Astaga, kenapa aku sebodoh itu? batin Caraline.
Caraline seketika membeku laksana baru saja disiram air es. Matanya memelotot dengan dengan mulut terbuka. Wanita itu merasa ingin mengubur diri sendiri atau melemparkan tubuh ke danau saking malunya. Bisa-bisanya ia bertindak bodoh, terlebih di depan Deric. Tuhan, kenapa ia yang terkenal jenius justru bertingkah layaknya orang idiot?
Caraline mengembus napas panjang ketika keterkejutan berhasil menguap. Pandangannya seketika menelisik sekeliling. Ketika kembali menyadari bila dirinya sudah mengelililingi hampir sekeliling danau dengan cara berlari, wanita itu memijat dahi beberapa kali.
Sebenarnya, Caraline ingin menjerit hingga tenggorakannya serak, atau justru mengamuk sampai pohon di sekelilingnya rontok. Akan tetapi, ia sadar jika tak memiliki kekuatan untuk melakukan itu semua. Mengenyahkan sosok Deric saja ia mulai merasa kewalahan. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
“Apa pons
“Kau sudah makan malam?” tanya Deric dengan seuntai senyum. Pria itu memutar sedikit kursi roda untuk berhadapan langsung dengan Caraline.Kedua tangan Caraline perlahan turun. Sunggingan senyum Deric membuat sekujur tubuhnya yang kembali menegang. Akan tetapi, ketika menyadari hal itu adalah kekeliruan, kedua tangannya kembali ke tempat semula. “Jangan mengalihkan pembicaraan!”“Aku pikir tak elok jika kita berbicara dengan keadaan seperti ini. Bagaimana jika kau turun agar kita bisa mengobrol?”“Jangan pernah memerintahku! Kau pikir apa posisimu di rumah ini? Berhenti berkhayal!”“Baiklah, kalau begitu aku yang akan datang ke kamarmu,” sahut Deric, “bagaimana?”“Aku akan membunuhmu jika kau selangkah saja mendekat ke kamarku!” ancam Caraline.“Jika aku sudah mati, dengan senang hati aku akan menggentayangimu setiap waktu.” Deric tertawa.
Caraline bangun saat suara alarm terdengar. Wanita itu bergegas turun dari ranjang, kemudian menoleh pada jam dinding. Pukul tujuh pagi. Cahaya dari luar kamar tampak terperangkap di celah tirai.Setengah jam kemudian, Caraline sudah berada di meja makan. Wanita itu sarapan dalam keadaan tenang. Ia melihat seorang maid berjalan ke arah dapur, kemudian menghilang ditelan dinding. “Diamlah, Caraline. Jangan bertindak bodoh dengan mengikutinya,” ujarnya seraya mencubit paha beberapa kali.Caraline fokus pada sajian yang terhidang walau beberapa kali ekor matanya tertuju ke arah halaman. Ketika selesai sarapan, wanita itu segera menuju pekarangan belakang. Ia berpapasan dengan Helen yang baru saja datang dari depan.“Kau datang pagi sekali, Helen,” ujar Caraline dengan wajah datar.“Kebetulan sekali aku tidur nyenyak semalam, Nona,” jawab Helen.Kedua wanita itu berjalan ke arah pinggiran danau untuk menungg
Caraline bergegas menuju elevator setelah mengamati penampilan Diego secara sekilas. Ia memijat kepala perlahan atas tindakan pria itu yang menurutnya tak penting. Pria berperawakan tinggi itu ikut memasuki lift dengan senyum terpatri di wajah. Keadaan ruangan sempit ini kini hanya diisi oleh mereka berdua.“Bagaimana pendapatmu jika kita berlibur di sekitar pantai?” tanya Diego, “aku punya tempat yang bagus untuk dikunjungi.”“Aku hanya takut jika selera dan penilaian kita berbeda,” jawab Caraline tanpa menoleh sedikit pun, “bagus menurutmu, bukan berarti bagus untukku, kan?”“Lalu tempat apa yang kau suka?” Diego menoleh ke arah Caraline.“Haruskah aku menjawab pertanyaanmu?” Caraline menyelipkan rambut ke belakang telinga, lalu melirik Diego. “Aku kira kau akan mengejutkanku.”“Baiklah.” Diego merapikan jas untuk sesaat. “Jangan salahkan aku jik
“Bisakah lain kali aku mengajak Deric jalan-jalan?” tanya Diego.“Sebaiknya kau menarik ucapanmu,” sahut Caraline, “Deric itu ... anjing yang ganas pada orang baru yang ditemuinya. Kau pasti akan mendapat kesulitan.”“Ayolah, Caraline,” bujuk Diego, “bukankah dia ... hanya seekor anjing? Kita hanya perlu membuatnya bertekuk lutut agar dia paham siapa yang berkuasa atas dirinya.”“Ya, dia seekor anjing.” Caraline mengulum senyum. Rasanya puas sekali ketika mengatakan hal tersebut. “Sudahlah, lupakan membahas hewan menggonggong yang menyebalkan itu.”Diego menyandarkan punggung ke kursi. “Tapi, sepertinya kau menikmati obrolan tentang anjingmu. Aku bisa melihat kau tersenyum ketika mengatakannya.”“Benarkah?” Caraline menaikkan sebelah alis, kemudian menyelipkan rambut ke telinga. Ia memilih beberapa sajian yang terhidang di depan meja. &
Hujan deras mengguyur Heaventown siang ini. Tetes air tampak terperangkap di kaca jendela. Saat ini, Deric dan Helen tengah berada di sebuah kafe untuk bersantap siang. Beberapa orang tampak berlarian di luar bangunan untuk menghindari hujan, disusul dengan kendaraan-kendaraan yang menepi ke sisi jalan.Suasana kafe agak sepi dari pengunjung. Hanya ada beberapa meja yang terisi yang bisa dihitung dengan jari. Beberapa pegawai terlihat tengah membereskan beberapa meja kotor, juga mengantar pesanan.Deric mengamati buliran air yang menempel di kaca samping. Jemarinya dengan perlahan mengikuti tetes hujan yang turun, yang kemudian menyatu menjadi buliran yang lebih besar. Pandangannya seolah terkunci pada objek-objek itu meski kini dua gelas cokelat panas dan dua potong roti sudah tersaji di atas meja.“Kau tidak akan kenyang hanya dengan menatapku, Helen,” ujar Deric seraya menoleh pada wanita di depannya.Helen mendadak tegang. Meski udara ding
Caraline bergegas turun ketika mobil menepi di depan lobi sebuah gedung. Wanita itu melepas kacamata hitam, dan tercenung ketika melihat bangunan di hadapannya secara jelas. Ini pertama kalinya ia berkunjung ke tempat ini.Selama perjalanan, Caraline sempat mencari informasi mengenai lokasi yang akan dikunjunginya, tetapi internet tak bisa memberi kabar seperti yang ia harapkan. Nyatanya tempat ini tak muncul di kolom pencarian. Ia sempat didekap keraguan, tetapi ia memberanikan diri untuk menaruh kepercayaan pada Diego.“Kau tahu, ini adalah salah satu properti terbaru milik Universe Corporation. Tempat ini belum dibuka untuk publik. Hanya saja, Henry Hulbert berbaik hati memberikan kesempatan padaku untuk menjadi orang yang pertama kali mengunjungi tempat ini,” ujar Diego yang tiba-tiba muncul di belakang Caraline.Caraline mengembus napas panjang, lantas kembali menelisik sekeliling. Tempat ini memiliki perpaduan elegan, klasik nan menakjubkan di
Caraline segera menyambar tas di atas meja rias. Wanita itu kemudian keluar dari kamar dengan langkah terburu-buru. Kekesalan masih dengan jelas terlukis di paras cantiknya. Selama berada di bawah guyuran shower, ia tak henti-hentinya mencibir Deric. Akan tetapi, ia tak berani mendoakan hal jelek padanya. Sungguh aneh, setiap kali ia berharap sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu, ia malah mendapati dirinya sendiri yang menjadi korban.Caraline melewati sebuah lorong agak panjang. Ia langsung disambut angin dan udara dingin ketika kaki jenjangnya melangkah ke arah balkon. Deburan ombak dapat terdengar jelas dari posisinya saat ini. Pemandangan laut dan sekitarnya benar-benar memanjakan mata.“Apa kau suka berada di tempat ini?” tanya Diego yang muncul dari belakang Caraline.“Aku harap kau bisa menilainya sendiri,” sahut Caraline tanpa menoleh pada lawan bicara. Ia lantas bergerak ke arah pagar balkon.“Apa yang terjadi de
“Sayang sekali, aku tidak percaya keajaiban.” Caraline sengaja memilih duduk di kursi yang tidak ditarik Diego. Wanita itu lantas menyilangkan kaki.Tanpa diduga, Diego tiba-tiba bejongkok di depan Caraline. Pria itu mengambil sapu tangan dari saku celana, kemudian membersihkan kaki wanita itu. “Ini akan membuatmu lebih baik.”“Apa ... yang kau lakukan?” tanya Caraline dengan nada panik. Wanita itu segera menahan tangan Diego. Melihat seorang CEO perusahaan otomotif terkenal bertindak seperti ini padanya, benar-benar membuatnya tak nyaman. “Aku bisa melakukannya sendiri.”“Biarkan aku yang bertanggungjawab.” Diego melepas genggaman jemari Caraline dari tangannya satu per satu. “Aku yang membuatmu melepas sepatumu. Jadi, biarkan aku yang memasangkannya kembali.” “Aku ... hanya tak ingin seseorang berpikir macam-macam.” Caraline merasa keberatan.&l
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be