“Aku merubah penawaranku.” Ungkap Jeremy di depan pintu kamar Alle, pria itu telah menjadi tour guide yang baik malam ini, Alle menikmati keindahan pulau juga makanan-makanannya.
“Apa lagi, Jeremy? Aku tidak ingin kabur bersamamu.” Alle mendengus kesal, dua jam yang dihabiskan oleh keduanya membuat mereka bertambah akrab.
“Bukan, bagaimana jika kita bekerja sama menggagalkan kencan mereka. Aku akan mengganggu Vale dan membawanya jauh dari Earl, dan kau bisa menggunakan waktumu bersama Earl, kau harus lebih licik dari Vale jika ingin mendapatkan Earl, kau harus bisa memonopoli Earl dengan statusmu.” Jeremy bersemangat mengatakannya, membuat Alle tertawa, lalu mengulurkan tangannya pada Jeremy.
“Deal?”
“Deal.” Jeremy menyambut uluran tangan Alle dan berkata yakin.
“Selamat malam, besok pagi aku akan menculik Vale, dan kau lakukan bagianmu pada Earl.” Jeremy mengedipkan matanya genit dan mengacak gemas rambut Alle yang hanya terkekeh dan memukul ringan lengan pria itu.
Sekali lagi Earl hanya bisa mengepalkan tangannya melihat kejadian di depannya, sudah sejak dua jam yang lalu dirinya kembali, namun Alle belum pulang ke kamarnya, hingga akhirnya dia mengajak Vale untuk makan malam terlebih dahulu, lalu saat pulang dia sekali lagi melihat kedekatan Jeremy dengan Alle yang entah kenapa membuatnya emosi.
“Earl,” panggil Alle begitu menyadari kedatangan Earl. Membuat Earl tersenyum tipis, dengan langkah lebarnya mendekat pada pada Alle dan menggenggam tangan wanita itu dan mengajaknya masuk.
“Apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana dengan Vale?” Tanya Alle bingung, karena dia pikir Earl tentu akan bersama Vale dan membiarkannya sendiri.
“Kenapa pertanyaanmu seolah-olah tidak menginginkanku? Atau kau ingin bermalam bersama pria lain?” Nada marah Earl membuat Alle hanya bisa mengernyit bingung, tidak mengerti kenapa pria itu terlihat marah padanya. Dia menanyakan hal yang wajar kan?
“Bukan begitu. Kupikir ... kau dan Vale memang akan menikmati waktu kalian di sini, aku ... aku yang akan menikmati waktuku sendiri di sini, karena ini bukan honeymoon seperti yang dikatakan Mommy.” Perkataan Alle seolah menjadi tamparan keras untuk Earl, membuat Earl memejamkan matanya saat rasa bersalah itu kembali menyelimutinya dan mengantarkan rasa sesak.
“Jangan berpikir seperti itu, Xa. Tentu saja ini akan tetap menjadi honeymoon kita. Seperti kesepakatan kita, permintaan pertamamu, jika kita akan berlaku layaknya suami istri, Vale, aku akan tetap berusaha menemaninya dan membuatnya bahagia, kau tidak perlu memikirkan tentang Vale.” Earl membelai rambutnya dengan tatapan lembut, namun tetap saja, ucapan pria itu berhasil melukainya sekali lagi, walaupun pria itu berjanji untuk menepati permintaannya, namun tetap saja, Vale akan selalu menjadi bayang-bayang menyakitkan untuknya.
“Apa aku bisa memegang ucapanmu? Jika ini akan tetap menjadi honeymoon kita? Aku tidak ingin ada Vale di dalamnya.” Alle menatapnya tegas, menuntut kepastian pada Earl yang hanya bisa memejamkan matanya.
“Ya, apapun yang kau inginkan, masalah Vale, biar aku yang mengurusnya.”
“Kau hanya akan berperan menjadi suami Allexa Aldene tanpa memikirkan wanita lain. Janji?” Tanya Alle membuat Earl mengangguk kaku, sekali lagi seolah kehilangan sosok Allexa yang ia kenal.
“Iya, Xa? Honeymoon seperti apa yang kau inginkan?” Tanya Earl membuat Alle tersenyum tipis.
“Besok, aku ingin menghabiskan waktu dua puluh empat jam bersamamu, tanpa ponsel dan apapun yang berhubungan dengan dunia luar. Hanya ada kita. Aku dan dirimu. Janji?” Alle mengacungkan jari kelingkingnya, membuat Earl tersenyum kecil dan mengacak gemas rambut Alle, menyambut pinky promise yang biasa dia lakukan bersama Alle saat sekolah dulu.
“Aku berjanji akan menuruti semua permintaan Allexa Aldene.” Earl mengucapkan kata keramat itu, membuat Alle tertawa lepas, janji yang selalu Earl ucapkan sejak mereka menjadi anak sekolah.
Tawa lepas Alle membuat Earl juga ikut tertawa, rasanya sudah lama tidak melihat All tertawa begitu lepas, membuat hatinya yang sejak tadi diselimuti emosi seketika menghangat dengan kebahagiaan yang tidak bisa ia ungkapkan, tanpa sadar, jika kebahagiaan hatinya tercipta begitu sederhana, karena tawa dari seorang Allexa Aldene. Wanita yang bertahun-tahun menjadi sahabatnya, sahabat yang tidak boleh ia cintai, karena jika dia mencintainya, maka dia akan kehilangan wanita itu. Tanpa sadar, jika sang hati telah berkhianat, namun Earl terus mengabaikan apa yang dia rasakan pada seorang sahabatnya yang kini menjadi istrinya.
***
Langit masih terlihat gelap, namun Alle terlihat sudah bangun, wanita itu menatap pada Earl yang masih tertidur lelap di ranjangnya. Dia lalu mengambil ponsel Earl, ada dua puluh panggilan tak terjawab dari Vale sejak semalam, juga puluhan chat dari gadis itu. Saat membaca pop up pesan itu membuat Alle tersenyum, ternyata Vale mencari Earl yang mengatakan akan tidur bersamanya, namun Earl justru menghilang. Tanpa ragu lagi, Alle menonaktifkan ponsel Earl, menyimpannya untuk dirinya sendiri lalu membuka balkon untuk menikmati suasana pantai di pagi hari yang dinginnya masih cukup mencekam.
Sebuah pesan masuk dari seseorang membuat Alle tersenyum, Jeremy mengatakan dia sudah mengurus Vale, hal itu membuat Alle tersenyum, biarlah dirinya menjadi egois kali ini, untuk kebaikan dirinya juga Earl.
Alle lalu memutuskan kembali ke kamar, membangunkan Earl untuk menikmati hari bersama pria itu.
“Earl, bangun. Aku ingin melihat sunrise.”
“Sebentar, Xa. Masih terlalu pagi.” Earl justru semakin mengeratkan selimutnya, membuat Alle mendecak kesal dan beranjak dari sana, membuat Earl langsung membuka matanya dan menarik lembut tangan Alle.
“Iya, iya, aku bangun. Ayo kita melihat sunrise.” Earl mengacak gemas rambut Alle, membuat Alle tersenyum senang dan menarik tangan pria itu untuk segera ke kamar mandi.
“Tidak ada ponsel untuk hari ini.” Ungkap Alle membuat Earl mendesah pasrah.
“Biarkan aku memakainya satu kali untuk menghubungi ...”
“Dan tidak ada orang lain selain kita.” Alle memutus ucapan Earl, membuat Earl mendecak kesal dan mengalah, mungkin Vale akan mencarinya dan marah besar padanya, tapi dia tidak bisa mengingkari janjinya pada Alle dan membuat wanita itu kecewa. Melihat wajah berseri-seri Alle saat dirinya membuka mata membuatnya ikut merasa senang dan bahagia.
***
Vale terbangun di tempat asing yang membuatnya langsung terkesiap waspada, wajahnya terlihat pias, menyadari jika dia tidak di kamarnya, lalu dia beranjak dari sana, melihat ke sekeliling untuk kembali memastikan, dan kenyataannya memang benar, dia tidak di cottage-nya.
‘Apakah Earl memberikan kejutan untukku karena sejak semalam dia tidak menjawab panggilanku?’ Vale menggumam dalam hati, memikirkan kemungkinan yang membuat hatinya sedikit tenang.
“Have you wake up, my lady?” Suara itu membuat Vale langsung membalikkan badannya, dan mendapati Jeremy yang tersenyum lebar ke arahnya.
“Brengsek! Apa yang kau lakukan?!” Vale berteriak marah, membuat Jeremy justru terkekeh semakin keras.
“Apa yang kulakukan? Tentu saja menghabiskan waktu yang panjang bersamamu, bukankah kau datang ke sini untuk menemuiku? Tentu aku harus menjamu dan melayanimu dengan baik. Seperti membawamu ke pulau di mana hanya ada aku dan dirimu, seperti saat ini.” Jeremy mendekat, berusaha membelai rambut Vale, namun Vale langsung menepisnya dan menatap benci pada Jeremy.
“Pulangkan aku ke pulau!” Teriak Vale marah, membuat Jeremy justru tertawa keras.
“Ini di pulau sayang, pulau indah di mana kita akan merajut kisah cinta kita. Hanya ada aku dan dirimu, dan tidak ada yang bisa kau lakukan untuk kabur dari sini, karena aku yang memegang kendali. Satu-satunya yang bisa membawamu kembali ke pulau Addison dengan kapal feri itu, tapi tentu hanya aku yang bisa mengemudikannya, kau tidak akan bisa melakukan apapun. Jadi, mari nikmati waktu kita saja sayang, aku tidak akan mengecewakanmu.” Jeremy langsung mengecup pipi Vale dan mendapat hadiah tamparan keras dari wanita itu.
“Menurutlah, maka aku akan memberikan kenangan indah selama satu minggu ke depan. Bukankah rencanamu memang akan satu minggu di sini?” Jeremy menaik turunkan alisnya dengan tatapan menggoda, membuat Vale semakin kesal dibuatnya. Wanita itu mendorong bahu Jeremy dengan kuat dan meninggalkan pria itu yang tertawa puas berhasil memonopoli Vale untuk satu minggu ke depan.
Alle yang tengah sibuk memasang tripod juga kameranya membuat Earl mengernyit, keduanya baru saja menaiki tebing yang tidak terlalu tinggi untuk mendapatkan spot terbaik menunggu matahari terbit dari timur.“Apa yang kau lakukan, Xa?” Tanya Earl membuat Alle hanya tersenyum dan menarik pria itu untuk duduk berdampingan dengannya.“Aku hanya ingin mengabadikan momen indah di sini.” Bersamamu. Batin Alle membuat Earl hanya tersenyum, membiarkan saat Alle menyandarkan kepalanya dengan nyaman di bahu pria itu.“Lihatlah, mahatarinya telah muncul.” Ungkap Alle antusias, membuat Earl tertawa dan mengacak gemas rambut wanita itu. “Ya Tuhan, indah sekali.” Alle dibuat takjub dengan keindahan itu, membuat Earl menikmati setiap ekspresi Alle yang terlihat lebih cantik karena cahaya senja yang menyinari paras jelita itu.“Kenapa kau terlihat lebih cantik, heum?” Tanya Earl menggoda Alle, membuat Alle tertawa dengan rona merah di wajahnya dan memukul bahu Earl ringan.Lalu, saat matahari telah na
Wajah Alle yang berseri-seri saat menikmati sarapannya membuat Earl tersenyum, tidak ingin menyia-nyiakan momen itu, dia mengambil kamera miliknya dan memotret Alle yang terlihat begitu bahagia, menikmati sarapan dengan berlatar pantai dan matahari pagi yang cahayanya masih bersahabat.“Xa?” Panggil Earl membuat Alle mengalihkan tatapannya, menatap Earl dengan senyum bahagianya.“Ada apa? Aku ingin mengambil banyak gambar setelah ini, sore kita snorkling? Bagaimana?” Tanya Alle membuat Earl hanya mengangguk, mengiyakan apa yang diinginkan oleh Alle.“Hanya snorkling? Kau tidak ingin mencoba bermain jet sky bersamaku? Atau memancing hiu di laut?” Earl mendekatkan wajahnya, membuat raut wajah Alle berbinar seketika dengan penawaran Earl yang tidak ia pikirkan sebelumnya.“Okay. Setelah ini kita memancing hiu dan kau harus membawaku mengelilingi pantai ini dengan jet sky.” Alle reflek menggenggam erat tangan Earl, meminta pria itu berjanji untuk mengajaknya melakukan semua hal menyenangk
Pria itu mengulum senyum, bersandar pada dinding kayu melihat wanita yang dicintainya baru saja keluar dari kamar mandi masih mengenakan bathrobe-nya.“Harummu membuatku ingin mengurungmu seharian di ranjang, sayang.” Jeremy menggoda Vale yang baru saja keluar dari kamar mandi masih dengan wajah kesalnya, dirinya harus terjebak di sebuah pulau bersama pria yang terobsesi padanya. Benar-benar menjengkelkan.“Brengsek!! Pulangkan aku dan kembalikan ponselku!!” Vale berteriak keras, memukul perut Jeremy yang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.“Akulah rumah tempatmu pulang, Valeria.” Jeremy berujar lembut, masih memeluk Vale dari belakang dan mengecup puncak kepala wanita itu dengan sayang.“Brengsek!! Dasar gila!! Aku membencimu!!” Vale masih berusaha lepas dari pelukan Jeremy.“Aku juga mencintaimu, sayang.” Jeremy berhasil mencuri ciuman dari Vale dan tertawa senang, sedang Vale semakin berteriak kesal, berhasil lepas dari kungkungan Jeremy dan menyikut perut pria itu dengan kuat
Laut di pulau itu memang terkenal akan keindahannya, Earl yang sudah sering mengunjungi pulau untuk melepas penat rasanya sudah bosan dengan kegiatan snorkling seperti sekarang. Namun, saat bersama Alle, dia merasa, kegiatan snorkling yang sudah biasa untuknya, kini menjadi luar biasa, wajah antusias Alle saat melihat banyaknya ikan-ikan kecil penuh warna di antara terumbu karang yang indah tentu membuat Earl tersenyum, mengabadikan momen itu dengan kamerenya lagi dan lagi. Alle lalu menatapnya, berpose dan meminta Earl memotretnya. Earl yang mengerti maksud wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum, mengarahkan kameranya pada Alle dan memotret wanita itu dalam berbagai gaya.Alle mengacungkan jempolnya tanda ucapan terima kasih pada Earl, dia akan meminta semua foto itu pada Earl nanti, lalu wanita itu kembali menjelajah lebih jauh, menjangkau tempat-tempat yang terlihat indah sepanjang mata memandang keindahan bawah laut itu.Earl yang melihat hal itu berusaha mengejar Alle, mengimb
Paginya kembali datang, pagi yang sama dan penuh kebahagiaan bagi Alle, melihat wajah lelap Earl yang menenangkan. Dirinya dan Earl baru saja pulang dari Pulau Addison itu kemarin, satu minggu yang ia habiskan setelah Jeremy menjauhkan Vale dari Earl benar-benar membuatnya bahagia. Dirinya memiliki banyak waktu indah bersama Earl di sana. Rasanya, bulan madu yang ia bayangkan akan menjadi neraka benar-benar tidak terwujud berkat pertolongan Jeremy, dan mungkin dia harus menemui Jeremy dan memberikan sesuatu untuk pria itu, atau kembali menyusun bisnis kotor untuk memisahkan Earl dan Vale.Mengetahui pikiran jahatnya membuat Alle mendesah, menatap sendu pada Earl. Sesungguhnya dia merasa bersalah telah membiarkan Vale bersama Jeremy walau dia tau Jeremy tidak akan melakukan sesuatu yang membahagiakan, tapi jika dia tetap membiarkan hubungan terlarang itu berlanjut dan tidak melakukan apapun, dia juga merasa berdosa. Biarlah dia menjadi pemeran antagonis dalam hidup Vale yang berusaha m
Jeremy berteriak lepas begitu kembali menginjakkan kakinya di Hamburg, tanpa ragu pria itu langsung merangkul bahu Vale, membuat Vale langsung berteriak dan menyikut perut Jeremy dengan keras, menunjukkan tatapan penuh kebencian pada Jeremy yang hanya menunjukkan senyum lebarnya.“Brengsek!! Kembalikan ponselku!!” Teriak Vale memukul Jeremy kuat-kuat, masih berusaha meminta ponselnya yang selama seminggu ini dimonopoli oleh Jeremy.“Aku menjaganya dengan baik, kau tidak perlu khawatir, seharusnya kau berterima kasih, karena aku mengajakmu berlibur di tempat-tempat menyenangkan, jangan lupakan jika kau juga menikmatinya, sayang. Lagi pula, kita akan langsung berangkat ke China besok, Daddy-mu telah mempercayai diriku untuk menjagamu, jadi apa lagi yang ingin kau hindari, kita memang sudah ditakdirkan bersama, sayang, jika kau menerimanya, maka semua ini akan menjadi lebih mudah dan indah.” Jeremy berusaha meraih wajah Vale, namun Vale langsung menepisnya kasar.“Berikan ponselu, brengs
Banyak yang Alle pikirkan dalam perjalannya menuju Soulsteak, dia tidak tau kenapa hatinya gelisah, juga sebagian dirinya yang berusaha meyakinkan jika semua akan baik-baik saja dan berjalan sesuai keinginannya, Earl tetap akan datang walau tidak jadi menjemputnya, dan mereka tetap akan memiliki dinner yang indah malam ini, walau sebagian dirinya lagi menentang hal itu.Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di sana, Alle langsung disambut oleh pelayan yang telah mengenalnya, mengantarkannya pada meja reservasi atas nama Earl, wanita itu hanya mengikuti ke mana pelayan membawanya, masih dengan pemikiran-pemikiran yang membuatnya justru semakin gelisah.Tiba di mejanya, Alle langsung kembali menghubungi Earl untuk mengabarkan jika dia sudah tiba di Soulsteak.-Earl, aku baru tiba di Soulsteak, berapa lama kau akan datang dan membuatku menunggu? Aku belum makan malam dan sudah lapar, Earl. Kuharap kau segera datang, kau tidak lupa kan, aku benci menunggu terlalu lama.- ***Earl t
Alle terus menatap layar ponselnya dan menunggu balasan dari Earl, namun satu jam sudah berlalu sejak pesan yang ia kirimkan pada Earl belum juga mendapat jawaban, rasa gelisah di hatinya semakin besar, kecemasan tentang kekecewaan akan malam yang ia pikirkan akan berakhir indah semakin besar. Entah sudah berapa kali Alle menghela napasnya panjang dengan dada yang terasa sesak, ingin dirinya berpikiran positif, namun melihat tanda-tanda yang semakin jelas membuatnya pesimis, nyatanya kemungkinan kecewa dan terluka karena Earl semakin besar ia rasakan.Hingga sebuah nada pesan masuk ke ponselnya, membuat Alle dengan cepat langsung membukanya, berharap itu adalah jawaban dari Earl yang mengatakan sedang dalam perjalanan dan memintanya menunggu sedikit lebih lama. Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, nyatanya itu adalah pesan dari Jeremy.-Hai, Allexa. Aku sudah di Hamburg, baru saja tiba, mungkin sekitar dua jam yang lalu, tapi besok malam aku sudah harus menemani Vale ke China dan
Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar
Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa
Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny
Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang
Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu
Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la
Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika
“Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi
Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum