Caraline terbangun ketika matahari sudah berada di puncak langit. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling dan terkejut ketika menyadari jika dirinya berada di rumah sakit. Ketika akan mengubah posisi menjadi duduk, ia merasakan pening yang amat sangat di kepalanya.
Caraline menoleh ke arah pintu ketika dokter dan beberapa perawat mendekat ke arahnya. Meski masih dilanda bingung, wanita itu sama sekali tidak banyak bertanya. Ia mengembus napas panjang ketika kembali sendirian di ruangan.
“Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” tanya Caraline yang berusaha mengingat kejadian semalam. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari ponselnya. “Helen, apa kau berada di luar kamar? Kemarilah aku membutuhkanmu.”
“Helen, apa kau mendengarku?”
“Helen, apa kau bisa mendengarku?”
Caraline menoleh ke arah pintu ketika Helen tak kunjung datang. Wanita itu berusaha mengubah posisi untuk duduk di bibir kasur sembari me
Caraline menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan dari Diego.“Halo, apa kau mendengarku?” tanya Diego di seberang telepon.“Ya,” jawab Caraline sembari merebahkan diri di kasur.“Bagaimana keadaanmu saat ini, Caraline? Apa kau sudah mendengar kabar dari media mengenai kejadian semalam?” Diego terbatuk beberapa kali.“Ya.” Caraline menutup mata, berbaring ke samping kiri, menatap sinar mentari yang terperangkap di celah tirai yang sedikit terbuka.“Aku benar-benar menyesal setelah mendengar kabar mengenai kondisi Helen, Stevan dan sekretarismu yang bernama Lucy. Andai aku bisa memutar waktu, aku tentu tidak akan mengadakan pertemuan itu. Aku benar-benar meminta maaf padamu untuk hal itu,” ujar Diego.Diego menjeda sejenak. “Aku harap kita dapat kembali bertemu untuk berbicara mengenai masalah ini. Kejadian pembakaran gedung itu merupakan peristiwa yang harus kita selidi
Caraline meninggalkan rumah sakit beberapa menit kemudian. Wanita itu sempat melihat kumpulan awak media di lobi rumah sakit, tetapi untungnya ia berhasil meloloskan diri dan kembali ke rumah dengan keadaan aman. Ketika tiba di kediamannya, ia disambut dengan raut khawatir para maid.Caraline seperti ditampar realita setelah melihat bagaimana dirinya melihat Helen dan Stevan yang tak berdaya. Meski dirinya selalu mengatakan bahwa hubungan yang terjalin adalah semata-mata profesionalisme dalam bekerja, tetapi pada kenyataannya kedua orang itu memiliki tempat tersendiri dalam hidupnya, termasuk para maid yang menyambutnya saat ini.Caraline bisa tahu kekhawatiran dan kecemasan dari wajah mereka. Orang-orang itu tidak memiliki ikatan darah apa pun dengannya atau bahkan bukan bagian penting dalam hidupnya. Akan tetapi, saat ini ia merasakan sesuatu yang berbeda.Caraline merasa bahwa selama ini dirinya terlalu menutup diri. Wanita itu hanya memberi
“Apa kau lakukan, sialan?” hardik Wilson yang dengan cepat kembali berdiri. Ia kembali melayangkan pukulan, tetapi tangannya lagi-lagi ditahan oleh Thomas. “Sialan, siapa kau sebenarnya?”“Lepaskan tangan kotormu dari sepupuku!” Catherine berkacak pinggang, memandangi Thomas lekat-lekat. Akan tetapi, tangannya tiba-tiba menjuntai turun ketika merasa ada sesuatu dengan pria yang tengah menahan tangan Wilson. “Siapa kau?”“Lepaskan tanganmu darinya, Thomas,” pinta Caraline dengan senyum melintang.“Baik, Nona,” jawab Thomas sembari kembali berdiri di samping Deric. Wilson berdecak, melihat pergelangan tangannya yang memerah. “Rumah ini benar-benar penuh dengan kumpulan orang bodoh.”“Kau yang lemah, kenapa orang lain yang kau salahkan, Wilson?” Caraline memutar bola mata. “Thomas adalah pengawal pribadi Deric. Jadi sudah sepantasnya dia melind
“Caraline benar-benar pembual bodoh!” rutuk Catherine untuk kesekian kalinya. Wanita itu meremas ujung gaun dengan tatatapan tajam. Hatinya sungguh serasa terbakar api kebencian. “Bisakah kau membawa mobil ini lebih cepat?”“Catherine, tenanglah,” pinta Wilson.“Bagaimana aku bisa tenang Wilson jika perkataan Caraline mengenai hadiah tersebut masih enggan pergi dari pikiranku? Wanita sialan itu benar-benar pembohong menjijikkan.”“Apa kau benar-benar percaya jika Presiden Universe Corporation memberikan hadiah pada Caraline?” tanya Wilson.“A-aku ... aku ... tentu saja tidak ingin percaya. Hanya saja aku belum bisa tenang ketika belum mendengar penjelasan dari Diego.” Catherine beralasan.“Tenanglah, Catherine. Kita bisa mengetahui ucapan wanita rendahan itu jika kita sudah bertemu dengan Diego.” Wilson mengembus napas panjang, menyandarkan punggung ke kursi.
Caraline mendengkus kesal ketika mengingat bahwa Deric sama sekali tidak mengecupnya. Seperti biasa, pria itu menjadi sosok yang tidak peka terhadap perasaannya. Ia langsung bergegas menuju kamar dibanding harus menahan kesal lebih lama.Sudah hampir dua jam Caraline duduk di sofa, membaca beberapa buku, menonton film dan tayangan televisi. Peristiwa terbakarnya hotel dan berita kejahatan yang dialaminya benar-benar berhasil menghilangkan kabar mengenai kesuksesan acara kemarin. Hal yang paling menyebalkan adalah beberapa artikel dan media justru cenderung menggiring pertemuan pribadinya dengan Diego sebagai bukti bahwa ada hubungan percintaan yang terjalin di antara dirinya dan pria itu.Caraline mengembus napas panjang, segera mematikan tayangan televisi. Pikirannya benar-benar bisa teracuni dengan kotak elektronik itu. Televisi bisa saja menjadi sihir mengerikan yang bisa memanipulasi otak seseorang. Ketika akan beranjak menuju ranjang, ia melihat ponselnya bergetar
Setengah jam kemudian, Caraline sudah berada di tempat pertemuannya dengan Diego. Wanita itu duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari pinggir rooftop. Pemandangan kota Heaventown malam ini benar-benar tampak menyejukan mata, berbanding terbalik dengan perasaannya yang kian dilingkup ketakutan.“Maaf membuatmu menunggu,” ujar Diego sembari menarik kursi, “bagaimana keadaanmu saat ini?”Caraline mengembus napas panjang. “Seperti yang kau lihat. Aku tidak mungkin berada di depanmu jika aku masih terbaring di rumah sakit.”“Yang kulihat darimu hanyalah kesempurnaan.” Diego tertawa pelan. “Kau tahu, beberapa hari ini aku benar-benar merindukan suara ketusmu.”Caraline memutar bola mata. “Kau masih saja menyebalkan seperti biasa.”“Aku benar-benar meminta maaf atas kejadian kemarin malam. Jika saja aku tidak memintamu pergi, mungkin saja Helen dan pria bernama Stevan i
Perasaan tak nyaman yang menggerogoti Caraline sejak tadi akhirnya bermuara pada kejadian pengakuan Diego tadi. Pria itu lagi-lagi menunjukkan keseriusan cintanya. Akan tetapi, Caraline masih tak bisa menjauhkan Deric dalam hatinya.Caraline mengembus napas panjang, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Hatinya benar-benar dilingkupi kegelisahan saat ini. Sepanjang jalan menuju kediamannya, wanita itu hanya menyandarkan wajah ke sisi jendela dengan tangan yang sesekali meremas gaunnya sendiri.Mobil akhirnya memasuki kembali kediaman. Caraline seketika terperanjat ketika melihat para pengawal dan maid tampak berkerumun di luar rumah. Wanita itu buru-buru berlari ke luar dari kendaraan.“Apa yang terjadi?” tanya Caraline sembari mendekat.“Beberapa menit yang lalu, terjadi sebuah ledakan di rumah ini, Nona,” kata Anthony.“Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?” selidik Caraline dengan tatapan ger
“Apa kau sungguh-sungguh, Tuan?” tanya Thomas untuk kesekian kalinya pada Deric, “aku sama sekali tidak merekomendasikan hal ini. Keputuasan Anda sangat berbahaya untuk keselamatan Anda sendiri.”“Tidak ada salahnya jika aku mencoba. Lagi pula cepat atau lambat hal ini memang akan terjadi. Aku melakukannya dengan perhitungan yang jelas,” balas Deric dengan ekspresi tenang.“Tapi, ini terlalu berbahaya untuk Anda, Tuan.” Thomas menggeleng. “Aku tidak bisa membiarkan Anda dalam bahaya.”“Aku sudah memutuskannya.” Deric melanjukan kursi rodanya ke pinggiran danau. Pria itu menoleh ketika Thomas sudah berada di sampingnya.“Tuan, aku mohon jangan lakukan hal ini. Ini demi kesalamatan diri Tuan sendiri,” kata Thomas, “kita bisa melakukannya dengan cara lain.”Deric mengambil ponselnya dari saku celana, lalu memberikannya pada Thomas. “Kau tahu harus men