Hari-hari merangkak begitu cepat. Banyak hal yang terjadi pada Caraline selama kurun waktu tersebut. Hampir semua berita di televisi dan saluran internet membahas persiapan pernikahannya dengan Diego. Beberapa kali keduanya hadir menjadi bintang tamu di salah satu acara televisi yang ingin membedah persiapan hari istimewa mereka.
Persiapan pernikahan sendiri sudah menyentuh kata sempurna di dua hari sebelum acara dimulai. Gedung serta semua fasilitas pendukung acara sudah ditentukan, dan semua itu diatur langsung oleh Diego. Caraline tak pernah sekalipun dilibatkan atau lebih tepatnya tak ingin melibatkan diri.
Caraline dan Diego saat ini tengah berada di salah satu butik mewah untuk memilih busana pengantin yang akan digunakan pada pernikahan nanti. Keduanya tak lepas dari gempuran cahaya kamera. Sempat terjadi wawancara singkat di depan butik hingga akhirnya Caraline dan Diego meninggal lokasi.
Hidup Caraline benar-benar serasa dijungkirbalikkan oleh takdir da
“Apa yang sedang kau lakukan di tempat ini, Catherine?” tanya Caraline dengan nada marah. Ia menarik tangan sepupunya dengan cukup kuat.Catherine berdecak, menepuk-nepuk tangannya seperti baru saja terkena kotoran. “Kau benar-benar tidak berpendidikan dan tak tahu sopan santun. Apa itu sambutanmu pada sepupumu sendiri?”“Sudahlah, Catherine.” Caraline memutar bola mata. “Aku tidak ingin berdebat denganmu, terlebih di depan pusara keluargaku. Kau sebaiknya pergi dari tempat ini secepatnya.”“Kau tidak berhak mengusirku, Caraline.” Catherine mendengkus kesal. “Aku hanya tidak sengaja berkunjung ke tempat ini.”“Berkunjung?” Caraline menaikkan satu alis. “Apa maksudmu, Catherine?”Catherine mengibas rambut, memutar bola mata. “Apa aku salah jika berada di tempat ini hanya untuk sekadar melihat pusara orang yang masih memiliki hubungan darah denganku?
Sudah sehari setelah pertemuannya dengan Catherine di pemakaman, tetapi hingga saat ini Caraline sama sekali belum mendapat kabar apa pun dari sepupunya itu. Di sisi lain, ia juga belum bersedia untuk menanyakan hal itu pada Catherine.Selepas kepulangannya dari pemakaman, Caraline hanya mengunci diri di kamar. Grace dan para maid kembali memintanya untuk keluar. Mereka mengatakan jika mereka siap dan bersedia untuk mendengarkan semua curahan hatinya. Meski demikian, Caraline masih tak ingin keluar dari kamar.Caraline mengembus napas panjang ketika melihat berita mengenai pernikahannya dengan Diego masih menjadi topik panas yang terus ditayangkan di televisi. Ia bisa melihat dirinya dan Diego tampak dekat di sana, tak jarang memamerkan kemesraan dan kedekatan. Ia seperti wanita paling bahagia karena bisa bersanding dengan Diego. Akan tetapi, pada kenyatannya Caraline tak bisa menahan kesedihan ketika mengingat Deric.Caraline mematikan televisi, berjal
Jeremy, Jonathan dan James tengah menikmati makan malam dengan ditemani acara televisi yang menyiarkan persiapan pernikahan Caraline dan Diego.“Ini merupakan sebuah pernikahan yang sangat luar biasa,” ucap Jonathan dengan tatapan yang tak lepas dari layar kaca yang kini menampilkan dekorasi pernikahan.“Kau benar, Jonathan,” sahut Jeremy, “kabar yang kudengar Henry Hulbert akan menghadiri acara pernikahan ini.”“Lalu apa yang terjadi dengan ... Deric?” tanya James tiba-tiba, “bukankah dia masih menjadi suami dari Caraline?”Jeremy terkekeh. “Sepertinya wanita itu mulai sadar siapa pria cacat yang sudah dinikahinya beberapa bulan lalu. Aku bertaruh jika saat ini wanita itu sudah mengusir si cacat Deric. Tentu saja siapa pun akan memilih Diego dibanding pria tak berguna itu.”James menunduk, dengan cepat menghabiskan sajian di piring. “Apa itu artinya Caraline membuang ...
Hari pernikahan Caraline dan Diego akhirnya tiba. Tayangan televisi sudah menayangkan acara sejak pagi, begitupun dengan saluran internet. Perhatian publik seolah tersedot pada momen kebahagian dari pasangan yang digadang-gadang sangat sempurna tersebut.Jalanan kota Heaventown tampak macet sejak pagi. Kendaraan merayap perlahan. Suara klakson yang berbunyi saling bersahutan dengan umpatan para pengendara. Di lokasi acara, para pelayan dan pegawai tampak sibuk untuk mempersiapkan semuanya. Satu per satu tamu undangan hadir dan memasuki ruangan acara.Di antara hiruk pikuk acara tersebut, seorang wanita bertubuh ramping dengan gaun hitam dan kacamata berwarna senada berjalan di koridor rumah sakit dengan langkah penuh percaya diri. Di tempat berbeda, Helen perlahan membuka matanya dan mulai terbangun dari koma. Beberapa pengawal yang mengawasinya langsung menghubungi dokter. Wanita bergaun hitam itu berdiri tak agak jauh dari ruangan Helen, mengawasi ruang
Hanya dalam kurun waktu satu jam lagi, Caraline akan resmi menjadi istri Diego. Saat ini, wanita itu tengah berada di ruangan persiapan. Tiga orang penata rias tengah menangani make up dan busana yang akan dirinya kenakan untuk pernikahan ini.Caraline hanya menatap kosong pantulan dirinya di cermin. Layar televisi masih menyiarkan persiapan pernikahan yang akan segera digelar. Grace dan tiga orang maid juga berada di dalam ruangan untuk mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan.Caraline hanya menunduk dan menangis ketika Grace menceritakan bahwa dirinya tiba-tiba saja berlari ke pingiran danau sembari terus berteriak memanggil nama Deric. Apa yang ia lihat saat sore itu nyatanya tak lebih dari sekadar fatamorgana semata. Pada kenyataannya Deric sudah pergi jauh darinya.Caraline mengakui jika hasil riasannya benar-benar sempurna, pun demikian dengan gaun putih panjang dengan ornamen bunga yang dikenakannya. Caraline menatap anting pemberian Deric di da
Caraline sontak terhenyak ketika membaca kalimat terakhir di lembaran buku harian Carla. Matanya membulat seiring dengan napasnya yang mendadak tertahan. Wanita itu kemudian mengembus napas panjang bersamaan dengan gelengan kepala.Caraline terdiam selama beberapa waktu, memindai keadaan sekeliling. Jantungnya mendadak berdebar dengan kencang. Semua bayangan mengenai sosok Deric kini memenuhi isi kepalanya. Ia kembali membaca cacatan dari atas hingga bawah untuk memastikan jika apa yang dibacanya tadi tidaklah keliru. Akan tetapi, keterangan ia dapatkan tetaplah sama.“Jadi ... yang menolongku saat kecelakaan itu adalah Deric,” gumam Caraline sembari memegang jantungnya sendiri. “Dan sosok yang menabrak Deric adalah Carla, bukan aku.”Caraline mengepal tangan kuat-kuat. Ia berusaha menahan tangisan yang berusaha mendobrak ketegaran. “Deric.”Caraline mendongak, menyandar punggung ke sandaran kursi. Ia mendadak terbayang
Caraline tak bisa lagi membendung kesedihannya lebih lama. Tangisnya kembali pecah membasahi pipi. Ia memeluk erat buku harian itu seperti tengah mendekap Carla. Semua banyangan kehidupannya bersama adiknya kembali bermunculan. Kesedihan, penyesalan dan kerinduan silih berganti menyesaki perasaan.Caraline jatuh dari sofa dengan kondisi masih memeluk buku harian Carla. Tubuhnya berguncang hebat hingga suara tangis akhirnya muncul ke permukaan. Grace dan tiga orang maid yang mendengarnya langsung memasuki kamar dengan wajah panik.“Astaga, Nona.” Grace dengan cepat memeluk Caraline, berusaha membawa wanita itu kembali ke atas sofa. Akan tetapi, ia justru kesulitan karena tubuh Caraline kembali jatuh ke lantai.Ruangan dipenuhi oleh tangisan untuk beberapa saat. Caraline benar-benar tak ingin pernikahan ini terjadi. Ia juga tidak menjadi pendamping monster menjijikkan seperti Diego, yang dirinya inginkan saat ini hanyalah Deric, pria yang dici
Seisi ruangan menjadi gempar dengan kabar tersebut. Semua pandangan langsung tertuju pada Diego. Tayangan televisi dan saluran internet seketika menyorot keterkejutan yang menimpa tamu undangan dan Diego. Beberapa tamu undangan tampak berbisik dengan tatapan menyelidik.“Ini pasti sebuah kesalahan, Tuan,” ujar Diego dengan wajah yang masih memaksakan senyuman, “aku sama sekali tidak terlibat dalam kejahatan apa pun. Aku bisa membuktikan bahwa aku bersih dari semua tuduhan itu”Diego mengepal tangan kuat-kuat. Pria itu tak bisa membendung keterkejutan. Ia sudah menyuap mulut-mulut petinggi kepolisian dan pemilik media untuk menutupi kejahatannya. Akan tetapi, yang terjadi justru di luar kendalinya. Satu-satunya yang terpikirkan olehnya saat ini adalah adanya sosok besar di balik peristiwa ini.Henry Hulbert tiba-tiba berdiri, berjalan meninggalkan ruangan. Aksinya langsung menjadi sorotan media dan perhatian orang-orang di dalam ruangan.