reading . . . *** Tiga minggu berlalu, total waktu yang sudah aku habiskan selama berada di rumah sakit dimana aku dirawat ini untuk menjalani pemulihan semenjak kecelakaan tersebut menimpaku. Hingga pada akhirnya, aku pun juga sudah diperbolehkan untuk keluar dari tempat yang sudah cukup menyiksaku selama berminggu-minggu ini. Dan kini, aku sedang bersiap-siap untuk keluar dari rumah sakit yang tentunya dengan bantuan dan keberadaan Becks di sini. Pria itu benar-benar sungguh tidak pernah meninggalkanku sendirian di tempat ini, kecuali ia memiliki pemotretan yang tidak mendesak sehingga tidak bisa ia tolak lagi. "Pakai mantelnya, di luar sedang sedikit dingin." Ucap Becks yang menghampiriku yang sedang duduk di tepi ranjang dan hendak memakaikan mantel yang ia bawa kepadaku."Apakah saat ini sudah memasuki musim dingin?" "Hampir." "Aku lupa bertanya. Apakah saat ini aku berada di Brooklyn? Karena hal terakhir yang aku ingat, aku tinggal di kota itu." "Saat ini kau berada
Happy Reading . . . *** Aku menatap kosong ke arah luar jendela yang berada tidak jauh di sampingku ini, yang sepertinya mengarah kepada sebuah taman di luar sana. Sudah beberapa hari waktu berlalu semenjak aku yang terbangun dari masa koma singkatku itu. Aku yang sudah merasa semakin lebih baik dari hari ke hari, tetapi walaupun sesekali aku masih merasa nyeri di bagian kepala dan di bagian beberapa letak luka yang aku miliki ini, namun rupanya aku masih juga tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit ini. Aku pun yang sudah merasa begitu bosan berada di ruangan ini selama berhari-hari, tidak termasuk masa koma yang aku alami kemarin, membuatku menjadi lebih banyak berdiam diri dan melamun. "Hei, selamat pagi. Apa kabarmu hari ini, Mandy?" Suara itu, datang bersamaan dengan terbukanya pintu ruangan ini yang menampilkan Becks yang kembali datang di pagi hari seperti biasanya, dengan sebuket bunga di tangannya. Hal baru yang entah kenapa belakang ini selalu Becks lakukan te
Happy Reading . . . *** Oh, tidak! Apa yang baru saja terjadi? Aku membuka kedua mataku dengan cepat, di saat diriku yang merasa seperti sehabis dikejutkan secara tiba-tiba. Namun kali ini, bukanlah langit-langit kamar Becks yang menyambut indra penglihatanku seperti biasanya. Tetapi sebuah langit-langit bernuansa putih dengan beberapa lampu yang menerangi ruangan ini. Tidak hanya penglihatanku saja yang aneh, tetapi pendengaranku pun juga menangkap suara-suara alat khas rumah sakit yang digunakan untuk mendeteksi detak jantung dan nadi seseorang. Tetapi belum selesai aku mengira-ngira akan hal yang sedang terjadi saat ini pada diriku, aku langsung merasakan betapa sakit dan rasa berdenyut yang begitu luar biasa pada kepalaku saat ini. Tanganku yang terasa begitu dingin akibat pendingin udara di ruangan ini, membuatku juga menjadi semakin merasa sulit untuk digerakan akibat rasa kaku pada sekujur tubuhku, cukup menghambatku yang ingin mencengkram kuat kepalaku berharap rasa sakit l
Happy Reading . . . *** Aku membuka mataku di saat aku merasakan cahaya matahari yang mulai menggangguku karena selalu menembus melalui jendela kamar ini. Aku melirik jam di atas meja yang berada di samping ranjang yang aku tempati ini, dan melihat waktu yang kini sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Dan itu tandanya, aku baru mengistirahatkan tubuhku selama empat jam lamanya. Sudah satu minggu waktu berlalu semenjak terbongkarnya rahasia yang selalu disembunyikan oleh pria itu, dan itu artinya sudah selama itu juga aku memutuskan untuk mogok bicara dengannya dan juga tentunya berusaha untuk menghindar dari pandangan Becks, walau aku tahu hal itu akan sangat sulit untuk dilakukan karena aku yang masih tinggal di rumahnya ini. Itu semua aku lakukan karena aku yang benar-benar sama sekali tidak diperbolehkan untuk pergi oleh pria itu. Aku yang kini seakan kembali seperti kehidupanku yang terdahulu dan mendapatkan perlakuan yang sama, dimana aku yang dikurung dan tidak boleh beranja