Beranda / Fantasi / Upik Abu dan Bola Cahaya / Bab 13. Keputus Asaan

Share

Bab 13. Keputus Asaan

Penulis: Beyouna
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-03 14:15:20
***

"Kke, kesinikan kepalamu lagi! mendekat!" perintah Mpus.

Si Laki-laki itu menuruti perintah Mpus.

"Siapa namamu?"

"Saya Liom Tuan, Julian Liom."

"Namamu unik, seperti nama seorang bangsawan."

Mpus meletakkan telapak tangannya ke kepala Liom, ia berencana melihat latar belakangnya dari memorinya.

Dalam sekejap, Mpus sudah berada di alam memori Liom.

Mpus melihat ia tengah berada di sebuah rumah yang besar. Di sana ia melihat Liom diseret dan dimasukkan ke dalam sebuah gudang oleh laki-laki bertubuh besar dan tegap. Di belakangnya seorang wanita yang tersenyum penuh kemenangan.

Liom adalah anak semata wayang dari pemilik Perkebunan di desa itu. Ibunya sudah lama meninggal, dan Bapaknya menikahi wanita muda yang kejam. Sejak remaja Liom dicekoki beberapa obat-obatan oleh Ibu tirinya, hingga ketergantungan. Liom tak pernah bersekolah sejak lulus SMP. Liom selalu dikurung di kamarnya, karna diduga menderita berbagai macam penyakit.

Liom ketergantungan obat-obatan terlarang. Penyup
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 14. Uang

    ***Tiga orang anak muda sedang menyusuri jalan setapak yang menurun. Di sebelah kanan mereka adalah dinding tebing yang curam setinggi lima belas meteran dari tempat mereka berpijak, sementara sebelah kiri adalah jurang yang landai setinggi lima meteran. Di bawah adalah pemukiman warga. Jalanan tampak basah, mungkin tadi habis turun hujan lokal, mereka tampak berhati-hati menuruni jalan yang tak lebar itu. Tiba-tiba, seorang yang bernama Liom berhenti. "Ngapain berhenti? katanya kuat?" tanya Mpus. "Aku masih kuat kok, hanya saja aku memikirkan sesuatu." Liom tampak mengamati Mpus dan Upik. "Apa?" Mpus melihat dirinya sendiri dari bawah karna merasa Liom memperhatikannya. "Kau yakin mengenakan pakaian itu sepanjang perjalanan kita?""Kenapa dengan pakaianku?""Kau terlihat seperti Pendekar Kapak Naga yang pernah kutonton di tv.""Siapa itu?""Yang jelas, pakaianmu itu tak cocok dikenakan di zaman sekarang. Kau keluar dari zaman apa sih?"Mpus memperhatikan pakaiannya dari bawah k

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 15. Menjemput Rezeki

    ***Sorakan dan tepuk tangan meriah di sebuah kerumunan di pertunjukan yang dibuka dadakan, ternyata mendapatkan antusias warga. Liom berjalan mengitari penonton, menyodorkan sebuah selendang untuk menampung partisipasi penonton. Upik tampak berdiri melenggak-lenggok kaku, meniru Penari ular yang baru mereka lihat sejaman yang lalu. Gerakannya yang kaku dan sama sekali tak gemulai malah memberikan kesan tersendiri bagi penonton, terlihat lucu dan menggemaskan. Sementara di sebelah Upik, menari seekor monyet besar, ukurannya menyamai Gorilla. Warnanya hitam legam, menari-nari mengikuti irama gendang yang dibawakan sekenanya oleh Liom. Gelak tawa semakin riuh, sorak-sorai dan tepuk tangan memenuhi kerumunan itu, seekor tikus memanjat di pundak Gorilla itu, ikut menari mengikuti irama. Pertunjukan berlangsung selama tiga jam. Menjelang petang, kerumunan akhirnya bubar. Liom segera meminta si monyet besar untuk membuat sebuah barrier agar perubahan wujudnya kembali menjadi Mpus tak d

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 16. Kau Cemburu?

    ***Si Tikus putih menyadari keadaan Liom, ia keluar dari saku Upik. Ia mendatangi Liom yang kesakitan di kamar mandi. Kepalanya ia gerak-gerakkan, seolah memperhatikan Liom. Berulang kali Liom berusaha mengusir Tikus itu, namun Tikus tak bergeming, ia tetap berdiri di tempatnya. Lantas Liom memberikan isyarat dengan menempelkan jari telunjuknya ke bibir dan hidungnya, isyarat agar tikus jangan berisik.Namun si Tikus malah berlari, ia berdecit kencang-kencang seolah ingin membangunkan Upik. Upik mendengar decitan si Tikus, ia duduk mencari sumber suara. Ia melihat si Tikus berdiri di depan pintu Kamar Mandi. Upik bangkit, berjalan menuju kamar mandi, seolah mengerti bahwa si Tikus ingin menunjukkan sesuatu. Tiba di depan pintu, Upik langsung terkejut mendapati kondisi Liom. "Kau kenapa?!" Upik tampak panik. Ia meraih tubuh Liom dan berhasil membuat kepala Liom berada di atas pangkuannya. Liom tampak lemas tak berdaya, kulitnya menguning, matanya sayu, pakaiannya dan mulutnya ad

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-04
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 17. Hari yang Tak Baik

    ***"Apa maksudmu?" Mpus mengernyitkan dahinya. "Bagaimana kau bisa bertemu dengan Upik?""Itu bukan urusanmu.""Akan menjadi urusanku, jika kau malah egois.""Egois?""Ya, kau melarangku memiliki perasaan padanya, sementara kau? tadi itu jelas sekali kecemburuanmu.""Aku bukan cemburu... ""Lantas?""Ah, sudahlah." Mpus beranjak dari duduk bersilanya, ia masuk ke dalam. Liom mengejarnya, sambil memburu jawaban dengan pertanyaan yang sama. Ia mulai berhenti bertanya, saat melihat Mpus melakukan hal aneh lagi. Mpus tampak sedang menghitung langkah, menentukan sebuah titik, lalu memasang sesuatu dengan cahaya yang keluar dari tangannya. "Kau sedang apa?""Menentukan titik.""Maksudmu?""Agar kita bisa kembali ke rumah ini dengan cepat, tanpa mengendarai Angkutan yang kemarin, bikin Upik tersiksa saja.""Jadi, kau bisa teleportasi?""Apaan sih?" ketus Mpus sambil berlalu. "Te, teleportasi! berpindah tempat dalam sekejab, dari tempat yang satu ke tempat lainnya.""Hmmm... ""Jadi, ken

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-05
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 18. Menyelamatkan Upik

    Bab 18. Menyelamatkan Upik***Dalam kepanikan, Liom berusaha untuk tetap tenang, ia putuskan untuk menghapal Plat nomor mobil itu, lantas ia kejar Mpus yang berusaha berdiri menyusul Liom. "Kenapa tak kau kejar mobil itu?!" Mpus kelihatan marah. "Bagaimana keadaanmu?""Aku tak apa-apa! bagaimana ini? Upik diculik!" Mpus tampak bingung dan panik. "Ayo kita kejar! tapi, apa kau tak memiliki sesuatu yang ajaib untuk bisa mencapai mereka dengan cepat?" "Mpus tampak berfikir sejenak, ia mengangguk seketika."Mpus tampak sedang memasang kuda-kuda, "Kau, berpeganglah di belakangku kuat-kuat ya!""Kita mau ngapain?" Liom tampak bingung harus bagaimana. "Pegang saja pinggangku, kuat dan jangan sampai lepas."Liom menuruti perintah Mpus, meski ragu, ia tetap memegang pinggang Mpus dengan canggung. "Pegang yang erat!""Iyaa!" Spontan Mpus berlari seperti angin, kakinya tak menyentuh jalan sama sekali, sekilas penampakan mereka seperti sekelebat bayangan yang berlari bak kilat. Liom yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-05
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 19. Menempuh Bahaya

    ***Pandangan Liom perlahan kabur, hantaman keras dari belakang membuatnya tak mampu bertahan. Sebelum benar-benar ambruk, ia gelindingkan benda bulat di tangannya sekuat tenaga ke arah jalan masuk gang. Berharap benda bulat itu mampu menggelinding sampai keluar gang. Liom diangkut ke dalam oleh orang-orang yang mencegatnya tadi, ia sepertinya akan disekap. Bola terus menggelinding, namun sayang tak sampai ke luar gang. Bola berhenti di depan teras sebuah toko. Seseorang keluar dari toko, tak sengaja menendang bola tersebut hingga terus menggelinding ke luar gang. Sinar matahari di siang hari cukup terik, udara di jalanan panas. Benda bulat itu mengeluarkan cahaya redup dari retakan-retakan di permukaannya. ***Tubuh Liom dihempaskan di lantai, kemudian diseret ke sudut ruangan, kaki dan tangan diikat, mulutnya dibekap. Seekor tikus mengikuti dari celah-celah langit-langit ruangan. Mengintip kemana Liom akan dibawa. Saat pintu ditutup, tikus merayap di dinding, mendekati Liom yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 20. Upik Akan Dijual

    ***"Tikus, kau tau dimana Liom disekap?"Tikus berdecit, mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan Mpus. "Antarkan aku ke sana."Tikus berlari menyusuri kaki lima bangunan toko yang berbaris di gang itu, Mpus mengikutinya. Tiba di sebuah bangunan berlantai dua, tikus memanjat menuju ke sebuah lubang angin, kemudian berdecit memanggil Mpus. Melihat itu, Mpus melihat keadaan sekitar, ia kemudian berubah menjadi seeokor cicak. Ia merayap ke dinding menyusul tikus yang sudah terlebih dahulu masuk. Di lubang angin itu, Mpus melihat Liom di bawah. Trikat kaki dan tangannya. Namun ada yang aneh, Liom terlihat menggigil gemetar, keringatnya bercucuran. Mpus segera turun, dan langsung merubah sosoknya. Liom tampak kaget, namun rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya tak begitu merespon kehadiran Mpus. Mpus membuka ikatan tangan dan kaki Liom. Liom terkulai lemas di lantai, ia tampak tak sehat. Mpus yakin dengan energinya yang sudah penuh, ia merasa cukup untuk memulihkan tenaga Liom. Mpus

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06
  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 21. Menyusul Upik

    ***"Melati, kita akan pergi ke suatu tempat yang mewaaah banget, kamu akan diperlakukan bak ratu di sana. Dan di sana, ada Raja yang sedang menunggumu.""Benarkah?""Ya, ayo! kita harus segera, jangan bikin Raja menunggu terlalu lama!""Aku harus apa nanti?" "Kau hanya perlu menuruti apa maunya, jangan melawan apalagi berontak yah!""Baiklah."Upik dibawa ke luar oleh Amanda, meninggalkan Mpus yang masih menguping di atas langit-langit kamar. Mpus kecewa, hanya saja ia tahu betul bahwa Upik juga tidak mengerti. Baginya, ini adalah pengalaman menyenangkan yang baru terjadi seumur hidupnya. Ia juga tak punya pemahaman tentang harga diri. Mpus memutuskan untuk keluar dari bangunan itu. Ia harus mengisi energinya sebelum matahari terbenam. Perasaannya mengatakan, malam ini akan terjadi sesuatu yang akan menguras banyak energi. Di luar, Liom bersembunyi di balik tong sampah besar di dekat rumah bordir itu. Ia mengamati sekitar, ada sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan pint

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-06

Bab terbaru

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 52. Teror Kedua

    ***Sudah seminggu Santi mengajari Upik dan Mpus, ada beberapa perkembangan yang ia hasilkan. Mengajari di pagi dan sore hari, tentu dalam sepekan ia bisa membuat Upik bisa berhitung dan mengeja huruf, dan Mpus dengan luar biasanya sudah bisa membaca, menulis dan menghitung, meski masih terbata-bata dan terkadang masih ada yang salah. Santi memamerkan pencapaiannya pada Mpus. "Tempo dua minggu, Mpus akan lancar menulis, membaca dan berhitung." "Heeei, kau hanya fokus mengajari Mpus?" tanya Liom tak terima. "Dia bisa karna memang otaknya luar biasa encer!""Upik bagaimana?""Dia, yaaah... mungkin tempo sebulan kurang lebih." "Kau mengacuhkannya?""Ya enggaklah! aku professional.""Hadiah bisa kau terima, kalau dua-duanya bisa baca, tulis dan hitung." tegas Liom. "Ah, menyebalkan!" sungut Santi. Tiba-tiba bel pintu berbunyi, Santi melangkah menuju pintu. Ia buka, dan seorang Kurir bunga sudah ada di depan. "Dengan ibu Santi?" tanyanya. "Ya!" jawab Santi bingung. "Ada titipan b

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 51. Hari Belajar Pertama

    ***Ruangan belajar ditata sendiri oleh Santi. Ruangan itu berada di balkon lantai dua. Sengaja ia pilih tempat itu agar proses belajar mengajar berkesan santai dan tidak kaku. Santi sendiri bukanlah lulusan Sarjana Pendidikan. Namun, ia pernah melakukan kegiatan amal di sebuah Panti Asuhan selama sebulan penuh, dalam hal mengajar buta aksara. Dia bukanlah tipe penyabar, namun tehnik mengajarnya cukup membuat orang-orang yang ada di kelasnya bisa menangkap dengan cepat apa yang ia ajarkan. Tempo sebulan, ia mampu mencetak setidaknya dua belas orang bisa membaca, menulis dan berhitung.Liom datang dari belakang, menyapa Santi. "Kau tampak bersemangat. Apa ini karna lima batang emas itu?""Yaa, mungkin! tapi lebih ke rasa simpatikku pada kalian semua.""Simpatik?""Kalian melindungiku, itu membuatku tersentuh.""Hmmm, bukan karna kau tiba-tiba terkagum-kagum dengan pesona Mpus, kan?" tebak Liom menggoda Santi. "Kau bicara apa?!" Santi terlihat gugup. "Aku paham kok. Jangankan kau w

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 50. Terpesona

    ***Liom dan Upik langsung mengejar dan melihat ke bawah. Mata mereka melotot, tangan mereka seakan ingin meraih, namun hanya railing tangga yang bisa mereka raih dan genggam. Sementara si Kurir berlari menghindar dan mendekati Lelaki asing yang masih bersujud kesakitan. Liom dan Upik melihat ke bawah, Santi berada di sana, namun tidak ada hal yang mengenaskan terjadi. Santi sedang digendong melayang oleh Mpus. Melihat itu, Liom dan Upik langsung terduduk lemas, mereka menghembuskan nafas lega. Tak terbayangkan jika Santi mengalami hal yang mengerikan itu, jatuh dari lantai dua dalam keadaan hamil besar. Tubuh Santi digendong Mpus masih dalam keadaan melayang. Mata mereka beradu, namun Mpus segera mendongakkan wajahnya melihat ke atas. Sementara Santi masih syok dan terperangah. Antara percaya dan tidak percaya, mereka berdua benar-benar sedang melayang di udara, kaki Mpus sama sekali tidak menapak di lantai. Ia pandangi wajah Mpus yang teduh dan tampan. Seketika ia terjebak lagi

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 49. Teror Pertama

    ***Sosok itu menekan tombol-tombol itu, kemudian membuka-buka berkas yang ada di sana. Sepertinya sosok itu berhasil membuka pintu brankas itu. Mpus membuka pintu kamar itu lebar, sosok itu langsung menoleh dan terkejut. Ia tampak tak menduga seseorang bisa menyadari apa yang ia lakukan di kamar Bambang. "Kau lupa dengan sumpahmu, Rian?" tanya Mpus. "Aaaaah, kukira kau siapa!?" Rian tampak sedikit lega dan memasukkan berkas itu kembali ke dalam brankas. "Kau sedang apa?" tanya Mpus. "Aku sedang mengganti pin sandinya, aku khawatir Santi melihatku tadi menekan tombol sandinya.""Aku berharap kau tak lupa akan sumpahmu!" "Aku tak mungkin berkhianat. Meskipun kemarin Julian tidak membuat perjanjian darah padaku di depanmu, aku takkan berkhianat!""Kuharap demikian, kalau kau berusaha mengkhianati Liom, kau pasti tahu akibatnya.""Aku sudah selesai merubah pinnya, apa kau mau bertahan di sini?" Rian beranjak dari posisi berjongkoknya, hendak keluar kamar. Mpus membiarkan Rian berl

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 48. Hadiah

    ***Lima hari dalam perawatan, akhirnya Liom diperbolehkan pulang, namun harus terus melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit. Mpus, Upik, Rian dan Santi berada satu mobil dengan Liom. Tujuan mereka adalah ke rumah Bambang di tengah-tengah Perkebunan. Ya, rumah masa kecil Liom dan keluarganya, sekaligus rumah yang didiami Rianti selama ini."Santi, kau tidur dengan Upik di kamar tamu lantai dua ya!? dan aku bersama Mpus." Liom membuka percakapan. "Ogah banget berbagi kamar dengan perempuan kampung ini." jawab Santi. "Yasudah, kamu tidur bersama Mpus saja." kata Liom. "Kamu apa-apaan sih, Liom!? di rumah ini ada banyak kamar tamu, kenapa gak masing-masih saja sih?" "Kamu sedang hamil besar, seseorang harus selalu ada di sisimu untuk berjaga-jaga." terang Liom. "Okee! oke! baiklah! tapi, aku tak mau seranjang dengannya." "Di kamar tamu nomor dua, itu khusus untuk anak. Jd ranjangnya ada dua, selesai kan?!" jelas Liom pada Santi. Santi hanya diam meski tetap bersungut-sungut tak je

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 47. Identitas Baru

    ***"Sudah, sudah! Liom, memangnya di situ siapa nama aku dan Mpus tertulis?" tanya Upik. "Apa?! kau bahkan tak tahu membaca?" tanya Santi menertawakan Upik. "Aku juga tak tahu membaca." jawab Mpus memandang Santi yang seketika terdiam saat dipandangi tajam oleh Mpus. "Aaah, begini Santi. Selain untuk melindungimu, aku juga memberikan sebuah tugas untukmu. Kau tentu paham, kau di sini tidak gratisan kan?" ucap Liom. "Apa maksudmu, Liom!?" tanya Santi melangkah mendekati Liom. "Kau tentu tahu, Bapakku telah memutuskan hubungan dengan keluarga besar kita. Aku bahkan mengambil resiko, menyembunyikan istri seorang Pengusaha kaya di kota ini. Tentu kau juga paham itu tak gratis.""Liom, kupikir kau menolongku karna aku sepupumu satu-satunya. Kau tulus melakukan itu.""Kau bahkan tak perduli padaku, saat aku membutuhkan pertolongan dari semua orang.""Aaah, baiklah! aku terdesak, apa yang kau butuhkan dariku?!" tanya Santi. "Kau hanya perlu mengajari Mpus dan Upik belajar membaca, ber

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 46. Menyembunyikan Santi

    Liom sudah ada di ranjangnya, ia masih belum sadar juga, Santi duduk di sebelah kanan Liom, sementara Upik berada di sisi sebelah kiri. Santi menatap Upik sinis, "Namamu siapa?" tanya Santi. "Namaku, Upik.""Ha? kampungan sekali, cocok dengan dirimu.""Aku memang berasal dari kampung." jawab Upik tersenyum. Santi melihat senyum Upik seolah risih, ia berdiri beranjak dari duduknya. Rian masuk ke dalam ruangan bersama Mpus, "Upik, bisakah kau ikut denganku keluar sebentar?""Kemana?" tanya Upik. "Kau tak sendiri, Mpus juga ikut denganku.""Apa? nama pria aneh ini, Mpus? dan kau, Upik? hahahahahah!" santi tiba-tiba menertawakan Mpus dan Upik. "Kenapa dengan nama kami?" tanya Upik memperlihatkan wajah tak senangnya. "Menggelikan!" jawab Santi malah mendekatkan wajahnya ke arah Upik, seolah menyeringai. "Siapa namamu?" tanya Upik, tanpa terlihat gentar. "Namaku, Santi! Santi Purwita Sari. Cukup terdengar bangsawan bukan?" "Ya! tapi tidak dengan dirimu." jawab Upik. "Apa maksudmu

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 45. Santi

    ***Liom dibawa ke ruang Operasi. Mpus dan Upik duduk menunggu di ruang tunggu, tiba-tiba dua orang seperti terburu-buru berlari ke arah Mpus dan Upik. Seorang pria berpakaian rapi yang kemarin berbicara dengan Liom adalah Pengacara pak Bambang, dengan seorang wanita yang sedang hamil besar. Pria dan wanita itu tanpak ngos-ngosan saat sampai di dekat Mpus dan Upik, "Hah, hah, hah, apa Julian sudah di dalam?" tanya Pengacara itu masih dengan nafas tersengal-sengal. "Ya, baru saja." jawab Upik. "Kenalkan saya Rian, Pengacara pak Bambang. Dan ini Santi, Sepupu Liom satu-satunya." Mpus dan Upik membalas jabat tangan Pengacara itu. "Dimana keluarga Liom yang lain?" tanya Upik. "Mereka sama sekali tak tahu, bahkan tentang meninggalnya pak Bambang sekalipun. Ini adalah permintaan dari pak Bambang selagi hidup." jawab Rian sambil menoleh ke arah Santi. "Dan dia, kenapa dia di sini?" tanya Mpus. "Dia di sini, permintaan dari Julian." jawab Rian. Sementara itu, Santi hanya diam duduk

  • Upik Abu dan Bola Cahaya   Bab 44. Pendonor

    ***Bambang dilarikan segera ke ruang ICU, jantungnya masih berdenyut, namun ia sudah kehilangan kesadarannya. Liom, Mpus dan Upik mengejar sampai ke pintu, namun dihalangi oleh beberapa orang Perawat. Satu jam kemudian, Dokter keluar dari ruangan tersebut, meminta Liom untuk masuk ke ruangannya. Sesampainya di ruangan Dokter, "Sepertinya, pak Bambang sudah memiliki firasat, bahwa beliau akan pergi meninggalkan kita semua, Julian.""Apa maksud Dokter?"Pak Dokter menyerahkan beberapa berkas yang ditandatangani oleh Bambang. Di sana tertulis, jika kapanpun ia sekarat, jangan mengusahakan untuk menyelamakan nyawanya, namun usahakan mengambil organ hatinya, untuk diberikan pada anaknya Julian."Bbaa, bagaimana bisa saya atau kalian tim Dokter tidak mengusahakan Bapak saya untuk selamat, Dokter?""Julian, waktu kita tidak banyak. Sekarang pak Bambang sedang koma. Potensi untuknya bisa hidup kembalipun sangat kecil. Selagi organ tubuhnya seperti hati dan jantung masih berfungsi, segera

DMCA.com Protection Status