“De-deric?” Caraline menoleh sesaat, meremas gaun. “Untuk apa aku mengajaknya? Aku tidak bisa melakukannya.”
“Kenapa?” tanya Diego, “bukankah dia hanya seekor anjing?”
Helen dan Lucy yang mendengar pembicaraan itu langsung menoleh. Keduanya sempat beradu pandangan, tetapi setelahnya memilih diam.
“Ayolah, membawa seekor anjing bukan sesuatu yang menyulitkan,” bujuk Diego.
“Sayang sekali, aku tidak ingin membiarkannya keluar dari rumah. Deric baru saja mengalami kemalangan.”
“Kemalangan? Apa yang terjadi dengannya?” selidik Diego, “apa Deric mengalami kecelakaan atau peristiwa yang sulit?”
Caraline mengembus napas panjang. “Ya, benar. Untuk itu aku tidak ingin dia mengalami hal memilukan lagi.”
“Aku tidak akan menyakitinya,” ujar Diego, “jadi—”
“Dan aku tidak akan datang ke acara makan m
Tepuk tangan dan tatapan penuh kekaguman langsung menyambut Caraline dan Diego. Keduanya menjadi pusat perhatian hampir semua orang yang ada di dalam ruangan. Acara ini juga disaksikan langsung di internet serta videotron yang ada si sepanjang jalan. Dalam waktu sekejap, kedekatan CEO dua perusahaan terkenal itu langsung menjadi buah bibir dan topik panas.“Mereka benar-benar pasangan yang sangat serasi.”“Mereka adalah bintang malam ini.”“Aku benar-benar merasa iri, tapi di sisi lain aku tahu diri.”“Keduanya memang ditakdirkan untuk bersama.”“Apa mereka benar-benar sudah menjalin hubungan?”“Aku yakin jika gosip itu adalah benar.”“Hanya tinggal menunggu waktu bagi publik untuk mendengar pengakuan mereka.”Satu per satu komentar berupa pujian dan sanjungan terucap dari para tamu undangan. Dalam satu kali pandang, siapa pun yang ada di ruanga
“Kau siap untuk bertemu dengan Henry Hulbert?” tanya Diego.“Siap atau tidak siap, aku memang harus bertemu dengannya.” Caraline melewati Diego, lalu duduk kembali di kursi.Acara sudah memasuki babak akhir. Seorang penyanyi tengah tampil di atas panggung. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.“Bisa dikatakan aku juga merasa gugup saat ini.” Diego duduk di kursi.“Bukankah kau pernah bertemu dengannya?” tanya Caraline.“Tapi tekanan ini sangat berbeda dibanding saat aku pertama kali bertemu dengannya.”Caraline memutar bola mata. “Itu sangat tidak masuk akal.”“Kau ingin tahu alasannya?” Diego menoleh. “Itu karena aku akan bertemu dengan Henry Hulbert bersamamu. Aku takut jika kau terpesona padanya dan mencampakanku begitu saja. Atau sebaliknya, dia yang akan terpesona padamu. Saat itu terjadi, tentu aku tidak bisa melakukan apa pun.&rdquo
Caraline dan Catherine saling bertatapan dengan penuh kebencian selama beberapa detik lamanya. Kedua wanita itu sama-sama memiliki ego dan harga diri yang tinggi, tak ingin mengalah, merasa diri yang paling tinggi dan mumpuni.“Kau benar-benar menjijikkan,” ketus Catherine sembari memutar bola mata. “Jika orang-orang ini mengetahui siapa kau sebenarnya, mereka pasti akan menjauh dan mencibirmu.”“Jangan berbicara mengenai kejelakanmu sendiri, Catherine,” balas Caraline dengan senyum tipis, “dengan merendahkanku tidak menjadikanmu lebih tinggi dan lebih baik dariku.”“Kau selalu saja pandai membual.” Catherine mendengkus, menyilangkan kedua tangan di depan dada.Wilson hanya tersenyum melihat pertengkaran itu. Ia memilih tak ikut campur dan membiarkan Catherine berbuat sesukanya.“Aku tahu kau selalu iri padaku, Catherine.” Caraline mengelus anting kirinya. “Apa itu karena
“Aku ... sudah memasang bom di mobil Caraline,” ujar Wilson pelan, tetapi dengan jelas dapat terdengar oleh Catherine.“Apa kau gila?” Catherine langsung mendorong tubuh Wilson, menatap penuh ketidakpercayaan. “Kau sudah berbuat terlalu jauh, Wilson. Hentikan sekarang atau kau akan menyesal.”“Pelankan suaramu, Catherine.” Wilson memberi kode dengan telunjuk di depan bibir. “Biarkan aku menjelaskannya lebih dulu.”Catherine menggelen pelan, menatap Wilson dengan pandangan tak percaya. “Aku tidak akan membantumu jika terjadi sesuatu di luar kendali.”“Bukankah kau marah dan kesal pada Caraline, Catherine? Ini saat yang tepat untuk membalas semua kesombongannya. Tentu saja aku tidak akan sampai membunuh wanita rendahan itu. Aku hanya memberinya sebuah kejutan dan pelajaran. Ini seperti menakut-nakuti anak kecil dengan sekumpulan badut.”Catherine menutup mata, memijat
James melirik Jeremy dan Jonathan sebelum menyerahkan ponsel. Ia berharap kedua kakaknya tidak meninggalkannya di saat situasi sulit.“Hal ini bisa berlangsung cepat jika Tuan James mau bekerja sama,” ucap Stevan.James mengangguk pelan.“Tuan James, bisakah Tuan memutar video yang tak sengaja diputar tadi?” tanya Helen.James tiba-tiba saja menegang. Apa yang dimaksud video tersebut adalah tayangan saat dirinya merekam dua orang mencurigakan itu? tanyanya dalam hati.“Tuan James,” panggil Helen.James menggeleng beberapa kali. Pria itu ingin segera pergi dari tempat ini, terlebih dari interogasi yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia melirik Jeremy dan Jonathan untuk kedua kalinya sebelum akhirnya menyerahkan gawai pada Helen.Helen segera menekan tombol putar pada layar. Tak lama setelahnya video menampilkan tayangan dua orang dalam kondisi setengah badan yang membicarakan tentang rencana dan pele
Caraline mengembus napas panjang sembari memperhatikan penampilannya lekat-lekat. Pandangannya seringkali tertuju pada pintu ruangan. Tak bisa dipungkiri jika dirinya teramat gugup saat ini. Ia bahkan merasa tak nyaman untuk duduk.“Tenanglah,” kata Diego, “kau tampak tegang. Aku yakin jika pertemuan ini akan berjalan dengan baik.”Caraline memutar bola mata, menyilangkan kaki kanan ke kaki kiri. Wanita itu sudah berusaha untuk bersikap tenang. Akan tetapi, bila mengingat siapa sosok Henry Hulbert, ia menjadi gugup dan takut di saat bersamaan. Pertemuan ini begitu penting untuknya dan ia tidak ingin mengacaukannya.“Jika aku harus jujur, aku juga merasa gugup,” kata Diego, “aku harus bisa mempersiapkan diriku untuk menghadapi hal apa saja yang bisa terjadi anatara dirimu dan Henry Hulbert. Jika dia jatuh hati padamu, sudah dipastikan aku harus mundur dan mengaku kalah. Bukankah Henry Hulbert merupakan pria sempurna yang
“Kau tahu, jika kita memiliki harapan dan keinginan, jangan takut untuk mengharapkan sesuatu setinggi mungkin,” balas Caraline, “dibanding sekadar bertemu, kenapa kita tidak memilih menghabiskan waktu dengannya.”Diego mengangguk kecil. “Jadi bisakah aku berharap bila suatu saat kau dan aku—”“Teruslah berharap agar keinginanmu terwujud. Jangan lupa untuk terus berjuang hingga akhir,” sela Caraline.Caraline mengembus napas panjang, menoleh pada Diego. “Kau benar-benar rekan yang luar biasa. Aku tidak mungkin bisa sampai ke titik ini tanpa bantuanmu.”“Kau juga sangat luar biasa, Caraline. Kau semakin membuatku yakin jika kau adalah wanita yang sangat berharga.”Caraline memutar bola mata, mengulurkan tangan. Diego membalas uluran tersebut. Keduanya bersalaman, lalu saling berbagi senyum.“Aku harap kau tidak melupakan janjimu.”Caraline memutar
Caraline terpejam singkat, meremas gaun dengan kedua tangan. Ingin rasanya ia menjerit sembari mengentak tanah kuat-kuat. “A-aku ... aku hanya akan memeriksa keadaan Deric.”Lucy memijat jam tangan. “Waktu dua menit dimulai dari sekarang.”“Astaga.” Caraline dengan cepat melepas sepatu, lalu berlari bertelanjang kaki menuju ruangan Deric. Sesampainya di sana, ia menggedor-gedor pintu. “Bangunlah, pemalas.”Caraline memutar bola mata tatkala melihat Lucy berada di beranda rumah sembari melirik jam tangan. “Hei, apa kau mendengarku? Aku akan mendiamkanmu jika kau tidak keluar dalam hitungan lima. Satu, dua, tiga, empat—”“Nona Caraline,” ujar Thomas yang keluar dari kediaman Deric.“Di mana Deric? Dan kenapa kau berada di tempat tinggalnya?” tanya Caraline beruntun.“Aku harus berada di tempat yang sama dengan Tuan Jacob sesuai dengan standar