Helen mengamati keadaan sekeliling dengan saksama, berjalan ke sudut kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Caraline. “Astaga, kenapa semua ini bisa terjadi? Padahal aku dan Stevan sudah memaksimalkan penjagaan.”
“Nona,” panggil Lucy dari balkon ruangan.
Helen dengan cepat mendekat. Keadaan jalanan yang berada agak jauh dari gedung tampak disesaki oleh mobil-mobil yang terjebak dalam kemacetan. Suara klakson mobil beradu dengan umpatan para pengendera. Alarm keamaan kota tampak memekik kencang. Beberapa aparat kepolisian berusaha mengatur laju kendaraan dan memenangkan warga.
Penampakan berbeda terjadi di dekat gedung yang kedua wanita itu tempati saat ini. Suasana jalan tampak hening dan bebas dari lalu lalang kendaraan.
“Ke mana sebenarnya perginya Nona Caraline dan Tuan Diego?” tanya Helen dengan pandangan mengawasi keadaan ruangan dan halaman depan bergantian. Ia dengan cepat menghubungi para pengawal
“Apa maksudmu, wanita sialan?” Diego dengan keras menepis tangan Lucy dari jasnya. Pria itu menatap penuh amarah pada wanita di depannya.“Lucy,” gumam Helen sembari menggeleng tak percaya. Ia mengamati tampilan video di layar ponsel. Tak ada tang aneh dan salah dengan tayangan tersebut selama beberapa detik lamanya, tetapi hal itu tiba-tiba berubah ketika Diego meminta Caraline untuk menutup mata.Helen tercengang saat melihat kelanjutan video tersebut. Tentu wanita itu masih ingat dengan selentingan kabar mengenai Diego yang namanya muncul dalam beberapa kasus kriminal. Setelah melihat tayangan video itu, ia bisa menyimpulkan sesuatu.“Apa maksud dari semua ini, Tuan Diego?” tanya Helen sembari menatap tajam.“Ini tidak seperti yang ada dalam pikiranmu, Helen,” balas Diego, “wanita ini pasti merekayasa tayangan video tersebut. Tidak mungkin aku berniat untuk mencelakakan Caraline. Apa yang aku lakuka
Lucy mundur dengan bantuan sikunya. Ketika ia melihat sebuah vas bunga, ia tanpa segan-segan langsung melemparkan benda itu pada pria yang menyerangnya.Pria itu langsung roboh bersamaan dengan suara benturan yang cukup keras.“Aku harus segera menolong Nona Helen.” Lucy berusaha bangkit, kemudian memastikan bahwa kumpulan pria itu sudah sepenuhnya tak sadarkan diri. Setelah yakin jika mereka sudah sepenuhnya tumbang, ia segera berjalan dengan kondisi kaki yang masih sakit.Sementara itu, Helen kian mempercepat langkah kaki ketika melihat Diego akan memasuki sebuah kamar. Ia bisa melihat wajah mengerikan dari pria jahat itu.“Hentikan, Tuan!” teriak Helen, “aku mohon!”“Wanita sialan!” Diego berdecak, lalu tanpa segan menendang pas bunga ke arah Helen.Helen berusaha menghindar, tetapi benda itu justru mendarat di pinggang kirinya. Alhasil, ia jatuh terjerembab. “Tuan, aku mohon ....&rdqu
Caraline terbangun ketika matahari sudah berada di puncak langit. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling dan terkejut ketika menyadari jika dirinya berada di rumah sakit. Ketika akan mengubah posisi menjadi duduk, ia merasakan pening yang amat sangat di kepalanya.Caraline menoleh ke arah pintu ketika dokter dan beberapa perawat mendekat ke arahnya. Meski masih dilanda bingung, wanita itu sama sekali tidak banyak bertanya. Ia mengembus napas panjang ketika kembali sendirian di ruangan.“Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” tanya Caraline yang berusaha mengingat kejadian semalam. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari ponselnya. “Helen, apa kau berada di luar kamar? Kemarilah aku membutuhkanmu.”“Helen, apa kau mendengarku?”“Helen, apa kau bisa mendengarku?”Caraline menoleh ke arah pintu ketika Helen tak kunjung datang. Wanita itu berusaha mengubah posisi untuk duduk di bibir kasur sembari me
Caraline menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan dari Diego.“Halo, apa kau mendengarku?” tanya Diego di seberang telepon.“Ya,” jawab Caraline sembari merebahkan diri di kasur.“Bagaimana keadaanmu saat ini, Caraline? Apa kau sudah mendengar kabar dari media mengenai kejadian semalam?” Diego terbatuk beberapa kali.“Ya.” Caraline menutup mata, berbaring ke samping kiri, menatap sinar mentari yang terperangkap di celah tirai yang sedikit terbuka.“Aku benar-benar menyesal setelah mendengar kabar mengenai kondisi Helen, Stevan dan sekretarismu yang bernama Lucy. Andai aku bisa memutar waktu, aku tentu tidak akan mengadakan pertemuan itu. Aku benar-benar meminta maaf padamu untuk hal itu,” ujar Diego.Diego menjeda sejenak. “Aku harap kita dapat kembali bertemu untuk berbicara mengenai masalah ini. Kejadian pembakaran gedung itu merupakan peristiwa yang harus kita selidi
Caraline meninggalkan rumah sakit beberapa menit kemudian. Wanita itu sempat melihat kumpulan awak media di lobi rumah sakit, tetapi untungnya ia berhasil meloloskan diri dan kembali ke rumah dengan keadaan aman. Ketika tiba di kediamannya, ia disambut dengan raut khawatir para maid.Caraline seperti ditampar realita setelah melihat bagaimana dirinya melihat Helen dan Stevan yang tak berdaya. Meski dirinya selalu mengatakan bahwa hubungan yang terjalin adalah semata-mata profesionalisme dalam bekerja, tetapi pada kenyataannya kedua orang itu memiliki tempat tersendiri dalam hidupnya, termasuk para maid yang menyambutnya saat ini.Caraline bisa tahu kekhawatiran dan kecemasan dari wajah mereka. Orang-orang itu tidak memiliki ikatan darah apa pun dengannya atau bahkan bukan bagian penting dalam hidupnya. Akan tetapi, saat ini ia merasakan sesuatu yang berbeda.Caraline merasa bahwa selama ini dirinya terlalu menutup diri. Wanita itu hanya memberi
“Apa kau lakukan, sialan?” hardik Wilson yang dengan cepat kembali berdiri. Ia kembali melayangkan pukulan, tetapi tangannya lagi-lagi ditahan oleh Thomas. “Sialan, siapa kau sebenarnya?”“Lepaskan tangan kotormu dari sepupuku!” Catherine berkacak pinggang, memandangi Thomas lekat-lekat. Akan tetapi, tangannya tiba-tiba menjuntai turun ketika merasa ada sesuatu dengan pria yang tengah menahan tangan Wilson. “Siapa kau?”“Lepaskan tanganmu darinya, Thomas,” pinta Caraline dengan senyum melintang.“Baik, Nona,” jawab Thomas sembari kembali berdiri di samping Deric. Wilson berdecak, melihat pergelangan tangannya yang memerah. “Rumah ini benar-benar penuh dengan kumpulan orang bodoh.”“Kau yang lemah, kenapa orang lain yang kau salahkan, Wilson?” Caraline memutar bola mata. “Thomas adalah pengawal pribadi Deric. Jadi sudah sepantasnya dia melind
“Caraline benar-benar pembual bodoh!” rutuk Catherine untuk kesekian kalinya. Wanita itu meremas ujung gaun dengan tatatapan tajam. Hatinya sungguh serasa terbakar api kebencian. “Bisakah kau membawa mobil ini lebih cepat?”“Catherine, tenanglah,” pinta Wilson.“Bagaimana aku bisa tenang Wilson jika perkataan Caraline mengenai hadiah tersebut masih enggan pergi dari pikiranku? Wanita sialan itu benar-benar pembohong menjijikkan.”“Apa kau benar-benar percaya jika Presiden Universe Corporation memberikan hadiah pada Caraline?” tanya Wilson.“A-aku ... aku ... tentu saja tidak ingin percaya. Hanya saja aku belum bisa tenang ketika belum mendengar penjelasan dari Diego.” Catherine beralasan.“Tenanglah, Catherine. Kita bisa mengetahui ucapan wanita rendahan itu jika kita sudah bertemu dengan Diego.” Wilson mengembus napas panjang, menyandarkan punggung ke kursi.
Caraline mendengkus kesal ketika mengingat bahwa Deric sama sekali tidak mengecupnya. Seperti biasa, pria itu menjadi sosok yang tidak peka terhadap perasaannya. Ia langsung bergegas menuju kamar dibanding harus menahan kesal lebih lama.Sudah hampir dua jam Caraline duduk di sofa, membaca beberapa buku, menonton film dan tayangan televisi. Peristiwa terbakarnya hotel dan berita kejahatan yang dialaminya benar-benar berhasil menghilangkan kabar mengenai kesuksesan acara kemarin. Hal yang paling menyebalkan adalah beberapa artikel dan media justru cenderung menggiring pertemuan pribadinya dengan Diego sebagai bukti bahwa ada hubungan percintaan yang terjalin di antara dirinya dan pria itu.Caraline mengembus napas panjang, segera mematikan tayangan televisi. Pikirannya benar-benar bisa teracuni dengan kotak elektronik itu. Televisi bisa saja menjadi sihir mengerikan yang bisa memanipulasi otak seseorang. Ketika akan beranjak menuju ranjang, ia melihat ponselnya bergetar