Home / Romansa / Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap) / Part 11 | The Broken Promise

Share

Part 11 | The Broken Promise

Author: Hee Yuzuki
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jeremy berteriak lepas begitu kembali menginjakkan kakinya di Hamburg, tanpa ragu pria itu langsung merangkul bahu Vale, membuat Vale langsung berteriak dan menyikut perut Jeremy dengan keras, menunjukkan tatapan penuh kebencian pada Jeremy yang hanya menunjukkan senyum lebarnya.

“Brengsek!! Kembalikan ponselku!!” Teriak Vale memukul Jeremy kuat-kuat, masih berusaha meminta ponselnya yang selama seminggu ini dimonopoli oleh Jeremy.

“Aku menjaganya dengan baik, kau tidak perlu khawatir, seharusnya kau berterima kasih, karena aku mengajakmu berlibur di tempat-tempat menyenangkan, jangan lupakan jika kau juga menikmatinya, sayang. Lagi pula, kita akan langsung berangkat ke China besok, Daddy-mu telah mempercayai diriku untuk menjagamu, jadi apa lagi yang ingin kau hindari, kita memang sudah ditakdirkan bersama, sayang, jika kau menerimanya, maka semua ini akan menjadi lebih mudah dan indah.” Jeremy berusaha meraih wajah Vale, namun Vale langsung menepisnya kasar.

“Berikan ponselu, brengs
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 12 | When You're With Her

    Banyak yang Alle pikirkan dalam perjalannya menuju Soulsteak, dia tidak tau kenapa hatinya gelisah, juga sebagian dirinya yang berusaha meyakinkan jika semua akan baik-baik saja dan berjalan sesuai keinginannya, Earl tetap akan datang walau tidak jadi menjemputnya, dan mereka tetap akan memiliki dinner yang indah malam ini, walau sebagian dirinya lagi menentang hal itu.Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di sana, Alle langsung disambut oleh pelayan yang telah mengenalnya, mengantarkannya pada meja reservasi atas nama Earl, wanita itu hanya mengikuti ke mana pelayan membawanya, masih dengan pemikiran-pemikiran yang membuatnya justru semakin gelisah.Tiba di mejanya, Alle langsung kembali menghubungi Earl untuk mengabarkan jika dia sudah tiba di Soulsteak.-Earl, aku baru tiba di Soulsteak, berapa lama kau akan datang dan membuatku menunggu? Aku belum makan malam dan sudah lapar, Earl. Kuharap kau segera datang, kau tidak lupa kan, aku benci menunggu terlalu lama.- ***Earl t

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 13 | The Same Wound

    Alle terus menatap layar ponselnya dan menunggu balasan dari Earl, namun satu jam sudah berlalu sejak pesan yang ia kirimkan pada Earl belum juga mendapat jawaban, rasa gelisah di hatinya semakin besar, kecemasan tentang kekecewaan akan malam yang ia pikirkan akan berakhir indah semakin besar. Entah sudah berapa kali Alle menghela napasnya panjang dengan dada yang terasa sesak, ingin dirinya berpikiran positif, namun melihat tanda-tanda yang semakin jelas membuatnya pesimis, nyatanya kemungkinan kecewa dan terluka karena Earl semakin besar ia rasakan.Hingga sebuah nada pesan masuk ke ponselnya, membuat Alle dengan cepat langsung membukanya, berharap itu adalah jawaban dari Earl yang mengatakan sedang dalam perjalanan dan memintanya menunggu sedikit lebih lama. Namun, harapan hanyalah tinggal harapan, nyatanya itu adalah pesan dari Jeremy.-Hai, Allexa. Aku sudah di Hamburg, baru saja tiba, mungkin sekitar dua jam yang lalu, tapi besok malam aku sudah harus menemani Vale ke China dan

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 14 | Another Mission

    “Xa,” panggil Earl lirih, membuat Alle hanya menghela napasnya panjang, ingin menunggu jawaban apa yang akan Earl berikan untuk kesalahannya malam ini. “Maaf, aku ...” Earl menghela napasnya, sedang Alle menunggu, apakah pria itu akan kembali mengecewakannya dengan mengatakan kebohongan atau mengatakan hal yang jujur.“Alasan apa yang ingin kau katakan padaku untuk kesalahanmu malam ini?” Tanya Alle sarkas, menatap kecewa pada Earl yang kini menatapnya penuh rasa bersalah.“Aku ... “ Earl menahan napasnya, dia tidak ingin membohongi Alle, namun dia juga tidak ingin lebih mengecewakan Alle dengan mengatakan yang sejujurnya.“Jika kau memiliki kepentingan lain, sementara kau sudah membuat janji, setidaknya batalkan dengan jelas janji itu, Earl. Jangan membuat seseorang menunggu dengan bodoh tanpa kepastian.” Alle menghela napasnya panjang, menatap lelah pada Earl sebelum kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. Earl mengikuti ke mana Alle pergi, pria itu bisa merasakan bagaimana kek

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 15 | The Truth

    Dering ponsel itu menghentikan tawa Jeremy, sebuah panggilan dari Edward membuatnya berdehem untuk menormalkan suaranya. Pemiliki Addison Group yang sangat ia hormati. “Hallo, Jeremy. Bagaimana dengan Vale dan Earl?” Tanya Edward dengan nada menggeram marah, membuat Jeremy hanya bisa tersenyum miris, bagaimana Earl bisa begitu menyepelekan jika masalah ini tidak akan sampai pada Edward sekali pun pria itu telah membungkam mulut semua pegawainya. Edward tetaplah mengetahui dengan kekusaan dan kecerdikan pria itu. “Saya sudah membawa Vale ke pulau lain dan membiarkan Alle dan Earl menikmati waktu mereka, Mister. Anda tidak perlu khawatir.” Ungkap Jeremy membuat Edward menghela napasnya panjang dan lega. “Bagus. Aku memiliki tugas lain setelah ini untukmu, aku akan mengirim Vale ke China dan kau akan menemaninya. Menjadi pengawal pribadinya, aku mempercayakan putriku padamu.”Langkah kaki yang mendekat membuat Jeremy tersadar dari lamunannya, lamunan akan memori seminggu yang lalu, di

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 16 | Another Betrayal

    Earl bangun lebih awal dari biasanya, pria itu terlihat berhati-hati keluar dari kamarnya, tidak ingin membuat Alle terbangun dan dia akan mengecewakan wanita itu lagi. Dia harus ke apartemen Vale sebelum wanita itu bangun, semalam sebenarnya dia berjanji akan menginap di sana, namun hatinya selalu gelisah dan memikirkan Alle. Hingga memutuskan pulang dini hari.Waktu yang menunjukkan pukul lima pagi membuatnya mendesah, ini masih terlalu pagi untuk dirinya bangun di saat semalam dia tidur jam dua pagi, dia merasa menjadi pria yang memiliki selingkuhan, tapi dia sendiri tidak tau siapa selingkuhannya.Memikirkan itu membuat Earl menggeleng tidak percaya, kenapa dirinya terjebak dengan perasaan seperti ini.‘Ya Tuhan, kenapa saat bersama Alle aku merasa mengkhianatinya, tapi saat bersama Vale aku merasa mengkhianati Vale. Menyedihkan.’ Gumam Earl begitu berhasil keluar dari kamarnya, namun tanpa pria itu sadari, Alle sudah bangun dan mengetahui niatnya, apalagi yang akan dilakukan Ear

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 17 | Is That Something Called Jealous?

    Sebuah lonceng tanda kedatangan seorang tamu di salah satu kafe pinggir kota itu membuat Alle yang memang duduk menghadap ke arah pintu masuk tersenyum saat mengetahui jika orang yang ditunggunya telah datang.“Hai, Jer.” Sapa Alle dengan senyum lebarnya, membuat Jeremy ikut melambaikan tangannya, dan begitu tepat di depan Alle, tanpa sungkan pria itu mengacak-acak rambut Alle dengan gemas, membuat dirinya mendapatkan pukulan ringan di lengannya.“Apa kabar, sayang?” Tanya Jeremy mengedipkan matanya genit, membuat Alle yang mendengarnya mendengus malas. Namun, Jeremy justru tertawa melihat ekspresi kesal Alle yang justru terlihat lucu.“Berapa lama kau akan ke China? Benar-benar dua minggu?”“Kenapa? Apa kau akan merindukanku?” Jeremy menaikkan sebelah alisnya dengan tatapan genit, membuat Alle kembali kesal dan memukul tangan Jeremy lagi.“Akan lebih menyenangkan jika kau menetap di sana bersama Vale.” Alle menjawabnya malas, membuat Jeremy kembali tertawa.“Apa yang akan kau lakukan

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 18 | Paris, I'm In Love

    Jet pribadi milik Earl telah menunggu begitu keduanya tiba di bandara, Alle dengan manja mengalungkan lengannya pada lengan Earl dan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Entah kenapa kepalanya sedikit pening namun dia tidak ingin hari ini gagal. Dia ingin menikmati waktu bersama Earl sekali lagi.Earl yang melihat Alle terlihat berbeda dan lebih berani hanya bisa tersenyum, wanita itu benar-benar membuktikan ucapannya, berperan menjadi istri yang baik dan begitu mencintai suaminya.“Apa kau ingin kita bermalam di Paris dan pulang besok pagi?”Alle yang mendengar itu langsung mendongak dan tersenyum lebar pada Earl.“Tentu, jika kau tidak keberatan, aku ingin menikmati malam di Paris bersamamu, kita bisa pulang jam enam pagi dan aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu.” Senyum Alle yang terlihat begitu bahagia membuat Earl merasa ikut bahagia, dan dia tidak lagi memiliki kuasa untuk menolak keinginan Alle jika bisa membuat wanita itu bahagia.Hanya membutuhkan satu jam empat puluh me

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 19 | You're The Pain

    Rasanya semua berjalan dengan indah sejak kepulangannya dari Paris minggu lalu. Alle bahagia dengan sikap Earl yang sekarang, mereka layaknya sepasang suami istri bahagia walau Alle tau, mungkin Earl melakukan ini untuk menepati janjinya menjadi suami yang baik dan menjalani pernikahan seolah mereka saling mencintai.Mengingat besok adalah weekend, Alle sudah merencanakan weekend-nya untuk kembali menikmati waktunya bersama Earl, ingin memiliki lebih banyak waktu berdua bersama Earl dan dia telah menentukan tempat untuk menghabiskan akhir pekannya bersama pria itu.Memikirkan dan membayangkan besok akan menjadi weekend yang menyenangkan membuat wajah Alle terlihat berseri-seri saat wanita itu tengah menyiapkan makan malam dan menunggu kepulangan Earl. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan mungkin sebentar lagi Earl akan pulang.Sebuah pesan masuk dari Jeremy membuat keningnya mengernyit.-Alle, menurutmu apakah aku harus melakukannya? Entah mengapa aku merasa ragu.- Sebuah p

Latest chapter

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 82 | Her Last Wish [END]

    Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 81 | Death Bell

    Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 80 | Eloise Abigail Adisson

    Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 79 | Daddy's Daughter

    Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 78 | Painful Truth

    Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 77 | Is That A Sign?

    Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 76 | A Painful Decision

    Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Bab 75 | Tough Days Will Begin

    “Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 74 | Will Not Hide it Anymore

    Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum

DMCA.com Protection Status