Caraline terbangun saat tubuhnya disapa embusan angin. Hujan mengguyur dengan deras. Badannya yang tidak dibalut selimut langsung menggigil kedinginan. Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Langit masih belum sepenuhnya terang.
Caraline memutuskan kembali tidur setelah memasang alarm. Ia beralih menuju ranjang dan langsung terlelep begitu tubuhnya berbaring di kasur. Wanita itu kembali terbangun saat mendengar suara musik yang menyebalkan. Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi.
Caraline beranjak menuju balkon. Hujan sudah sepenuhnya reda. Langit masih menyisakan gelap. Tampak kilauan embun terperangkap di dedaunan. Udara dingin langsung menyapa tubuh ketika berada di luar.
“Kau ingin berolahraga bersamaku?” tanya Deric yang sudah berada di halaman bawah. Ia sudah bersiap dengan celana olahraga dan kaus tipis tanpa lengan. Lekuk tubuh dan otot-otot tangannya terlihat dengan jelas.
“Apa yang sudah kau lakukan, hah?” Car
“Aku baru ingat jika aku memiliki seorang teman yang wajahnya mirip denganmu. Kalau tidak salah, namanya ... Carla Emilia Wattson. Apa dia adikmu?” tanya Deric.Caraline langsung tercenung setelah mendengarnya. Mulutnya setengah terbuka, tetapi tidak ada satu kata pun yang keluar dari sana. Ia tidak tahu harus menjawab apa saat ini, terlebih Deric menatapnya secara langsung. Apa mungkin Deric sudah meulai mencurigai sesuatu?“Aku sebaiknya bergegas turun sebelum para maid berspekulasi sendiri mengenai keberadaanku di sini,” ujar Deric sembari membuka pintu. Tak lama setelahnya, ia keluar dari kamar.Kaki Caraline mendadak seperti jeli hingga tak mampu menopang lagi bobot tubuhnya. Wanita itu jatuh terduduk dengan mata berkaca-kaca. Ketakutannya soal Deric yang akan tahu mengenai sosok yang menabraknya kembali menyesaki pikiran dan perasaan.Untuk beberapa menit ke depan, Caraline hanya bisa duduk di lantai dengan beragam p
“Aku kira kau sengaja bertemu dengan mereka agar mereka bisa menceritakan soal kehidupanku,” ucap Deric.Caraline mendadak diam saat mendengar ucapan tersebut. Akan tetapi, ia segera melangkah lebih cepat dibanding sebelumnya. “Untuk apa aku bertemu dengan mereka hanya agar bisa mengetahui seluk-beluk kehidupanmu? Jika aku ingin tahu, aku sudah sejak dulu bertanya langsung padamu. Lagi pula, aku sudah tahu jika hidupmu menyedihkan dan membosankan.”“Kau benar,” sahut Deric.Caraline terpejam setelah mengucapkan jalimat tersebut. Wanita itu bisa mendengar kekecewaan dari nada suara Deric. Ia seperti merasakan sakit yang mendalam ketika melihat kondisi Deric saat ini, dan semua itu karena kebodohan dan keteledorannya di masa lalu.“Ja-jangan tersinggung,” koreksi Caraline, “hi-hidupmu sekarang tidak semenyedihkan saat pertama kali aku bertemu denganmu. Lagi pula, aku sudah berjanji untuk membuat hidupmu
Caraline mendadak seperti kehabisan kata. “Aku ... aku ....”“Sebaiknya kita segera menyusul Dokter Tommy,” kata Deric.“Sebaiknya juga begitu.” Caraline dengan cepat menyusul Dokter Tommy, meninggalkan Deric di belakangnya. Wajahnya mendadak merengut saat mengingat kejadian barusan. Ia mendadak gagu dan bodoh di saat bersamaan.Caraline dan Deric keluar dari ruangan Dokter Tommy setengah jam kemudian. Selama berada di tempat tadi, Deric melakukan beberapa terapi untuk mengembalikan kemampuan kakinya. Ia diminta berdiri dan berjalan dengan berpegangan ke dua besi di kanan dan kirinya.“Aku sudah memerintahkan bawahanku untuk mengatur semua keperluanmu selama terapi di rumah, dan aku yang akan mengawasimu secara langsung,” kata Caraline sembari melirik Deric.Keduanya memasuki elevator.“Itu benar-benar sangat membantu,” sahut Deric, “apa aku harus menjadi budakmu lagi untuk be
“Nona Caraline, aku sudah menghubungi pihak kepolisian terdekat,” kata sopir tanpa menoleh sedikit pun, “mereka akan tiba beberapa menit kemudian.”“Lakukan apa pun untuk mengenyahkan para penjahat itu,” kata Caraline dengan wajah tegang. Ia berusaha kembali menghubungi Helen, tetapi ponselnya terjatuh karena tangannya bergetar. “Astaga, kenapa hal bodoh selalu terjadi di saat situasi kritis.”Para penjahat yang ada di sekeliling mobil tak henti-hentinya memukuli badan kendaraan. Beberapa bagian mobil mulai penyok, termasuk kaca jendela yang tampak retak. Mobil berguncang karena ditendang dari berbagai arah. Saat itu terjadi, Caraline langsung memeluk Deric dengan begitu erat.“Ah!” Caraline tiba-tiba menjerit ketika kaca mobil di bagian belakang pecah. Wanita itu kian mendekap Deric. Tubuhnya bergetar ketakutan dengan mata berkaca-kaca. Jendela bagian samping pengemudi ikut rusak beberapa detik kemudia
“Sayang sekali kami diperintahkan untuk tidak membunuhmu,” ujar penjahat yang mengarahkan pistol. Ucapannya langsung disambut kekehan rekan-rekannya. “Tapi kami diberikan kesempatan untuk menyakitimu sepuasnya.”Deric memilih diam sembari membaca situasi. Kondisinya benar-benar sangat tidak menguntungkan saat ini. Ia kalah jumlah dan persenjatan, terlebih dengan keadaannya yang berada di kursi roda. Kecil kemungkinan jika dirinya bisa selamat.Penjahat yang mengarahkan pistol kembali berbicara, “Aku akan membuat tanganmu menjadi cacat seperti kakimu.”“Kau benar-benar pria tidak berguna,” sahut penjahat yang lain.“Lebih tepatnya pria menyedihkan.”“Lihatlah dirimu! Seorang bayi bahkan lebih berharga dibanding dirimu.”“Apa kau bisa melakukan ini?” tanya seorang penjahat sambil melompat-lompat. Aksinya seketika menjadi bahan tertawaan orang-orang.&ldq
Detak jarum jam menemani keheningan yang ada di dalam kamar inap Caraline. Wanita itu masih belum sadarkan sejak lima jam lalu. Langit sudah bersolek lembayung dan matahari siap pulang ke peraduan. Hanya dalam waktu beberapa menit saja malam akan datang.Dari arah lorong, Helen tiba dengan Lucy dan beberapa pengawal. Wajahnya tampak tegang dan marah secara bersamaan. Para penjaga sudah disebar di semua titik rumah sakit ini. Selepas mendengar berita dari Caraline mengenai tindak kejahatan yang menimpanya, Helen langsung bergegas menuju lokasi setelah menghubungi para pengawal.Helen dan Lucy memasuki ruangan, sedang para pengawal berhenti di luar kamar. Kedua wanita itu melihat keadaan Caraline yang masih belum menandakan tanda-tanda akan siuman. Tak ada luka fatal yang dialami CEO Mimiline Group itu. Dokter mangatakan jika Caraline hanya mengalami syok berat setelah kejadian.“Lucy, kau boleh pergi untuk beristirahat,” kata Helen yang duduk di sampi
Caraline dengan cepat melepas pelukan, lalu mundur beberapa langkah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jantungnya kembali berdebar dengan kencang saat melirik ke belakang. Helen dan Setvan nyatanya melihat kejadian barusan. Sebisa mungkin ia harus bertindak senormal mungkin.“Tu-tutup pintu ruangan ini dan jangan biarkan siapa pun mendengar percakapan kita,” perintah Caraline.Stevan segera mengangguk, keluar sesaat, lalu kembali ke dalam ruangan. Sementara itu, Helen hanya tertunduk saat melihat peristiwa pelukan tadi. Dari tatapan dan bagaimana paniknya Caraline, ia bisa tahu kalau wanita itu benar-benar mencintai Deric. “Kenapa kau tiba-tiba menghubungiku untuk datang ke kamarmu?” tanya Caraline dengan mimik ketus sembari menatap Deric. “Kau benar-benar membuatku kerepotan. Kau sudah mengganggu waktu istirahatku.”“Tapi aku sama sekali tidak pernah memintamu untuk datang ke ruanganku
“Apa ada sesuatu, Nona?” tanya Stevan.“Menjauh dariku,” pinta Caraline.Stevan langsung meminta para pengawal merenggangkan jarak dari Caraline.“Apa yang sebenarnya terjadi, Helen?” tanya Caraline dengan suara berbisik.“Lucy menjelaskan kalau Tuan Deric menanyakan kabar tentang Nona padanya,” jelas Helen.“Helen, aku ingin kau terus mengawasinya.”“Baik, Nona.”Caraline segera memasuki mobil. Saat bertatapan Deric, ia dengan sengaja membuang wajah ke samping. Dadanya mulai terbakar api cemburu. Pikirannya dipenuhi oleh beragam pertanyaan soal kedekatan Deric dan Lucy.Mobil mulai melaju meninggalkan rumah sakit. Ada dua mobil pengawal yang lebih dahulu meluncur, sedang dua kendaraan lain berada di belakang kuda besi yang dinaiki Caraline dan Deric.Waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam. Jalanan Heaventown tampak padat seperti biasanya. Lamp