Home / Romansa / Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap) / Part 4 | Nice to Meet You, Jeremy

Share

Part 4 | Nice to Meet You, Jeremy

Author: Hee Yuzuki
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di anak tangga teratas itu, Alle hanya bisa menahan sesak yang kembali menyiksanya, melihat secara nyata bagaimana Earl dan Vale saling berbagi cinta dan sangat menikmati ciuman mereka. Hatinya berdenyut ngilu, dengan jantung yang semakin berdetak kencang memberikan rasa sakit ke sekujur tubuhnya. Ternyata rasa sakit melihat keduanya memadu kasih benar-benar sangat menyakitkan. Alle mengusap air matanya dengan kasar. Dia harus lebih kuat, perjuangannya baru dimulai, menghapus cinta Earl untuk Vale tentu tidaklah mudah, dan dia harus lebih kuat dari rasa cinta mereka.

“Mommy dan Daddy mencari kalian. Makanan sudah siap.” Suara datar Alle membuat keduanya terkesiap dan langsung melepaskan ciuman mereka. Earl menatap bersalah pada Alle yang menatapnya datar, sedang Vale justru tersenyum bahagia dan berjalan cepat menghampiri Alle, meninggalkan Earl yang masih berdiri mematung di tempatnya.

Dengan sengaja Vale merangkul lengan Alle dengan senyum bahagianya, lalu menatap ke belakang dan meminta Earl juga ikut turun.

“Jangan pernah bermimpi memiliki honeymoon bersama Earl, karena semua itu tidak akan terjadi, Allexa. Aku akan selalu ada di antara kalian, dan tidak akan membiarkan Earl memiliki waktu berdua denganmu. Earl hanya mencintaiku, kau mau tau buktinya? Dia akan mengajakku ikut serta dalam honeymoon itu, dan kupikir, itu bukan lagi honeymoon milikmu, tapi milikku dan Earl. Kau hanya akan menjadi penonton kesepian di sana.” Vale menatapnya puas, membuat Alle yang mendengar itu merasa sesak, walau sudah memprediksi jika Earl pasti akan mengajak serta Vale bersama mereka.

“Oh ya? Kau yakin akan selalu bisa ada di antara aku dan Earl? Tidak, Vale sayang. Malam kami di ranjang, kau tidak akan bias menginterupsinya, tembok akan berbicara jika kau setiap hari datang ke sini apalagi menginap. Kau tidak bisa menembus tembok di rumah ini. Atau riwayatmu tamat di tangan orang tuamu. Ah, kau ingin merusak mommen honeymoon-ku bersama Earl? Baiklah, aku juga bisa menggagalkan hal itu semudah aku membalikkan telapak tangan. Bagaimana, jika saat sampai di sana, aku mengabarkan ini pada orang tua kalian? Sangat mudah, kan, Vale?” Alle dengan kasar melepaskan rangkulan tangan Vale dan berjalan mendahului Vale. Namun, Vale langsung mengejarnya.

“Tapi aku tau, kau tidak akan mungkin melakukannya, atau kau akan melihat bagaimana kemarahan Earl.” Vale mengancamnya.

“Ah, begitu? Kebetulan sekali, semenjak mengenal dan menjadi sahabatnya, aku belum pernah melihatnya marah kepadaku. Aku jadi ingin tau, seperti apa dia marah pada sahabatnya ini.” Alle sekali lagi menyunggingkan senyum sinisnya, membuat Alle menghentak kesal, sedang Earl yang hanya mengamati dari belakang mengernyit bingung dan menebak-nebak apa yang dibicarakan keduanya.

“Hei, apa yang kalian bicarakan?” Tanya Earl yang kini sudah menyamai langkah Vale dan merangkul adiknya itu.

“Bukan apa-apa. Ayo, Mommy dan Daddy menunggu kita, jangan sampai membuat mereka curiga.” Vale merangkul manja lengan Earl dan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Membuat Earl tersenyum dan mengacak gemas rambut Vale.

***

Bulan yang bersinar begitu terang di bawah deburan ombak pantai itu terlihat begitu cantik, namun pemandangan indah di depannya tidak membuat seorang wanita terlihat bahagia. Tatapannya sayu, menatap kosong pada deburan ombak yang saling menggulung satu sama lain. Malam yang syahdu, dengan taburan gemerlap bintang juga cahaya rembulan. Namun, tetap saja, yang dia rasakan hanya sunyi, sepi dan sendiri, kendati ini adalah bulan madunya bersama sang suami. Bulan madu paling menyakitkan karena suaminya lebih memilih menghabiskan waktunya bersama sang kekasih.

Mereka tiba saat senja menjelang di pulau pribadi Addison, tentu saja Earl dengan segala kuasanya berhasil membungkam semua yang bekerja pada keluarganya tentang keikutsertaan Valeria dalam acara honeymoon nya.

Sekali lagi Alle menghela napasnya panjang, merapatkan sweeternya dan mengambil sesuatu dari balik sakunya. Alat bantu dengar, yang jarang sekali ia gunakan, karena ia begitu malu, harus menunjukkan kecacatannya di depan umum, dia trauma, jika harus mendapat serangan bully lagi karena cacatnya. Tapi malam ini, dia ingin mendengar suara ombak, yang mungkin mampu menemani sepinya. Membuatnya memasang alat bantu dengar itu ke telinganya, dan detik berikutnya, riuh deburan ombak juga desau angin malam langsung menyapanya. Suara alam yang begitu ia rindukan membuatnya tanpa sadar meneteskan air mata, teringat jika setiap hari hanya ada kesunyian yang menemaninya, dia tidak bisa bebas menikmati suara alam atau semua bunyi-bunyi yang mungkin memuakkan bagi sebagian manusia.

“Tuhan, kenapa sesakit ini?” Alle merapatkan tubuhnya, duduk dengan beralaskan pasir pantai dan menekuk lututnya, menatap jauh ke depan di mana ombak semakin tinggi dan sesekali mengenai kakinya.

“Apakah ini sebuah keberuntungan, menemukan wanita cantik di pantai sendirian?” Suara itu membuat Alle mendongak, menatap bingung pada pria yang berdiri di depannya, dengan wajah memikat dan senyum yang mempesona. “Hai, kenalkan, aku bukan CEO yang tampan, mapan dan rupawan.” Pria itu terkekeh dengan ucapannya, membuat Alle ikut tersenyum, menatap lebih ramah pada pria yang kini memutuskan untuk duduk di sampingnya.

“Aku Jeremy, yang diberi kepercayaan penuh oleh Mr. Addison untuk mengurus dan mengelola pulau ini. Senang bisa mengenal salah satu wanita beruntung yang menjadi istri dari anak Mr. Addison.” Lanjut pria itu membuat Alle tersenyum kecut.

“Kupikir kau tau banyak tentang kedatangan Vale dan bagaimana Earl mengancam dirimu untuk tidak memberitahukan ini pada Mr. Addison, seharusnya kata beruntung untukku tidak kau ucapkan, benar begitu, Jeremy?” Alle menautkan kedua alisnya, membuat Jeremy terkekeh dan mengangguk.

“Baiklah, aku keterlaluan dengan kata beruntung itu. Bodoh sekali si Earl menyia-nyiakanmu, mau kabur bersamaku? Walaupun aku tidak sekaya Mr. Addison, tapi untuk membahagiakanmu, aku akan melakukan segalanya. Tertarik dengan tawaranku, Allexa Aldene?” Tanya Jeremy dengan menaik turunkan alisnya, membuat Alle kembali terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Wah, aku cukup tersanjung kau mengenalku. Sejauh apa kau mengetahui hubunganku, Earl dan Vale?” Tanya Alle menatap penuh minat pada Jeremy yang kini tertawa begitu keras.

“Tentu saja, siapa yang tidak mengenal Allexa Aldene, seorang designer terbaik yang tengah digandrungi di Eropa, putri seorang Kern Aldene yang kekayaannya tidak perlu diragukan lagi. Tidak ada alasan untuk tidak mengenalmu.” Jeremy terlihat bangga dengan pengetahuannya tentang Alle, membuat Alle sekali lagi tertawa.

“Jadi, apa kau akan melaporkan tentang Vale pada Mr. Addison?” Alle menanti jawab, membuat Jeremy menyeringai.

“Tergantung, tergantung jawabanmu, jika kau mau kabur bersamaku dari si brengsek Earl. Aku akan mempertimbangkan untuk membungkam mulutku dan mengkhianati bosku.” Ungkap Jeremy membuat Alle mengernyit bingung. Dia mendorong pelan bahu Jeremy yang kini menatap lekat ke arahnya.

“Aku seperti bertemu seorang stalker yang sudah lama mengincarku. Kau menyukaiku?” Tanya Allexa to the point, membuat Jeremy kembali tertawa begitu keras, lalu merebahkan tubuhnya di sana dan menatap langit malam dengan tatapan yang sulit diartikan, juga dengan tawanya yang telah pudar.

“Tidak, aku tidak sejauh itu mengetahui tentangmu. Hanya ... hanya karena kita memiliki nasib yang sama, mungkin, jadi aku ingin membawamu kabur dari si brengsek Earl. Tapi aku tau, kau pasti akan tetap bertahan karena kau mencintainya. Benar begitu?” Perkataan Jeremy lagi-lagi membuat Alle bingung, pria yang baru ditemuinya itu kenapa menyebalkan dan terlihat sangat mengetahui perasannya.

“Siapa sebenarnya dirimu, jangan seolah-olah kita mengenal dekat.” Alle terlihat akan beranjak dari sana, namun Jeremy menahannya, menatap sendu pada Alle yang kembali dibuat bingung dan sedikit tidak nyaman.

“Aku mencintai Vale, sama seperti kau mencintai Earl. Aku juga tau bagaimana hubungan keduanya berjalan. Itu kenapa aku bilang kita memiliki nasib yang sama.” Jeremy bangun dari tidurnya, menatap jauh ke bibir pantai, sedang Alle hanya dibuat terkejut dengan ucapan pria yang baru dikenalnya itu.

“Aku tau bagaimana perasaan ingin menghilangkan rasa cinta itu, namun kau tidak berdaya melakukannya, aku tau bagaimana kau ingin mengakhirnya, namun hatimu berkonfrontasi mengatakan jika kau bisa berjuang untuk membuat mereka berpisah dan menyadari jika yang mereka lakukan salah. Tapi percayalah, Alle. Aku sudah bertahun-tahun melakukannya, memberikan segala yang aku punya untuk Vale dan berusaha membuat wanita itu berpaling padaku. Nyatanya, semua usahaku tidak membuatkan hasil, membuatku ingin menyerah, dan keluar dari lingkaran setan ini. Namun, hatiku yang brengsek ini tidak mengijinkannya, dan masih mengharapkan keajaiban jika Vale mengakhiri hubungan gilanya bersama Earl.” Suara serak Jeremy membuat Alle hanya bisa tersenyum miris mendengarnya, dia tidak menyangka jika ada pria yang mencintai Vale dengan tulus sekali pun mengetahui status wanita itu, sama seperti yang dirasakan dirinya.

“Orang bilang, langkah terbaik untuk menghapus seseorang dari hati kita, adalah mencari yang baru, bagaimana jika kita saling menyembuhkan? Kabur bukan ide yang buruk, mungkin kita memiliki kecocokan, selain sama-sama menunggu cinta bodoh dari pasangan gila itu.” Jeremy sudah mengubah ekspresinya menjadi menyebalkan, membuat Alle langsung merengut kesal dan memukul bahu pria itu.

“Kupikir kau akan rugi jika hanya duduk di sini, padahal pulau ini memiliki begitu banyak hal indah dan menyenangkan. Aku akan menjadi guide anda, yong lady.” Jeremy bangkit dari duduknya, berdiri dan mengulurkan tangannya pada Alle, membuat Alle tersenyum dan menyambut dengan senang hati uluran tangan itu.

Tanpa ragu Jeremy menggenggam tangan Alle dan membawa wanita itu menikmati indahnya malam di pulau itu.

“Kau wanita yang hebat, Allexa, kau terlalu berharga jika terus bertahan bersama si brengsek Earl, pergilah sejauh mungkin jika hatimu sudah lelah. Kau bisa menghubungiku, dan tawaranku untuk kabur bersama dari sakitnya mencintai mereka masih berlaku sampai kapanpun untukmu.” Jeremy mengeratkan genggaman tangannya, membuat Alle menatap kesal pada pria itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak paham.

“Kenapa harus menungguku untuk pergi? Kau bisa pergi sejauh mungkin dan melupakan Vale. Urusan hatiku tentu menjadi tanggung jawabku.”

“Sama seperti dirimu, aku tidak sekuat itu untuk meninggalkan Vale yang kucinta. Kadang, cinta membuat kita menjadi manusia paling bodoh, ya? Sudah tau menyakitkan, tapi kita masih bertahan, seolah itu kenikmatan.” Jeremy menggelengkan kepalanya tidak mengerti, membuat Alle juga menyetujui ungkapan pria itu.

“Vale tau bagaimana perasaanmu padanya?” Tanya Alle penasaran dengan kisah cinta pria itu.

“Ya, sangat mengetahuinya, berkali-kali aku mengatakan cinta padanya, memintanya putus dan akan membantunya menghapus Earl di hatinya, tapi dia juga berkali-kali menolaknya.” Jeremy tertawa sumbang, membuat Alle juga ikut prihati mendengarnya.

“Sama sepertimu, dia sering menceritakan hubungannya dengan Earl padaku. Tapi, entahlah, apa yang bisa membuat kedua orang bodoh itu tersadar.” Jeremy menghembuskan napasnya lelah, mengeratkan genggaman tangannya pada Alle dan berjalan menjauhi bibir pantai.

Earl menghentikan langkahnya melihat pemandangan di depannya, di mana seorang pria yang ia ketahui orang kepercayaan ayahnya mengulurkan tangannya pada Alle dan menggenggam tangan Alle begitu erat.

“Apa yang terjadi? Ada apa dengan wajahmu?” Tanya Vale melihat ke mana fokus Earl saat ini, membuatnya tersenyum miris. Jeremy dan Alle, terlihat begitu serasi, sama-sama menyedihkan. Membuat hatinya tertawa senang.

“Sudah malam, sayang. Sebaiknya kita kembali ke resort, agar besok pagi bisa menikmati sunrise yang selalu menjadi favoritmu jika berkunjung ke sini.” Earl merangkul Vale dan mengajak gadis itu kembali ke kamarnya. 

Related chapters

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 5 | Secret Mission

    “Aku merubah penawaranku.” Ungkap Jeremy di depan pintu kamar Alle, pria itu telah menjadi tour guide yang baik malam ini, Alle menikmati keindahan pulau juga makanan-makanannya.“Apa lagi, Jeremy? Aku tidak ingin kabur bersamamu.” Alle mendengus kesal, dua jam yang dihabiskan oleh keduanya membuat mereka bertambah akrab.“Bukan, bagaimana jika kita bekerja sama menggagalkan kencan mereka. Aku akan mengganggu Vale dan membawanya jauh dari Earl, dan kau bisa menggunakan waktumu bersama Earl, kau harus lebih licik dari Vale jika ingin mendapatkan Earl, kau harus bisa memonopoli Earl dengan statusmu.” Jeremy bersemangat mengatakannya, membuat Alle tertawa, lalu mengulurkan tangannya pada Jeremy.“Deal?”“Deal.” Jeremy menyambut uluran tangan Alle dan berkata yakin.“Selamat malam, besok pagi aku akan menculik Vale, dan kau lakukan bagianmu pada Earl.” Jeremy mengedipkan matanya genit dan mengacak gemas rambut Alle yang hanya terkekeh dan memukul ringan lengan pria itu.Sekali lagi Earl h

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Bab 6 | Beautiful Memories

    Alle yang tengah sibuk memasang tripod juga kameranya membuat Earl mengernyit, keduanya baru saja menaiki tebing yang tidak terlalu tinggi untuk mendapatkan spot terbaik menunggu matahari terbit dari timur.“Apa yang kau lakukan, Xa?” Tanya Earl membuat Alle hanya tersenyum dan menarik pria itu untuk duduk berdampingan dengannya.“Aku hanya ingin mengabadikan momen indah di sini.” Bersamamu. Batin Alle membuat Earl hanya tersenyum, membiarkan saat Alle menyandarkan kepalanya dengan nyaman di bahu pria itu.“Lihatlah, mahatarinya telah muncul.” Ungkap Alle antusias, membuat Earl tertawa dan mengacak gemas rambut wanita itu. “Ya Tuhan, indah sekali.” Alle dibuat takjub dengan keindahan itu, membuat Earl menikmati setiap ekspresi Alle yang terlihat lebih cantik karena cahaya senja yang menyinari paras jelita itu.“Kenapa kau terlihat lebih cantik, heum?” Tanya Earl menggoda Alle, membuat Alle tertawa dengan rona merah di wajahnya dan memukul bahu Earl ringan.Lalu, saat matahari telah na

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 7 | Just You and Me

    Wajah Alle yang berseri-seri saat menikmati sarapannya membuat Earl tersenyum, tidak ingin menyia-nyiakan momen itu, dia mengambil kamera miliknya dan memotret Alle yang terlihat begitu bahagia, menikmati sarapan dengan berlatar pantai dan matahari pagi yang cahayanya masih bersahabat.“Xa?” Panggil Earl membuat Alle mengalihkan tatapannya, menatap Earl dengan senyum bahagianya.“Ada apa? Aku ingin mengambil banyak gambar setelah ini, sore kita snorkling? Bagaimana?” Tanya Alle membuat Earl hanya mengangguk, mengiyakan apa yang diinginkan oleh Alle.“Hanya snorkling? Kau tidak ingin mencoba bermain jet sky bersamaku? Atau memancing hiu di laut?” Earl mendekatkan wajahnya, membuat raut wajah Alle berbinar seketika dengan penawaran Earl yang tidak ia pikirkan sebelumnya.“Okay. Setelah ini kita memancing hiu dan kau harus membawaku mengelilingi pantai ini dengan jet sky.” Alle reflek menggenggam erat tangan Earl, meminta pria itu berjanji untuk mengajaknya melakukan semua hal menyenangk

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 8 | Moment With You

    Pria itu mengulum senyum, bersandar pada dinding kayu melihat wanita yang dicintainya baru saja keluar dari kamar mandi masih mengenakan bathrobe-nya.“Harummu membuatku ingin mengurungmu seharian di ranjang, sayang.” Jeremy menggoda Vale yang baru saja keluar dari kamar mandi masih dengan wajah kesalnya, dirinya harus terjebak di sebuah pulau bersama pria yang terobsesi padanya. Benar-benar menjengkelkan.“Brengsek!! Pulangkan aku dan kembalikan ponselku!!” Vale berteriak keras, memukul perut Jeremy yang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.“Akulah rumah tempatmu pulang, Valeria.” Jeremy berujar lembut, masih memeluk Vale dari belakang dan mengecup puncak kepala wanita itu dengan sayang.“Brengsek!! Dasar gila!! Aku membencimu!!” Vale masih berusaha lepas dari pelukan Jeremy.“Aku juga mencintaimu, sayang.” Jeremy berhasil mencuri ciuman dari Vale dan tertawa senang, sedang Vale semakin berteriak kesal, berhasil lepas dari kungkungan Jeremy dan menyikut perut pria itu dengan kuat

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 9 | Beautiful Sunset, Beautiful You

    Laut di pulau itu memang terkenal akan keindahannya, Earl yang sudah sering mengunjungi pulau untuk melepas penat rasanya sudah bosan dengan kegiatan snorkling seperti sekarang. Namun, saat bersama Alle, dia merasa, kegiatan snorkling yang sudah biasa untuknya, kini menjadi luar biasa, wajah antusias Alle saat melihat banyaknya ikan-ikan kecil penuh warna di antara terumbu karang yang indah tentu membuat Earl tersenyum, mengabadikan momen itu dengan kamerenya lagi dan lagi. Alle lalu menatapnya, berpose dan meminta Earl memotretnya. Earl yang mengerti maksud wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum, mengarahkan kameranya pada Alle dan memotret wanita itu dalam berbagai gaya.Alle mengacungkan jempolnya tanda ucapan terima kasih pada Earl, dia akan meminta semua foto itu pada Earl nanti, lalu wanita itu kembali menjelajah lebih jauh, menjangkau tempat-tempat yang terlihat indah sepanjang mata memandang keindahan bawah laut itu.Earl yang melihat hal itu berusaha mengejar Alle, mengimb

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 10 | Partner in Crime

    Paginya kembali datang, pagi yang sama dan penuh kebahagiaan bagi Alle, melihat wajah lelap Earl yang menenangkan. Dirinya dan Earl baru saja pulang dari Pulau Addison itu kemarin, satu minggu yang ia habiskan setelah Jeremy menjauhkan Vale dari Earl benar-benar membuatnya bahagia. Dirinya memiliki banyak waktu indah bersama Earl di sana. Rasanya, bulan madu yang ia bayangkan akan menjadi neraka benar-benar tidak terwujud berkat pertolongan Jeremy, dan mungkin dia harus menemui Jeremy dan memberikan sesuatu untuk pria itu, atau kembali menyusun bisnis kotor untuk memisahkan Earl dan Vale.Mengetahui pikiran jahatnya membuat Alle mendesah, menatap sendu pada Earl. Sesungguhnya dia merasa bersalah telah membiarkan Vale bersama Jeremy walau dia tau Jeremy tidak akan melakukan sesuatu yang membahagiakan, tapi jika dia tetap membiarkan hubungan terlarang itu berlanjut dan tidak melakukan apapun, dia juga merasa berdosa. Biarlah dia menjadi pemeran antagonis dalam hidup Vale yang berusaha m

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 11 | The Broken Promise

    Jeremy berteriak lepas begitu kembali menginjakkan kakinya di Hamburg, tanpa ragu pria itu langsung merangkul bahu Vale, membuat Vale langsung berteriak dan menyikut perut Jeremy dengan keras, menunjukkan tatapan penuh kebencian pada Jeremy yang hanya menunjukkan senyum lebarnya.“Brengsek!! Kembalikan ponselku!!” Teriak Vale memukul Jeremy kuat-kuat, masih berusaha meminta ponselnya yang selama seminggu ini dimonopoli oleh Jeremy.“Aku menjaganya dengan baik, kau tidak perlu khawatir, seharusnya kau berterima kasih, karena aku mengajakmu berlibur di tempat-tempat menyenangkan, jangan lupakan jika kau juga menikmatinya, sayang. Lagi pula, kita akan langsung berangkat ke China besok, Daddy-mu telah mempercayai diriku untuk menjagamu, jadi apa lagi yang ingin kau hindari, kita memang sudah ditakdirkan bersama, sayang, jika kau menerimanya, maka semua ini akan menjadi lebih mudah dan indah.” Jeremy berusaha meraih wajah Vale, namun Vale langsung menepisnya kasar.“Berikan ponselu, brengs

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 12 | When You're With Her

    Banyak yang Alle pikirkan dalam perjalannya menuju Soulsteak, dia tidak tau kenapa hatinya gelisah, juga sebagian dirinya yang berusaha meyakinkan jika semua akan baik-baik saja dan berjalan sesuai keinginannya, Earl tetap akan datang walau tidak jadi menjemputnya, dan mereka tetap akan memiliki dinner yang indah malam ini, walau sebagian dirinya lagi menentang hal itu.Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di sana, Alle langsung disambut oleh pelayan yang telah mengenalnya, mengantarkannya pada meja reservasi atas nama Earl, wanita itu hanya mengikuti ke mana pelayan membawanya, masih dengan pemikiran-pemikiran yang membuatnya justru semakin gelisah.Tiba di mejanya, Alle langsung kembali menghubungi Earl untuk mengabarkan jika dia sudah tiba di Soulsteak.-Earl, aku baru tiba di Soulsteak, berapa lama kau akan datang dan membuatku menunggu? Aku belum makan malam dan sudah lapar, Earl. Kuharap kau segera datang, kau tidak lupa kan, aku benci menunggu terlalu lama.- ***Earl t

Latest chapter

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 82 | Her Last Wish [END]

    Langit terlihat begitu mendung, seolah memahami perasaan seorang pria yang hatinya masih diselimuti duka sejak tiga bulan yang lalu. Rasanya semua masih terasa seperti mimpi, rasanya semua terlalu cepat dan tiba-tiba namun terasa begitu menyakitkan hingga ke tulang.Kehilangan Alle meninggalkan luka mendalam yang tidak akan pernah sembuh untuk pria itu, air matanya selalu jatuh setiap memikirkan wanita yang telah meninggalkan dunia ini dan mengakhiri rasa sakit dalam hidupnya.Hatinya masih terasa begitu sakit seperti diremas dengan begitu kuat setiap teringat ekspresi kesakitan Alle di hari terakhir mereka bertemu, hari terakhir mereka berbicara, sebelum Alle dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya pergi melepaskan semua sakit yang dia rasakan.Earl menyentuh dadanya yang terasa begitu menyesakkan dan membuatnya kesulitan bernapas. Dia tidak pernah membayangkan ini terjadi dalam hidupnya, kehilangan Alle untuk selama-lamanya tidak pernah ada dalam pikirannya, namun Tuhan seolah menampar

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 81 | Death Bell

    Pukulan demi pukulan Earl dapatkan dari Axel yang begitu membabi buta dengan emosinya. Mereka semua sudah berkumpul di depan ICU, menunggu dokter yang masih menangani Alle.“Berani-beraninya kau menunjukkan wajahmu di sini! Bajingan! Kau manusia paling biadab!” Axel kembali memberikan pukulannya, wajah Earl sudah babak belur, bibirnya berdarah, lebam di beberapa bagian, namun pria itu tidak melawan, tubuhnya memang di sana, namun pikirannya kacau mengingat bagaimana Alle yang sekarat di depannya dengan bibir dan hidung yang berlumur darah, persis seperti yang ada di mimpinya, hal itu membuat tubuhnya menggigil dengan ketakutan yang semakin menggelayutinya.“Axel! Berhenti! Kau membuat keributan! Kau pikir Alle akan senang melihatnya?! Adikmu sedang berjuang antara hidup dan mati! Apa yang kau lakukan?!” Kern mengambil tindakan, menarik Axel untuk mundur dan memberikan tatapan nyalangnya.“Tahan emosimu, tidak ada yang lebih penting dari pada Alle sekarang.” Ucap Kern lagi membuat napa

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 80 | Eloise Abigail Adisson

    Kern membuka pintu itu dengan raut tenang, bahkan setelah melihat siapa tamu tak diundang yang datang ke rumah putrinya.Melihat bagaimana berantakannya penampilan Earl, kacaunya wajah pria itu dan tatapannya yang menunjukkan penuh sesal dan juga terluka seolah menyeret Kern pada masa lalu di mana dia juga pernah merasakan semua itu.Tau-tau Earl langsung berlutut di depannya. Menatapnya dengan sorot mata nanar dan air mata.“Aku tau aku begitu hina untuk datang ke sini. Tapi kumohon … Ijinkan aku bertemu dengan Allexa… Tolong … Kau boleh menghajarku setelah ini. Tapi tolong biarkan aku bertemu Allexa, ada … ada hal sangat penting yang ingin aku sampaikan. Kumohon.” Earl bukan lagi hanya berlutut namun kini sudah bersujud di kaki Kern.Kern masih bergeming, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Melihat betapa putus asanya Earl yang terlihat hampir gila, dia yakin pria itu telah mengetahui semua yang terjadi pada Alle termasuk keadaannya. Sekali lagi kelebatan masa lalu bagaimana diriny

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 79 | Daddy's Daughter

    Langkah pria paruh baya itu begitu berat memasuki kamarnya, membawakan sarapan juga susu ibu hamil untuk putri tercintanya yang begitu malang.Mengingat-ngingat kembali bagaimana dia yang dulu begitu kejam menyakiti fisik dan batin istrinya, mungkin ini karma untuknya, melihat putrinya disakiti oleh pria yang dicintainya, ternyata menikamnya begitu dalam.Kern mengusap air mata yang membasahi wajahnya sesaat sebelum memasuki kamar Alle. Dia menatap dalam pintu di depannya dan menekan dadanya yang begitu sesak, mencoba menarik kedua sudut bibirnya untuk memberikan senyum terbaiknya.Jeslyn dilarikan ke rumah sakit dua hari yang lalu, terlalu stress dan kelelahan, wanita itu tidak sanggup menanggung beban luka melihat penderitaan Alle, dia selalu menangis setiap malam hingga membuatnya jatuh sakit.Dia dan Axel bergantian untuk menjaga Jeslyn dan Alle, pagi ini Axel yang menemani Jeslyn di rumah sakit, sedang dia menemani Alle.Kern menekan handle pintu kamar Alle dan melihat Alle yang

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 78 | Painful Truth

    Hari-harinya semakin kacau untuk pria itu dan dia masih berusaha untuk mengendalikan perasaannya yang semakin tak terkontrol di mana hatinya terus berteriak memanggil nama Alle dan tiada hari tanpa kegelisahan yang melingkupinya.Padahal pernikahannya semakin dekat, namun kini dia bahkan tidak peduli lagi dengan itu, menyerahkan semuanya pada Valeria dan justru sibuk untuk menangani masalah hatinya. Dia tau sesuatu yang salah telah terjadi.Di saat dia telah yakin dengan pilihannya dan terus mengabaikan perasaannya tentang Alle dengan pikiran jika semua yang dia rasakan pada Alle hanya rasa bersalah, namun yang terjadi justru sebaliknya.Dia merasa hampir gila tidak bersama wanita itu, hidupnya terasa begitu sengsara dan penuh kegundahan, dia terus memimpikan Alle seperti alam bawah sadarnya ingin menyadarkan betapa dia merindukan Alle.Bahkan pikirannya tanpa terkendali terus mengingat memori-memori saat mereka bersama. Semua itu semakin membuat Earl kacau dan dalam rentang waktu itu

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 77 | Is That A Sign?

    Di tengah malam yang begitu sunyi, langkahnya terdengar gusar dan tergesa-gesa, membuat bunyinya menggema di lorong rumah sakit yang begitu sepi.Pikirannya penuh dengan pertanyaan, Mommy-nya bukan orang yang bisa sakit dengan mudah, apalagi sampai masuk rumah sakit.“Daddy … Bagaimana keadaan Mommy?” Tanya Earl begitu memasuki ruang rawat Jennie dan melihat Edward begitu kacau, menggenggam tangan Jennie yang masih memejamkan matanya.Edward menatapnya kecewa dan penuh luka, membuat Earl terpaku beberapa saat dan mencoba memahami keadaan.“Stress, tekanan darahnya tinggi dan membuatnya collapse, jika tekanannya terus tinggi dia bisa terkena stroke ringan.” Ucap Edward dengan nada dinginnya dan membuat Earl terkejut bukan main.“Apa …? Bagaimana bisa, Dad? Apa yang membuat Mommy stress?” Tanya Earl benar-benar tidak mengerti dan itu berhasil memancing emosi Edward.Pria tua itu langsung menarik kerah baju Earl dan membawanya keluar dari ruang rawat Jennie, lalu tanpa aba-aba lagi dia la

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 76 | A Painful Decision

    Kern menarik napasnya panjang sebelum memasuki kamar Alle. Dia telah membawakan sandwich juga susu ibu hamil untuk putrinya itu. Dia lalu membuka pelan pintunya dan mendapati Jeslyn yang sudah terjaga dan menatap Alle dengan tatapan sedih juga air mata yang membasahi wajah Jeslyn.“Sayang ….” Bisik Kern membuat Jeslyn tersenyum pedih. Kern meletakkan nampan berisi sarapan Alle itu di nakas samping ranjang. Lalu langkahnya beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mendekat ke arah Jeslyn.“Putri kita … Putri kita ….” Jeslyn tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena suaranya kalah dengan isakannya, Kern lalu mendekap Jeslyn erat dan diam-diam menangis di balik punggung istrinya itu.“Aku tau … Kita akan menghadapi ini bersama, sayang. Alle akan sembuh dan melahirkan cucu kita dengan sehat. Dia putri kita yang kuat. Dia akan melewati ini semua bersama kita. Kita harus kuat untuknya.” Bisik Kern lalu mengurai pelukannya dan menangkup wajah Jeslyn untuk menghapus air matanya, memberika

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Bab 75 | Tough Days Will Begin

    “Allexa ….” Jantung Axel rasanya direnggut paksa entah untuk yang ke berapa sejak menginjakkan kakinya di Swiss, dia langsung beranjak dan bersimpuh di bawah Alle dan mengusap darah yang keluar dari hidung wanita itu.“Sayang … Apa yang terjadi?” Kern langsung membawa Alle dalam dekapannya dan memeriksa keadaan putrinya itu.“Kita ke rumah sakit sekarang.” Ucap Kern dengan tegasnya. Namun Alle langsung menahannya dan memberikan senyumnya di tengah sakit kepala yang mendera dan semakin terasa menyakitkan.“Daddy, aku baru saja pulang dari rumah sakit. Akan konyol jika aku kembali ke rumah sakit lagi.” Ucap Alle sedikit terkekeh, namun tidak dengan semua orang yang ada di sana terkecuali Jeremy yang diam-diam hatinya merepih pilu.“A…Apa …?” Jeslyn membekap mulutnya dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti dengan tubuh yang panas dingin. Apa yang terjadi pada putrinya?“Apa … Apa maksudmu, sayang?” Kini Jennie yang bersuara dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Rahasia apa lagi

  • Unspoken Pain (Luka yang Tak Terucap)   Part 74 | Will Not Hide it Anymore

    Alle akhirnya diperbolehkan pulang, Jeremy dengan begitu perhatian membopong Alle untuk masuk ke mobilnya, memasangkan sabuk pengaman untuk Alle lalu berlari ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.“Jeremy, aku meminta Mommy dan Daddy datang, termasuk Axel, juga Mommy dan Daddy Earl. Kupikir … aku tidak ingin mengkhianati mereka dengan menyembunyikan ini lebih lama lagi. Aku juga ingin menceritakan tentang pernikahanku dari mulutku sendiri, bukan karena mereka yang mencari tau. Bagaimana pun, aku tidak ingin Mommy dan Daddy menyalahkan Earl sepenuhnya, padahal di sini aku juga menjadi antagonis yang memberi makan egoku karena rasa cintaku pada Earl.” Ucap Alle dengan air mata yang kembali menetes, mendengar itu membuat Jeremy langsung menggenggam tangan Alle.“Kapan mereka akan datang, Xa?” Tanya Jeremy membuat Alle tersenyum tipis, mungkin malam ini atau besok.Mereka tiba di rumah dan tepat sekali, Jeslyn, Kern, Axel, Jennie juga Edward sudah ada di depan rum

DMCA.com Protection Status