-Ketika semuanya terasa abu-abu, hanya harapanlah yang bisa membuat rasa itu sedikit demi sedikit lebih membiru-
Hari ini seperti biasa, Ziya sedang membaca buku sendiri di perpustakaan. Ia sangat menyukai buku. Bahkan di rumahnya pun tersedia perpustakaan keluarga yang isinya kebanyakan buku-buku yang ia sukai. Sebagai anak sulung dalam keluarga, ia seperti bertanggungjawab harus menguasai banyak ilmu pengetahuan. Sedari kecil, orangtuanya mendidiknya dengan keras. Maka tak heran jika ia selalu langganan mendapatkan peringkat atas di kelasnya, bahkan bisa masuk di SMA favorit dan kelas paling favorit juga.
Sedikitpun Ziya tak pernah mempermasalahkan hal itu. Karena ia juga menikmatinya. Adiknya yang kini masih SD digadang-gadang akan dimasukkan ke pesantren seperti keinginan ayahnya. Ayahnya ingin jika salah satu dari putrinya harus masuk ke pesantren. Ziya pernah berpikir, mungkin agar seimbang antara dunia dan akhirat, tapi itu sungguh tidak ada hubungannya, karena menurutnya perkara dunia dan akhirat ini urusan pribadi masing-masing.
Seperti halnya Ziya, ia tak mau berbuat dosa lebih banyak lagi di dunia ini. Beberapa hal yang telah diamalkannya yaitu seperti tidak pernah terlambat menunaikan shalat, menutup aurat sesuai dengan ketentuan, dan tidak berpacaran. Ya, tidak berpacaran. Tetapi pertemuannya dengan Regar membuat imannya goyah. Sebisa mungkin ia mengontrol semuanya agar tetap pada jalan yang seharusnya. Meskipun itu artinya entah sampai kapan ia harus memendam perasaannya kepada sahabatnya itu.
“Heh ngelamun mulu, gak masuk kelas Zee?” tanya seseorang yang sudah terduduk di sampingnya entah dari kapan. Ziya sedikit tergagap lalu merapikan posisi duduknya.
“Oh, kelasku jam kosong, ngapain kamu disini Gar?” orang tersebut adalah Regar.
“Ya sama, jam kosong, cuma tadi dari luar aku ngeliat kamu, jadi masuk deh.” Ziya menghela napasnya. Bagaimana bisa ia bertahan mencintai seorang secara sepihak jika orang tersebut selalu berada di dekatnya. “Eh iya Zee, masa aku minggu depan disuruh ikut lomba bulutangkis ganda campuran coba.” Ziya ternganga. Setelah itu tersenyum bangga.
“Gilaaa hebat banget kamu, kita kan masih tergolong murid yang sangat baru, emang kamu atlet bulutangkis ya?” tanya Ziya dengan suara pelan karena ia sadar jika ia masih berada di perpustakaan.
“Iya, baru tahu ya? Aku masuk sini kan jalur prestasi bulutangkis, coba gak ada piagam-piagam bulutangkis, mana keterima aku.” Ziya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ini adalah salah satu fakta yang baru diketahuinya dari seseorang yang disukainya. Sebenarnya Regar juga sangat pintar menurut Ziya. Tidak mungkin ia hanya mengandalkan piagam-piagam bulutangkis. Ziya dapat melihatnya dari seberapa rapi catatan Regar yang sering ia pinjam.
“Terus sama siapa?” raut wajah Regar langsung berubah ceria. Ziya merasakan keanehan dan sedikit guncangan dalam dadanya.
“Sama Yumna, kamu tahu kan? Temenku sekelas itu loh, dia dulu waktu SMP juga atlet bulutangkis, meskipun kita beda sekolah dulunya, aku udah suka sama dia sejak ketemu waktu lomba di GOR kota. Eh taunya sekarang jadi sekelas, setim bulutangkis lagi.” Ziya hanya bisa ikut tersenyum. Iya, bisa apa lagi dia selain begitu? Ingin rasanya ia menyudahi perasaannya, tetapi setiap perlakuan Regar padanya membuatnya sedikit berharap.
“Ya udah semoga berhasil ya, semangat latihannya, fokus, jangan mentang-mentang sama gebetan aja.” Regar nyengir mendengarnya. Untung saja bel pergantian jam pelajaran telah terdengar. Sedikit menyelamatkan Ziya dari keresahan hatinya. Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Ziya tediam. Ia berpikir, sebelum akhirnya ia terjatuh terlalu dalam, memang sudah seharusnya ia mengakhiri perasaannya. Nanti akan ada saatnya ia akan membuka lagi hatinya.
Sekali lagi Ziya menengok pada jendela di sampingnya lalu tertawa dalam hati, sudahlah bukan waktunya untuk hal-hal yang tidak penting.
***
Ziya memegang selembar kertas formulir pendaftaran organisasi di sekolahnya. Ia enggan mengikuti ekstrakurikuler yang menguras tenaga. Ziya sudah memantapkan hatinya mengikuti satu organisasi kerohanian Islam di sekolahnya, untuk memperdalam ilmu agamanya, sekaligus mengalihkan pikirannya.
Di kelas Ziya, banyak yang juga ikut kerohanian Islam atau yang biasa disebut dengan Rohis. Bahkan teman-temannya yang suka bergosip pun ada beberapa yang ikut Rohis, dengan alasan, kakak kelas yang ikut Rohis ganteng-ganteng. Ziya sampai menggelengkan kepalanya, tak habis pikir. Bisa-bisanya alasan itu terdengar menggelikan di pikirannya.
Setelah menyerahkan formulir pendaftaran dan menerima pengarahan dari kakak kelasnya bahwa anggota baru diwajibkan untuk mengikuti malam bina iman dan taqwa, Ziya segera pulang karena ayahnya juga sudah menjemput. Ia berjalan dengan gontai menuju ke tempat ayahnya menunggu. Ziya merasa kelelahan karena sehari ini sangat padat jadwalnya. Belum makan siang juga. Sampai ia tak sengaja menabrak kakak kelasnya.
“Astaghfirullah dek, nggak apa-apa?” tanya kakak kelasnya yang juga merupakan senior di Rohis.
“Ah nggak apa-apa kak, maaf ya, yah tehnya tumpah ke kerudung kakak, maaf ya kak, ini aku ada kerudung ganti,” kata Ziya sambil buru-buru mengeluarkan sehelai kerudung dari dalam tasnya. Setiap ada jadwal olahraga memang Ziya membawa kerudung ganti. Tetapi kebetulan hari ini jadwal olahraga diganti teori jadi kerudungnya tidak terpakai.
“Loh kok kamu bawa kerudung dua ke sekolah?” tanya kakak kelasnya itu heran.
“Oh soalnya tadi ada jadwal olahraga kak, tapi ternyata cuma teori, gak apa-apa dipakai kak Salwa saja, saya tidak enak soalnya, pasti setelah ini masih ada rapat lagi ya? Atau kak Salwa ganti kerudung biar kerudungnya yang kotor bisa saya cucikan sekalian, nanti takutnya malah nodanya tidak bisa hilang.” Salwa menerima kerudung Ziya dengan ragu.
“Gak apa-apa nih dek? Aku pinjem dulu ya, kalau kerudung yang kotor ini aku cuci sendiri aja, di toilet masjid ada detergen kok, toh rapatnya masih nanti, kamu pulang dulu aja, tapi sebelumnya terima kasih ya ini. Aku mau kesana dulu.” Ziya mengangguk dan melihat seniornya yang telah berlalu itu. Ia mendadak pusing, semenjak sekolah di SMA ini dari hari pertama ia sering sekali menabrak orang dengan tidak sengaja. Entah tulangnya yang melunak atau memang dirinya yang benar-benar ceroboh. Ziya lalu teringat ayahnya yang sudah menunggu dan segera berlari.
-Apabila bunga mekar bersama-sama, bunga yang paling indah adalah bunga yang mekar diantara semak belukar- Tak terasa acara malam bina iman dan taqwa telah tiba. Sesuai dengan namanya, kegiatan tersebut dilakukan pada malam hari di sekolah alias menginap. Murid yang mengikuti diwajibkan datang setelah shalat Asar. Seperti yang diketahui Ziya dari undangan yang diberikan yang sudah ada rundown nya, kegiatan akan dimulai setelah shalat Maghrib, Sebelum Maghrib, calon anggota Rohis harus menyiapkan ruangan yang akan digunakan untuk tidur malamnya. Setelah Maghrib akan diadakan ngaji bersama, mengulang hafalan Al-Qur’an calon anggota Rohis. Setelah shalat Isya’ makan malam bersama, setelah itu akan ada tausiyah, selesai tausiyah semuanya tidur, nanti akan dibangunkan kembali ketika akan melakukan shalat Tahajud bersama. Ziya yang belum memiliki teman dekat di organisasi Rohis ini lebih banyak menyendi
Tiga hal yang penuh kejutan yang akan kita temui nantinya, yaitu jodoh, rezeki, dan maut. Entah nanti yang datang pada kita lebih dahulu yang mana, jodoh dahulu, rezeki dahulu, atau bahkan malah maut terlebih dahulu. Kita harus benar-benar mempersiapkannya, jangan terlalu fokus mengejar jodoh, persiapkan juga untuk bekal kematian. Ziya tergugu. Terkadang ia ingin sekali fokus mempersiapkan bekal akhirat, tetapi ternyata banyak sekali godaan duniawi, termasuk godaan dengan perasaannya. Jika ia benar-benar berniat untuk melupakan perasaannya, apakah bisa? Hah. Ziya menggelengkan kepalanya, kita tidak akan pernah tahu hasilnya jika tak pernah mencoba. Selesai Tausiyah, Ziya dan teman-temannya kembali ke ruangan. “Zee, aku juga pengen deh punya banyak hafalan Al-Qur’an, gimana kalau kita saling membantu, aku satu juz aja belum hafal, kalau minta tolong kakakku males banget, galak banget dia,” kata Nanda sambil berjala
-Kita tidak akan pernah tahu jika ada sebuah keberhasilan apabila tidak berani mencoba- Rumah merupakan tempat paling menyenangkan bagi Ziya. Memang ia hanya dua bersaudara, adiknya juga baru kelas 6 sekolah dasar. Justru malah itu letak kebahagiaannya. Ia tidak memiliki teman sebaya di lingkungan sekitarnya, jadi hanya melihat-lihat adiknya bermain bersama teman-temannya. Ziya tertawa ngakak setiap adiknya memanggil orang yang menurutnya terkenal lewat di depan rumah. Teringat akan masa kecilnya dulu, kalau pulang sekolah bersama teman-temannya saat SD setiap ada anak SMA yang tampan pasti dipanggil-panggil entah tahu darimana namanya. “Heh panggil-panggil sok kenal banget. Tau namanya darimana dek?” tanya Ziya pada adiknya sambil tertawa-tawa. Adiknya nyengir menanggapi Ziya. “Dari temen adek lah kak, dia tetangganya mas Bowo kok.” Ziya tertawa lagi. Sama persis dengannya saat masih SD dulu. Bahkan waktu
-Seseorang mungkin tak pernah jujur akan perasaannya, hanya biarkan saja dia berbicara melalui tatapan mata-Hari ini adalah hari dimana murid kelas 10 akan melakukan study tour. Mereka terlihat antusias untuk memulai perjalanan. Ada yang membawa alat musik, novel, dan bekal makanan yang banyak untuk mengisi waktu di bus agar tidak bosan.Ziya duduk di kursi bagian tengah tepat di samping jendela. Ia duduk bersama teman sekelasnya yang paling pendiam. Temannya tersebut lebih memilih mendengarkan musik dengan headphone yang dibawanya daripada ngobrol bersama Ziya. Ziya juga memilih mengeluarkan ponselnya dan menyibukkan diri berkirim pesan dengan Nanda yang berbeda bus dengannya. Ternyata Nanda merasakan kegabutan yang sama sepertinya.Pembagian bus memang berdasarkan kelas. Satu bus berisi dua kelas. Kelas Ziya bersama dengan kelas IPS 5 yang sangat ramai. Sementara kelas Nanda satu bus d
-Aku sudah sering merasakannya, jadi tidak salah lagi, ini adalah cinta-Tujuan pertama study tour adalah salah satu pantai terkenal di Jogja. Ziya sangatlah menyukai pantai, tetapi hari ini ia berpikir ulang untuk menyukainya. Di tangannya terdapat beberapa lembar kertas yang terdiri dari tugas kimia, fisika, biologi, untuk melakukan pengamatan pantai. Tugas anak IPS berbeda dengan anak IPA, anak IPS disuruh untuk mengamati kegiatan ekonomi di sekitar pantai beserta mitos dan sejarah pantai tersebut.Banyak murid-murid yang mengeluh. Pantainya terlalu indah untuk diabaikan demi mengerjakan tugas. Ziya menghela napasnya malas. Nanda menghampirinya mengajak mengerjakan tugas tersebut bersama-sama. Tugas tersebut memang bukanlah tugas kelompok, jadi bisa dikerjakan dengan siapa saja.Ketika sedang asyik mengamati kepiting yang sedang menggali membuat lubang di pasir, ada topi pantai yang mendarat
-Ketika rasa sedikit demi sedikit mulai disadari, disitulah ujian dimulai-Ziya dan Nanda makan siang di sebuah warung makan Malioboro. Setelah dari museum, mereka pergi ke Malioboro dan diberi waktu sekitar tiga jam untuk bermain-main. Nanda yang seorang pecinta kuliner mengajak Ziya untuk berburu makanan di sepanjang Malioboro.Ziya mengikuti saja, ia juga ingin membeli banyak hal yang bisa dibawa untuk oleh-oleh. Ia ingin membeli lumpia dan bakpia nanti ketika mau pulang. Saat ini mereka menikmati sepiring gudheg lengkap dengan tempe goreng serta es teh.Dari dulu memang Ziya ingin sekali pergi ke Jogja, terutama naik kereta api. Ia sering melihat postingan-postingan di media sosial mengenai keindahan dan keragaman kuliner Jogja. Baru saat ini ia bisa menikmatinya bersama sahabatnya.“Zee, tadi aku lihat banyak banget foto kamu di kameranya Regar.” Ziya hampir tersedak mendeng
-Aku tak pernah mengharap hal yang besar sebelumnya, tapi bolehkah jika aku berharap kelak akan selalu melihat senyum indahmu selamanya?-Liburan semester memang hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap pelajar. Waktu yang cukup baik digunakan untuk melepas penat, bercengkerama bersama keluarga, atau untuk sekedar menyenangkan diri sendiri.Tetapi tidak dengan Ziya yang cukup merasa bosan karena justru ditinggal ayahnya ke luar kota. Ibunya ikut sibuk mengurusi acara pernikahan anak tetangga. Sementara dirinya hanya di rumah sendiri karena sudah pasti adiknya akan menghabiskan waktu bermain dengan teman-temannya.Nanda dan keluarganya sibuk mengurus kepindahan Farhan yang akan berkuliah di Jogja. Tidak mungkin sekali ia akan mengajak Regar untuk pergi main. Ya kali hanya berdua, pasti ia akan mendengar banyak gunjingan.Karena sudah cukup lama Ziya hanya tinggal di rumah saja, ia memutusk
-Jika mengenalmu adalah sebuah kesalahan, sejujurnya aku tidak akan pernah menyesal-Setiap kenyataan tidak akan selalu mulus seperti yang diharapkan. Terkadang begitu indah kita berharap, tetapi seketika hancur karena kenyataan yang tak sejalan.Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur semester selama dua minggu. Ziya sampai di sekolah tidak bisa tergolong pagi. Ia melihat beberapa temannya yang anggota OSIS sedang sibuk menjadi panitia orientasi.Ziya mengamati adik-adik kelas barunya. Setahun yang lalu ia juga merasakan hal seperti itu. Ya, sudah setahun. Ziya tersenyum lalu berjalan menuju papan pengumuman yang berada di depan ruang guru.Setiap kenaikan kelas, kelas akan diacak kembali menurut nilai yang didapat oleh masing-masing murid. Jika anak IPA maka yang nilainya bagus-bagus akan berkumpul di kelas IPA 1 dan seterusnya. Begitupun untuk IPS.
-Seseorang akan menjadi istimewa di mata orang yang mengaguminya-Kehidupan sekolah memanglah hal yang sangat menyenangkan bagi sebagian orang. Bukan, bukan mata pelajaran dan segala tugas-tugasnya yang menyenangkan. Melainkan suasananya.Terkadang banyak anak yang lebih memilih sekolah, akan tetapi jam kosong, daripada libur. Setidaknya ketika jam kosong di sekolah masih bisa menghabiskan waktu bersama teman-teman. Beda kalau libur, belum tentu boleh main ke luar.Mungkin dahulu, Ziya tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Mau itu sekolah ataupun libur, sama saja baginya. Karena dulu ia tidak memiliki teman dekat untuk sekedar diajak pergi menghabiskan waktu.Tetapi kini, kehadiran Nanda dan Regar membuatnya lebih semangat menjalani hari-hari di sekolah. Terlebih lagi kini mereka sekelas.“Jadi anak-anak, karena kelas kita ini adalah kelas paling unggul, jadi
-Jika mengenalmu adalah sebuah kesalahan, sejujurnya aku tidak akan pernah menyesal-Setiap kenyataan tidak akan selalu mulus seperti yang diharapkan. Terkadang begitu indah kita berharap, tetapi seketika hancur karena kenyataan yang tak sejalan.Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur semester selama dua minggu. Ziya sampai di sekolah tidak bisa tergolong pagi. Ia melihat beberapa temannya yang anggota OSIS sedang sibuk menjadi panitia orientasi.Ziya mengamati adik-adik kelas barunya. Setahun yang lalu ia juga merasakan hal seperti itu. Ya, sudah setahun. Ziya tersenyum lalu berjalan menuju papan pengumuman yang berada di depan ruang guru.Setiap kenaikan kelas, kelas akan diacak kembali menurut nilai yang didapat oleh masing-masing murid. Jika anak IPA maka yang nilainya bagus-bagus akan berkumpul di kelas IPA 1 dan seterusnya. Begitupun untuk IPS.
-Jika mengenalmu adalah sebuah kesalahan, sejujurnya aku tidak akan pernah menyesal-Setiap kenyataan tidak akan selalu mulus seperti yang diharapkan. Terkadang begitu indah kita berharap, tetapi seketika hancur karena kenyataan yang tak sejalan.Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur semester selama dua minggu. Ziya sampai di sekolah tidak bisa tergolong pagi. Ia melihat beberapa temannya yang anggota OSIS sedang sibuk menjadi panitia orientasi.Ziya mengamati adik-adik kelas barunya. Setahun yang lalu ia juga merasakan hal seperti itu. Ya, sudah setahun. Ziya tersenyum lalu berjalan menuju papan pengumuman yang berada di depan ruang guru.Setiap kenaikan kelas, kelas akan diacak kembali menurut nilai yang didapat oleh masing-masing murid. Jika anak IPA maka yang nilainya bagus-bagus akan berkumpul di kelas IPA 1 dan seterusnya. Begitupun untuk IPS.
-Aku tak pernah mengharap hal yang besar sebelumnya, tapi bolehkah jika aku berharap kelak akan selalu melihat senyum indahmu selamanya?-Liburan semester memang hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap pelajar. Waktu yang cukup baik digunakan untuk melepas penat, bercengkerama bersama keluarga, atau untuk sekedar menyenangkan diri sendiri.Tetapi tidak dengan Ziya yang cukup merasa bosan karena justru ditinggal ayahnya ke luar kota. Ibunya ikut sibuk mengurusi acara pernikahan anak tetangga. Sementara dirinya hanya di rumah sendiri karena sudah pasti adiknya akan menghabiskan waktu bermain dengan teman-temannya.Nanda dan keluarganya sibuk mengurus kepindahan Farhan yang akan berkuliah di Jogja. Tidak mungkin sekali ia akan mengajak Regar untuk pergi main. Ya kali hanya berdua, pasti ia akan mendengar banyak gunjingan.Karena sudah cukup lama Ziya hanya tinggal di rumah saja, ia memutusk
-Ketika rasa sedikit demi sedikit mulai disadari, disitulah ujian dimulai-Ziya dan Nanda makan siang di sebuah warung makan Malioboro. Setelah dari museum, mereka pergi ke Malioboro dan diberi waktu sekitar tiga jam untuk bermain-main. Nanda yang seorang pecinta kuliner mengajak Ziya untuk berburu makanan di sepanjang Malioboro.Ziya mengikuti saja, ia juga ingin membeli banyak hal yang bisa dibawa untuk oleh-oleh. Ia ingin membeli lumpia dan bakpia nanti ketika mau pulang. Saat ini mereka menikmati sepiring gudheg lengkap dengan tempe goreng serta es teh.Dari dulu memang Ziya ingin sekali pergi ke Jogja, terutama naik kereta api. Ia sering melihat postingan-postingan di media sosial mengenai keindahan dan keragaman kuliner Jogja. Baru saat ini ia bisa menikmatinya bersama sahabatnya.“Zee, tadi aku lihat banyak banget foto kamu di kameranya Regar.” Ziya hampir tersedak mendeng
-Aku sudah sering merasakannya, jadi tidak salah lagi, ini adalah cinta-Tujuan pertama study tour adalah salah satu pantai terkenal di Jogja. Ziya sangatlah menyukai pantai, tetapi hari ini ia berpikir ulang untuk menyukainya. Di tangannya terdapat beberapa lembar kertas yang terdiri dari tugas kimia, fisika, biologi, untuk melakukan pengamatan pantai. Tugas anak IPS berbeda dengan anak IPA, anak IPS disuruh untuk mengamati kegiatan ekonomi di sekitar pantai beserta mitos dan sejarah pantai tersebut.Banyak murid-murid yang mengeluh. Pantainya terlalu indah untuk diabaikan demi mengerjakan tugas. Ziya menghela napasnya malas. Nanda menghampirinya mengajak mengerjakan tugas tersebut bersama-sama. Tugas tersebut memang bukanlah tugas kelompok, jadi bisa dikerjakan dengan siapa saja.Ketika sedang asyik mengamati kepiting yang sedang menggali membuat lubang di pasir, ada topi pantai yang mendarat
-Seseorang mungkin tak pernah jujur akan perasaannya, hanya biarkan saja dia berbicara melalui tatapan mata-Hari ini adalah hari dimana murid kelas 10 akan melakukan study tour. Mereka terlihat antusias untuk memulai perjalanan. Ada yang membawa alat musik, novel, dan bekal makanan yang banyak untuk mengisi waktu di bus agar tidak bosan.Ziya duduk di kursi bagian tengah tepat di samping jendela. Ia duduk bersama teman sekelasnya yang paling pendiam. Temannya tersebut lebih memilih mendengarkan musik dengan headphone yang dibawanya daripada ngobrol bersama Ziya. Ziya juga memilih mengeluarkan ponselnya dan menyibukkan diri berkirim pesan dengan Nanda yang berbeda bus dengannya. Ternyata Nanda merasakan kegabutan yang sama sepertinya.Pembagian bus memang berdasarkan kelas. Satu bus berisi dua kelas. Kelas Ziya bersama dengan kelas IPS 5 yang sangat ramai. Sementara kelas Nanda satu bus d
-Kita tidak akan pernah tahu jika ada sebuah keberhasilan apabila tidak berani mencoba- Rumah merupakan tempat paling menyenangkan bagi Ziya. Memang ia hanya dua bersaudara, adiknya juga baru kelas 6 sekolah dasar. Justru malah itu letak kebahagiaannya. Ia tidak memiliki teman sebaya di lingkungan sekitarnya, jadi hanya melihat-lihat adiknya bermain bersama teman-temannya. Ziya tertawa ngakak setiap adiknya memanggil orang yang menurutnya terkenal lewat di depan rumah. Teringat akan masa kecilnya dulu, kalau pulang sekolah bersama teman-temannya saat SD setiap ada anak SMA yang tampan pasti dipanggil-panggil entah tahu darimana namanya. “Heh panggil-panggil sok kenal banget. Tau namanya darimana dek?” tanya Ziya pada adiknya sambil tertawa-tawa. Adiknya nyengir menanggapi Ziya. “Dari temen adek lah kak, dia tetangganya mas Bowo kok.” Ziya tertawa lagi. Sama persis dengannya saat masih SD dulu. Bahkan waktu
Tiga hal yang penuh kejutan yang akan kita temui nantinya, yaitu jodoh, rezeki, dan maut. Entah nanti yang datang pada kita lebih dahulu yang mana, jodoh dahulu, rezeki dahulu, atau bahkan malah maut terlebih dahulu. Kita harus benar-benar mempersiapkannya, jangan terlalu fokus mengejar jodoh, persiapkan juga untuk bekal kematian. Ziya tergugu. Terkadang ia ingin sekali fokus mempersiapkan bekal akhirat, tetapi ternyata banyak sekali godaan duniawi, termasuk godaan dengan perasaannya. Jika ia benar-benar berniat untuk melupakan perasaannya, apakah bisa? Hah. Ziya menggelengkan kepalanya, kita tidak akan pernah tahu hasilnya jika tak pernah mencoba. Selesai Tausiyah, Ziya dan teman-temannya kembali ke ruangan. “Zee, aku juga pengen deh punya banyak hafalan Al-Qur’an, gimana kalau kita saling membantu, aku satu juz aja belum hafal, kalau minta tolong kakakku males banget, galak banget dia,” kata Nanda sambil berjala